Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

2

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

rovinsi alam ngka 2011

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN DAERAH-DAERAH TERTENTU PADA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sebagai Wadah Pemberdayaan Masyarakat

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

Tabel V.1.1. REKAPITULASI PRODUKSI KAYU BULAT BERDASARKAN SUMBER PRODUKSI TAHUN 2004 S/D 2008

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

2 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendahar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH JULI 2015

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

Antar Kerja Antar Negara (AKAN)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

2017, No Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

2. Indeks Harga Dibayar Petani (Ib)

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan.

Indeks Tendensi Konsumen Triwulan III-2017

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH APRIL 2015

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan HASIL UJI RESIDU ANTIBIOTIKA PMSR BPMSPH TAHUN 2015

BERITA RESMI STATISTIK

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Iin Solihin 1, Sugeng Hari Wisudo 1, Joko Susanto 2 1 Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK - IPB 2 Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK IPB Abstrak Konektivitas antar pelabuhan perikanan membantu penyebaran produksi ikan merata di seluruh provinsi di Indonesia, sehingga industri pengolahan ikan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku tanpa perlu melakukan impor dari negara lain. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan provinsi di Indonesia yang belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahannya serta menentukan konektivitas di tiga pelabuhan perikanan yang menjadi lokasi survei. Penelitian ini terkait keseluruhan provinsi di Indonesia dengan memilih tiga lokasi penelitian yang menjadi fokus penelitian, yaitu PPN Brondong, PPS Belawan, dan PPS Nizam Zachman. Analisis deskriptif dan analisis gap digunakan untuk dapat menjawab kedua tujuan pada penelitian ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tujuh pelabuhan perikanan yang belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahannya. Tiga pelabuhan perikanan yang menjadi lokasi survei (PPN Brondong, PPS Nizam Zachman, dan PPS Belawan) termasuk ke dalam pelabuhan perikanan yang telah dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan yang berada di sekitar pelabuhan perikanan tersebut. Namun, tidak semua pelabuhan perikanan tersebut memiliki konektivitas. PPN Brondong dan PPS Nizam Zachman memiliki konektivitas, sedangkan PPS Belawan tidak memiliki konektivitas dengan kedua pelabuhan perikanan lainnya. Kata penting: bahan baku ikan, industri pengolahan ikan, konektivitas, pelabuhan perikanan Pendahuluan Salah satu upaya yang perlu dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan nelayan adalah adanya industri pengolahan hasil perikanan. Saat ini ditargetkan ada 441 Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang akan dibina dan terus bertambah menjadi 464 UPI yang diarahkan untuk mendapat sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) sebagai salah satu persyaratan produk perikanan yang aman untuk dikonsumsi. Pengembangan industri pengolahan perikanan di Indonesia menghadapi beberapa kendala, yaitu (i) terbatasnya sarana dan prasarana pendukung industri pengolahan ikan (ii) tingginya persyaratan yang ditetapkan oleh negara importir perikanan Indonesia terkait dengan isu keamanan pangan dan isu lingkungan, seperti Container Security Initiative (CSI), Free and Secure Trade (FAST), Local Species Conservation Act, Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), Country Of Origin Labeling (COOL), dan Nutrition Labeling di Amerika Serikat; White Paper on Food Safety, Zero ToleranceResidu Antibiotik, Tracebility and System Border Control, Animal Welfare, dan isu lingkungan (ecolabelling), di Uni Eropa; Traceability untuk tuna, dan antibiotika di Jepang (iii) belum terpenuhinya kebutuhan bahan baku industri pengolahan berupa ikan hasil tangkapan. Persoalannya bukan pada ketiadaan bahan baku tersebut, tapi lebih pada tersebarnya sentra-sentra produksi penangkapan ikan dan terkendala oleh rendahnya aksesibilitas dari dan ke sentra-sentra produksi penangkapan tersebut. 63

Iin Solihin et al. Konektivitas antar pelabuhan perikanan memiliki arti penting untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan. Konektivitas antar pelabuhan perikanan membantu penyebaran produksi ikan yang merata pada seluruh provinsi di Indonesia, sehingga industri pengolahan ikan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku tanpa perlu melakukan impor dari negara lain. Selain itu, melalui konektivitas antar pelabuhan perikanan maka akan menghindari penumpukan ikan pada cold storage atau gudang penyimpanan, di mana penyimpanan ikan dalam waktu lama akan menyebabkan kualitas ikan menurun sehingga harga jual ikan tersebut menurun pula. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan provinsi di Indonesia yang belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahannya serta menentukan konektivitas di tiga pelabuhan perikanan yang menjadi lokasi survei. Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menginformasikan kondisi ketersediaan dan kebutuhan ikan pada masing-masing provinsi di Indonesia. Metode penelitian Penelitian ini terkait keseluruhan provinsi di Indonesia dengan memilih tiga lokasi penelitian yang menjadi fokus penelitian. Ketiga lokasi tersebut terdiri dari tiga pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia, yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan, dan PPS Nizam Zachman. Pemilihan ketiga pelabuhan perikanan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa ketiganya merupakan lokasi konsentrasi pengembangan industri pengolahan ikan dan sentra produksi penangkapan serta fokus pembangunan yang terdapat pada Masterplan Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini dikategorikan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak-pihak terkait permasalahan penelitian. Pihak tersebut berasal dari pengelola pelabuhan perikanan, nelayan, pedagang, pengumpul, dan pengusaha pengolah perikanan. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari pengelola pelabuhan perikanan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis deskriptif. Analisis tersebut digunakan untuk menjelaskan pola ketersediaan dan kebutuhan ikan nasional serta pola konektivitasnya. Analisis gap digunakan pula pada penelitian ini untuk mengetahui kemampuan masing-masing provinsi dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolah ikan. Analisis gap menggunakan rumus sebagai berikut: GAP = ketersediaan ikan kebutuhan bahan baku Hasil dan pembahasan 1. Produksi perikanan tangkap Indonesia Indonesia terdiri atas 33 provinsi dan masing-masing memiliki pelabuhan perikanan untuk mendaratkan hasil tangkapan nelayan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (2008 2012), diketahui bahwa keseluruhan provinsi tersebut memiliki produksi hasil tangkapan yang berbeda-beda. Provinsi di Indonesia yang menghasilkan produksi perikanan tangkap paling banyak selama lima tahun terakhir adalah Maluku. Pada tahun 2007 produksi perikanan tangkap di Maluku 64

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 mencapai 489.249 ton atau sebesar 10,33% dari total produksi perikanan tangkap di Indonesia. Produksi di Maluku tersebut kemudian mengalami sedikit penurunan pada tahun 2008, yaitu menjadi 315.409 ton atau sekitar 6,71% dari total produksi perikanan tangkap di Indonesia. Tahun 2009, produksi perikanan tangkap tersebut kembali meningkat menjadi 341.966 ton (7,11% dari total produksi perikanan tangkap Indonesia). Pada tahun 2010 dan 2011, produksi perikanan tangkap di Maluku mengalami peningkatan yang lumayan, yaitu menjadi 559.000 ton dan 567.953 ton (Gambar 1). Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi selanjutnya yang memiliki produksi perikanan tangkap terbanyak, yaitu dengan produksi sebesar 382.877 ton pada tahun 2007, atau sebesar 8,02% dari total produksi perikanan tangkap di Indonesia. Pada tahun 2008, produksi tersebut meningkat menjadi 394.262 ton atau 8,39% dari total produksi perikanan tangkap di Indonesia. Produksi tersebut mengalami penurunan pada tahun 2009 yaitu menjadi 395.510 ton atau sekitar 8,22% dari total produksi perikanan tangkap di Indonesia. Penurunan produksi di Provinsi Jawa Timur terjadi kembali pada tahun 2010 sehingga produksi tersebut menjadi 338.918 ton. Selanjutnya, pada tahun 2011 terjadi peningkatan produksi di Jawa Timur yaitu 362.624 ton (Gambar 1). Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi selanjutnya yang memiliki produksi perikanan tangkap terbanyak. Pada tahun 2007, Sumatera Utara menghasilkan produksi sebesar 384.222 ton atau 7,36% dari total produksi perikanan tangkap di Indonesia. Produksi tersebut meningkat menjadi 354.535 ton pada tahun 2008. Produksi perikanan tangkap Sumatera Utara pada tahun 2009 sebesar 358.664 ton atau 7,45% dari total produksi perikanan tangkap di Indonesia, dan pada tahun 2010 terjadi penurunan produksi tersebut sehingga jumlahnya menjadi 341.323 ton. Pada tahun 2011, terjadi peningkatan produksi perikanan tangkap di Sumatera Utara, dimana pada tahun tersebut produksinya mencapai 463.201 ton (Gambar 1). Produksi perikanan tangkap di Indonesia paling sedikit dihasilkan oleh Provinsi D.I. Yogyakarta. Produksi D.I Yogyakarta pada tahun 2007 hanya 0,06% dari total produksi perikanan tangkap di Indonesia, atau sebesar 2.629 ton. Produksi tersebut mengalami penurunan pada tahun 2008 sehingga jumlahnya menjadi 1.939 ton. Namun, pada tahun 2009 dan 2010, D.I. Yogyakarta mencapai produksi sebesar 4.239 ton atau 0,09% dari total produksi perikanan tangkap di Indonesia. Produksi perikanan tangkap di D.I. Yogyakarta kembali menurun pada tahun 2011, yaitu produksinya sebesar 3.954 ton (Gambar 1). Berdasarkan Gambar 1, kemudian dilakukan pemetaan sebaran ketersediaan produksi ikan hasil tangkapan berdasarkan provinsi pada tahun terakhir (2011), seperti dapat dilihat pada Gambar 2. Terlihat bahwa ketersediaan produksi ikan hasil tangkapan terbanyak terdapat di Provinsi Maluku, Sumatera Utara, dan Jawa Timur. 65

Iin Solihin et al. Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Gorontalo Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Jawa Timur Jawa Tengah DKI Jakarta Papua Barat Maluku Utara Nusa Tenggara Timur Bali Tahun 2011 Tahun 2010 Tahun 2009 Tahun 2008 Tahun 2007 Bengkulu Sumatera Selatan Kepulauan Riau Sumatera Barat Aceh 0 100,000200,000300,000400,000500,000600,000 PRODUKSI (ton) (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2008-2012) Gambar 1. Produksi perikanan tangkap berdasarkan provinsi di Indonesia 2007 2011 2. Kebutuhan bahan baku ikan untuk unit pengolahan ikan Masing-masing provinsi di Indonesia dilengkapi unit pengolahan hasil perikanan untuk mendukung sektor perikanannya. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki unit pengolahan hasil perikanan yang paling banyak. Pada tahun 2010, jumlah unit pengolahan hasil perikanan di Jawa Timur adalah 10.640 unit. Selanjutnya, Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah unit pengolahan hasil perikanan terbanyak setelah Jawa Timur. Provinsi Jawa Tengah memiliki 8.350 unit pengolahan hasil perikanan pada tahun 2010 (Gambar 3). 66

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Gambar 2 Produksi ikan berdasarkan provinsi tahun 2011 3. Kebutuhan bahan baku ikan untuk unit pengolahan ikan Masing-masing provinsi di Indonesia dilengkapi oleh unit pengolahan hasil perikanan untuk mendukung sektor perikanannya. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki unit pengolahan hasil perikanan yang paling banyak. Pada tahun 2010, jumlah unit pengolahan hasil perikanan di Jawa Timur adalah 10.640 unit. Selanjutnya, Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah unit pengolahan hasil perikanan terbanyak setelah Jawa Timur. Provinsi ini memiliki 8.350 unit pengolahan hasil perikanan pada tahun 2010 (Gambar 3). Unit pengolahan hasil perikanan paling sedikit berada di Provinsi Papua Barat. Jumlah unit pengolahan hasil perikanan tersebut hanya 65 unit. Jumlah tersebut sangat jauh dibandingkan dengan jumlah unit pengolahan hasil perikanan di provinsi lain yang mencapai ratusan bahkan ribuan. Provinsi Maluku merupakan provinsi yang memiliki jumlah unit pengolahan hasil perikanan paling sedikit kedua setelah Papua Barat. Jumlah unit pengolahan hasil perikanan tersebut adalah 141 unit (Gambar 3). Pengolahan hasil perikanan di Indonesia dikelompokkan ke dalam 4 klasifikasi usaha pengolahan ikan, yaitu mikro, kecil, menengah, dan besar. Adapun klasifikasi usaha pengolahan ikan yang paling banyak jumlahnya di Indonesia adalah skala mikro. Pada tahun 2010, jumlah unit pengolahan ikan yang termasuk ke dalam skala mikro adalah 53.054 unit. Klasifikasi usaha pengolahan ikan yang jumlahnya paling sedikit adalah skala besar. Jumlah usaha pengolahan ikan di Indonesia dengan skala besar hanya mencapai 122 unit. Selanjutnya, jumlah usaha pengolahan ikan dengan skala kecil adalah 5.313 unit dan jumlah usaha pengolahan ikan dengan skala menengah adalah 1.628 unit. 67

Iin Solihin et al. Papua Papua Barat Maluku Utara Maluku Sulawesi Barat Gorontalo Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Bali Banten Jawa Timur DI Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Barat DKI Jakarta Kepulauan Riau Bangka Belitung Lampung Bengkulu Sumatera Selatan Jambi Riau Sumatera Barat Sumatera Utara Aceh 0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 Jumlah Unit Pengolahan Ikan (unit) (Sumber: diolah, Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2011) Gambar 3. Grafik jumlah unit pengolahan hasil perikanan berdasarkan provinsi di Indonesia tahun 2010 68

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Skala usaha mikro untuk usaha pengolahan ikan paling banyak jumlahnya terdapat di Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2010, jumlah usaha pengolahan ikan dengan skala mikro di provinsi ini adalah 9.620 unit. Skala usaha mikro untuk usaha pengolahan ikan paling sedikit jumlahnya terdapat di Provinsi Papu Barat, yaitu dengan jumlah 59 unit pada tahun 2010 (Gambar 4). Usaha pengolahan ikan dengan skala besar hanya terdapat di beberapa provinsi saja di Indonesia, diantaranya adalah Provinsi Jambi, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo. Jumlah usaha pengolahan ikan dengan skala besar paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Timur, dengan jumlah 54 unit pada tahun 2010. Usaha pengolahan ikan dengan skala besar paling sedikit jumlahnya berada di Provinsi Jambi, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, dan Gorontalo. Jumlah usaha pengolahan ikan dengan skala besar di empat provinsi tersebut adalah masing-masing 1 unit (Gambar 4). Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi yang memiliki jumlah usaha pengolahan ikan dengan skala kecil yang paling banyak, yaitu 1.173 unit pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, Provinsi Papua merupakan provinsi yang memiliki jumlah usaha pengolahan ikan dengan skala kecil yang paling sedikit, yaitu 1 unit. Adapun jumlah usaha pengolahan ikan dengan skala menengah paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah (609 unit) dan paling sedikit terdapat di Provinsi Jambi dan DI Yogyakarta. Provinsi Riau, Gorontalo, dan Maluku Utara tidak memiliki usaha pengolahan ikan dengan skala menengah (Gambar 4). a) PPN Brondong Unit pengolahan ikan di sekitar PPN Brondong merupakan unit pengolahan ikan berskala menengah dan besar yang menghasilkan produk olahan ikan beku dan surimi. Selain itu, di sekitar PPN Brondong terdapat pula unit pengolahan ikan yang berskala kecil. Unit pengolahan ikan tersebut sebagian besar menghasilkan olahan ikan dalam bentuk asin dan pindang. Secara umum, terdapat empat jenis olahan ikan yang dihasilkan oleh unit pengolahan ikan di sekitar PPN Brondong. Adapun jenis olahan ikan yang paling banyak dihasilkan oleh unit pengolahan ikan tersebut yaitu ikan asin. Rata-rata produksi olahan ikan asin di sekitar PPN Brondong adalah 6.482 ton/tahun. Rata-rata produksi olahan ikan fillet, pindang, dan panggang secara berurutan adalah 5.637 ton/tahun; 2.480 ton/tahun; dan 2.191 ton/tahun (Gambar 5). b) PPS Nizam Zachman Unit pengolahan ikan yang terdapat di PPS Nizam Zachman didominasi oleh unit pengolahan ikan dengan skala besar. Adapun setiap unit pengolahan ikan dengan skala besar di PPS Nizam Zachman diasumsikan membutuhkan 5 6 ton ikan setiap harinya untuk kegiatan produksi ikan olahan, sedangkan unit pengolahan ikan dengan skala menengah dan kecil membutuhkan antara 2 3 ton dan 0,5,5 ton ikan. Maka, diketahui bahwa unit pengolahan ikan di PPS Nizam Zachman dapat memproduksi sekitar 65.250 ton ikan olahan. 69

Iin Solihin et al. Papua Papua Barat Maluku Utara Maluku Sulawesi Barat Gorontalo Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Bali Banten Jawa Timur DI Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Barat DKI Jakarta Kepulauan Riau Bangka Belitung Lampung Bengkulu Sumatera Selatan Jambi Riau Sumatera Barat Sumatera Utara Aceh besar menengah kecil mikro - 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 Jumlah Unit Pengolahan Ikan (unit) (Sumber: diolah, Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2011) Gambar 4. Grafik jumlah unit pengolahan hasil perikanan berdasarkan klasifikasi usaha dan provinsi di Indonesia tahun 2010 70

Produksi olahan ikan (ton) Produksi olahan ikan (ton) Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun Pindang Asin Panggang Fillet (Sumber: Laporan Tahunan PPN Brondong Tahun 2012) Gambar 5. Produksi ikan berdasarkan olahan di PPN Brondong tahun 2008 2012 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 pengeringan peragian tepung ikan pembekuan ikan asin 0 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun (Sumber: Laporan Statistik PPS Belawan Tahun 2013) Gambar 6 Produksi ikan berdasarkan olahan di PPS Belawan tahun 2008 2012 71

Iin Solihin et al. c) PPS Belawan Jenis olahan ikan yang dihasilkan oleh unit pengolahan ikan di PPS Belawan yaitu pengeringan, peragian, tepung ikan, pembekuan, dan ikan asin. Sebagian besar produksi ikan yang didaratkan di PPS Belawan diolah dalam bentuk beku. Rata-rata produksi ikan beku yang dihasilkan sebesar 7.756 ton/tahun. Adapun jenis olahan ikan yang paling sedikit dihasilkan oleh unit pengolahan ikan di PPS Belawan adalah tepung ikan. Rata-rata tepung ikan yang dihasilkan yaitu 1.585 ton/tahun (Gambar 6). 3.1 Estimasi kebutuhan bahan baku ikan untuk unit pengolahan ikan Kebutuhan bahan baku ikan untuk unit pengolahan ikan pada masing-masing provinsi di Indonesia berbeda-beda. Sebagian besar unit pengolahan ikan tersebut membutuhkan ikan dalam jumlah kecil, yaitu tidak lebih dari 300.000 ton/tahun. Hanya beberapa provinsi saja yang unit pengolahan ikannya membutuhkan bahan baku ikan dalam jumlah besar, diantaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Secara berurutan, kebutuhan bahan baku untuk unit pengolahan ikan pada keempat provinsi tersebut yaitu 900.922 ton/tahun; 849.362 ton/tahun; 627.087 ton/tahun; dan 457.594 ton/tahun. Secara lebih rinci, informasi mengenai kebutuhan bahan baku ikan untuk unit pengolahan ikan pada masing-masing provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 7 berikut. Gambar 7. Kebutuhan bahan baku ikan untuk unit pengolahan ikan berdasarkan provinsi 72

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 3.2 Estimasi kebutuhan ikan di pelabuhan perikanan Hampir setiap pelabuhan perikanan di Indonesia memiliki unit pengolahan ikan di sekitarnya. Jumlah kebutuhan bahan baku ikan untuk setiap pelabuhan perikanan berbeda-beda, bergantung pada skala usahanya (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya). Tabel 1 akan menunjukkan kebutuhan bahan baku untuk unit pengolahan ikan di tiga pelabuhan perikanan yang menjadi lokasi survei. Berdasarkan Tabel 1 tersebut, diketahui bahwa PPS Nizam Zachman membutuhkan bahan baku untuk unit pengolahannya mencapai 65.250 ton/tahun. Kebutuhan tersebut lebih besar dibandingkan kebutuhan dua pelabuhan perikanan lainnya. Hal tersebut dikarenakan unit pengolahan ikan di sekitar PPS Nizam Zachman didominasi oleh unit pengolahan ikan dengan skala besar, sedangkan PPS Belawan membutuhkan bahan baku ikan sebanyak 52.552 ton/ tahun dan PPN Brondong sebanyak 18.247 ton/tahun. Kebutuhan bahan baku untuk unit pengolahan ikan di PPN Brondong lebih kecil dibandingkan dua pelabuhan perikanan lainnya dikarenakan unit pengolahan ikan di PPN Brondong merupakan unit pengolahan ikan dengan skala menengah dan bahkan didominasi oleh unit pengolahan ikan dengan skala kecil. 4. Pola ketersediaan dan kebutuhan ikan nasional Produksi ikan yang didaratkan di setiap provinsi di Indonesia berbeda-beda, begitu pula dengan kebutuhan ikannya. Kondisi yang ideal adalah apabila produksi ikan yang didaratkan di suatu provinsi dapat memenuhi kebutuhan ikan provinsi tersebut, terutama kebutuhan ikan untuk industri pengolahan ikan. Namun pada kenyataannya, terdapat beberapa provinsi yang masih kekurangan ikan untuk memenuhi kebutuhan ikan di provinsinya. Pada Gambar 8 ditunjukkan bahwa terdapat beberapa provinsi di Indonesia mengalami kekurangan ikan untuk memenuhi kebutuhan ikan pada industri pengolahan ikan di provinsinya. Adapun provinsi yang dimaksud tersebut adalah Aceh, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Secara berurutan, jumlah kekurangan ikan untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan ikan pada tujuh provinsi tersebut yaitu 313.913 ton/tahun; 33.467 ton/ tahun; 649.386 ton/tahun; 1.257 ton/tahun; 486.738 ton/tahun; 54.245 ton/tahun; dan 408.268 ton/tahun. Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang paling banyak kekurangan ikan untuk bahan baku industri pengolahan ikan. Sebagian besar provinsi di Indonesia, yaitu 79% dari total provinsi di Indonesia, sudah dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan yang terdapat di provinsinya, bahkan terdapat kelebihan produksi ikan dari kebutuhan industri pengolahan ikan di provinsinya. Provinsi yang memiliki kelebihan produksi paling banyak adalah Provinsi Maluku, Papua, dan Sumatera Utara. Secara berurutan, jumlah produksi ikan yang berlebihan untuk ketiga provinsi tersebut 561.373 ton/tahun; 262.499 ton/ tahun; dan 311.406 ton/tahun. Terlihat bahwa Provinsi Maluku memiliki paling banyak jumlah ikan yang berlebihan dalam memenuhi kebutuhan industri pengolahan ikan. 73

Iin Solihin et al. Tabel 1 Kebutuhan bahan baku untuk unit pengolahan ikan di tiga pelabuhan Nama pelabuhan Kebutuhan bahan baku (ton/tahun) PPN Brondong 18.247 PPS Nizam Zachman 65.250 PPS Belawan 52.552 Gambar 8. Gap antara produksi dan kebutuhan ikan berdasarkan provinsi Apabila dilihat secara umum, ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan di wilayah Indonesia dapat terpenuhi. Rata-rata kebutuhan ikan untuk industri pengolahan ikan tersebut yaitu 133.062 ton/tahun, sedangkan produksi ikan di Indonesia mencapai 161.992 ton/tahun. Namun, tetap harus diperhatikan wilayah Indonesia yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan industri pengolahan ikan di wilayahnya. Hal tersebut penting karena berdasarkan analisis yang dilakukan, jumlah ketersediaan bahan baku yang masih kurang tersebut jumlahnya tidak sedikit, yaitu sebesar 1.947.274 ton/tahun dari total kebutuhan ikan untuk industri pengolahan ikan di Indonesia (4.391.057 ton/tahun). Informasi lain yang dapat diperoleh berdasarkan analisis yang dilakukan yaitu adanya ketidakmerataan produksi ikan yang didaratkan pada pelabuhan perikanan yang terdapat di bagian barat Indonesia dengan pelabuhan perikanan yang terdapat di bagian timur Indonesia. Selain itu, terlihat pula bahwa industri pengolahan ikan di Indonesia terpusat pada pulau Jawa, dimana pulau Jawa memiliki produksi ikan yang tidak banyak seperti pulau-pulau yang terdapat di bagian timur Indonesia. a) PPN Brondong Produksi ikan di PPN Brondong telah dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan di sekitar pelabuhan perikanan tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya gap yang ada antara produksi ikan yang didaratkan di PPN Brondong dengan kebutuhan industri pengolahan ikan di sekitar pelabuhan tersebut, yaitu 74

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 sebesar 39.516 ton/tahun. Selain itu, nilai gap tersebut menunjukkan pula bahwa terdapat kelebihan produksi ikan di PPN Brondong. Adapun kelebihan produksi tersebut dimanfaatkan oleh para pengmpul untuk disalurkan ke beberapa daerah yang masih berada di wilayah Jawa Timur. b) PPS Nizam Zachman Kebutuhan bahan baku untuk industri pengolahan ikan di PPS Nizam Zachman dapat dipenuhi dengan ketersediaan ikan yang jumlahnya melebihi kebutuhan tersebut. Jumlah produksi ikan yang berlebih di PPS Nizam Zachman yaitu sebesar 39.605 ton/tahun. Seperti halnya PPN Brondong, produksi ikan yang berlebih tersebut umumnya disalurkan ke beberapa wilayah oleh para pengumpul atau perusahaan. Hanya saja, produksi ikan yang berlebih tersebut tidak hanya disalurkan di sekitar Jakarta, tetapi di beberapa wilayah Indonesia lainnya yang berada di luar Jabodetabek bahkan ke luar negeri. c) PPS Belawan Berbeda dengan PPN Brondong dan PPS Nizam Zachman, produksi ikan yang didaratkan di PPS Belawan jumlahnya tidak terlalu signifikan berbeda dengan kebutuhan bahan baku untuk industri pengolahan ikan di sekitar pelabuhan perikanan tersebut. Nilai gap antara keduanya sebesar 10.752 ton/tahun. Hal tersebut dikarenakan jumlah produksi ikan yang didaratkan di PPS Belawan tidak terlalu banyak. Adapun kelebihan dari produksi ikan di PPS Belawan dimanfaatkan oleh pengumpul untuk disalurkan ke beberapa wilayah Sumatera Utara bahkan disalurkan ke beberapa negara lainnya. 5. Pola konektivitas pelabuhan perikanan dalam distribusi ikan Ketersediaan ikan di PPN Brondong, PPS Nizam Zachman, dan PPS Belawan yang melebihi kebutuhan bahan baku industri ikan di sekitar ketiga pelabuhan perikanan tersebut menyebabkan para pengumpul memanfaatkannya dengan cara menyalurkan beberapa ton produksi tersebut ke beberapa wilayah lainnya. Walaupun belum ada kerja sama yang resmi antara ketiga pelabuhan perikanan tersebut dengan pelabuhan perikanan lainnya, tetapi para pengmpul telah menjalin kerja sama melalui konektivitas antar pelabuhan perikanan. Berdasarkan Gambar 9 dan Gambar 10, terlihat bahwa antara PPN Brondong dan PPS Nizam Zachman terdapat koneksi, di mana PPS Nizam Zachman menyalurkan produksi ikannya ke PPN Brondong. Sebaliknya, PPN Brondong menyalurkan kelebihan produksi ikannya ke PPS Nizam Zachman, walaupun secara tidak langsung. Hal tersebut karena dari PPN Brondong, ikan disalurkan terlebih dahulu ke pelabuhan perikanan lainnya di Jawa Timur untuk selanjutnya disalurkan ke PPS Nizam Zachman. 75

Gambar 9. Konektivitas antara PPN Brondong, PPS Nizam Zachman, PPS Belawan dengan beberapa wilayah di Indonesia dan luar negeri Iin Solihin et al. 76 Iin Solihin et al. 76

77 Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Gambar 10. Konektivitas antara beberapa wilayah di Indonesia dan luar negeri dengan PPN Brondong, PPS Nizam Zachman, PPS Belawan Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 77

Iin Solihin et al. Selain konektivitas dengan PPN Brondong, PPS Nizam Zachman memiliki konektivitas dengan pelabuhan perikanan lainnya di Indonesia, seperti pelabuhan perikanan di Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, dan Kalimantan, bahkan terdapat pula konektivitas dengan beberapa pelabuhan perikanan di luar negeri seperti pelabuhan di negara tetangga (Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Taiwan, Tiongkok, dan Korea Selatan) dan beberapa pelabuhan perikanan di benua Amerika, Afrika dan Eropa. Konektivitas di PPN Brondong hanya terjalin dengan pelabuhan perikanan di sekitar Jawa Timur atau pulau Jawa saja. Terlihat bahwa produksi ikan di PPN Brondong disalurkan ke pelabuhan perikanan di Jawa Timur. Tidak terdapat konektivitas antara PPN Brondong dengan pelabuhan perikanan di luar negeri. PPS Belawan tidak memiliki koneksi dengan PPS Nizam Zachman maupun PPN Brondong. Produksi ikan yang berlebihan di PPS Belawan banyak diekspor langsung ke negara tetangga dan beberapa negara lainnya. Adapun untuk penyaluran ke wilayahwilayah di Indonesia, produksi ikan dari PPS Belawan hanya disalurkan ke beberapa wilayah di pulau Sumatera, seperti Aceh dan Sumatera Utara. Hal tersebut terjadi karena adanya ketidakseimbangan harga yang dikeluarkan dengan yang diterima apabila penyaluran ikan dari PPS Belawan dilakukan ke pulau Jawa bahkan pulau Bali Nusa Tenggara dan pulau di bagian timur Indonesia lainnya. Oleh karena itu, produksi ikan di PPS Belawan lebih banyak diekspor ke luar negeri karena biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penyaluran ikan lebih murah dibandingkan ke pulau-pulau lainnya di Indonesia (di luar pulau Sumatera). Simpulan Terdapat tujuh pelabuhan perikanan yang belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahannya. Adapun tiga pelabuhan perikanan yang menjadi lokasi survei (PPN Brondong, PPS Nizam Zachman, dan PPS Belawan) termasuk ke dalam pelabuhan perikanan yang telah dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan yang berada di sekitar pelabuhan perikanan tersebut. Konektivitas antara pelabuhan perikanan telah terjadi pada PPN Brondong dan PPS Nizam Zachman. Tetapi, PPS Belawan tidak memiliki konektivitas dengan kedua pelabuhan perikana tersebut. Daftar pustaka Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009 2012. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 134 Hal. Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong. 2012. Laporan Statistik. Brondong. 106 Hal. Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan. 2012. Statistik Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan. Belawan. 54 Hal. Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman. 2012. Statistik Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman. Jakarta. 78