BAB II KAJIAN PUSTAKA. konflik antar kelompok maupun disintegrasi sosial. Sebetulnya kemajemukan

dokumen-dokumen yang mirip
KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL

I. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

STRUKTUR MASYARAKAT INDONESIA

MASYARAKAT MULTIKULTURAL

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

Keterangan: 1 1 = Pengusa/Pejabat = Masyarakat/Rakyat 2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN. by. EVY SOPHIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

V KONSEKWENSI MULTIKULTURALISME BANGSA

Makalah Manajemen Konflik

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34)

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kemajemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

INTERAKSI MASYARAKAT YANG BERBEDA ETNIS DI KECAMATAN MASAMA SKRIPSI

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

SOLUSI PR ONLINE MATA UJIAN: SOSIOLOGI (KODE: S05)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Interaksi sosial adalah sebagai atau merupakan dasar dari proses-proses sosial,

DIFERENSIASI SOSIAL (Kemajemukan)

14Ilmu. Komunikasi Antar Budaya. Asimilasi dan Akulturasi Budaya. Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si. Komunikasi. Modul ke: Fakultas

Standar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PROSES SOSIAL dan INTERAKSI SOSIAL. Slamet Widodo

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia, sesuatu yang sangat unik, yang tidak dimiliki oleh semua

10. Kunci : A Pembahasan : Dalam proses interaksi sosial maka harus melibatkan 2 orang atau lebih, dimana dari kedua belah pihak ada yang memberikan s

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

Created by: ASMAUL KHUSNA

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kajian Tentang Keragaman Etnik Terhadap Pemahaman Keagamaan. masuknya ketidak sepakatan pemahaman keagamaan yang tajam atau

BAB II LANDASAN TEORI

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

Pengembangan Budaya memiliki empat Konteks: 2. Melestarikan dan menghargai budaya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. ciri khas dari Indonesia. Kemajemukan bangsa Indonesia termasuk dalam hal. konflik apabila tidak dikelola secara bijaksana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya

UN SMA IPS 2008 Sosiologi

BAB I PENDAHULUAN. interaksi manusia antara lain imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Interaksi sosial dalah suatu hubungan social yang dinamis antara orang perorangan, antara individu dan kelompok manusia, dan antar kelompok manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

Bentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya. Annisa Nurhalisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL. Dilihat dari sifatnya :

Perubahan Sosial dan Kebudayaan OLEH: LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

Dampak Perubahan Sosial Budaya

STUDI MASYARAKAT INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dihadapkan kepada masalah sosial

BENTUK-BENTUK HUBUNGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

Berkaitan dengam dua konsep di atas, maka keragaman diperlukan adanya kesetaraan atau kesederajatan. Artinya,meskipun individu maupun masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (2002 : 115) mengemukakan beberapa persyaratan sebuah kelompok sosial.

Bimbel Online SMA Alfa Centauri Kls XI IIS 22-Agustus Sosiologi -

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

I.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV PROSES-PROSES SOSIAL

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

WAWASAN KEBANGSAAN a) Pengertian Wawasan Kebangsaan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini berusaha melihat perbedaan adaptasi kebudayaan antara Migran

KONSEPSI MASYARAKAT MAJEMUK KOMPONEN KEMAJEMUKAN BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Encar Carwasih, 2013

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel

BAB I PENDAHULUAN. dari Sabang hingga ke Merauke. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. juga multikultural, dimana dalam kehidupan tersebut terdapat berbagai macam

Bahan Bacaan 4.1 Kebhinekaan Masyarakat Indonesia dan Dinamika Kehidupan Global

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Transmigrasi merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mengambil

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BENTUK BENTUK INTERAKSI SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas untuk memenuhi salah satu kebutuhan sosial manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Majemuk Kemajemukan seringkali menarik perhatian karena dikaitkan dengan masalah konflik antar kelompok maupun disintegrasi sosial. Sebetulnya kemajemukan memiliki dinamika dan dimensi-dimensi sosial yang lebih luas secara sosiologis dari pada sekedar ada tidaknya konflik. Kita perlu mendalami dan memahami dinamika sosial interaksi (aksi dan reaksi antar aktor yang bersifat tatap muka dan kasat mata) sampai pola hubungan sosial (social relationship) yang mencakup hubungan hak dan kewajiban serta hubungan kekuasaan antar aktor yang bersifat mendalam, kompleks dan tidak kasat mata (hidden). Tokoh penting yang menggambarkan tentang kemajemukan masyarakat Hindia Belanda adalah Furnivall (1939). Ciri masyarakat Hindia Belanda pada masa itu terdiri dari berbagai kelompok etnik yang tinggal bersama dalam suatu wilayah namun tidak membaur dan masing-masing memiliki suatu perangkat pranata sosial (sistem keluarga dan kekerabatan, agama, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya) yang khas secara formal terpisah dan memenuhi kebutuhannya sendiri (self contained) serta tidak memiliki suatu cita-cita yang sama (common social will). Di Hindia Belanda, kelompok etnik yang secara sosial-budaya terpisah (tidak membaur) ini hanya bertemu di pasar untuk melakukan perdagangan dan tukar menukar barang dan jasa. Integrasi sosial dalam masyarakat yang seperti ini dikendalikan oleh suatu 22

kekuatan dominan. Hal ini tercermin dalam stratifikasi sosial masyarakat Hindia Belanda yang terstruktur berdasarkan perbedaan rasial. Bangsa Eropa dan kulit putih menduduki strata teratas, kemudian ras Timur Asing (Cina, India, Arab, dan lain-lain) pada posisi kelas menengah dan golongan pribumi yang terdiri dari berbagai kelompok etnik yang beragam berada pada lapisan kelas bawah. Kondisi ini pada masa kemerdekaan mengalami perubahan sehingga teori Furnivall tidak relevan lagi, namun gambaran yang diberikannya tetap penting sebagai latar belakang sejarah. Walaupun kemajemukan seperti yang digambarkan Furnivall tidak ada lagi dalam masyarakat Indonesia saat ini, namun bangsa Indonesia tetap merupakan masyarakat majemuk. Karena itu, kondisi kemajemukan tetap perlu untuk diperhatikan. Schemerhon (dalam Paulus wirutomo 2012) misalnya, mengajukan indikator untuk menggambarkan kondisi kemajemukan. Ia mengemukakan adanya 4 macam kemajemukan, yaitu kemajemukan ideologis (adanya perbedaan tentang kepercayaan atau doctrinal beliefs), kemajemukan politis (banyaknya satuan politik yang relatif otonom), kemajemukan kultural (banyaknya unit-unit kebudayaan yang berbeda), dan kemajemukanstruktural (banyaknya kelas sosial dalam stratifikasi). Jenis kemajemukan yang dikemukakan Schemerhon ini masih relevan untuk digunakan pada masa kini. Nasikun (2009:36) menyatakan bahwa masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang menganut berbagai sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehinggan para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu 23

keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain. Karakteristik yang disebutkan Pierre L. Van den Berghe dalam Nasikun (2009:40) merupakan sifat-sifat dari masyarakat majemuk 1) Terjadi segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok subkebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain. 2) Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplomenter. 3) Kurang mengembangkan konsensus diantar para anggota-anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar. 4) Secara relatif seringkali mengalami konflik diantara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. 5) Secara relatif, integrasi sosial tumbuh diatas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi 6) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari kelompok etnis yang beragam. Hubungan antara satu kelompok etnis dengan kelompok etnis lainnya beragam, ada yang cukup harmonis dan ada yang sering diwarnai dengan konflik. Menurut Abdullah (2001), pola hubungan antar etnis itu ditentukan oleh tiga corak ruang yang menentukan karakter dari hubungan antar etnis itu sendiri. Pertama, berbagai etnis Indonesia tersebar dalam wilayahnya sendiri-sendiri dengan batas-batas fisik (physical boundary) yang jelas menyebabkan pendefinisian diri lebih terikat pada daerah asal dan memiliki klaim terhadap asal usulnya sebagai pewaris 24

tradisi dan wilayah. Kedua, berbagai etnis di Indonesia tersebar di berbagai tempat dengan batas-batas fisik yang semakin tidak jelas dan memiliki sejarah masa lalu yang berbeda dengan etnis-etnis yang terlibat dalam interaksi sosial sehari-hari. Ketiga, munculnya wilayah baru (seperti sub urban) yang dibuka di berbagai tempat yang menyebabkan pertemuan antar etnis dalam suatu wilayah yang telah mengalami redefinisi atas status tanah dan wilayah yang bebas dari pemilikan suatu etnis. Dalam situasi semacam ini setiap etnis ditempatkan dalam posisi yang relatif egaliter (Abdullah, 2001: 38). Perlunya pembahasan tentang kemajemukan sebagai bentuk ideologi yang mengarah pada kesetaraan sosiokultural berangkat dari persoalan dalam masyarakat majemuk karena seringnya terjadi gajala dimana kelompok minoritas selalu didiskriminasi atau dianggap sebagai masyarakat kelas dua. Hal ini terlepas apakah golongan minoritas tersebut didiskriminasi secara legal formal atau ilegal informal (diskriminasi sosial budaya), seperti yang terjadi di negara Arika Selatan sebelum direformasi atau pada zaman penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang di Indonesia. Ada yang didiskriminasi secara sosial budaya dalam bentuk kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Hal yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak ialah menempatkan hak-hak kelompok minoritas yang semula ditempatkan sebagai warga kelas dua dalam struktur sosial yang diubah posisinya menjadi masyarakat majemuk dalam kesetaraan. 25

2.2. Integrasi Sosial Integrasi mengandung dua pengertian, yaitu pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan dalam suatu sistem sosial dan membuat suatu keseluruhan atau menyatukan unsur-unsur tertentu, khususnya dalam suatu masyarakat yang beranekaragam atau multikultural. Sedangkan dikatakan intergrasi sosial jika dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Dengan bahasa sederhana bahwa integrasi sosial adalah proses penyesuaian diantara unsur-unsur yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktural, sistem sosial senantiasa terintegrasi diatas dua landasan berikut. Pertama, suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus diantara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental. Kedua, masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial ( cross-cutting-affiliation). Setiap konflik yang terjadi diantara suatu kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting-loyalities) dari para anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial. Para penganut konflik berpandangan bahwa suatu masyarakat terintegrasi atas paksaan (coercion) dari suatu kelompok atau satuan sosial yang dominan terhadap kelompok-kelompok atau satuan-satuan sosial yang lain. Selain itu, suatu masyarakat dapat terintegrasi karena adanya saling ketergantungan diantara berbagai kelompok atau satuan sosial tersebut di bidang ekonomi. 26

2.2.1. Syarat-syarat integrasi sosial Integrasi sosial akan terbentuk di masyarakat apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial dari suatu wilayah atau negara tempat mereka tinggal. Selain itu, sebagian besar masyarakat tersebut bersepakat mengenai struktur kemasyarakatan yang dibangun, termasuk nilai-nilai, norma-norma, dan yang lebih tinggi lagi adalah pranata-pranata sosial yang berlaku dalam masyarakatnya, guna mempertahankan keberadaan masyarakat tersebut. Selain itu, karakteristik yang dibentuk sekaligus menandai batas dan corak masyarakatnya. Menurut William F. Ogburn dan Mayer Nimkoff, syarat berhasilnya suatu integrasi sosial adalah; 1) Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan-kebutuhan satu dengan yang lainnya. Hal ini berarti kebutuhan fisik berupa sandang dan pangan serta kebutuhan sosialnya dapat dipenuhi oleh budayanya. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini menyebabkan masyarakat perlu saling menjaga keterikatan antar satu dengan yang lainnya. 2) Masyrakat berhasil menciptakan kesepakatan (consensus) bersama mengenai norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman dalam berinteraksi satu dengan lainnya. Termasuk menyepakati hal-hal yang dilarang menurut kebudayaannya. 27

3) Norma-norma dan nilai sosial itu berlaku cukup lama dan dijalankan secara konsisten seta tidak mudah mengalami perubahan sehingga dapat menjadi aturan baku dalam melangsungkan proses interaksi soisal. Proses integrasi sosial di dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik apabila masyarakat betul-betul memperhatikan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kehidupan sosial mereka dan menentukan arah kehidupan masyarakat menuju integrasi sosial. Faktor-faktor sosial tersebut antara lain tujuan yang ingin dicapai bersama, sistem sosial yang mengatur tindakan mereka, dan sistem sanksi sebagai pengontrol atas tindakan-tindakan mereka. Dan proses integrasi sosial akan berjalan dengan baik apabila anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil mengisi kebutuhan satu sama lain dan mencapai konsensus mengenai norma-norma dan nilai nilai sosial yang konsisten dan tidak berubah-ubah dalam waktu yang singkat. Sehingga anggota-anggota masyarakat selalu berada dalam keadaan stabil dan terikat dalam integrasi kelompok. 2.2.2. Bentuk-bentuk Integrasi Sosial 2.2.2.1. Asimilasi Asimilasi merupakan proses sosial taraf lanjut yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara individu atau kelompok dalam masyarakat. Dalam proses asimilasi juga terdapat usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Melalui 28

asimilasi, seseorang tidak lagi membedakan dirinya dengan anggota masyarakat yang lainnya. Batas-batas antara kelompok akan hilang dan lebur menjadi satu kesatuan kelompok. Jadi secara singkat, asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan (integrasi). Suatu asimilasi akan mudah terjadi apabila didorong oleh faktor faktor sebagai berikut. 1. Toleransi antara kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri yang akan tercapai melalui suatu proses yang disebut akomodasi 2. Tiap-tiap individu dan kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam ekonomi, terutama dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa. Dengan demikian akan terjadi perubahan dalam kedudukan tertentu atas dasar kemampuan dan jasa-jasanya. 3. Diperlukan sikap saling menghargai terhadap kebudayaan yang didukung oleh masyarakat lain. Masing-masing pihak mengaku kelemahankelemahan dan kelebihan-kelebihan kebudayaan masing-masing. Hal ini akan mendekatkan anggota masyarakat yang menjadi anggota kebudayaan tersebut. 4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa di masyarakat dengan memberikan kesempatan pada golongan minoritas untuk memperoleh pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penggunaan fasilitas umum, dan partisipasi dalam politik. 5. Pengetahuana tentang persamaan-persamaan unsur kebudayaan yang berlainan akan mendekatkan masyarakat pendukung kebudayaan yang 29

satu dengan yang lainnya. Hal ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan prasangka-prasangka semula ( mungin) ada diantara pendukung suatu kebudayaan tertentu. 6. Perkawinan campuran akan menyatukan dan mengurangi perbedaanperbedaan antara warga dari suatu golongan dengan golongan lain, misalnya antara golonganminoritas dengan mayoritas. 7. Bila terdapat musuh bersama dari luar, maka proses asimilasi akan semakin cepat sebab semakin masing-masing kelompok atau golongan akan mencari jalan untuk bersepakat guna menghadapi musuh bersama itu. 2.2.2.2. Akulturasi Menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengankebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda sehingga unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Proses akulturasi sudah ada sejak dahulu dalam sejarah kebudayaan manusia, karena manusia selalu melakukan migrasi atau adanya gerak perpindahan dari sukusuku bangsa di muka bumi. Migrasi ini akan menyebabkan pertemuan-pertemuan antara kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda. Akibatnya, setiap individu dalam kelompok-kelompok itu akan dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan yang asing baginya. Pertama kali, unsur-unsur baru yang 30

datang tidak lansung diterima atau diadaptasi begitu saja, tetapi melalui proses pembelajaran terlebih dahulu. Setelah dilakukan penyesuaian atau adaptasi dengan dirinya. Apabila mendatangkan manfaat lebih besar, akan diterima. Penerimaan ini mungkin saja terjadi setelah melalui perubahan-perubahan tertentu (modifikasi) sesuai dengan keperluan keterampilan dan penyesuaian terhadap struktur masyarakat yang ada. Kebudayaan asing akan relatif mudah diterima apabila: 1. Tidak ada hambatan geografis, misalnya daerah bergunung yang relatif sulit dijangkau sehingga kontak dengan masyarakat luar menjadi sukar. 2. Kebudayaan yang datang membawa manfaat yang lebih besar bila dibandingkan dengan kebudayaan lama. 3. Adanya persamaan dengan unsur-unsur kebudayaan lama 4. Adanya kesiapan pengetahuan dan keterampilan 5. Kebudayaan itu bersifat kebendaan. Perubahan yang bersifat akulturasi dapat disebabkan sebagai akibat directccultural transmission (transmisi kebudayaan lansung), kasus-kasus nonstruktural seperti ekologi, demografi, (kependudukan), modifikasi sebagai akibat pergeseran kebudayaan, dan keterlambatan kebudayaan. Selain itu, suatu akulturasi dapat disebabkan oleh suatu reaksi terhadap adaptasi bentuk-bentuk kehidupan tradisioanl, semuanya dapat dilihat sebagai dinamika dalam rangka adaptasi yang selektif terhadap, tarian sistem nilai, proses integrasi. 31

2.3. Konflik Pengertian konflik yang paling sederhana adalah saling memukul (configere). Tetapi definisi yang sederhana itu tentu belum memadai, karena konflik tidak saja tampak sebagai pertentangan fisik semata. Secaran sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih atau juga kelompok yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Sebagai proses sosial, konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu yang terlibat dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya. Soerjono soekanto menyebut konflik sebagai pertentengan atau pertikaian, yaitu suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan disertai dengan ancaman atau kekerasan. Senada dengan Randall Collins, konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial sehingga dia tidak menganggap konflik itu baik atau buruk. Collins memandang setiap orang memiliki sifat sosial (sociable) tetapi juga mudah berkonflik dalam hubungan sosial mereka. Konflik bisa terjadi dalam hubungan sosial karena penggunaan kekerasan oleh seseorang atau banyak orang dalam lingkungan pergaulannya. Ia melihat orang mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, jadi benturan mungkin terjadi karena adanya kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan. 32

Keragaman sosiokultural di dalam suatu bangsa atau negara memiliki intensitas konflik yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara struktur sosialnya bersifat homogen. Heterogenitas suatu bangsa sering kali menimbulkan konflik antar suku, agama, ras, dan antar golongan yang sering diistilahkan konflik SARA. Selain itu, gejala diferensiasi sosial (penggolongan sosial) jika tidak ditangani secara bijak akan menimbulkan kerawanan konflik sosial. Akan tetapi, disisi lain keanekaragaman sosiokultural suatu bangsa juga bisa menjadi kekayaan khazanah budaya bangsa yang akan menjujung tinggi bangsa di percaturan internasional, sehingga keanekaragaman sosial budaya berdampak pada keuntungan ekonomis jika dikelola dengan baik. 2.3.1. Faktor-faktor penyebab suatu konflik sosial 2.3.1.1. Perbedaan individu Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata in dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. 2.3.1.2. Perbedaan latar belakang kebudayaan Manusia dibesarkan dalam lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam lingkup yang lebih luas, masing-masing kelompok kebudayaan memiliki nilai- 33

nilai dan norma-norma sosial yang berbeda ukurannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Perbedaan inilah yang mendatangkan konflik sosial sebab kriteria tentang baik buruk, sopan tidaknya, pantas tidaknya, bahkan berguna atau tidaknya, baik itu benda fisik maupun nonfisik berbeda-beda menurut pola pemikiran masing-masing yang didasarkan pada latar belakang kebudayaan masing-masing. 2.3.1.3. Perbedaan kepentingan Manusia memiliki perasaan, pendirian, maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda, oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda pula. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda. 2.3.1.4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak akan menyebabkan konflik sosial. Misalnya pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. 2.4. Hubungan Antar Kelompok Hubungan antarkelompok mempunyai berbagai kriteria yang diklasifikasikan oleh Kinloch. Kriteria pertama yang disebutkan Kinloch terdiri atas ciri fifologis yang 34

pengelompokannya berdasarkan persamaan jenis kelamin, usia, dan ras. Kriteria kedua adalah kebudayaan, mencakup kelompok etnik seperti Minang, Aceh, Ambon, Batak, dan lain-lain. Kriteria ketiga adalah ekonomi, dimana perbedaan terletak antara mereka yang tidak mempunyai kekuasaan ekonomi dengan mereka yang punya. Kriteria keempat adalah perilaku, dijumpai pengelompokan berdasarkan cacat fisik, cacat mental, dan penyimpangan terhadap aturan masyarakat. Isu tentang hubungan antar kelompok etnik masih menjadi isu penting terutama pada masa reformasi ini. Etnisitas dan hubungan antar kelompok etnik dipandang memiliki hubungan erat dengan masalah-masalah pembangunan masyarakat Indonesia. Kecenderungan ini memang tidak saja terjadi dalam konteks masyarakat Indonesia, namun telah menjadi kecenderungan pada masyarakat dunia. Namun perlu diingat tidak semua hubungan antar kelompok etnik mengarah pada konflik. Keberagaman kelompok etnik dan perbedaan budaya yang ada dalam suatu masyarakat juga dapat menghasilkan hubungan kerja sama, bahkan pembauran antar kelompok etnik dalam interaksi sehari-hari secara alamiah. Perjuangan melawan kolonialisme yang terjadi di bumi nusantara merupakan salah satu bukti berbagai kelompok etnik dapat bersatu dengan tujuan yang sama. Dalam konteks sehari-hari, kita juga dapat merasakan perbedaan budaya dan keberagaman kelompok etnik tidak serta merta menjadi halangan dalam berinteraksi. Hal itu justru merupakan potensi masyarakat yang secara positif dapat dikembangkan sebagai unsur-unsur pembentukan identitas masyarakat Indonesia. 35