Pengkajian Penggunaan Bahan Tanaman Unggul Menunjang Program Rehabilitasi Tanaman Kakao di Sulawesi Selatan.

dokumen-dokumen yang mirip
Nuansa Teknologi KAJIAN TINGKAT KEBERHASILAN SAMBUNGAN PADA PENERAPAN TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING TANAMAN KAKAO DI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN

Ketersediaan klon kakao tahan VSD

PENGARUH DIAMETER PANGKAL TANGKAI DAUN PADA ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS KAKO ABSTRAK

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

PERTUMBUHAN TANAMAN KAKAO HASIL SAMBUNG SAMPING (SIDE GRAFTING) PADA JUMLAH SAMBUNGAN DAN LINGKAR BATANG YANG BERBEDA

KAJIAN METODE PERBANYAKAN KLONAL PADA TANAMAN KAKAO ABSTRAK

TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

Kajian Model Okulasi di Pembibitan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kakao

KESIAPAN PENERAPAN TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK MENDUKUNG PROGRAM REHABILITASI TANAMAN KAKAO. Jermia Limbongan

Sambung Pucuk Pada Tanaman Durian

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

III. METODE PENELITIAN. Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat kira-kira 14 m dari permukaan laut, topografi datar

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

VISITOR FARM DAN UKT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH

PERKEMBANGAN TEKNIK PENYAMBUNGAN PADA PEMBENIHAN TANAMAN KOPI ( TULISAN POPULER )

KAJIAN BERBAGAI LAMA PENYIMPANAN ENTRES TERHADAP HASIL SAMBUNG SAMPIN GKAKAO (Theobroma cacao L.) KLON SULAWESI

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

III.METODE PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN

(STEK-SAMBUNG) SAMBUNG)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

Teknologi Perbanyakan Benih Mangga melalui Sambung Pucuk

TEKNIK PERBANYAKAN SAMBUNG PUCUK MANGGA DENGAN CARA PENGIKATAN TALI LANGSUNG SUNGKUP. Oleh RUSJAMIN JADI ALI DAN FARIHUL IHSAN

III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF. Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono

III. MATERI DAN METODE

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

KARYA TULIS. Perbanyakan Bibit Durian Melalaui Biji, Penyambungan (Grafting), Dan Okulasi. Oleh Irwanto, SST (Widyaiswara Pertama) I.

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I B M KELOMPOK TANI KOPI RAKYAT

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Metode Penelitian

III. MATERI DAN METODE. Hortikultura yang beralamat di Jl. Kaharudin Nasution KM 10, Padang Marpoyan

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Rehabilitasi Tanaman Kakao sebagai Solusi Efektif Atasi Kelesuan Produktivitas. (Studi Kasus di Berau, Kaltim)

PERBANYAKAN BIBIT KAKAO MELALUI TEKNIK GRAFTING, OKULASI, DAN SOMATIK EMBRIOGENESIS DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KAKAO UNTUK MENDUKUNG GERNAS KAKAO DI PROVINSI GORONTALO

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber

TATA CARA PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. buah ini sudah lama menjadi salah satu makanan khas dari kota Medan.Buah ini

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BUDIDAYA TANAMAN MANGGA

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar

TEKNIK SINKRONISASI PENYEDIAAN BATANG BAWAH DAN MATA TEMPEL PADA PERBENIHAN APEL (Mallus Sylvestris Mill.)

III. BAHAN DAN METODE

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. )

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

ACARA VI. PERBANYAKAN/ PERKEMBANGBIAKKAN BERBAGAI TANAMAN DENGAN MACAM-MACAM BENTUK SAMBUNGAN (GRAFTING)

PEMBAHASAN Tinggi Bidang Petik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai September 2014 di kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

PETUNJUK TEKNIS PERBANYAKAN TANAMAN DENGAN CARA SAMBUNGAN (GRAFTING)

PEMBENTUKAN PEMBENTUKAN DAN PEMANGKASAN DAN PEMANGKASAN TRAINING AND PRUNING

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 1 MARET 2013 ISSN PENGARUH PANJANG ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BUAH JARAK PAGAR HASIL PENYAMBUNGAN

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Serambi Saintia, Vol. V, No. 1, April 2017 ISSN :

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

III. MATERI DAN METODE

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU

Transkripsi:

Pengkajian Penggunaan Bahan Tanaman Unggul Menunjang Program Rehabilitasi Tanaman Kakao di Sulawesi Selatan. Jermia Limbongan, Syafruddin Kadir, Dharmawida Amiruddin, Basir Nappu, dan Paulus Sanggola ABSTRAK Rehabilitasi dan perbaikan mutu tanaman kakao merupakan salah satu program pembangunan perkebunan di daerah ini yang dapat dilakukan untuk mengatasi rendahnya produkstivitas tanaman kakao. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendukung program tersebut adalah pengkajian peningkatan produksi dan kualitas tanaman kakao melalui kegiatan pengujian penggunaan bahan tanaman berupa entres baik yang berasal dari klon lokal maupun klon introduksi. Pengkajian ini dilaksanakan di. kabupaten Soppeng pada lahan petani kakao seluas 2,5 ha dengan melibatkan 5 orang petani sebagai ulangan. Bahan tanaman(entres) yang digunakan sebagai perlakuan berasal dari kakao unggul lokal dan introduksi. Perlakuan disusun menurut Rancangan Acak Kelompok. Kegiatan pengkajian dilaksanakan mulai Januari 2010 dan berakhir pada bulan Desember 2010, bertujuan untuk mengkaji tingkat keberhasilan sambungan dari beberapa jenis entres lokal maupun introduksi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaaan nyata pada kemampuan petani melakukan sambung samping. Demikian juga keberhasilan sambungan dipengaruhi oleh jenis klon dimana entres berasal. Tingkat keberhaslan sambungan tertinggi dihasilkan dari klon Sulawesi 1 yakni 74,5%, sedangkan terendah dari klon TSH 858 yakni 53,2%. Pola tersebut juga sejalan dengan pola pertumbuhan tanaman dimana tinggi tunas, jumlah cabang, dan jumlah daun klon TSH 858 lebih sedikit dibandingkan dengan klon lainnya. Kata Kunci : Kakao, Entres, Vegetatif, Klon unggul www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1

1. Latar Belakang Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) sebagai komoditi ekspor dapat meningkatkan pendapatan petani bahkan mendatangkan devisa negara yang cukup besar. Hasil dileniasi, arahan penggunaan lahan dan alternatif pengembangan komoditas utama berdasarkan AEz Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa tanaman kakao merupakan salah satu komoditas unggulan di daerah ini. Menurut Dinas Perkebunan Propinsi Sulsel pada tahun 2009 luas areal kakao mencapai 256.348 ha yang terdapat pada 21 kabupaten. Produksi yang dicapai diproyeksikan sebesar 163.727 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 4,093 triliun Pada tahun 2009 melalui program Gernas Kakao dikucurkan dana sebesar sebesar Rp. 302 miliar. (Fajar, 24 Agustus 2009) dan dialokasikan pada 11 kabupaten mulai dari Luwu Utara, Luwu Timur, Luwu, Enrekang, Soppeng, Sidrap, Wajo, Soppeng, Bone, Bantaeng,, dan Bulukumba. Program ini akan melakukan kegiatan peremajaan, rehabilitasi, dan intensifikasi pada areal pengembangan kakao seluas 48.200 ha yang terdiri dari 4.300 ha untuk kegiatan peremajaan, 20.900 ha untuk kegiatan rehabilitasi kebun dan 23.700 ha untuk kegiatan intensifikasi (Harian Fajar, 1 Oktober 2009),. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan komoditas kakao di Sulawesi Selatan terutama di daerah pengembangan Luwu Utara, Luwu Timur, Luwu, Enrekang, Soppeng, Sidrap, Wajo, Soppeng, Bone, Bantaeng,, dan Bulukumba ialah produktivitas yang rendah (kurang dari 500 kg per ha per tahun) Hal ini disebabkan oleh kegiatan para petani kakao yang mendatangkan benih yang tidak jelas asal keturunannya antara lain dari Jawa, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan. Akibatnya tanaman kakao yang telah ditanam selama bertahun-tahun tidak menghasilkan buah Selain itu sebagian besar tanaman kakao sudah berumur lebih dari 10 tahun sehingga tidak produktif lagi. Tanaman kakao yang tidak produktif tersebut dapat direhabilitasi menggunakan teknologi sambung samping. Teknologi ini merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman kakao secara vegetatif, dimana tanaman kakao tua dan tidak produktif digunakan sebagai batang bawah (root stock) disambung www.sulsel.litbang.deptan.go.id 2

dengan entres yang diperoleh dari klon unggul kakao sebagai batang atas (scion). Dengan teknologi ini pekebun tidak mengalami kehilangan hasil dari batang bawahnya. Tanaman hasil sambung samping telah mulai dapat dipetik buahnya pada umur 18 bulan setelah disambung, dan setelah berumur 3 tahun hasil buah sebanyak 15-22 buah per pohon. Perlu dipahami bahwa rehabilitasi dengan sambung samping adalah pekerjaan jangka panjang Entres yang diuji akan diambil dari klon lindak anjuran baru yang telah dilepas diantaranya klon GC 7 dengan SK Menteri Pertanian No. 736/Kpts/ TP.240/7/97, dan klon ICS 13 dengan SK Menteri Pertanian No. 736/Kpts/TP.240/ 7/97. Klon GC 7 memiliki produktivitas 2.035 kg/ha /th, lebih tinggi dibandingkan klon kontrol DR 1, mutu hasil sesuai permintaan konsumen dan klon ICS 13 dengan daya produktivitas 1.827 kg per ha per tahun, Klon ICS juga banyak digunakan sebagai sumber bahan tanaman untuk program klonalisasi di Caribia, Costa Rica (Johnson, E.S. et al. 2007). Klon-klon tersebut sudah ditanam cukup luas di beberapa perkebunan negara dan swasta nasional, serta dijadikan bahan untuk program klonalisasi. Hasil kajian teknik sambung samping dan okulasi (teknologi introduksi dari Puslit Kopi dan Kakao, Jember) yang dilaksanakan oleh Limbongan, et al., (2007) di Propinsi Papua menyimpulkan bahwa prosentase sambungan jadi yang dicapai melalui teknik sambung samping mencapai 5-65% sambungan jadi. Dibandingkan dengan di Jember (Kalisepanjang berkisar 84,5% pada klon ICS60 dan 93,5% pada klon ICS13). Penelitian lain yang dilakukan Limbongan et al. (2000) di Sulteng menunjukkan tingkat produktivitas kakao melalui teknik sambung samping mencapai 1,9 ton biji kering per ha per tahun untuk klon GC 7. Hasil penelitian Limbongan et al (2006) di KP. Koya Barat menunjukkan tingkat keberhasilan okulasi pada 7 klon yang diuji berkisar antara 71% pada klon UIT 1 dan GC 7 80-84% pada klon GA 71 dan ICS 60 dan tingkat keberhasilan okulasi yang paling tinggi (90%) didapatkan dari klon Hibrida Arso. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas ternyata tingkat keberhasilan sambungan pada kegiatan sambung samping juga dipengaruhi oleh jenis klon dari mana entres itu berasal seperti yang terjadi pada teknik okulasi. Sehingga www.sulsel.litbang.deptan.go.id 3

pertanyaan yang harus dijawab ialah klon yang mana yang cocok digunakan sebagai entres untuk kegiatan sambung samping kakao di Sulawesi Selatan?. 2. Tujuan 2.1. Tujuan Umum Pengkajian bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan sambung samping kakao di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan 2.2. Tujuan Tahun 2010 Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji tingkat keberhasilan sambungan dari beberapa jenis entres lokal maupun introduksi pada kegiatan sambung samping tanaman kakao di kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.. 3. Keluaran 3. 1. Keluaran Umum Data tingkat keberhasilan sambung samping kakao di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan 3.2. Keluaran Tahun 2010 Data tentang tingkat keberhasilan sambungan dari penggunaan beberapa entres lokal dan introduksi pada kegiatan sambung samping tanaman kakao di kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan 4. Perkiraan Hasil www.sulsel.litbang.deptan.go.id 4

Informasi tentang tingkat keberhasilan sambung samping kakao di kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan 5. Perkiraan Manfaat a. Dapat memberi petunjuk kepada para pengambil kebijakan atau pelaku agribisnis kakao tentang jenis entres yang cocok digunakan pada kegiatan sambung samping tanaman kakao di Sulawesi Selatan. b. Pendapatan petani kakao meningkat dua kali lipat. 6. Metodologi Pengkajian 6.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Pengkajian Penggunaan Bahan Tanaman Unggul Menunjang Program Rehabilitasi Tanaman Kakao dilaksanakan di kabupaten Soppeng Kegiatan dilaksanakan di lahan petani kakao seluas 2,5 ha dengan melibatkan 5 orang petani sebagai ulangan. Bahan tanaman(entres) yang digunakan sebagai perlakuan berasal dari kakao unggul lokal dan introduksi. Perlakuan disusun menurut Rancangan Acak Kelompok. Kegiatan pengkajian dilaksanakan mulai Januari 2010 dan akan berakhir pada bulan Desember 2010. 6.2. Bahan dan Alat Bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pengkajian ini adalah, entres kakao, pisau okulasi, gunting pangkas, tali rafiah, polibag, plastik transparan, parafin, pupuk, pestisida, hand sprayer, papan plot, label tanaman, tali, meteran, ATK serta alat bantu lainnya. Perlakuan yang dicobakan terdiri dari : A = Klon lokal 1(Sulawesi 1= S1) B = Klon lokal 2 (Sulawesi 2 = S2) C = Klon lokal 3 (M01) www.sulsel.litbang.deptan.go.id 5

D = Klon lokal 4 (45) E = Klon Intoduksi TSH 858 (pembanding) Penggunaan entres yang diambil dari masing-masing klon tersebut digunakan sebagai batang atas pada lahan kakao 5 orang petani sebagai ulangan. Kelima jenis entres diujikan pada lahan setiap petani. 6.3. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam kegiatan ini terdiri dari : - Persentase jumlah sambungan yang berhasil - Data pertumbuhan sambungan (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah buah) - Data iklim antara lain curah hujan dan kelembaban udara. - Data serangan hama/penyakit - Jumlah input yang digunakan (bibit, pupuk, obat2an, bahan2 pembantu, jumlah tenaga kerja (HOK) - Data sosial ekonomi lainnya. 6.4. Metode Analisis Dari hasil pengamatan, data yang telah terkumpul dari setiap kegiatan dilakukan analisis secara deskriptif dan dengan menggunakan analisis sidik ragam (Anova) sedangkan dari aspek ekonomi dianalisa dengan analisis efisiensi usahatani, B/C. 7. Pelaksanaan Sama dengan teknik perbanyakan vegetatif lainnya misalnya cangkok, dan okulasi, teknik sambung samping merupakan gabungan antara keterampilan, seni, dan ketekunan dan ternyata teknik ini tidak sulit dilaksanakan di tingkat petani. Bahan dan alat yang digunakan mudah didapat misalnya entres yang berasal dari klon unggul, gunting pangkas, batang bawah berupa tanaman kakao dewasa yang tidak produktif, pisau okulasi, www.sulsel.litbang.deptan.go.id 6

kantong plastik 8,5 x 18,0 cm, dan tali rafia. Urutan pelaksanaan dilakukan sebagai berikut Persiapan Batang bawah Tanaman yang kurang sehat sebelum pelaksanaan sambung samping perlu diberikan perlakuan khusus untuk menyehatkan tanaman berupa pemupukan, penyiangan, pemangkasan, pengendalian hama/penyakit. Batang bawah yang sehat dan sedang bertunas siap disambung karena pada saat itu kambium tumbuh aktif, sehingga dapat memudahkan pelaksanaan pembukaan batang bawah Persiapan Entres Entres dapat diambil dari kebun entres atau kebun produksi dari individu tanaman yang telah diseleksi. Entres yang baik adalah berwarna hijau atau hijau kecoklatan, dengan diameter 0,75-1,50 cm dengan panjang ± 40-50 cm. Entres yang akan dikirim ke lokasi yang jauh sebaiknya dikemas sebagai berikut: entres yang telah dipotong, kedua ujungnya dicelup ke dalam larutan parafin lalu dimasukkan ke dalam dos yang telah diberi media berupa serbuk gergaji sebanyak 1-2 kg yang telah diberi perlakuan dengan larutan Alcosorb ( 3 gr Alcosorb : 1,5 liter air ). Entres diatur rapi kedalam dos sehingga setiap entres terlapisi oleh serbuk gergaji dan dengan demikian setiap dos akan terisi ± 50 meter entres. Entres yang telah dipotong selama lima hari sebaiknya tidak digunakan lagi karena peluang untuk tumbuh sangat kecil.teknik Penyambungan Pada sisi batang setinggi 45-60 cm dari permukaan tanah, dibuat torehan vertikal pada kulit batang kakao setinggi 5 cm. Jarak antara torehan 1-2 cm atau sama dengan diameter entres yang akan disisipkan. Ujung atas torehan dipotong miring ke bawah hingga mencapai kambium. Tanaman yang kulitnya mudah dibuka dan kambiumnya bebas penyakit, ditandai dengan warna putih. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 7

Pangkal entres disayat miring sehingga diperoleh bentuk permukaan sayatan tersebut runcing seperti baji, panjang sayatan 3-4 cm. Untuk memperoleh tingkat keberhasilan yang tinggi, entres yang digunakan harus dalam keadaan segar. Entres yang sudah dipersiapkan perlahan-lahan disisipkan pada batang bawah. Sisi sayatan yang berbentuk baji diletakkan menghadap ke kambium batang bawah kemudian lidah kulit ditutup kembali sebelum dilakukan pengikatan. Entres dikerodong dengan kantong plastik yang telah dipersiapkan, kemudian diikat kuat dengan menggunakan tali rafia. Pengamatan dan Pembukaan Kerodong Pengamatan hasil sambungan dilakukan 2-3 minggu setelah penyambungan dengan melakukan pemeriksaan pada setiap pohon yang disambung tanpa membuka kerodong. Apabila entres tampak masih segar maka sambungan berhasil, sebaliknya kalau entres kering atau busuk maka sambungan gagal. Pada sambungan yang gagal dilakukan penyambungan susulan pada sisi lain yang berlawanan. Untuk mendapatkan pertumbuhan tunas hasil sambung samping yang sehat sebaiknya pembukaan kerodong dilakukan bila kerodong sudah mulai menghalangi pertumbuhan tunas Perawatan Batang Bawah dan Tunas Hasil Sambungan. Oleh karena entres yang digunakan berasal dari cabang plagiotrop maka arah pertumbuhan cenderung menyamping. Untuk menopang pertumbuhan tunas perlu dikaitkan pada batang bawah dengan menggunakan tali rafia. Panjang tali rafia disesuaikan dengan kebutuhan tergantung ukuran diameter batang pokok dan arah pertumbuhan tunas. Panjang tali rafia yang diperlukan berkisar 0,5 1,0 meter. Tunas cabang primer yang panjangnya sekitar 60 cm dipotong pada batas 50 cm dari pangkal. Cabang-cabang sekunder yang tumbuh diseleksi ditinggalkan 2-3 cabang dipilih yang sehat dan sedapat mungkin letak pertumbuhannya berselang seling. Selanjutnya cabang cabang sekunder www.sulsel.litbang.deptan.go.id 8

yang dipelihara itu dipotong pada jarak 40 cm dari pangkalnya. Cabang tersier yang tumbuh selanjutnya diperlakukan seperti cabang sekunder. Tajuk batang bawah dipangkas 50% tepat di bagian atas sambungan. Tujannya untuk memberi kesempatan tunas sambungan menerima cahaya matahari yang cukup. Apabila penyambungan dilakukan pada satu sisi yang sama dan letak sambungan berhadapan maka bagian tajuk yang dipangkas juga saling berhadapan sehingga setelah dipangkas akan membentuk lorong. Tunas baru hasil sambungan sangat rawan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama yang sering dijumpai adalah Helopeltis dan ulat kilan, sedangkan penyakitnya adalah Coltotrichum (Winarsih dan Prawoto, 1995). Pengendalian yang dilakukan secara rutin dengan penyemprotan larutan insektisida atau fungisida sangat membantu keberhasilan dan perkembangan tunas batang atas. Agar tunas sambungan dapat berkembang dengan baik dan cepat, maka perlu pemupukan yang dilakukan pada awal atau akhir musim penghujan. Pemotongan tanaman pokok pada prinsipnya dapat dilakukan apabila sambungan sudah cukup kuat menempel pada batang bawah. Akan lebih baik lagi apabila dilakukan pada saat tunas hasil sambungan sudah mulai berbunga atau berbuah. Cara melakukannya sebagai berikut: 1). Pemotongan dilakukan pada jarak 50-100 cm dari letak sambungan. 2). Permukaan bekas pemotongan dibuat miring berlawanan arah dengan letak sambungan agar air hujan mengalir dengan lancar. 3). Luka bekas potongan ditutup dengan penutup ter/cat atau plastik agar tidak mudah keropos dan menghindari resapan air hujan ke dalam batang melalui luka bekas potongan tersebut. 4). Tunas-tunas air dibiarkan tumbuh di sekitar luka bekas potongan akan tetapi selalu dipangkas sehingga tinggal pangkalnya saja untuk menghambat keroposnya batang bawah. 8. Hasil dan Pembahasan 8.1. Keadaan Umum Petani Kooperator www.sulsel.litbang.deptan.go.id 9

Hasil pengamatan Luas Garapan, Umur Tanaman, Jumlah Tanaman, Jenis Kakao, dan Pengalaman Sambung Samping Petani Kooperator di kabupaten Soppeng dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Luas Garapan, Umur Tanaman, Jumlah Tanaman, Jenis Kakao, danpengalaman Sambung Samping Petani Kooperator pada Pengkajian Penggunaan Bahan Tanaman Unggul Menunjang Program Rehabilitasi Tanaman Kakao, Soppeng 2010 No. Nam Petani Luas Garapan Umur tanaman Jumlah tanaman Jenis Kakao Pengalaman Samsam 1. Dalle 0,5 20 450 Lokal Belajar 2. A. Aris 0,5 20 460 Lokal 1 tahun 3. H.Congkeng 0,5 20 460 Lokal 2 tahun 4. Muliadi 0,5 26 450 Lokal Belajar 5. Pantong 0,5 9 500 Lokal Belajar Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa luas garapan per petani kakao sebesar 0,5 ha, umur tanaman sebagian besar 20 tahun atau lebih kecuali satu petani yang bernama Pantong umur tanamannya 9 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kakao petani sebagian besar sudah tidak produktif lagi karena hanya menghasilkan kurang dari 200 kg biji kering per ha. Menurut Suryani et al.(2007), tanaman kakao produktif hanya sampai umur 13-19 tahun dan setelah itu produktivitasnya terus menurun. Dilihat dari kondisi tanaman di lapangan : jenis kakao lokal, populasi tanaman yaitu 720 1000 tanaman per ha dengan jarak tanam 3 x 3 meter, baris tanaman lurus, pemeliharaan misalnya pemangkasan, pemupukan, penyiangan tidak dilaksanakan sesuai standar karena mereka kekurangan tenaga dan modal kerja. Kemampuan petani melakukan penyambungan bervariasi karena ada yang baru belajar, ada yang sudah satu tahun melakukan sambung samping, ada yang dua tahun bahkan ada yang sudah www.sulsel.litbang.deptan.go.id 10

lebih 5 tahun dan sudah berpengalaman melakukan penyambungan tanaman kakao di Negara Malaysia. Di Sulawesi Tenggara (BPTP Sultra, 2008), petani hanya membutuhkan waktu 2 tahun untuk terampil melakukan sambung samping bahkan ada beberapa petani yang mampu menjadi agen pengembangan rehabilitasi kebun kakao. 8.2. Jumlah Tanaman yang Disambung Hasil pengamatan jumlah tanaman kakao yang disambung pada setiap petani kooperator di kabupaten Soppeng dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Tanaman yang Disambung pada Pengkajian Penggunaan Bahan Tanaman Unggul Menunjang Program Rehabilitasi Tanaman Kakao, Soppeng 2010. Nama Klon Nama Petani (Ulangan) Dalle A.Aris H.Congkeng Muliadi Pantong Jumlah Sulawesi 1 67 78 76 86 99 406 Sulawesi 2 66 78 79 90 103 416 M 01 70 77 76 88 96 407 45 65 77 79 86 100 407 TSH 858 (Medan) 66 76 63 80 96 381 Jumlah 334 386 373 430 494 2017 Jumlah tanaman yang disambung (Tabel 2) bervariasi mulai dari 381 sampai 416 tanaman dengan total seluruhnya 2017 tanaman. Penyambungan pada satu pohon sebagian besar dilakukan pada satu sisi saja, namun ada beberapa yang dilakukan pada dua sisi. 8.3. Persentase Sambung Jadi setiap Klon www.sulsel.litbang.deptan.go.id 11

Hasil pengamatan persentase sambung jadi pada Pengkajian Penggunaan Bahan Tanaman Unggul di Soppeng dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Persentase Sambung Jadi dari setiap klon pada Pengkajian Penggunaan Bahan Tanaman Unggul Menunjang Program Rehabilitasi Tanaman Kakao, Soppeng 2010. Nama Klon Jumlah Sambungan Persentase Sambung jadi Sulawesi 1 406 74,2 a Sulawesi 2 416 68,2 ab M 01 407 58,2 ab 45 407 72,4 a TSH 858 (Medan) 381 53,2 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 0,05 Angka persentase sambung jadi yang tertinggi dihasilkan dari klon Sulawesi 1 yaitu 74,2%, namun angka tersebut tidak berbeda dengan persentase sambung jadi yang dihasilkan dari klon Sulawesi 2, klon M 01 dan klon 45. Persentase sambung jadi terkecil dihasilkan dari klon TSH 858 (Medan) yaitu sebesar 53,2% dimana angka tersebut berbeda nyata dengan angka persentase sambung jadi yang dihasilkan dari klon Sulawesi 1, klon Sulawesi 2, klon M 01, dan klon 45. Kenyataan ini menunjukkan bahwa setiap klon memiliki kemampuan yang berbeda untuk menghasilkan sambungan jadi. Adanya perbedaan tersebut mungkin juga ada kontribusi akibat kerusakan entres (klon TSH 858 ). Selain itu kecilnya persentase sambung jadi dipengaruhi jumlah curah hujan yang sangat ekstrim yaitu sebesar 1492 mm selama bulan Mei-Nopember 2010 (Lampiran 6), sedangkan pada bulan yang sama tahun 2009 hanya sebesar 532 mm (Lampiran 7) Hasil penelitian yang dilaksanakan di Sulawesi Tengah (Limbongan, 2007), www.sulsel.litbang.deptan.go.id 12

diperoleh angka persentase sambung jadi bervariasi antar klon yaitu 69,9% sampai 75,4%. 8.4. Kemampuan Petani Koperator Menyambung Tanaman Kakao Kemampuan Petani untuk Menyambung Tanaman Kakao di kabupaten Soppeng dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kemampuan Petani untuk Menyambung Tanaman Kakao pada Pengkajian Penggunaan Bahan Tanaman Unggul Menunjang Program Rehabilitasi Tanaman Kakao, Soppeng 2010. Dalle Nama Klon Jumlah Sambungan Persentase Sambung Jadi 334 72,8 ab A. Aris H.Congkeng Muliadi Pantong 386 69,2 ab 373 74,4 a 430 53,8 c 494 56,0 bc Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 0,05 Kemampuan petani melakukan penyambungan yang dilihat dari angka persentase sambung jadi (Tabel 4) ternyata berbeda nyata antara petani yang satu dengan petani lainnya. Angka persentase tertinggi dicapai oleh H. Congkeng yaitu 74,4%. Angka tersebut berbeda dengan angka persentase yang dicapai oleh Muliadi dan Pantong yaitu 53,8% dan 56,0%. Perbedaan ini terjadi karena memang H. Congkeng sudah berpengalaman 2 tahun melakukan penyambungan kakao, sedangkan Muliadi dan Pantong baru mulai belajar tahun 2010. Lain halnya dengan Dalle yang walaupun baru mulai belajar tahun 2010 namun sudah www.sulsel.litbang.deptan.go.id 13

bisa mencapai angka persentase sambung jadi sebesar 72,8% lebih tinggi dibandingkan dengan angka persentase yang dicapai oleh Muliadi. Hasil penelitian Prawoto et al (2005) diperoleh angka sambung jadi tertinggi sebesar 62% dengan metode sambung pucuk klon DR2 di KP. Kaliwining. Jadi dapat disimpulkan bahwa keberhasilan sambung samping selain ditentukan oleh pengalaman seseorang melakukan sambungan, juga dipengaruhi oleh ketekunan seseorang melakukan sambungan. 8.5. Pertumbuhan Entres Hasil Pengamatan Pertumbuhan Entres dilihat pada Tabel 5. Kakao di Soppeng dapat Tabel 5.. Rata-rata Hasil Pengamatan Pertumbuhan Tunas Tanaman Kakao umur 50 hari setelah sambung pada Pengkajian Penggunaan Bahan Tanaman Unggul Menunjang Program Rehabilitasi Tanaman Kakao, Soppeng 2010. Tinggi Tanaman Jumlah Nama Klon Jumlah Daun (cm) Cabang Sulawesi 1 31,22 a 1,72 a 8,98 a Sulawesi 2 33,60 a 1,64 a 8,80 a M 01 30,82 a 1,70 a 7,34 ab 45 30,14 a 1,52 a 7,28 ab TSH 858 (Medan) 25,16 b 1,18 b 5,56 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 0,05 Yang dimaksud dengan tinggi tanaman adalah tinggi tunas hasil sambung samping yang diukur mulai dari tempat penyambungan hingga pucuk tunasnya. Hasil pengukuran tinggi tanaman pada umur 50 hari setelah sambung (Tabel 5) menunjukkan tunas yang paling rendah dihasilkan dari klon TSH 858 yaitu 25,16 www.sulsel.litbang.deptan.go.id 14

cm, berbeda nyata dengan tinggi tunas yang dihasilkan dari klon Sulawesi 2 yaitu 33,60 cm. Namun tinggi tanaman antar klon Sulawesi 1, klon Sulawesi 2, klon M01 dan klon 45 tidak berbeda nyata satu dengan lainnya. Hasil pengamatan jumlah cabang juga sejalan dengan tinggi tanaman dimana klon TSH 858 adalah klon dengan jumlah cabang paling sedikit yaitu 1,18 cabang, berbeda nyata dengan jumlah cabang terbanyak yang dihasilkan dari klon Sulawesi 1. Namun jumlah cabang yang dihasilkan dari klon Sulawesi 1 tidak berbeda nyata dengan jumlah cabang yang dihasilkan dari klon Sulawesi 2, klon M01, dan klon 45. Jumlah daun terbanyak pada umur 50 hari setelah sambung yaitu 8,98 lembar dihasilkan dari klon Sulawesi 1, namun angka tersebut tidak berbeda nyata dengan jumlah daun yang dihasilkan dari klon klon Sulawesi 2, klon M01, dan klon 45. Jumlah daun paling sedikit dihasilkan dari klon TSH 858 yaitu hanya 5,56 lembar. Sejalan dengan kurangnya hasil sambungan jadi pada klon TSH 858 ternyata diikuti juga dengan lambatnya pertumbuhan tunas hasil sambungan, baik tinggi tanaman, jumlah cabang, maupun jumlah daun. 8.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Sambung Samping Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan sambung samping pada tanaman kakao yaitu : 1). Pemangkasan batang bawah minimal 50-60%, 2). Harus dilakukan pemupukan satu bulan sebelum penyambungan, 3). Menggunakan bahan entres yang sehat (cabang kipas) sebesar pensil atau lebih besar berwarna kecoklatan. 3). Dilakmsanakan pada kondisi cuaca yang baik (tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering). 4). Pisau harus tajam dan steril, 5). Sayatan entres harus rata (diratakan dengan pisau) baru dipasang dengan tepat 6). Membersihkan permukaan batang dari sisa-sisa tangkai buah pada batang induk yang akan isambung 7). Membungkus sambungan dengan baik agar tidak masuk air hujan. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 15

8). Lakukan pemeliharaan berkala berupa pemangkasan berkala, penyemprotan berkala, pemupukan tepat waktu. Uraian Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Penanaman Biasa Pengeluaran (Rp) 3.176.000 6.089.000 3.090.000 5.045.000 Penerimaan (Rp) - - 12.600.000 18.000.000 Keuntungan (Rp) -3.176.000-6.089000 9.510.000 12.955.000 Analisis Ekonomi -3.176.000-9.265.000 245.000 12.710.000 Sambung Samping Pengeluaran (Rp) 2.125.000 3.185.000 3.315.000 5.020.000 Penerimaan (Rp) - 12.600.000 18.000.000 27.000.000 Keuntungan (Rp) -2.125.000 9.415.000 14.685.000 21.980.000 Analisis Ekonomi -2.125.000 7.290.000 21.975.000 43.955.000 8.6. Perkiraan Input/Output Perkiraan Input/Output selama 4 tahun ke depan pada Sistem Penanaman Biasa dan Sistem Sambung Samping di Soppeng dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkiraan Input/Output selama 4 tahun ke depan pada Sistem Penanaman Biasa dan Sistem Sambung Samping di Soppeng, tahun 2010. Keterangan : Harga Kakao Rp. 18.000.000,- per kg Dari Tabel 6 (berdasarkan Lampiran 5) dapat disimpulkan bahwa pada tahun pertama baik sistem sambung samping maupun sistem penanaman biasa masih terjadi defisit keuangan, dan selanjutnya pada tahun kedua sistem penanaman biasa modalnya masih negatif Rp 9.265.000,- per ha, sedangkan sistem sambung samping sudah memiliki modal + Rp. 7.290.000,- per ha. Selanjutnya pada tahun ketiga penanaman biasa baru memiliki modal sebesar Rp. 245.000,-, sedangkan sambung samping memiliki modal sebesar Rp.21.975.000,- Pada tahun keempat modal yang diperoleh dari sambung samping sebesar Rp. 43.955.000,- atau 3,5 kali modal yang diperoleh dari penanaman biasa. Bahkan www.sulsel.litbang.deptan.go.id 16

penerapan teknologi sambung samping di Sulawesi Tenggara melalui kegiatan primatani, penerimaan petani mencapai Rp. 50 juta per ha pada tahun 2008 (BPTP Sultra, 2008). Kesimpulan dan Saran a. Tingkat keberhasilan sambungan pada tanaman kakao sangat tergantung kepada jenis klon yang digunakan sebagai sumber entres, oleh karena itu perlu dicari jenis klon yang cocok dijadikan sebagai sumber entres. Demikian juga pengalaman petani melakukan sambung samping sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan sambungan. Bagi petani pemula perlu diberi pelatihan mengenai teknik penyambungan dan pemeliharaan hasil sambungan. b. Pertumbuhan tunas hasil sambung samping yang terdiri dari tinggi tunas, jumlah cabang, dan jumlah daun, juga dipengaruhi oleh jenis klon yang digunakan sebagai sumber entres. Oleh karena itu untuk mendapatkan pertumbuhan tunas yang baik perlu pemilihan jenis klon yang sesuai. c. Perlu disarankan untuk melakukan kajian-kajian lanjutan berupa pengaruh jarak pengangkutan entres terhadap tingkat keberhasilan sambungan. Demikian juga perlu dilakukan penelitian terhadap pohon induk kakao yang dapat digunakan sebagai sumber entres. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 17

Daftar Pustaka Anshary Alam. 2002. Potensi Klon Kkao Tahan Penggerek Buah Conopomorpha cramerella dalam Pengendalian Hama Terpadu. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyak, Bogor 17-18 September 2002. Halaman 179-186. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sultra, 2008. Teknologi Sambung Samping Tanaman Kakao.Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30 No.5. Halaman 8-10. Harian Fajar 2008. Panggar Setujui Anggaran Revitalisasi Kakao Rp. 1 T. Harian Fajar, Jumat 24 Oktober 2009 halaman 2. Harian Fajar 2009. Proyek Besar Yang Tersembunyi.. Harian Fajar, Senin 24 Agustus 2009 halaman 8. Johnson E.S., Antonio Mora, dan Raymond J. Schnell. 2007. Field Guide Efficacy in the Identification of Reallocated Clonally Propagated Accessions of Cacao (Theobroma cacao L.). Genet Resour Crop Evol (2007) 54 : 1301-1313 Limbongan, J., 2007. Kemungkinan Penerapan Teknik Perbanyakan Tanaman Kakao Secara Vegetatif. Prosiding Seminar Nasional BPTP Papua 2007., halaman 377-384. Limbongan, J., Marthina S.Lestari, Nicolas M., Frans Palobo, Edison A., Rosita K., 2006. Uji Beberapa Klon Kakao sebagai Entres untuk Perbanyakan Vegetatif di Provinsi Papua.Prosiding Seminar Nasional BPTP Papua 2006. Halaman 237-242. Prawoto A.A., Nurul Qomariyah, Sri Rahayu, dan Bambang Kusmanadhi. 2005. Kajian Agronomis dan Anatomis Hasil Sambung Dini Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Pelita Perkebunan 21 (1), halaman 12-30. Suhendi D., 1997. Kompoisis Klon dan Tata Tanam pada Rehabilitasi Tanaman Kakao dengan Teknologi Sambung Samping. Warta Puslit Kopi dan kakao Jember, Nomor 13 (1) halaman 28-34. Suryani D. dan Zulfebriansyah, 2008. Komoditas Kakao, Potret dan Peluang Pembiayaan. Economic Riview No. 210 tahun 2008. Taufik M., Gustian, Auzar Syarif, dan Irfan Suliansyah. 2007. Karakterisasi Penampilan Bibibt Kakao Berproduksi Tinggi. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus No. 1. Halaman 67-70. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 18