BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompleksitas dunia bisnis yang ada sekarang baik dalam produk/jasa yang dihasilkan, proses dalam menghasilkan produk/jasa tersebut, sistem jual-beli yang ada (misal: jualbeli secara online), persaingan, maupun regulasi dan peraturan yang ada, telah menuntut top management sebagai pengambil keputusan untuk mengambil keputusan yang tepat dan cepat bagi perusahaan. Agar dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat, mereka membutuhkan informasi yang akurat serta dari sumber yang dapat dipercaya. Salah satu informasi yang dapat digunakan top management sebagai sumber dalam pengambilan keputusan adalah hasil dari pengukuran kinerja perusahaan. If you can not measure it, you can not improve it, (Kelvin pada Kaplan, 2010). Kinerja merupakan aset tak berwujud perusahaan. Sehingga pengukuran kinerja perlu dilakukan untuk meningkatkan pengelolaan manajemen atas aset tak berwujudnya, yaitu dengan cara mengintegrasikan pengukuran aset tak berwujud tersebut ke dalam sistem manajemen. Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan personelnya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi dan Setyawan, 2001). Perusahaan menerapkan pengukuran kinerja untuk menerapkan peran-peran ini, yaitu mengkomunikasikan tujuan strategis perusahaan; memotivasi karyawan untuk
membantu perusahaan meraih tujuan strategisnya; mengevaluasi kinerja manajer, karyawan, dan unit operasi; membantu manajer mengalokasi sumber daya ke peluang yang paling produktif dan profitable; serta menyediakan umpan balik mengenai apakah perusahaan membuat kemajuan dalam meningkatkan proses serta memenuhi harapan pelanggan dan pemegang saham. Dalam penerapan alat pengukuran kinerja, ada dua bentuk yang dapat diterapkan perusahaan, yaitu pengukuran kinerja tradisional dan pengukuran kinerja kontemporer. Pada pengukuran kinerja tradisional, perspektif yang digunakan adalah perspektif keuangan. Keputusan-keputusan yang diambil dalam pengukuran kinerja tradisional cenderung berorientasi pada jangka pendek sehingga terkadang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan (Anthony and Govindarajan 2007). Selain itu, pengukuran kinerja tradisional juga tidak mampu mengukur dan merepresentasikan aset tak berwujud serta kurang mengarah pada manajemen strategis (Kaplan & Norton, 1996). Dengan kekurangan yang dimiliki oleh sistem pengukuran kinerja tradisional ini, muncul sistem pengukuran kinerja kontemporer yang lebih komprehensif dan telah diterapkan oleh banyak organisasi dan perusahaan di seluruh dunia. Pengukuran kinerja kontemporer yang sudah banyak digunakan dan diterapkan oleh organisasi-organisasi saat ini adalah Balanced Scorecard. Balanced Scorecard memberikan rerangka kerja yang mengukur hasil keuangan serta melengkapinya dengan ukuran non keuangan yang berasal dari strategi
perusahaan. Istilah scorecard merujuk pada kuantifikasi pengukuran kinerja dan istilah balanced merujuk pada sistem yang berimbang antara: 1. Tujuan jangka pendek dan jangka panjang 2. Ukuran keuangan dan non keuangan 3. Hasil (lagging indicator) dan faktor pendorong kinerja (leading indicator) 4. Perspektif kinerja internal dan eksternal Balanced Scorecard mengukur kinerja organisasi pada perspektif terkait yang berasal dari misi, visi, dan strategi organisasi, serta memungkinkan bagi manajer untuk melihat pada bisnisnya dari keempat perspektif penting tersebut. Keempat perspektif Balanced Scorecard tersebut adalah sebagai berikut: 1. Financial Perspective (Perspektif Keuangan) Pengukuran dalam perspektif ini meliputi tujuan tingkat atas untuk penciptaan value berkelanjutan dari pemangku kepentingan serta mendukung sub-tujuan bagi pertumbuhan pendapatan, produktivitas, dan manajemen risiko. 2. Customer Perspective (Perspektif Pelanggan) Pengukuran dalam perspektif ini meliputi outcomes pelanggan yang diinginkan perusahaan, seperti mendapatkan, memuaskan, dan mempertahankan target pelanggan dengan mengirimkan barang tepat waktu, dan menawarkan harga yang kompetitif, serta untuk membangun pangsa pengeluaran yang telah dikeluarkan dengan perusahaan.
3. Internal Business-Process Perspective (Perspektif Proses Bisnis Internal) Pengukuran dalam perspektif ini merefleksikan bagaimana perusahaan akan menciptakan dan menyampaikan value proposition yang terdiferensiasi dan mencapai tujuan keuangan dalam peningkatan produktivitas, dengan mengurangi siklus waktu proses dan meningkatkan kualitas proses. 4. Learning and Growth Perspective (Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan) Pengukuran dalam perspektif ini menggambarkan tujuan bagi karyawan, sistem informasi, dan kesejajaran organisasi; dengan mengembangkan keahlian peningkatan proses karyawan. Ketiga perspektif non keuangan tersebut diusulkan Kaplan dan Norton sebagai drivers dalam menciptakan nilai pemangku kepentingan jangka panjang. Manfaat diterapkannya sistem Balanced Scorecard di dalam organisasi, yaitu bahwa Balanced Scorecard menerjemahkan strategi ke dalam parameter yang dapat diukur, mengkomunikasikan strategi ke semua orang yang ada di perusahaan, kesejajaran antara tujuan individu dan tujuan perusahaan, serta umpan balik dari penerapan hasil ke proses perencanaan stratejik. Balanced Scorecard tidak hanya dapat diterapkan pada organisasi non publik saja, namun juga organisasi publik. Dalam penerapan Balanced Scorecard pada organisasi publik dan non publik terdapat perbedaan. Organisasi non publik/non profit merupakan organisasi yang mendapatkan dananya dari konsumen dan barang/jasa yang dihasilkan juga diperuntukkan bagi konsumen; sedangkan organisasi publik merupakan organisasi
yang dananya berasal dari pemerintah namun jasa yang dihasilkan diperuntukkan bagi masyarakat. Dengan begitu organisasi non publik dapat menerapkan keempat perspektif Balanced Scorecard tanpa adanya modifikasi atau perubahan. Berbeda dengan organisasi publik yang harus memodifikasi perspektif Balanced Scorecard yang sudah ada. Contohnya adalah dalam perspektif keuangan, dimana pada organisasi publik yang ditekankan adalah bagaimana cara pandang pemegang saham akan perusahaan, sedangkan pada organisasi publik ditekankan pada bagaimana cara pandang penyedia dana pada perusahaan. Organisasi publik yang menempatkan laba bukan hanya sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang cenderung bersifat kualitatif dan non keuangan, dinilai cocok apabila menggunakan metode Balanced Scorecard (Mahmudi dalam Arum, 2014). Organisasi publik merupakan organisasi yang menggunakan dana masyarakat (Bastian, 2002). Organisasi publik adalah organisasi yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga meskipun organisasi publik bukan bertujuan mencari keuntungan, organisasi ini dapat mengukur efektivitas dan efisiensinya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Rumah sakit, dalam kasus ini sebagai organisasi publik, adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. (Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit). Bentuk rumah sakit dibagi berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan serta pihak yang mengelola. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Sedangkan berdasarkan pengelolaannya, terdiri dari rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau badan hukum yang bersifat nirlaba. Dengan statusnya sebagai Badan Usaha Milik Daerah, rumah sakit diharapkan tidak hanya melakukan upaya kuratif dan rehabilitatif yang menjadi usaha dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, diharapkan juga dapat melakukan upaya preventif dan promotif yang akan berpengaruh pada keberlangsungan hidupnya (Nasution 2008). Dalam melihat keberlangsungan hidup suatu organisasi di masa mendatang, dapat dilihat dari kinerja organisasi tersebut, begitu juga dengan rumah sakit. Maka dari itu, pengukuran kinerja rumah sakit tidak hanya diukur dari aspek keuangan saja, namun juga melihat pelayanan yang diberikan dengan memenuhi keinginan dan kebutuhan pasien sebagai pengguna jasa. Dimana pelayanan itu tidak dapat diberikan tanpa adanya personel yang bekerja di rumah sakit dengan didukung oleh adanya pemberdayaan serta proses bisnis yang baik. Melihat kebutuhan rumah sakit akan alat pengukuran kinerja yang komprehensif, penerapan Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerjanya merupakan keputusan yang tepat. Dengan ukuran-ukuran pada perspektif keuangan, rumah sakit dapat mengetahui kinerja keuangannya, apakah biaya dan sumber daya yang digunakan sesuai dengan hasil yang diharapkan pemangku kepentingan; dengan ukuran-ukuran
pada perspektif pelanggan, rumah sakit dapat mengetahui bagaimana pandangan pelanggan akan organisasi, melalui tingkat kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, dan juga akuisisi pelanggan; dengan ukuran-ukuran pada perspektif proses bisnis internal, rumah sakit dapat mengetahui dan menentukan apakah proses yang ada telah mengalami peningkatan atau mencapai target sasaran; serta dengan ukuran-ukuran perspektif pembelajaran dan pertumbuhan akan memberikan kepada rumah sakit mengenai informasi tentang manfaat dari pengembangan baru dan bagaimana hal ini akan memberikan kontribusi pada keberhasilan di masa depan. Dari penjelasan di atas maka rumah sakit perlu menerapkan Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerjanya. Dengan perspektifnya, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan; diharapkan mampu menjadi alat pengukuran kinerja yang baik dan memadai bagi rumah sakit. Dengan begitu, rumah sakit akan mengetahui kemampuannya dalam memobilisasi dan mengeksploitasi sumber daya/aktiva tak berwujudnya. Salah satu rumah sakit yang telah menerapkan Balanced Scorecard adalah Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati, milik Pemerintah Kabupaten Bantul. Peneliti tertarik untuk mengevaluasi penerapan Balanced Scorerard yang ada di sana dengan menilai dan membandingkan antar apa yang ada di lapangan dengan konsep dan teori-teori yang ada, khususnya pada unit pelayanannya yaitu Instalasi
Rawat Jalan karena instalasi tersebut merupakan salah satu inti dari pelayanan kesahatan yang diberikan rumah sakit kepada pelanggannya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Apakah penerapan Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja pada Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Bantul, Panembahan Senopati sesuai dengan teori dan konsep yang ada? 1.3 Batasan Permasalahan Batasan yang ada dalam penilitian ini, yaitu: 1. Organisasi yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Rumah Sakit Umum Daerah Bantul, Panembahan Senopati, khususnya Instalasi Rawat Jalan. 2. Pembahasan objektif mengenai aspek-aspek yang dimiliki perusahaan terkait dengan konsep-konsep yang didapat pada studi pustaka untuk mendukung diterapkannya keempat perspektif Balanced Scorecard ke dalam sistem manajemen sebagai pengukuran kinerja perusahaan. 3. Pengukuran kinerja yang dilakukan dibatasi melalui perspektif yang menyusun kerangka BSC, yaitu: a. Perspektif keuangan; b. Perspektif pelanggan;
c. Perspektif proses bisnis internal; dan d. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi penerapan Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja pada Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Bantul, Panembahan Senopati. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait, peduli, dan berkepentingan serta memiliki ketertarikan dengan masalah Balanced Scorecard baik bagi perusahaan maupun pihak lainnya. Manfaat atas penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Rumah Sakit Dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di dalam perusahaan, diharapkan dapat menambah informasi dan masukan untuk perbaikan kepada Rumah Sakit mengenai penerapan Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja. 2. Bagi pembaca Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai penerapan Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja, khususnya di rumah sakit. 3. Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur yang lebih jauh mengenai studi dalam penerapan Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja pada perusahaan, khususnya perusahaan perbankan. 4. Bagi penulis Penelitian ini diharapkan akan menambah ilmu pengetahuan dan proses belajar dalam perpaduan antara teori yang didapatkan dalam perkualiahan dengan kasus yang ada di suatu lembaga. 1.6 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan informasi umum yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENGUKURAN KINERJA Bab ini teori serta tinjauan pustaka yang menjelaskan konsep dasar pengukuran kinerja, Balanced Scorecard beserta manfaat, kekurangan, kelebihan, dan penerapannya pada rumah sakit, serta teori mengenai rumah sakit. BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT Bab ini menjelaskan metodologi penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis data, serta gambaran umum rumah sakit dan instalasi rawat jalan.
BAB IV Bab ini berisi data serta analisis data yang diperoleh peneliti atas penerapan Balanced Scorecard di RSUD Panembahan Senopati. BAB V Bab ini berisi simpulan dan saran atas analisis data terhadap penerapan Balanced Scorecard di RSUD Panembahan Senopati.