BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah periode perubahan fisik yang sangat monumental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia menikah ideal untuk perempuan adalah tahun dan tahun untuk

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian perkawinan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan baru termasuk mengekspresikan perasaan seksual (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau Badai dan Tekanan suatu masa dimana ketegangan emosi meningkat sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar(dalam Papalia,2003). Pada masa ini banyak remaja yang tertarik secara seksual pada lawan jenis khususnya remaja perempuan,mereka memiliki keinginan yang lebih kuat untuk pendekatan secara intim dan kepribadian dalam berkencan daripada remaja laki-laki (Duck dalam Santrock,2003). Remaja yang menikah akan memasuki masa dewasa yang disebut dengan masa remaja yang diperpendek sehingga ciri dan tugas perkembangannya juga mengalami perubahan,sedangkan remaja yang tidak menikah akan melalui kehidupannya sesuai dengan ciri dan tugas perkembangannya (Monks, 2001). Berdasarkan data dari Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) angka perkawinan usia dini atau kurang dari 18 tahun masih tinggi mencapai 690 ribu lebih kasus, atau sekitar 34% angka perkawinan usia dini pada tahun 2010, namun yang muncul di permukaan hanya yang terekam oleh media saja, padahal jumlah yang sebenarnya lebih banyak lagi. Menikah muda (early marriage) adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan ataupun salah satu

2 pasangannya yang masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia dibawah 19 tahun (WHO, 2013).Suatu ikatan yang dilakukan oleh seseorang yang masih dalam usia muda atau pubertas disebut pula pernikahan dini (Sarwono, 2007). Sedangkan Al Ghifari (2002) berpendapat bahwa pernikahan muda adalah pernikahan yang dilaksanakan diusia remaja. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan remaja adalah antara usia 10 19 tahun dan belum kawin.menikah muda (early marriage) merupakan fenomena yang sering terjadi di Negara-negara berkembang seperti dikawasan Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin (Mcintyre,2006). Untuk level ASEAN, tingkat pernikahan dini di Indonesia berada di urutan kedua terbanyak setelah Kamboja. Menurut Riskesdas 2013, perempuan muda di Indonesia dengan usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0,2 persen atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia sudah menikah. Jumlah dari perempuan muda berusia 15-19 tahun yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun (11,7 % perempuan dan 1,6 % laki-laki usia 15-19 tahun).provinsi yang ada di Indonesia dengan persentase pernikahan dini (15-19 tahun) tertinggi adalah Kalimantan Tengah sebanyak 52,1% (BKKBN). Berdasarkan data di Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut tahun 2014, Jumlah remaja usia 15-24 tahun sebanyak 2.514.109 orang, dari jumlah tersebut, 30-35 persen di antaranya melakukan pernikahan usia dini.sedangkan, untuk wilayah Sumatera Utara sendiri menurut data yang diperoleh dari Kantor urusan agama Medan (KUA), dari 21 kecamatan di kota Medan, kecamatan Medan-Belawan merupakan salah satu kecamatan yang warganya banyak melakukan pernikahan

3 dini khususnya remaja putri.berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Medan Belawan pada september 2015, pada rentang tahun 2013-2015 didapatkan sebanyak 130 remaja melakukan pernikahan dini yaitu pernikahan di rentang usia < 18 tahun. Pernikahan adalah ikatan atau komitmen emosional dan legal antara seorang pria dan wanita yang terjalin dalam waktu yang panjang meliputi aspek ekonomi, sosial, tanggungjawab pasangan, kedekatan fisik, serta hubungan seksual (Regan, 2003,Olson & DeFrain 2006, Seccomber & Warner, 2004). Pernikahan yang dianggap sah menurut hukum Indonesia dicantumkan dalam Undang-Undang No. 1 pasal 7 tahun 1974 yang menyebutkan bahwa perkawinan atau pernikahan hanya diijinkan jika calon mempelai pria telah berusia 19 tahun dan mempelai wanita telah berusia 16 tahun. Dengan alasan pada usia tersebut individu dianggap telah dapat membuat keputusan sendiri dan telah dewasa dalam berpikir dan bertindak (Walgito, 2004). Penelitian Choe, Thapa, dan Achmad (dalam Early Marriage and Childbearing in Indonesia and Nepal, 2001) yang ditinjau dari segi demografis menunjukkan bahwa pernikahan sebelum usia 18 tahun pada umumnya terjadi pada wanita di Indonesia terutama dikawasan pedesaan. Hal ini dikarenakan tingkat ekonomi serta pendidikan yang rendah di daerah pedesaan di Indonesia serta faktor akses informasi yang tidak memadai. Menurut Bowner dan Spanier dalam Rahmi (2003) terdapat beberapa alasan seseorang untuk menikah seperti mendapatkan jaminan ekonomi, membentuk keluarga, mendapatkan keamanan emosi, harapan orang tua, melepaskan diri dari kesepian, menginginkan kebersamaan, mempunyai daya tarik seksual, untuk

4 mendapatkan perlindungan, memperoleh posisi sosial dan prestise, dan karena cinta. UNICEF (2005) juga mengemukakan 2 alasan utama terjadinya pernikahan muda(early marriage), yaitu sebagai sebuah strategi untuk bertahan secara ekonomi dan untuk melindungi (protecting girls). Menikahkan anak diusia muda dianggap merupakan salah satu cara untuk mencegah anak dari perilaku seks pranikah. Penelitian Bennet, 2001 dan Gupta, 2000 mengungkapkan, pernikahan usia muda di Indonesia terjadi sebagai solusi untuk kehamilan yang terjadi di luar pernikahan.menurut penelitian faktor penyebab remaja menikah diantaranya adalah faktor ekonomi, pendidikan, orang tua, media massa, dan budaya, keinginan sendiri, namun yang paling besar adalah faktor lingkungan masyarakat dan orang tua yang menikahkan anaknya karena keadaan ekonomi yang rendah. Peran orang tua juga menentukan remaja untuk menjalani pernikahan di usia muda. Orang tua juga memiliki peran yang besar untuk penundaan usia perkawinan anak (Algifari, 2002). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mencher (dalam Siagian, 2012) yang mengungkapkan bahwa keputusan menikah di usia muda sangat ditentukan oleh peran orang tua. Menikah Muda memiliki dampak pada setiap remaja putri maupun remaja pria. Dampak-dampak tersebut meliputi dampak fisik, intelektual, dan emosional (UNICEF, 2005).Namun remaja putriyang menikah muda memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan remaja laki-laki, hal ini berkaitan dengan mental dan sistem reproduksinya, kesiapan secara fisik maupun psikis merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan pada pasangan yang menikah diusia muda terutama pihak wanitanya (Papalia dan Old, 2003). Dalam halnya pernikahan usia muda

5 tentunya masing-masing membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, dan gaya penyesuaian sendiri-sendiri dalam pernikahan tersebut (DeGenova,2008). Untuk itulah perlu dilakukan penyesuaian sehingga harapan dan kebutuhan masingmasing dapat terpenuhi dan memuaskan. Salah satu bentuk penyesuaian diri adalah penyesuaian pernikahan. Menurut Hurlock (2000),penyesuaian pernikahan adalah proses adaptasi suami dan istri, dimana suami istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri. Upaya untuk mencapai keberhasilan dalam interaksi dengan orang lain dan lingkungannya, manusia diharapkan dapat mengerti dan memahami orang lain. Oleh karena itu, seringkali seorang individu dihadapkan pada keharusan untuk mengubah dan menyesuaikan diri terhadap orang lain, agar dirinya dapat diterima dengan baik oleh lingkungan sosialnya. Adapun penyesuaian itu sendiri merupakan interaksi individu yang secara terus menerus dengan dirinya, orang lain dan dengan dunianya (Landis dan Landis dalam Hapsariyanti, 2009). Penyesuaian pernikahan yang sehat akan membawa pada suatu kondisi pernikahan yang bahagia begitu juga sebaliknya, individu yang gagal dalam menyesuaikan diri akan mengalami kemelut dalam pernikahan mereka (Hurlock, 2004). Hurlock (2004)menyatakan ada empat bentuk penyesuaian pernikahan, empat hal itu adalah penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, penyesuaian dengan keluarga pasangan. Bentuk-bentuk penyesuaian inilah yang nantinya akan dihadapi seorang individu dalam pernikahannya, dan individu tersebut harus melakukan atau melewati bentuk-

6 bentuk penyesuaian tersebut agar hubungan pernikahannya dapat berhasil dan berakhir bahagia (Hurlock,2004). Namun tidak sedikit dari pasangan yang menikah muda gagal dalam melakukan penyesuaian diri pada pernikahannya, kegagalan dalam melakukan penyesuaian pernikahan secara positif, dapat mengakibatkan pasangan melakukan penyesuaian yang salah, yang ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya. Penelitian yang dilakukan oleh Parrot dan Parrot (dalam Beroncal, 2003) menunjukkan bahwa sekitar 49% pasangan mengalami masalah dalam perkawinannya. Pasangan yang merasa tidak dapat mengatasi masalah yang terjadi dalam perkawinannya akan memilih jalan keluar, yang salah satunya adalah bercerai. Banyak kasus perceraian dialami oleh pasangan yang menikah pada usia muda. Namun dalam alasan perceraian tentu saja bukan hanya karena alasan menikah muda, melainkan juga karena alasan ekonomi, ketidakcocokan, selingkuh, dan lain sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologis (Chariroh, 2004). Salah satu kondisi yang menyumbang kesulitan dalam penyesuaian pernikahan adalah menikah muda, pernikahan usia muda lebih banyak memerlukan proses penyesuaian diri masing-masing pasangan dimana pada umumnya di usia ini individu belum terlalu matang dalam hal ekonomi, seksual dan emosional (Hurlock,2000). Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa penyesuaian pernikahan dapat berjalan secara baik jika masing-masing suami atau istri memiliki kematangan

7 psikologis (Walgito, 2004). Kematangan psikologis ini diantaranya adalah kematangan emosi. Hurlock (2004) berpendapat bahwa kematangan emosi merupakan kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi. Lebih jauh, Covey (2001) mengemukakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani, yang diimbangi dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan individu lain. Emosi mewarnai cara berfikir manusia dalam menghadapi konflik (Lazarus,1991). Tetapi apabila emosi sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi manusia menjadi sulit berfikir secara efisien. Untuk itu kematangan emosi sangat penting peranannya agar dapat berfikir secara matang, baik dan objektif. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan emosi pria dan wanita yaitu usia dan jenis kelamin (Hurlock,2004). Hal ini dapat dijelaskan dengan teori Benokraitis (1996) yang menyatakan bahwa bertambahnya usia seseorang menyebabkan emosinya akan semakin terkontrol dan matang. Individu yang memiliki kematangan emosi memiliki cara-cara yang lebih dapat diterima oleh orang lain dan dapat menilai situasi lebih kritis terlebih dahulu sebelum beraksi secara emosional, serta tidak lagi bereaksi tanpa berfikir sebelumnya seperti anakanak.

8 Individu dengan kematangan emosi berarti individu dapat menempatkan potensi yang dikembangkan dirinya dalam suatu kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan yang nyata dari kehidupan individu dewasa dapat diatasi dengan cara yang efektif dan sehat (Schneiders dalam Kurniawan, 1995). Individu dengan kematangan emosi mampu menerima tanggung jawab akan perubahan-perubahan dalam hidupnya sebagai tantangan daripada menganggapnya sebagai beban, dan dengan rasa percaya diri berusaha mencari pemecahan masalahnya dengan caracara yang aman untuk diri dan lingkungannya, serta dapat diterima secara sosial (Hurlock,2004). Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan Remaja Putri. B. Identifikasi Masalah Apakah terdapat pengaruh kematangan emosi terhadap penyesuaian pernikahan remaja putri? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh kematangan emosi dengan penyesuaian pernikahan pada remaja putri.

9 D. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat mengenai pengaruh kematangan emosi terhadap remaja yang melakukan pernikahan usia muda khususnya remaja putri baik itu berupa manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis. a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah psikologi perkembangan yang berkaitan dengan kematangan emosi dan penyesuaian pernikahan terutama pada remaja putri yang melakukan pernikahan dini. b. Manfaat Praktis - Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para peneliti dan organisasi pemerhati anak dan remaja berkaitan dengan penyesuaian pernikahan terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul karena pernikahan usia muda. - Bagi remaja sendiri khususnya remaja putri perlu menyadari bahwa menikah di usia muda membutuhkan kematangan emosi karena akan mengalami banyak penyesuaian dalam pernikahannya. - Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan minat para penelitipeneliti lainnya untuk meneliti permasalahan-permasalahan yang sedang berkembang ditengah masyarakat terutama permasalahan remaja.

10 E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan terdiri dari : BAB I PENDAHULUAN Berisikan latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisikan konsep atau teori yang menjelaskan tentang variabel penelitian, yaitu teori kematangan emosi, penyesuaian pernikahan, remaja putri dan menikah muda BAB III METODE PENELITIAN Berisikan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas, dan metode analisis data. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Berisikan analisis data, hasil penelitian, hasil tambahan, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berisikan kesimpulan dan saran saran dari penelitian.