BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah. ( Evelyn C. Pearce, 2006 ) Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi, pengaturan suhu, pemeliharaan keseimbangan cairan, serta keseimbangan basa eritrosit selama hidupnya tetap berada dalam tubuh. Sel darah merah mampu mengangkut secara efektif tanpa meninggalkan fungsinya di dalam jaringan, sedang keberadaannya dalam darah, hanya melintas saja. Darah berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul -molekul oksigen. ( Evelyn C. Pearce, 2006 ) Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri 5
6 pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni. ( Evelyn C. Pearce, 2006 ) Komposisi Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah. Korpuskula darah terdiri dari: a. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%). Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia. Keping-keping darah atau trombosit (0,6-1,0%), bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah. b. Sel darah putih atau leukosit (0,2%) Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh
7 tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia. c. Plasma darah Plasma darah adalah larutan air yang mengandung : albumin, bahan pembeku darah, immunoglobin (antibodi), hormon, berbagai jenis protein, berbagai jenis garam. B. Kelainan Morfologi Sel Darah Tepi Kelainan morfologi eritrosit Eritrosit normal berukuran 6-8 um. Dalam sediaan apus, eritrosit normal berukuran sama dengan inti limposit kecil dengan area ditengah berwarna pucat. Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran (size), bentuk (shape), warna (staining characteristics) dan benda -benda inklusi. 1.Kelainan ukuran eritrosit : 1. Mikrosit Sel ini dapat berasal dari fragmentasi eritrosit yang normal seperti pada anemia hemolitik, anemia megaloblastik dan dapat pula terjadi pada anemia defisiensi besi. Ukuran sel < 6 um.
8 Gambar 1. Mikrosit) 2. Makrosit Makrosit adalah eritrosit yang berukuran > 8 um. Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik. Gambar 2. Makrosit
9 3. Anisositosis Anisositosis tidak menunjukkan suatu kelainan hematologik yang spesifik. Keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apus darah tepi. Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada bersamaan dengan anemia makrositik seperti pada anemia gizi. Gambar 3. Anisositosis 2.Kelainan bentuk eritrosit : 1. Ovalosit Ovalosit adalah eritrosit yang berbentuk lonjong. Gambar 4. Ovalosit
10 2. Sperosit Sperosit adalah eritrosit yang berbentuk lebih bulat, lebih kecil dan lebih tebal dari eritrosit normal. Gambar 5. Sferosit 3. Schitosit atau fragmentosit Sel ini merupakan pecahan eritrosit. 4. Sel target atau leptosit atau sel sasaran Eritrosit yang mempunyai masa kemerahan di bagian tengahnya, disebut juga sebagai sel sasaran. Gambar 6. Sel Target
11 5. Sel sabit atau sickle cell Sel seperti ini didapatkan pada penyakit sel sabit yang homozigot (SS). Untuk mendapatkan eritrosit yang berbentuk sabit, eritrosit diinkubasi terlebih dahulu dalam keadaan anoksia dengan menggunakan zat reduktor (Na2S2O5 atau Na2S2O3). Hal ini terutama dilakukan pada penyakit sel sabit heterozigot. Gambar 7. sel sabit 6. Crenated Sel seperti ini merupakan artefak, dapat dijumpai dalam sediaan apus darah tepi yang telah disimpan 1 malam pada suhu 20 0 C atau eritrosit yang berasal dari washed packed cell. Gambar 8. Crenated
12 7. Sel Burr Sel ini adalah eritrosit yang kecil atau fragmentosit yang mempunyai duri satu atau lebih pada permukaan eritrosit. 8. Akantosit Sel ini disebabkan oleh metabolisme fosfolipid dari membran eritrosit. Pada keadaan ini tepi eritrosit mempunyai tonjolan-tonjolan berupa duri. 9. Tear drop cells Gambar 9. akantosit Eritrosit yang mempunyai bentuk seperti tetesan air mata. Gambar 10. Tear drop cell
13 10. Poiklositosis Poiklositosis adalah istilah yang menunjukkan bentuk eritrosit yang bermacam-macam dalam sediaan apus darah tepi. 11. Rouleaux atau auto aglutinasi Reuleaux tersusun dari 3-5 eritrosit yang membentuk barisan sedangkan auto aglutinasi adalah keadaan dimana eritrosit bergumpal. 3.Kelainan warna eritrosit 1. Hipokromia Eritrosit yang tampak pucat. Eritrosit hipokrom disebabkan kadar hemoglobin dalam eritrosit berkurang. Gambar 11. Hipokromia 2. Hiperkromia Warna tampak lebih tua biasanya jarang digunakan untuk menggambarkan ADT.
14 Gambar 12. Hiperkromia 3. Anisokromasia Adanya peningkatan variabilitas warna dari hipokrom dan normokrom. Anisokromasia umumnya menunjukkan adanya perubahan kondisi seperti kekurangan zat besi dan anemia penyakit kronis. Gambar 13. Anisokromasia 4. Polikrom Eritrosit polikrom adalah eritrosit yang lebih besar dan lebih biru dari eritrosit normal. Terjadi pada anemia hemolitik, hemopoeisis ekstrameduler. Polikromasi suatu keadaan yang ditandai dengan banyak eritrosit polikrom
15 pada preparat sediaan apus darah tepi, keadaan ini berkaitan dengan retikulositosis. Gambar 14. Polikromasi Benda-benda Inklusi dalam Eritrosit 1. Benda Howell Jolly Suatu granula berbentuk ramping / bulat, berwarna biru tua. Sel ini sulit ditemukan karena distribusinya jarang. Gambar 15. Benda Howell Jolly 2. Kristal Bentuk batang lurus atau bengkok, mengandung pollimer rantai beta Hb A, dengan pewarnaan brilliant cresyl blue yang Nampak berwarna biru.
16 Gambar 16. Kristal 3. Titik basofil Terdapatnya titik biru yang difus dalam eritrosit dikenal sebagai titik basofil atau basophilic stippling. Titik-titik basofil ini tidak dapat dijumpai dalam sediaan apus darah EDTA. 4. Eritrosit berinti C. EDTA dan Krenasi Eritrosit EDTA merupakan antikoagulan yang sering digunakan dalam pemeriksaan hematologi. Aturan petunjuk praktikum dalam menggunakan antikoagulan EDTA adalah 10 µl / 1 ml darah dan waktu pemeriksaan darah EDTA 10 % maksimal 2 jam, Krenasi merupakan kelainan bentuk dari eritrosit (poikilositosis) yang berbentuk seperti artefak. Krenasi tersebut berawal dari sel eritrosit yang mengalami pengerutan akibat cairan yang berada di dalam sel keluar melalui membran. (Mehta, Atul dan Victor Hoffbrand. 2005).
17 Morfologi krenasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya terjadinya kesalahan pada prosedur pemeriksaan pra-analitik (waktu pemeriksaan). D. Sediaan Apus Darah Tepi Pembuatan preparat sediaan apus darah adalah untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, trombosit dan mencari adanya parasit seperti malaria, microfilaria dan lain sebagainya. Bahan pemeriksaan yang digunakan biasanya adalah darah kapiler tanpa antikoagulan atau darah vena dengan antikoagulan EDTA dengan perbandingan 1 mg/ cc darah. Ciri sediaan apus yang baik : a. Sediaan tidak melebar sampai tepi kaca objek, pnjangnya ½ sampai 2/3 panjang kaca. b. Mempunyai bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada bagian itu eritrosit tersebar rata berdekatan dan tidak saling bertumpukan. c. Pinggir sediaan rata, tidak berlubang -lubang atau bergaris-garis. d. Penyebaran leukosit yang baik tidak berkumpul pada pinggir atau ujung sedimen. Teknik pemeriksaan apus darah tepi : Sediaan apus darah terdiri atas bagian kepala dan bagian ekor. Pada bagian kepala sel-sel bertumpuk-tumpuk terutama eritrosit, sehingga bagian ini tidak dapat dipakai untuk pemeriksaan morfologi sel. Eritrosit sebaiknya
18 diperiksa di bagian belakang ekor, karena disini eritrosit terpisah satu sama lain. (Pendidikan Ahli Madya Analis Kesehatan, 1996). E. Sumber Kesalahan Pemeriksaan Laboratorium Dalam pemeriksaan laboratorium tidak semua hasilnya menunjukkan ketepatan dan kebenaran, banyak faktor yang bisa mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut. Perbedaan tersebut bisa disebabkan karena kesalahan pra analitik, analitik, pasca analitik. Berikut faktor penyebab variasi hasil pemeriksaan laboratorium : 1. Pengambilan spesimen : cara pengambilan, penambahan antikoagulan. 2. Perubahan spesimen : suhu, bekuan darah lama tidak dipisahkan dari serum, didalam laboratorium atau selama transpor ke laboratorium. 3. Personel : pelabelan pasien, kesalahan pembacaan atau perhitungan, kesalahan langkah dalam prosedur pemeriksaan. 4. Prasarana dan sarana laboratorium : suhu tidak sesuai dengan suhu yang ditentukan, reagensia tidak baik, tdan murni, rusak atau kadaluarsa, instrumentasi (seperti spektrofotometri,pipet, dll) tidak akurat. 5. Kesalahan sistemik : berkaitan dengan metode pemeriksaan (seperti alat, reagensia, dll) 6. Kesalahan pada rendum : variasi hasil yang tidak dapat dihindarkan bila dilakukan penentuan berturut-turut pada sample yang sama walaupun
19 prosedur pemeriksaan dilakukan dengan cermat. Random error mengikuti hukum statistik. (E.N.Kosasih dan A.S.Kosasih, 2006) F. Faktor yang menyebabkan krenasi a. Lama Penyimpanan Sampel Pemeriksaan dengan menggunakan darah EDTA sebaiknya dilakukan dengan segera, bila terpaksa ditunda sebaiknya harus diperhatikan batas waktu penyimpanan untuk masing-masing pemeriksaan.(r.ganda Subrata, 1968) Saat ini banyak penelitian yang memerlukan pemeriksaan hematologi dilakukan di lapangan sehingga ada kecenderungan untuk melakukan penundaan pemeriksaan hematologi yang dibutuhkan. Penundaan waktu pemeriksaan sampel darah dengan antikoagulan EDTA maksimal adalah 2 jam, apabila lebih akan menyebabkan kelainan morfologi pada sel, misalnya krenasi. b. Konsentrasi Larutan Konsentrasi larutan sangat berpengaruh dalam melakukan pemeriksaan hematologi karena dapat mempengaruhi diagnosis dari hasil pemeriksaan laboratorium. Membran eritrosit bersifat semi permeabel yang berarti dapat ditembus oleh zat air dan zat-zat tertentu yang lain. Sel-sel darah akan membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis karena membran plasma tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri. Sebaliknya bila eritrosit berada pada larutan yang hipertonis, maka cairan eritrosit
20 akan keluar menuju ke medium luar eritrosit, akibatnya eritrosit mengkerut dan keriput. Sel-se darah merah tidak akan mengalami perubahan dalam larutan isotonis. (Ratnaningsih, T. dan Usi Sukorini, 2005) c. Jenis Antikoagulan Antikoagulan merupakan zat yang digunakan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah pada pemeriksaan hematologi. Beberapa macam antikoagulan digunakan berdasarkan jenis pemeriksaannya. Tidak semua macam antikoagulan dapat dipakai untuk satu pemeriksaan, karena ada pemeriksaan yang tidak menggunakan antikoagulan dan ada jenis antikoagulan yang dapat mempengaruhi morfologi dari sel-sel darah yang akan diperiksa. d. Volume antikoagulan Antikoagulan yang sering digunakan dalam pemeriksaan hematologi adalah EDTA dalam bentuk larutan. Penggunaan EDTA yang kurang dari ketentuan dapat menyebabkan darah membeku, sedangkan penggunaan lebih dari ketentuan dapat menyebabkan eritrosit mengkerut.
21 e. Pengecatan Giemsa Giemsa merupakan cat yang terdiri dari eosin, metilin azur, dan metilen biru, yang berguna untuk mewarnai sel darah. Syarat giemsa dikatakan baik apabila baru diencerkan langsung digunakan untuk mewarnai sediaan apus darah. Enceran Giemsa yang digunakan lebih dari 0 hari (24 jam) masih dapat digunakan untuk mewarnai sediaan, tetapi akan merubah bentuk morfologi sel darah. ( Farida, 2008 ) G. Kerangka Teori Lama Penyimpanan Sampel Volume anti koagulan Krenasi Jenis antikoagulan Konsentrasi Larutan H. Kerangka Konsep Penundaan Darah EDTA 10% krenasi
22 Variabel Bebas : Penundaan Darah EDTA 10% Variabel Terikat : Morfologi Krenasi I. Hipotesis H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu penundaan pemeriksaan darah EDTA 10 % terhadap morfologi krenasi pada eritrosit. H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu penundaan pemeriksaan darah EDTA 10 % terhadap morfologi krenasi pada eritrosit.