BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tonsillitis atau yang lebih dikenal masyarakat dengan amandel sering diderita anakanak. Kejadian tersebut sering membuat ibu-ibu merasa khawatir, karena banyak berita beredar dimasyarakat bahwa amandel sering membuat prestasi atau kemampuan belajar anak menurun. Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang terletak pada kerongkongan dibelakang kedua ujung lipatan belakang mulut. Tonsil berfungsi sebagai mencegah agar infeksi tidak menyebar keseluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung dan kerongkongan. Oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan. (hembing,2004) Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/ SMF Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, Indonesia pada bulan September Desember 2003 berupa pemeriksaan THT pada kelas I dan II Sekolah Dasar di kota Semarang (13 sekolah dasar, di 5 kecamatan). Pada pemeriksaan tenggorok 1385 siswa tanpa anamnesis didapatkan 682 (49,24 %) tonsilitis kronik ; 47,92 % pada 674 siswa kelas I dan 50,49 % pada 711 siswa kelas II. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%. Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan
Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Pembesaran tonsil pada anak dapat menyebabkan sumbatan jalan napas atas, mulai dari mengorok waktu tidur sampai terjadi sleep apnea. Apnea adalah terhentinya aliran udaran melalui hidung atau mulut selama 10 detik dan sindrom apnea terjadi minimal 30 kali selama 7 jam tidur. Disamping ukuran tonsil, luas orofaring terutama jarak antar kedua dinding lateral faring cukup penting dalam menimbulkan sumbatan jalan napas atas, sehingga sleep apnea dapat juga terjadi pada pembesaran tonsil sedang. Gejala-gejala sumbatan umumnya menghilang atau berkurang setelah tonsilektomi. Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh. Sampai saat ini belum ada kesepakatan kapan tonsilektomi dilakukan pada abses peritonsil, sebagai penulis menganjurkan tonsilektomi 68 minggu kemudian mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sebagian besar lagi menganjurkan tonsilektomi segera. Tindakan tonsilektomi untuk diagnosis dilakukan bila di curigai adanya keganasan seperti pembesaran tonsil unilateral atau adanya ulserasi. (Hatmansjah, 2008) Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaan. Di AS karena kekhawatiran komplikasi tonsilektomi digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi pendek dan teknik lebih sulit. Tonsilektomi merupakan suatu metode pengangkatan dari tonsil. Tonsilektomi termasuk tindakan operasi yang paling sering dilakukan dalam sejarah operasi. Tonsilektomi telah dilakukan oleh dokter THT, dokter bedah umum, dokter umum, dan dokter keluarga selama
lebih dari 50 tahun. Namun dalam 30 tahun terakhir, kebutuhan akan adanya standarisasi teknik operasi menyebabkan pergeseran pola eksklusif dilakukan oleh dokter THT. Seiring dengan berjalannya waktu berkembang pula berbagai teknik dalam pelaksanaan tonsilektomi. Dan tonsilektomi didefinisikan sebagai metode pengangkatan tonsil, berasal dari bahasa latin tonsilia yang mempunyai arti tiang tempat mengantungkan sepatu, serta dari bahasa Yunani ektomi yang berarti eksisi. Tonsilektomi sudah sejak lama dikenal yaitu sekitar 2000 tahun yang lalu. Cornelius celsus seorang penulis dan peneliti romawi yang pertama memperkenalkan cara melepas tonsil dengan menggunakan jari dan disarankan memakai alat yang tajam, jika dengan ibu jari tidak berhasil. Tonsilektomi merupakan prosedur invasive yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaanya. Di Amerika, tonsilektomi digolongkan operasi mayor karena kekhawatiran komplikasi, sedangkan di Indonesia tonsilektomi digolongkan sedang karena durasi operasi pendek dan tidak sulit. Di Indonesia data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun data yang didapatkan dari RSPNCM selama 5 tahun terakhir(1993-2003) menunjukan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menerus sampai tahun 2003 (152 kasus). (anonim 2004) Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang tonsillitis dan melakukan asuhan keperawatan yang komprehensif pada anak dengan tonsillitis.
B. TUJUAN PENULISAN Tujuan umum : Setelah menyelesaikan laporan tonsillitis diharapkan mengetahui gambaran pengelolaan pasien dengan tonsilitis serta mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada anak dengan tonsilitis. Tujuan khusus : 1. Mengetahui tentang tonsilitis 2. Mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada kasus tonsilitis. 3. Menentukan dan menerapkan asuhan keperawatan pada kasus dengan tonsilitis. C. METODE TEKNIK PENULISAN Penulis menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data guna penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, antara lain : 1. Observasi partisipasi Penulis melakukan pengamatan dan turut serta dalam melakukan tindakan pelayanan keperawatan. 2. Interview Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara tanya jawab. 3. Studi Kepustakaan/studi literature Penulis melakukan pengumpulan data berdasarkan referensi dari kepustakaan. 4. Studi Dokumenter Penulis melakukan pengumpulan data catatan medic klien.
5. Studi Internet internet. Penulis dalam mengumpulkan data juga menggunakan sumber dari browsing D. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memperoleh gambar yang jelas pada penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan sistematika, metode, dan teknik penulisan, serta sistematika penulisan yang terdiri dari 5 bab. BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,tujuan penulisan, metode dan teknik penulisan, serta sistematik penulisan. BABII : Tinjauan konsep dan teori yang terdiri dari pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksanan, pengkajian fokus, pathways, fokus itervensi. BAB III : Tinjauan kasus merupakan laporan kasus yang penulis ambil. BAB IV : Pembahasan dari kasus yang diambil. BAB V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Daftar pustaka Lampiran.