BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir Jika melihat lalu lintas tidak lepas dari kendaraan yang berjalan dan kendaraan yang berhenti, dapat diketahui bahwa kendaraan tidak mungkin bergerak terus menerus. Pada suatu saat kendaraan tersebut akan berhenti untuk sementara atau cukup lama yang disebut itu adalah parkir, tempat parkir ini harus ada pada saat akhir atau tujuan perjalanan yang dicapai. (Munawar; 2004) Menurut PP No. 43 tahun 1993 parkir didefinisikan sebagai kendaran yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu atau tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan atau menurunkan orang dan atau barang. Sedangkan definisi lain tentang parkir adalah keadaan dimana suatu kendaraan berhenti untuk sementara (menurunkan muatan) atau berhenti cukup lama. Sehingga tempat parkir ini harus ada pada saat akhir atau tujuan perjalanan sudah dicapai. (PPRI-No. 43, pasal 47-50: Tahun 1993) Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa yang disebut parkir. Banyak permasalahan lalu lintas ditimbulkan karena perparkiran. Jika dimanfaatkan dengan baik dengan kebijakankebijakan tertentu yang direncanakan secara matang, maka perparkiran dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mengelola lalu lintas. Undang-undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009 pasal 43, tentang fasilitas parkir menyebutkan: a. Penyediaan fasilitas parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar ruang milik jalan sesuai dengan izin yang diberikan. b. Penyelenggaraan fasilitas parkir luar ruang milik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berupa: usaha khusus perparkiran; atau 5
6 penunjang usaha pokok c. Fasilitas parkir di dalam ruang milik jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas atau marka jalan. d. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengguna jasa fasilitas parkir, perizinan, persyaratan, dan tata cara penyelenggaraan fasilitas dan parkir untuk umum diatur dengan peraturan pemerintah. Undang-undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009 pasal 44, menyebutkan penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas parkir untuk umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan: rencana umum tata ruang; analisis dampak lalu lintas; dan kemudahan bagi Pengguna Jasa. (UU Republik Indonesia No.22, pasal 43-44: Tahun 2009) 2.2 Permasalahan Parkir Aktivitas suatu pusat kegiatan akan menimbulkan aktivitas parkir kendaraan. Bangkitan ini akan menimbulkan masalah diantaranya yaitu tidak tersedianya fasilitas parkir di luar badan jalan sehingga bangkitan parkir secara otomatis memanfaatkan badan jalan untuk parkir, serta bangkitan tidak tertampung oleh fasilitas parkir di luar badan jalan yang tersedia, sehingga meluap ke badan jalan dan mengakibatkan gangguan kelancaran lalu lintas. Permasalahan parkir tersebut terjadi hampir disemua ruas jalan, lebih-lebih daerah pertokoan dan perkantoran serta sekolah, yang mempunyai bangkitan parkir di badan jalan cukup besar. Permasalahan parkir di kawasan pasar belum memadai untuk penyediaan dan pengaturan parkir sehingga pada jam puncak pagi hari umumnya menimbulkan masalah terhadap kelancaran arus lalu lintas. (Munawar; 2004)
7 2.3 Larangan Parkir Kendaraan Roda Empat pada Badan Jalan a. Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah tempat penyeberangan pejalan kaki atau tempat penyeberangan sepeda yang telah ditentukan. Gambar 2.1 Larangan Parkir pada Daerah Penyeberangan b. Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius kurang dari 500 m. Gambar 2.2 Larangan Parkir pada Tikungan Tajam Radius >500m c. Sepanjang 50 m sebelum dan sesudah jembatan. Gambar 2.3 Larangan Parkir pada Daerah Sekitar Jembatan
8 d. 1. Sepanjang 100m sebelum dan sesudah perlintasan sebidang diagonal. Gambar 2.4 Larangan Parkir pada Perlintasan Sebidang Diagonal e. 2. Sepanjang 100m sebelum dan sesudah perlintasan tegak lurus. Gambar 2.5 Larangan Parkir pada Perlintasan Sebidang Tegak Lurus
9 f. Sepanjang 25m sebelum dan sesudah persimpangan. Gambar 2.6 Larangan Parkir pada Persimpangan g. Sepanjang 6m sebelum dan sesudah akses bangunan gedung. Gambar 2.7 Larangan Parkir pada Akses Bangunan Gedung h. Sepanjang 6m sebelum dan sesudah keran pemadam kebakaran atau sumber air sejenis. Gambar 2.8 Larangan Parkir pada Daerah Sekitar Keran Kebakaran Atau Sumber Air Sejenis
10 2.4 Satuan Ruang Parkir (SRP) a. Satuan Ruang Parkir (SRP) adalah ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan, termasuk ruang bebas dan lebar bukaan pintu. SRP digunakan untuk mengukur kapasitas ruang parkir. Dalam kaitannya dengan keamanan kendaraan terhadap benturan atau goresan kendaraan lain atau bagian bangunan (pilar, dinding, atau kolom) maka diperlukan ruang bebas arah samping dan arah memanjang. Untuk hal-hal tertentu bila tanpa penjelasan, satuan ruang parkir digunakan untuk mengukur kebutuhan ruang parkir. Tetapi untuk menentukan satuan ruang parkir tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan seperti halnya satuan-satuan lain. Pada ruang parkir dikendalikan, ruang parkir harus diberi ruang marka pada permukaan jalan. Ruang parkir dibagi dalam dua bentuk: (Munawar; 2004) Tabel 2.1 Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP) Jenis Kendaraan Satuan Ruang Parkir (m 2 ) 1. a. Mobil penumpang untuk golongan I 2,30 x 5,00 b. Mobil penumpang untuk golongan II 2,50 x 5,00 c. Mobil penumpang untuk golongan III 3,00 x 5,00 2. Bus/truk 3,40 x 12,50 3. Sepeda motor 0,70 x 2,00
11 b. Satuan Ruang Parkir untuk Mobil Penumpang atau Pengantar dapat dilihat pada gambar dibawah ini Gambar 2.9 SRP untuk Mobil Penumpang atau Pengantar
12 c. Satuan Ruang Parkir untuk Motor dapat dilihat pada gambar di bawah ini, Gambar 2.10 SRP untuk Sepeda Motor 1. Ruang parkir sejajar, lebih diinginkan jika kendaraan-kendaraan berjalan melampaui ruang parkir tersebut dan kemudian masuk mundur. Ukuran standar untuk bentuk ini adalah 6,1 x 2,3 atau 2,4 meter. 2. Ruang parkir bersudut, makin besar sudut masuknya, maka makin kecil luas daerah masing-masing ruang parkirnya, akan tetapi makin besar juga lebar jalan yang diperlukan untuk membuat lingkaran membelok bagi kendaraan yang memasuki ruang parkir.
13 2.5 Pola Parkir Mobil 1. Pola Parkir Paralel a. Daerah Datar Sumber Direktur Jendral Perhubungan Darat ; 2009 Gambar 2.11 Pola Parkir Pada Daerah Datar b. Daerah Tanjakan Sumber Direktur Jendral Perhubungan Darat ; 2009 Gambar 2.12 Pola Parkir Pada Daerah Tanjakan
14 c. Daerah Temurunan Sumber Direktur Jendral Perhubungan Darat ; 2009 Gambar 2.13 Pola Parkir Pada Daerah Temurunan 2. Pola Parkir Menyudut 1. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berlaku untuk jalan kolektor dan lokal 2. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berbeda berdasarkan besar sudut berikut ini: a. Sudut 30 Sumber Direktur Jendral Perhubungan Darat ; 2009 Gambar 2.14 Pola Parkir Sudut 30
15 Tabel 2.2 Penentuan Pola Parkir Sudut 30 A B C D E Golongan I 2,3 3,6 2,75 3,6 6,8 Golongan II 2,5 4,2 3,5 3,85 7,15 Golongan III 3,0 5,0 4,65 4,2 7,7 b. Sudut 45 Sumber Direktur Jendral Perhubungan Darat ; 2009 Gambar 2.15 Pola Parkir Sudut 45 Tabel 2.3 Penentuan Pola Parkir Sudut 45 A B C D E Golongan I 2,3 3,0 2,3 3,7 7,25 Golongan II 2,5 3,5 2,7 4,0 7,95 Golongan III 3,0 4,0 3,0 4,45 8,1
16 c. Sudut 60 Sumber Direktur Jendral Perhubungan Darat ; 2009 Gambar 2.16 Pola Parkir Sudut 60 Tabel 2.4 Penentuan Pola Parkir Sudut 60 A B C D E Golongan I 2,3 2,6 1,25 4,55 7,9 Golongan II 2,5 2,85 1,5 4,7 8,1 Golongan III 3,0 3,7 1,75 4,95 8,85 Ketiga pola parkir ini mempunyai daya tampung lebih banyak jika dibandingkan dengan pola parkir paralel, dan kemudahan dan kenyamanan pengemudi melakukan manuver masuk dan keluar ke ruangan parkir lebih besar jika dibandingkan dengan pola parkir dengan sudut 90.
17 d. Sudut 90 Sumber Direktur Jendral Perhubungan Darat ; 2009 Gambar 2.17 Pola Parkir Sudut 90 Tabel 2.4 Penentuan Pola Parkir Sudut 90 A B C D E Golongan I 2,3 2,3-5,0 9,2 Golongan II 2,5 2,5-5,0 9,2 Golongan III 3,0 3,0-5,0 9,2 Pola parkir ini mempunyai daya tampung lebih banyak jika dibandingkan dengan pola parkir paralel, tetapi kemudahan dan kenyamanan pengemudi melakukan manuver ke ruangan parkir lebih sedikit dibandingkan dengan pola parkir sudut yang lebih kecil dari 90º. Adapun keterangan dari penjelasan pola parkir kendaraan roda empat atau mobil yaitu sebagai berikut: (Direktur Jendral Perhubungan Darat ; 2009) Keterangan: A = lebar ruang parkir (m) B = lebar kaki ruang parkir (m) C = selisih panjang ruang parkir (m) D = ruang parkir efektif (m) E = ruang parkir efektif ditambah ruang manuver kendaraan (m)
18 2.6 Pola Parkir Sepeda Motor Sepeda motor mudah parkir dan mudah juga untuk mengambil ruang yang kecil serta berdiri sendiri secara mudah untuk dipindahkan (didorong) oleh pengendaranya. Daerah parkir sepeda motor harus diatur secara berbaris menurut panjang dari sepeda motor tersebut, dengan gang yang membujur diantara gang masuk dan jalan keluar. Pada umumnya posisi parkir sepeda motor adalah 90º dari segi efektifitas ruang. Berikut beberapa posisi parkir sepeda motor; (Munawar; 2004) a. Pola Parkir Satu Sisi Sumber Munawar, 2004. Gambar 2.18 Pola Parkir Satu Sisi b. Pola Parkir Dua Sisi Sumber Munawar, 2004. Gambar 2.19 Pola Parkir Dua Sisi
19 Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang parkir yang cukup memadai (lebar ruas > 5,5m). Lebar ruang parkir sepeda motor itu sendiri kurang lebih 0,70 m dengan panjang 2 m. c. Pola Parkir Pulau Sumber Munawar, 2004. Gambar 2.20 Pola Parkir Pulau 2.7 Tata Cara Parkir Dalam melaksanakan parkir, baik pengemudi maupun juru parkir harus memperhatikan hal-hal berikut: (Dirjen Perhubungan Darat; 2009) 1. Batas parkir yang dinyatakan dengan marka jalan pembatas. 2. Keamanan kendaraan, dengan mengunci pintu kendaraan dan memasang rem parkir. Sesuai dengan jenis fasilitasnya, tata cara parkir adalah sebagai berikut. 1. Fasilitas parkir tanpa pengendalian parkir : a. Dalam melakukan parkir, juru parkir dapat memandu pengemudi kendaraan; b. Juru parkir memberi karcis bukti pembayaran sebelum kendaraan meninggalkan ruang parkir; c. Juru parkir harus menggenakan seragam dan identitas.
20 2. Fasilitas parkir dengan pengendalian parkir (menggunakan pintu masuk/ keluar): a. Pada pintu masuk, baik dengan petugas maupun dengan pintu otomatis, pengemudi harus mendapatkan karcis tanda parkir, yang mencantumkan jam masuk (bila diperlukan, petugas mencatat nomor kendaraan). b. Dengan dan tanpa juru parkir, pengemudi memarkirkan kendaraan sesuai dengan tata cara parkir. 2.8 Karakteristik Parkir Karakteristik parkir merupakan parameter yang mempengaruhi pemanfaatan lahan parkir (Parking Utilization). Adapun pengaruh yang terjadi dalam pemanfaatan kebutuhan ruang parkir diantaranya: (Munawar; 2004) a. Akumulasi Akumulasi adalah jumlah kendaraan parkir dalam periode tertentu. Satuan akumulasi adalah kendaraan. Akumulasi = Ei Ex Dengan: Ei = Entry (kendaraan yang masuk lokasi), Ex = Exit (kendaraan yang keluar lokasi). Bila sebelum pengamatan sudah terdapat kendaraan yang parkir pada suatu tempat maka banyaknya kendaraan yang telah parkir dijumlahkan dalam harga akumulasi parkir yang telah dibuat, sehingga persamaan diatas menjadi: Akumulasi = Ei Ex + X Dengan: X = jumlah kendaraan yang telah parkir sebelum pengamatan.
21 b. Indeks Parkir adalah ukuran untuk menyatakan penggunaan panjang jalan dan dinyatakan dalam persentase ruang yang ditempati oleh kendaraan parkir. Adapun syarat yang digunakan untuk menentukan IP sebagai pedoman sebagai berikut; Jika IP > 100%, artinya kebutuhan parkir melebihi daya tampung atau permintaan lebih besar dari pada persediaan kapasitas ruang parkir. Jika IP = 100%, artinya kebutuhan parkir seimbang dengan daya tampung atau dapat dikatakan persediaan mampu mengisi permintaan parkir untuk saat ini. Jika IP < 100%, artinya kebutuhan parkir masih dibawah daya tampung atau persediaan lebih besar dari pada permintaan kapasitas ruang parkir. Dari pedoman diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut untuk menentukan nilai indeks parkir (IP); Indeks Parkir = 2.9 Pemeliharaan Parkir 1. Peralatan Parkir Untuk menjamin agar pelataran tetap dalam kondisi baik, pemeliharaan dilakukan dengan cara: (Dirjen Perhubungan Darat; 2009) a. Sekurang-kurangnya setiap pagi hari pelataran parkir dibersihkan agar bebas dari sampah dan air yang tergenang, b. Pelataran parkir yang sudah berlubang-lubang atau rusak ditambah atau diperbaiki, c. Secara rutin pada saat tertentu, pelapisan (overlay) pada perkerasan pelaratan parkir perlu dilakukan. Untuk memelihara pelataran parkir itu, perlu diketahui hal-hal berikut:
22 a. Pada fasilitas parkir di badan jalan, penambalan atau pelapisan (overlay) dilakukan sesuai dengan pemeliharaan badan jalan oleh instansi pembina jalan. b. Pada fasilitas parkir di luar badan jalan, pengelola parkir wajib menyiapkan fasilitas/peralatan pemeliharaan perkerasan pelataran parkir. 2. Marka dan Rambu Jalan Karena berfungsi sebagai pemandu dan petunjuk dan penunjuk bagi pengemudi pada saat parkir, marka dan rambu jalan harus dijaga agar tetap terlihat jelas. a. Marka Jalan 1. Secara berkala marka jalan dicat kembali agar terlihat jelas oleh pengemudi. 2. Bersamaan dengan permbersihan peralatan parkir, bagian marka jalan harus dibersihkan secara khusus. b. Rambu Jalan 1. Rambu jalan harus diganti apabila sudah tidak terlihat jelas tulisannya atau sudah rusak. 2. Secara rutin daun rambu jalan harus dibersihkan agar tidak tertutup oleh kotoran. 3. Fasilitas Penunjang Parkir Fasilitas penunjang parkir yang memerlukan pemeliharaan adalah: a. Pos petugas b. Lampu penerangan c. Pintu masuk dan keluar d. Alat pencatat waktu elektronis, serta e. Pintu elektronis pada fasilitas parkir dengan pintu masuk otomatis.