BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebanyak 400 gram sampel halus daun jamblang (Syzygium cumini)

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

III. BAHAN DAN METODA

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder pada Ekstrak Metanol Tumbuhan Suruhan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr).

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM EKSTRAK METANOL DAUN PECUT KUDA JURNAL

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB III METODE PENELITIAN

Isolasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Kulit Buah Mangrove Pidada (Sonneratia caseolaris)

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kulit buah manggis. Sebelum maserasi dilakukan, kulit buah manggis dibersihkan dari kotoran kemudian dirajang kecilkecil. Sampel dibersihkan agar tidak mengandung banyak senyawasenyawa atau kotoran pengganggu. Proses perajangan sampel dilakukan untuk memperluas permukaan sentuh sampel, karena luas permukaan mempengaruhi proses maserasi. Semakin kecil ukuran partikel sampel maka luas permukaan semakin besar. Rajangan sampel kulit buah manggis dianginanginkan sampai kering tanpa sinar matahari. Hal ini dilakukan karena sinar matahari dapat merusak senyawasenyawa aktif yang terkandung di dalam sampel. Proses pengeringan berguna untuk mengurangi kadar air dalam sampel, karena itu dapat mempengaruhi proses penarikan zat aktif dalam sampel. Rajangan sampel kulit buah manggis diperkecil ukuran partikelnya sehingga menjadi serbuk. Sampel kulit buah manggis sebanyak 500 gram dimaserasi menggunakan pelarut metanol dalam suhu kamar terlindung dari cahaya. Pelarut metanol digunakan dalam maserasi karena bersifat universal yang dapat mengikat semua komponen kimia yang terdapat dalam tumbuhan bahan alam baik yang bersifat non polar, semi polar, dan polar. Metanol adalah cairan penyari yang masuk ke dalam sel melewati dinding serbuk kulit buah manggis. Selama proses perendaman sampel, akan terjadi proses pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel. Sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan senyawa akan terekstraksi sempurna (Lenny, 2006). Sehingga senyawa zat aktif dapat terekstrak keluar bersama cairan penyari. Maserasi dilakukan selama 3 kali 24 jam, dimana setiap 24 jam ekstrak metanol disaring dan dimaserasi kembali dengan pelarut metanol yang baru. Ekstrak metanol kulit buah manggis yang diperoleh, diuapkan dengan menggunakan penguap putar vakum (rotary vacum evaporator) pada suhu 30 28

40 o C sampai terbentuk ekstrak kental metanol. Tujuan dari evaporasi yaitu untuk menguapkan pelarut yaitu metanol, sehingga yang tersisa hanya senyawa aktif atau ekstrak kental metanol. Ekstrak kental metanol yang dihasilkan dari maserasi yaitu 35,59 gram berwarna merah kehitaman. Ekstrak kental metanol sebanyak 10 gram disuspensi menggunakan air dan metanol dengan perbandingan 2:1, dimana volume air 100 ml dan volume metanol 50 ml. Hasil suspensi ini dipartisi menggunakan corong pisah dengan pelarut nheksan yang bersifat non polar dengan volume 100 ml. Sehingga terbentuk dua lapisan, lapisan atas merupakan fraksi nheksan yang berwarna kuning dan lapisan bawah merupakan fraksi air yang berwarna kecoklatan. Hal ini terjadi karena massa jenis nheksan 0,4 gram/ml yang lebih kecil dari massa jenis air yaitu 1 gram/ml. Pemisahan tersebut memberikan hasil yang tidak maksimal karena masih terdapat sedikit fraksi nheksan yang tecampur pada fraksi air. Untuk mengoptimalkan pemisahan, maka dilakukan ekstraksi kembali dengan menggunakan partisi. Partisi dilakukan sebanyak 4 kali, setiap partisi ditambahkan nheksan sebanyak 100 ml. Hal ini dilakukan agar zat yang bersifat non polar benarbenar terdistribusi ke pelarut non polar (nheksan). Partisi ini menghasilkan fraksi nheksan dan fraksi air. Fraksi nheksan dievaporasi pada suhu 3040 o C, suhu rendah digunakan untuk menjaga agar senyawa aktif tidak mengalami kerusakan. Fraksi nheksan menghasilkan ekstrak kental sebanyak 0,50 gram. Fraksi air yang tersisa dipartisi kembali dengan pelarut etil asetat yang bersifat semi polar dengan perbandingan 1 :2, dimana volume air 150 ml dan etilasetat 300 ml. Sehingga terbentuk dua lapisan, lapisan atas merupakan fraksi etil asetat dan lapisan bawah merupakan fraksi air. Fraksi etil asetat berada pada lapisan atas karena memiliki massa jenis 0,66 gram/ml yang lebih kecil massanya dari fraksi air yaitu 1 gram/ml. Partisi dilakukan sebanyak tiga kali, setiap partisi ditambahkan etil asetat sebanyak 300 ml. Hal ini dilakukan agar senyawa aktif yang bersifat semi polar terdistribusi kepelarut semi polar. Sehingga menghasilkan fraksi etil asetat dan fraksi air. Hasil partisi dari masingmasing fraksi dievaporasi pada suhu 3040 o C sehingga diperoleh ekstrak kental fraksi etil asetat sebanyak 2,58 gram dan ekstrak kental 29

fraksi air sebanyak 2,46 gram. Hasil rendemen dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Hasil Rendemen Fraksi nheksan, Etilasetat dan Air Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis. Berat ekstrak metanol (g) Fraksi Berat Wadah Kosong (g) fraksi (g) Fraksi kental (g) Rendemen % 10 gram nheksan Etil Asetat Air 12,67 g 13,17 g 10,00 g 12,58 g 9,86 g 12,32 g 0,50 g 2,58 g 2,46 g 5 % 25,8 % 24,6 % Hasil rendemen urutan tingkatannya berturutturut yaitu fraksi etilasetat, fraksi air dan fraksi nheksan. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung pada ekstrak kental metanol lebih besar senyawa semi polar yaitu dengan rendemen 25,8 %. Rendemen fraksi air juga cukup banyak yaitu 24,6 % karena pada kulit buah manggis mengandung senyawasenyawa polar seperti flavonoid. Untuk fraksi nheksan menghasilkan rendemen yang sangat sedikit yaitu 5 %, kemungkinan besar senyawa non polar yang terkandung dalam kulit buah manggis sangat sedikit. 4.2 Uji Fitokimia Uji fitokimia bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam sampel. Ekstrak kental metanol dan hasil fraksinasi nheksan, etilasetat dan air diuji fitokimia meliputi Uji flavonoid, alkaloid, saponin, steroid dan terpenoid. Berdasarkan uji fitokimia yang telah dilakukan, senyawa flavonoid terdeteksi pada semua ekstrak yaitu ekstrak metanol, nheksan, etilasetat dan air. Pada uji alkaloid tidak terbentuk endapan pada semua ekstrak. Senyawa saponin terdeteksi pada semua ekstrak kecuali ekstrak nheksan. Senyawa steroid positif pada semua ekstrak sedangkan terpenoid hanya terdeteksi pada ekstrak metanol, fraksi etilasetat dan air. Senyawa flavonoid positif ditandai dengan perubahan warna, alkaloid positif jika terbentuk endapan ketika ditambahkan pereaksi alkaloid yaitu pereaksi 30

Hager, Wagner dan Mayer. Positif saponin ditandai dengan terbentuknya busa/buih, terpenoid ditandai dengan perubahan warna menjadi merah, ungu, hingga kecokelatan, steroid ditandai dengan perubahan warna dari hijau hingga kebiruan. Tabel 4.2 Hasil Uji Fitokimia Berbagai Fraksi Fraksi Uji Fitokimia Pereaksi Perubahan dengan pereaksi Hasil Uji Flavonoid MgHCl H 2 SO 4 NaOH Ekstrak Metanol Alkaloid Saponin Mayer Wagner Hager Aquades panas JinggaOrange tua Jinggamerah bata Jinggamerah bata kehitaman Terbentuk busa Steroid Terpenoid Liebarman Bauchar Liebarman Bauchar Warna hijau Warna merah kecoklatan Flavonoid MgHCl H 2 SO 4 NaOH Kuning mudakuning keruh Kuning mudakuning tua Kuning mudaorange tua nheksan Alkaloid Mayer Wagner Hager Saponin Aquades panas Tidak ada busa/buih Steroid Terpenoid Liebarman Bauchar Liebarman Bauchar Warna hijau Tidak terbentuk warna merah kecoklatan 31

Tabel 4.3 Hasil Uji Fitokimia Berbagai Fraksi Fraksi Uji Fitokimia Flavonoid Pereaksi Perubahan dengan pereaksi Hasil Uji MgHCl JinggaOrange tua H 2 SO 4 Jinggamerah bata NaOH Jinggacoklat kehitaman Etilasetat Alkaloid Mayer Wagner Hager Saponin Aquades panas Terbentuk busa Steroid Terpenoid Liebarman Bauchar Liebarman Bauchar Warna hijau Warna merah kecoklatan Flavonoid MgHCl H 2 SO 4 NaOH Jinggaorange tua Jinggamerah bata Jinggacoklat kehijauan Air Alkaloid Saponin Mayer Wagner Hager Aquades panas Terbentuk busa/buih Steroid Terpenoid Liebarman Bauchar Liebarman Bauchar Warna hijau Warna merah kecoklatan Berdasarkan hasil ini ekstrak metanol, fraksi nheksan, fraksi etilasetat dan fraksi air mengandung senyawasenyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid, alkaloid, saponin, steroid dan terpenoid. 1) Flavonoid Ekstrak metanol, fraksi nheksan, fraksi etilasetat dan fraksi air memberikan hasil positif mengandung flavonoid, yang dibuktikan dengan perubahan warna pada flavonoid dengan pereaksi MgHCl, NaOH, dan H 2 SO 4. 32

Salah satu contoh senyawa flavonoid yang bereaksi dengan HCl akan terbentuk garam flavilium yang ditandai dengan perubahan warna merah tua. Gambar 4.1. Mekanisme reaksi pembentukan garam flavilium (Achmad,1986 dalam Marliana dan Suyono, 2005) 2) Uji Alkaloid Berdasarkan hasil uji fitokimia pada tabel 4.2 dan 4.3 ekstrak metanol, fraksi nheksan, fraksi etilasetat dan fraksi air memberikan hasil negatif pada senyawa alkaloid. Hal ini terjadi kemungkinan dalam sampel tidak mengandung senyawa alkaloid yang dibuktikan dengan tidak terbentuknya endapan pada sampel. Berikut gambar struktur reaksi antara alkaloid dengan pereaksi apabila terbentuk endapan. Pereaksi Mayer HgCl 2 2KI HgI 2 2KCl HgI 2 2KI K 2 [HgI 2 ] Kaliumtetraiodomerkurat (II) Gambar 4.2. Perkiraan reaksi uji Mayer (Achmad,1986 dalam Marliana dan Suyono, 2005) 33

Pereaksi Wagner Gambar 4.3. Perkiraan reaksi uji Wagner (Achmad,1986 dalam Marliana dan Suyono, 2005) 3) Saponin Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat sebagai sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagianbagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Berikut struktur reaksi saponin dengan air. Untuk uji saponin yang memberikan hasil positif yaitu ekstrak metanol, fraksi etilasetat dan fraksi air sedangkan pada fraksi nheksan memberikan hasil negatif. Terbentuknya busa/buih dikarenakan senyawa saponin memiliki sifat fisik yang mudah larut dalam air dan akan menimbulkan busa ketika dikocok (Suharto, 2010 dalam Saman, 2013). Gambar 4.4. Reaksi hidrolisis saponin dalam air (Marliana dan Suyono, 2005) 4) Uji Steroid dan Terpenoid Uji yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi adanya triterpenoid dan steroid adalah reaksi LiebermanBouchard (anhidrid asetath 2 SO 4 pekat) 34

(Harborne, 1987). Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml dietil eter kemudian ditambahkan dengan 10 tetes asam asetat anhidrid dan 3 tetes H 2 SO 4 pekat. Kebanyakan triterpenoid memberikan warna merahviolet sedangkan steroid memberikan warna hijaubiru. Hasil uji fitokimia menunjukan bahwa hampir semua ekstrak menunjukan adanya steroid dan triterpenoid namun, pada ekstrak metanol, etil asetat dan air memberikan hasil yang kuat adanya triterpenoid dan steroid, sedangkan untuk ekstrak nheksan hanya memberikan hasil yang lemah adanya triterpenoid dan steroid. 4.3 Pemisahan dan Pemurnian Ekstrak kental metanol dari hasil uji fitokimia, dianalisis dengan menggunakan kromatografi lapis tipis yang bertujuan untuk melihat ada berapa senyawa yang terkandung di dalam sampel melalui bercak noda. Hal ini terjadi karena sampel masih mengandung banyak senyawa yang sangat sulit untuk dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Sehingga dilakukan pemisahan dengan menggunakan Kromatografi Kolom agar terjadi pemisahan yang sesuai dan dapat dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Pada pemisahan kromatografi kolom, pengisian fasa diam ke dalam kolom dilakukan dengan cara basah. Fasa diam (silika gel) diubah menjadi bubur silika (slurry) dengan yang digunakan dalam fasa gerak pelarut (nheksan). Pelarut n heksan dimasukkan dalam kolom dengan batas tertentu dan slurry dialirkan melalui dinding kolom secara perlahan menggunakan pipet tetes dengan kran terbuka. Hal ini dilakukan agar silika dapat mengisi tempat dan padat secara teratur, tidak mengalami pematahan dalam kolom. Pelarut nheksan dialirkan secara terus menerus minimal 3 jam dan maksimalnya semakin lama maka silikanya semakin padat. Ekstrak kental metanol sebanyak 3 gram dilarutkan dengan metanol dan kemudian dicampurkan dengan fase diam silika gel GF 60 sampai benarbenar kering. Sampel dimasukkan secara perlahan ke dalam kolom yang berisi fase diam (silika gel), selanjutnya fasa gerak (nheksan) dialirkan secara perlahan ke dalam kolom dengan keadaan kran terbuka sampai terbentuk pita. Jika fasa gerak yang 35

menetes sudah tidak berwarna, maka divariasikan perbandingan eluen yang sesuai. Variasi eluen yang digunakan berturutturut yaitu fasa gerak nheksan: etilasetat (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), (4:6), (3:7), (2:8), (1:9), perbandingan ini digunakan juga pada variasi eluen selanjutnya etilasetat:metanol sampai terjadi pemisahan dan eluet ditampung pada botol vial. Hasil pemisahan kromatografi kolom diperoleh sebanyak 67 fraksi. Keseluruhan hasil fraksi dianalisis dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), dan bercak nodanya dilihat dengan menggunakan lampu UV. Pola noda dari 67 fraksi ini dapat dilihat pada Gambar 4.5 di bawah ini : Gambar 4.5. Profil KLT hasil pemisahan kromatografi kolom Semua fraksi hasil pemisahan dianalisis dengan kromatografi lapis tipis untuk melihat pola noda yang sama dan harga Rfnya yang sama digabung. Dari 67 fraksi diperoleh 5 fraksi. Hasil KLT penggabungan fraksi kromatografi kolom dari ekstrak kental metanol kulit buah manggis dengan perbandingan eluen etilasetat:metanol (8:2) diberikan pada Tabel 4.4 di bawah ini. Tabel 4.4. Hasil KLT penggabungan fraksi dari kromatografi kolom Fraksi Berat Warna Jumlah noda Rf (gr) A 1 (117) 0,30 Kuning 1(bulat) 0,60 A 2 (1834) 0,28 Kuning kecoklatan 1 (panjang) 0,63 A 3 (3540) 0,33 Kuning 2 (bulat) 0,53;0,60 A 4 (4446) 0,28 Kuning 1 (panjang) 0,60 A 5 (4753) 0,30 Coklat kehitaman 1(panjang) 0,60 36

Fraksi A 1, A 2, A 3, A 4 dan A 5 dilakukan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fasa gerak etilasetat:metanol (8:2) seperti pada Gambar 4.6 berikut ini: Gambar 4.6. Profil KLT A 1, A 2,A 3, A 4 dan A 5 fasa gerak etilasetat:metanol (8:2) Hasil yang didapatkan dari fraksi A 1 hasil kromatografi kolom menghasilkan bercak noda tunggal. Isolat berupa senyawa yang berbentuk padatan kristal jarum berwarna kuning yang diduga sebagai senyawa murni. Gambar 4.7. Profil KLT isolat murni A 1 fasa gerak etilasetat:metanol (8:2) 4.4 Uji Kemurnian Isolat yang diduga murni yaitu isolat pada fraksi A 1. Sebelum diuji kemurniannya dengan menggunakan spektrofotometer IR, fraksi ini diuji kemurniannya secara kromatografi lapis tipis dua dimensi dengan menggunakan eluen bergradien yang cocok dengan beberapa perbandingan, yaitu n heksan:etilasetat (7:3) dan etilasetat:metanol (8:2) dengan nilai Rf yang diperoleh dari masingmasing perbandingan adalah 0,66 dan 0,78. Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dua dimensi dapat dilihat pada gambar 4.8 di bawah ini. 37

(I) (II) Gambar 4.8. Profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dua dimensi, fasa diam silika gel GF 254 ukuran plat 5x5 cm, fasa gerak n heksan:etilasetat (7:3) dan etilasetat:metanol (8:2) 4.5 Uji Fitokimia Isolat Murni Isolat ini diuji flavonoid untuk mengetahui apakah senyawa yang terkandung di dalamnya hanya flavonoid atau masih terdapat senyawa lain. Tabel 4.5. Hasil Uji Fitokimia Isolat Murni No Uji Fitokimia Pereaksi Fitokimia Perubahan dengan Pereaksi Hasil Uji 1 Flavonoid MgHCl NaOH H 2 SO 4 Kuning beningkuning keruh Kuning beningkuning orange Kuning beningorange 2 Alkaloid Uji Mayer Uji Wagner Uji Hager 3 Steroid Liebarman Bauchar Tidak terbentuk warna hijau kebiruan 4 Saponin Aquadest panas Tidak terbentuk buih/busa 5 Terpenoid Liebarman Bauchar Tidak terbentuk warna merah bata 4.6 Karakterisasi Isolat Murni Karakterisasi isolat murni dilihat dari gugus fungsi melalui nilai panjang gelombang dan absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer IR. 4.6.1 Spektrofotometri Inframerah (IR) Spektrum inframerah senyawa isolat ditunjukan dalam gambar dan data interpretasi spektrum inframerah (gelombang, bentuk pita, intensitas, dan penempatan gugus terkait) disajikan dalam tabel. 38

Isolat Gambar 4.9. Spektrum inframerah dari isolat murni Tabel 4.6. Interpretasi Spektrum Inframerah (Bilangan Gelombang, Bentuk Pita, Intensitas dan Penempatan Gugus Fungsi) dari isolat. Bilangan Gelombang(cm 1 ) Sukadana (2010) Pustaka Creswell,et all, Silverstein Akbar 2010 Arisandy 2010 Bentuk Pita Intensitas Kemungkinan Gugus Fungsi 3342.97 30003500 32003400 3350 3500 Melebar Lemah Uluran OH 3200 3000 2946.89 2834.86 28002950 27003000 3000 2700 Tajam Tajam Lemah Lemah Uluran CH alifatik 1417.97 1449.48 14001650 15001475 1650 1450 Tajam Lemah Uluran C=C aromatik 1113.97 10001300 13301260 Tajam Lemah Tekuk OH 1023.81 9901100 10001260 1260 1230 Tajam Kuat CO alkohol 1000 1000 633.42 6301000 6301000 900630 Tajam Lemah CH aromatik Pada spektroskopi inframerah bahwa serapan dikatakan kuat apabila memiliki puncak yang tinggi transmitan rendah (035%), serapan dikatakan sedang apabila puncaknya tinggi dan memiliki transmitan sedang (7535%), serapan dikatakan lemah apabila puncaknya pendek dan memiliki transmitan tinggi (9075%) (Gandjar,2012). 39

Berdasarkan nilai serapan spektrum inframerah, memperlihatkan bahwa senyawa yang diperoleh menunjukkan serapan melebar dan lemah pada daerah bilangan gelombang 3342.97cm 1 yang diduga adalah serapan uluran dari gugus OH. Serapan OH dikatakan lemah karena berada pada transmitan 92% hal ini didukung serapan lemah apabila berada pada transmitan 9075% (Justik, 2010 dalam Saman, 2013). Hal ini diperkuat oleh adanya serapan tajam dan lemah tekukan OH aromatik pada panjang gelombang 1113.97cm 1. Karena pada serapan ini memiliki transmitan di atas 97%. Serapan uluran CH alifatik yang tajam dan lemah muncul pada daerah bilangan gelombang 2946.89cm 1 dan 2834.86cm 1. Hal ini diperkuat oleh tekuk CH aromatik pada serapan 633.42cm 1. Serapan tajam dan lemah pada cincin aromatik C=C muncul pada daerah bilangan gelombang 1449.48cm 1 dan 1417.97cm 1. Serapan tajam dan kuat uluran CO muncul pada daerah bilangan gelombang 1023.81cm 1. Gugusgugus fungsi yang ditentukan dari hasil panjang gelombang IR hasil penelitian isolat murni merupakan gugusgugus fungsi yang terdapat pada senyawa flavonoid. Dengan daerah spektra yang terbaca berkisar antara 3000500 cm 1 dan termasuk dalam IR tengah. Sehingga isolat murni yang didapatkan pada hasil penelitian dapat diduga merupakan senyawa flavonoid. 4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Sampel yang diuji aktivitas antioksidan yaitu ekstrak kental metanol dan fraksi hasil partisi yang dilakukan pada tindakan awal. Fraksi tersebut yaitu fraksi nheksan, fraksi etilasetat dan fraksi air. Uji aktivitas antioksidan pada keempat sampel ini untuk melihat senyawa yang bersifat sebagai antioksidan berdasarkan kepolarannya. 4.7.1 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan dengan menggunakan metode DPPH Pengujian aktivitas antioksidan dari berbagai fraksi menggunakan metode DPPH (1,1difenil2pikrilhidrazil). Metode ini dipilih karena metode ini sangat sederhana untuk mengukur aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam. DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang berwarna ungu gelap dengan serapan maksimal pada panjang gelombang 517 nm. Reaksi antara antioksidan terhadap senyawa radikal bebas (DPPH) ditandai dengan berubahnya warna DPPH dari 40

ungu gelap menjadi warna kuning. Peredaman tersebut dihasilkan oleh bereaksinya molekul difenil pikrilhidrazil dengan atom hidrogen yang dilepaskan oleh senyawa antiosidan sehingga terbentu senyawa difenil pikril hidrazil yang stabil. AH O 2 N NO 2 N N A O 2 N NO 2 N NH NO 2 NO 2 Antioksidan (1,1difenil2pikrihidrazil) 1,1difenil2pikrihidrazin antioksidan Gambar 4.10. Reaksi DPPH dengan antioksidan Tahapan pertama yang dilakukan dalam pengujian aktivitas antioksidan adalah pembuatan kurva standar dengan menggunakan antioksidan standar yaitu vitamin C. Konsentrasi vitamin C secara berturutturut adalah 25, 50, 100, 200, 400 ppm. Vitamin C sebanyak 2,5 ml direaksikan dengan 2,5 ml DPPH dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit. Waktu maksimal untuk reaksi antara senyawa antioksidan standar dengan senyawa radikal bebas adalah selama 30 menit (Miryanti, A. 2011). Hal ini ditandai dengan berubahnya warna ungu menjadi agak kekuningan seperti terlihat pada Gambar 4.11. Gambar 4.11. Kurva standar setelah 30 menit. Selanjutnya, diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm dengan menggunakan alat spektrofotometer UVVis. Dibuat kurva standar hubungan antara konsentrasi (x) dengan absorbansi (y) untuk mendapatkan nilai ŷ= axb. Kurva standar terlihat pada Gambar 4.12. 41

Aktivitas antioksidan (mg AEAC/g) Absorbansi 0,8 0,6 y = 0,0014x 0,0166 R² = 0,9979 0,4 0,2 0 0 100 200 300 400 500 Konsentrasi (ppm) Gambar 4.12. Kurva baku vitamin C (asam askorbat) Selanjutnya, analisis aktivitas antioksidan pada sampel dilakukan dengan menimbang 50100 mg sampel dan diencerkan dengan menggunakan pelarut metanol. Sampel yang telah divariasikan dicampur dengan larutan DPPH. Sampel diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Hasil analisis sampel dikonversi menjadi nilai AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity). Nilai AEAC digunakan untuk membandingkan sampel dengan vitamin C. Nilai AEAC merupakan nilai kapasitas atau antioksidan bahan dalam mereduksi radikal bebas DPPH yang setara dengan kemampuan peredaman radikal bebas oleh asam askorbat atau vitamin C (Kusuma dkk., 2012). 40 384,52 ± 2,12 d 30 20 10 0 84,44 ± 0,25 b 5,11 ± 0,184 a 196,12 ± 3,76 c Air nheksan etil asetat metanol Ket. : nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menunjukan tidak berbeda nyata (Uji Duncan α=5%). *(Ratarata ± SD). Gambar 4.13. Nilai AEAC pada masingmasing ekstrak 42

Dari data di atas dapat dilihat bahwa ekstrak etilasetat memiliki nilai konversi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak yang lain. Ekstrak etil asetat memiliki nilai 384,52 ± 2,12 d mg AEAC/g. artinya adalah 1 gram ekstrak kering etil asetat setara dengan 384,52 mg vitamin C. sedangkan ekstrak metanol, ekstrak air dan ekstrak nheksan memiliki nilai konversi yang lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak etilasetat. Hasil analisis statistik dengan menggunakan anova satu jalur dilanjutkan dengan Uji Duncan pada taraf kepercayaan α=5% didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata aktivitas antioksidan dari masingmasing ekstrak. Aktivitas antioksidan terbesar diberikan oleh ekstrak etilasetat. Diduga bahwa tingginya aktivitas antioksidan pada ekstrak etilasetat dikarenakan senyawa fenolik yang terkandung di dalamnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji fitokimia bahwa pada ekstrak etil asetat positif mengandung senyawa flavonoid. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ekstrak etilasetat memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar di bandingkan dengan ekstrak yang lainnya. Salah satunya adalah ekstrak etilasetat pada rimpang jeringau memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak lainnnya. 4.7.2 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan IC 50 Pengujian aktivitas antioksidan dilanjutkan dengan menggunakan parameter IC 50. Nilai IC 50 merupakan bilangan yang menunjukan konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas radikal sebesar 50% (Molyneux, 2003). Nilai IC 50 dari berbagai fraksi dapat dilihat pada Gambar 4.14. 43

250 200 Nilai IC 50 150 100 212,1 50 117,4 108,6 118,32 0 Air Nheksan Etil asetat Metanol Fraksi Gambar 4.14. Nilai IC 50 pada masingmasing fraksi Dari data diatas dapat dilihat bahwa aktivitas antioksidan terbesar diberikan oleh ekstrak etilasetat yaitu sebesar 108,6 ppm. Nilai IC 50 yang lebih kecil memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar. Menurut Blois (2005) dalam Ukieyanna (2012) suatu senyawa memiliki antioksidan sangat kuat apabila nilai IC 50 kurang dari 50 ppm, kuat apabila nilai IC 50 antara 50100 ppm, sedang apabila nilai IC 50 berkisar 100150 ppm dan lemah apabila nilai IC 50 berkisar 150 250 ppm. Nilai IC 50 yang dimiliki oleh ekstrak etilasetat, ekstrak air, ekstrak metanol tergolong dalam aktivitas antioksidan sedang dan pada ekstrak nheksan tergolong lemah. 44