BAB I PENDAHULUAN. mengajar. Pokok dari proses pendidikan adalah siswa yang belajar. Adapun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perbaikan mutu pendidikan agar mencapai tujuan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. berlangsungnya proses pendidikan, mengembangkan kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam

2 siswa, diketahui kegiatan belajar mengajar fisika yang berlangsung dikelas hanya mencatat dan mengerjakan soal-soal, hal ini menyebabkan siswa kuran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Saat ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2 menguasai bidang ilmu lainnya. Abdurahman (2009:253) mengatakan bahwa ada lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan: (1) s

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

I. PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas guna membangun bangsa yang maju. Kesuksesan di bidang pendidikan merupkan awal bangsa yang maju.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan dan disukai siswa. Namun, pada kenyataannya bahwa belajar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. terapannya mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi memiliki peran penting dalam peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah, merupakan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut dalam menghafal rumus rumus fisika dan menyelesaiakan soal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi atau hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB I PENDAHULUAN. kaitannya dengan tuntutan untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Arus kemajuan zaman yang ditandai dengan semakin pesatnya ilmu

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam membentuk kualitas sumber daya manusia memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. pada rumpun ilmu dimana obyeknya merupakan benda-benda alam dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuliani Susilawati,2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dampak globalisasi saat ini sangat berpengaruh bagi perkembangan IPTEK dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Proses berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah aspek penting dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. baik agar dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Pendidikan bagi manusia adalah proses, menemukan, menjadi dan memperkembangkan diri sendiri dalam keseluruhan dimensi kepribadian. Dalam dunia pendidikan formal tidak lepas dari proses pendidikan yaitu proses belajar mengajar. Pokok dari proses pendidikan adalah siswa yang belajar. Adapun fungsi pendidikan adalah untuk membimbing anak kearah suatu tujuan yang bernilai tinggi yaitu agar anak tersebut bertambah pengetahuan dan ketrampilannya serta memiliki sikap yang benar (Tabrani, 1989:15). Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan yang diharapkan. Pendidikan pada dasarnya adalah proses pengembangan potensi peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran hendaknya dirancang untuk mengembangkan potensi tersebut. Mendorong siswa untuk mengungkapkan pengalaman, fikiran, perasaan, bereksplorasi dan berekspresi merupakan wujud upaya pengembangan potensi tersebut. Fisika sebagai suatu ilmu pengetahuan yang dinilai cukup memegang peranan penting, baik pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi berkualitas maupun terapannya dalam kehidupan sehari-hari, karena Fisika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis. Oleh sebab itu

2 dianggap penting agar Fisika dapat dikuasai sedini mungkin oleh para siswa. Berdasarkan perkembangannya, maka masalah yang dihadapi dalam pembelajaran fisika semakin lama semakin rumit dan membutuhkan struktur analisis yang lebih sempurna. Sehingga dalam pembelajaran sangat diperlukan kemampuan menganalisis dan cara berfikir yang kritis agar mampu menyelesaikan persoalanpersoalan fisika. Hal ini sesuai dengan fungsi dan tujuan pembelajaran IPA/ fisika di tingkat SMA/MA yang bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan (Depdiknas, 2006): Mata pelajaran Fisika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, fisika ditempatkan sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar siswa dapat menguasai konsep dan prinsip fisika serta kemampuan berpikir kritis. Seperti ditegaskan oleh BSNP (2007) yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, mekemandirian peserta didik untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, memiliki kecakapan ilmiah, dan keterampilan berpikir kritis.

3 Pembelajaran fisika diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk memahami fisika secara ilmiah. Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil pengalaman langsung dari suatu gejala alam,membahas fenomena yang terjadi pada masalah-masalah nyata yang ada di alam, sehingga pembelajaran fisika bukan hanya penguasaan berupa fakta, konsep dan prosnsip tetapi juga suatu proses penemuan sistematis yang harus ditempu siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Siswa didorong untuk menggunakan kemampuan berfikir kritisnya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hasil kelulusan peserta Ujian Nasional (UN) tahun 2011 di Sumatera Utara (Sumut) mengalami penurunan. sebanyak 242.587 siswa yang mengikuti ujian UN, siswa yang tidak lulus sebanyak 6.858 siswa. Khusus untuk kota medan jumlah sebanyak 2.155 siswa dinyatakan tidak lulus dari jumlah peserta UN 41.173 siswa. Menurut kepala pendidikan sumut Saiful Syafri, (2011) menurunnya tingkat kualitas kelulusan UN ini disebabkan menurunnya kualitas proses belajar mengajar serta persiapan menghadapi ujian dalam http://www.detiknews.com. Fenomena lain yang terjadi di kalangan pelajar saat ini adalah takut pada mata pelajaran fisika. Hal ini disebabkan materi penuh dengan rumus-rumus, tidak menyenangkan dan terkadang sulit diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah lagi guru fisika ynag mengajar menggunakan metode pembelajaran yang kurang menarik, sehingga minat siswa dalam belajar fisika berkurang karena tanpa diiringi kesadaran untuk menggali konsep lebih dalam yang sebenarnya

4 dapat menambah wawasan ataupun mengasah keterampilan berfikir dan menganalisis. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, siswa diharapkan dapat terlibat secaralangsung dalam memahami konsep dan prinsip fisika, sehingga siswa dapat mencapai kualifikasi kemampuan minimal yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Kualifikasi kemampuan minimal itu dinyatakan dengan kriteria ketuntasan yang ditetapkan berdasarkan tingkat kemampuan rata-rata siswa, kompleksitas kompeisi serta kemampuan sumber daya pendukung dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran berlangsung. Teori Piaget yang dikutip oleh Aiken (1988: 228) menyatakan bahwa seorang anak menjadi tahu dan memahami lingkungannya melalui jalan berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Menurut teori ini, siswa harus membangun pengetahuannya sendiri melalui observasi, eksperimen, diskusi, dan lain-lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi. Dengan proses asimilasi, siswa mencoba memahami lingkungannya menggunakan struktur kognitif atau pengetahuan yang sudah ada tanpa mengadakan perubahan-perubahan. Sedangkan melalui proses akomodasi, siswa mencoba memahami lingkungannya dengan terlebih dulu memodifikasi struktur kognitif yang sudah ada untuk membentuk struktur kognitif baru berdasarkan rangsangan yang diterimanya (Aiken, 1988: 228-229). Jelaslah bahwa proses konstruksi pengetahuan dalam diri seseorang melibatkan pengetahuan yang sudah dimiliki. Pendapat tersebut sejalan dengan

5 pengertian belajar menurut perspektif konstruktivisme yang mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dapat dimengertinya pengalaman oleh seseorang berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki. Seseorang berinteraksi dengan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya melalui penggunaan pancaindera yang tak mungkin terpisah dari pengetahuan yang sudah ada termasuk keyakinan-keyakinan dan kesan- kesan. Menurut Ausubel (1978: 40) belajar akan mempunyai makna bagi siswa apabila dapat terhubungnya ide-ide baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki untuk membentuk pengetahuan baru. Jadi, adanya pengetahuan yang relevan sangat diperlukan agar terjadi proses belajar bermakna. Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelaslah kiranya bahwa kemampuan seseorang untuk membangun pengetahuan dalam dirinya sangat dipengaruhi oleh antara lain faktor-faktor usia dan pengalaman. Berdasarkan teori Piaget tentang perkembangan kognitif, siswa diharapkan telah berada pada taraf berpikir formal yang berarti sudah mampu berpikir hipotetis, proporsional, reflektif, logis, sintesis, imajinatif, probabilistik, kombinasional, etis, dan verbal serta telah mampu memahami operasi- operasi yang bersifat abstrak. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Swasta Harapan Bangsa Tanjung Morawa menunjukkan bahwa nilai ulangan harian mata pelajaran fisika belum mencapai hasil yang maksimal. Dari 115 siswa yang mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal ) sebanyak 66 siswa (58%) dan 49 siswa (42%) belum mencapai KKM. Nilai KKM untuk fisika 68.Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2008) bahwa proses pembelajaran khususnya fisika

6 yang monoton dan kurang menarik, menjadi salah satu masalah yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Proses pembelajaran belum memacu kemampuan berpikir siswa dan pemahaman konsep fisika. Kendala lain yang ditemukan dalam proses pembelajaran fisika adalah kurangnya kreatifitas guru dalam merancang dan menerapkan model pembelajaran yang relevan. Hal itu menunjukkan, para pendidik atau guru turut memberikan kontribusi terhadap faktor yang menyebabkan kesan negatif siswa pada pembelajaran fisika. Kesalahan-kesalahan yang cenderung dilakukan para guru, khususnya guru fisika adalah sebagai berikut : (1) sering disajikan sebagai kumpulan konsep dan rumus yang harus dihafal oleh siswa, akibatnya ketika dilakukan evaluasi belajar, kumpulan, konsep dan rumus tersebut campur aduk tak beraturan di benak siswa, (2) dalam menyampaikan materi kurang memperhatikan proporsi materi dan sistematika penyampaian, serta kurang menekankan pada konsep dasar, sehingga terasa sulit untuk siswa, (3) kurangnya variasi dalam pengajaran serta jarangnya digunakan alat bantu yang dapat memperjelas gambaran siswa tentang materi yang dipelajari, (4) kecenderungan untuk mempersulit, bukannya mempermudah. Ini sering dilakukan agar siswa tidak memandang remeh pelajaran fisika serta pengajar atau guru fisika (Monica, 2009). Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya kemampuan berfikir kritis siswa, salah satunya adalah ketidaktepatan dan kurang bervariasi dalam penggunaan model yang digunakan dalam pembelajaran. Selain itu pembelajaran fisika belum bermakna, bersusun dan tidak menekankan pada pemahaman, sehingga pengertian

7 tentang konsep sangat lemah. Kenyataannya menunjukkan bahwa selama ini kebanyakan guru menggunakan model pembelajaran yang bersifat konvensional dan banyak didominasi oleh guru. Pola pembelajaran seperti itu harus diubah dengan cara menggiring peserta didik mengkonstruksi ilmunya sendiri dan menemukan konsep-konsep secara mandiri. Untukmengantisipasi masalah tersebut, pengajar dituntut mencari dan menemukan suatu carayang dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik. Pengertian ini mengandung makna bahwa pengajar diharapkan dapat mengembangkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan menemukan, mengambangkan, menyelidiki dan mengungkapkan ide peserta didik sendiri. Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang memusatkan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreativitas (Pepkin, 2004). Ketika dihadapkan dengan suatu pernyataan, peserta didik dapat melakukan keterampilanmemecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tantangannya.tidah hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah dengan memperluas proses berfikir. Model CPS merupakan respresentasi dimensidimensi proses yang alami, bukan suatu usaha yang dipaksakan. Pada dasarnya, jika guru melaksanakan proses belajar mengajar dengan menerapkan model pembelajaran yang berfokus pada aktivitas dan kreativitas siswa, maka siswa akan menjadi kritis dalam menerima informasi. Hasil penelitian Muneyoshi (2004) menemukan bahwa para guru merasakan dampak positif dari penggunaan Creative Problem Solving yaitu pada perubahan sikap dan

8 prilaku siswa ke arah pemecahan masalah, dalam hal ini guru tidakmemberikan komentar karena para siswa merasa menjadi lebih mampu memecahkan masalah sendiri. Sementara itu Lavonen, dkk (2004) dari hasil studi kasus yang dilakukan menunjukkan bahwa pendekatan Creative Problem Solving dapat digunakan secara efisiensi untuk meningkatkan pendidikan guru. Di sisi lain, siswa harus didorong untuk menciptakan banyak kemungkinan solusi terhadap masalah dan kemudian memilih solusi yang terbaik. Selanjutnya, siswa harus menerima pengenalan yang secara menyeluruh untuk pemecahan masalah secara kreatif (Williams & Williams, 1997). Selain itu penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan berfikir siswa, agar tujuan itu tercapai maka sangat baik apabila menerapkan model CPS. Pernyataan ini diperkuat oleh Hamalik (1994), ia mengemukakan bahwa penerapan model pembelajaran CPS dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan merangsang kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Model CPS merupakan pendekatan yang dinamis, siswa menjadi lebih terampil sebab siswa dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan berfikir kritis, sehingga siswa dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari proses maupun hasil belajarnya. Pernyataan ini diperkuat oleh sumarno (2009), ia mengemukakan bahwa model pembelajaran CPS menuntun siswa lebih kreative dalam memecahkan suatu permasalahan dengan menunjukan keterampilan berfikir kritis yang baik.

9 Hasil penelitian yang dilakukan Maraviglia and Kvashny (2006) menyimpulkan bahwa the Creative Problem Solving is the most significant and powerful framework for the enchancement of creative thingking. Creative Problem Solving merupakan framework yang sangat baik untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif. Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Isaken dan Treffinger (2004) bahwa Creative Problem Solving dianggap dapat digunakan sebagai sebuah metode yang terus dapat digunakan untuk pengambangan sikap kreatif. Berdasarkan permasalahn diatas, peneliti mencoba untuk menngunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) untuk melihat efeknya terhadap kemampuan pemahaman dan kemampuan berfikir kritis siswa. Model CPS ini sangat baik karena hal ini dapat membantu mengembangkan daya kreativitas dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa melalui investigasi yang mereka lakukan. CPS ini diharapkan bisa menghadirkan nuansa baru yang lebih menarik dan berkesan, sehingga pembelajaran bisa dirasakan lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Pembelajaran lansung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural deklaratif yaitu pengetahuan tentang sesuatu yang diajarkan selangkah demi selangkah. Hal inilah yang membangkitkan semangat penulis untuk melakukan penelitian tersebut,yaitu untuk memberikan angin segar dalam pembelajaran fisika umum. Dengan mengembangkan pembelajaran fisika umum yang sesuai dengan kebutuhan dan sunber daya yang ada serta berpandangan pada perkembangan teknologi dan tuntutan era globalisasi dan kurikulum, diantaranya penerapan model

10 CPS diharapkan mampu berdampak pada peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan berfikir kritis siswa. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalaah di atas, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi antara lain : 1. Kemampuan pemaham konsep fisika siswa yang masih rendah. 2. Kemampuan berfikir kritis siswa kurang terlatih, sehingga banyak masalah pembelajaran. 3. Siswa masih sulit menyampaikan gagasan/ide. 4. Metode yang digunakan guru kurang bervariasi. 5. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru belum sesuai dengan tujuan pembelajaran fisika. 1.3. Pembatasan Masalah Banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemampuan pemahaman dan berfikir kritis siswa dengan keterkaitan terhadap sikap dan aktivitas siswa melalui penerapan model pembelajaran CPS. Oleh karena itu, dalam penelitian ini perlu dilakukannya pembatasan masalah dengan mengingat keterbatasan dana, waktu dan kemampuan peneliti. Penelitian inidibatasi pada ruang lingkup lokasi penelitian, subjek penelitian,waktu penelitian dan variabel penelitian.dalam penelitian ini masalah dibatasi pada:

11 1. Kemampuan siswa dalam pemahaman konsep fisika 2. Kemampuan siswa dalam berfikir kritis 3. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dan Direct Instruction (DI) 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa melalui model pembelajaran CPS dan model pembelajaran DI? 2. Apakah ada perbedaan kemampuan berfikir kritis kelompok siswa antara yang memiliki tingkat pemahaman konsep tinggi dan pemahaman konsep rendah? 3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran CPS dan DI dengan tingkat kemampuan pemahaman konsep dalam mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa siswa? 1.5. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang keefektifan pembelajaran fisika sekolah dengan menambahkan kesadaran individu terhadap kemampuan berfikir kritis siswa melalui model pembelajaran CPS dan dalam pembelajaran fisika. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

12 1. Untuk menganalisis apakah ada kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran CPS dan model pembelajaran DI. 2. Untuk menganalisi apakah ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara yang memiliki tingkat pemahaman konsep tinggi dan pemahaman konsep rendah. 3. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran CPS dan DI dengan tingkat kemampuan pemahaman konsep dalam mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa siswa. 1.6 Manfaat Penelitian. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi sebagai sumbangan pemikiran dan bahan acuan bagi guru, pengelolah, pengambang lemabaga pendidikan dan penelitin selanjutnya akan menguji secara lebih mendalam tentang penerapan model CPS dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan berfikir kritis siswa pada pembelajaran. Secara praktis penelitian ini diharapkan : 1. Bahan pertimbangan bagi pengajar dalam memahami kemampuan pemahaman dan kemampuan berfikir kritis siswa pada pembelajaran fisika umum, sehingga dapat memilih model pembelajaran yang cocok. 2. Bahan masukan bagi pengajar dalam memilih dan menggunakan model serta media pembelajaran secara optimal pada kegiatan belajar mengajar fisika umum.

13 3. Rujukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian ini bagi peneliti yang tertarik dengan penelitian sejenis. 4. Peningkatan kompetensi penelitian dalam melakukan kegiatan penelitian serta aplikasi dalam proses pembelajaran di kelas. 1.7 Defenisi Operational. Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep dan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) merupakan model pembelajaran yang memusatkan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. 2. Model pembelajaran Direct Instruction (DI) adalah model pembelajaran yang mengutmakan pendekatan dedukatif dengan mentranformasikansecara langsung pembelajaran, berorientasi pada tujuan tertentu dengan lingkungan yang terstruktur dan pengajar lebih mendominasi kegiatan pembelajaran. 3. Kemampuan pemahaman dalam penelitian ini mangacu pada, yang meliputi pemahaman interprestasi, translasi, dan ekstrapolasi. 4. Kemampuan berfikir kritis dalam penelitian ini mgacu pada (Hassoubah, 2007), yang meliputi kemampuan siswa dalam menguji, menentukan jawaban rasional, dan mengevaluasi aspek-aspek yang fokus pada masalah.