BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN ISLAMISME DI PERGURUAN TINGGI (Studi Kasus Transmisi Gerakan Islam di Universitas Negeri Surabaya)

BAB VI PENUTUP. 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut:

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

I. PENDAHULUAN. dan ingin meraih kekuasaan yang ada. Pertama penulis terlebih dahulu akan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal. yang dapat disimpulkan di antaranya adalah :

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

BAB I PENDAHULUAN. dari yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Sebagai negara yang

Menangani Garis Keras : Strategi dan Metode Penanganan Kelompok dan Faham Radikal

PRANATA KEISLAMAN Oleh Nurcholish Madjid

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

BAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski

Menguatkan Nasionalisme Baru Generasi Muda yang Berkarakter (dalam Upaya Mengembangkan Model Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Kampus)

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012)

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. Asumsi umum yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

BAB V PENUTUP. di Yogyakarta dan mengapa demikian?. Permasalahan kedua adalah: Bagaimana strategi pemberitaan dimanfaatkan untuk membangun perspektif

BAB V. Penutup. Transformasi institusi yang terjadi di Papua merupakan konsekuensi dari

LRC. Oleh : Harun Azwari (Peneliti LRC) Latar Belakang

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi

PARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA. Dr. H. Kadri, M.Si

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

Kesimpulan dan Rekomendasi

BAB I PENDAHULUAN. faktor penggerak gerakan sosial. Sebagai suatu bentuk tindakan kolektif yang

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam bab- bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan,

PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGATASI GERAKAN RADIKALISME. Oleh: Didik Siswanto, M.Pd 1

TEORI POLITIK DAN IDEOLOGI DEMOKRASI

BAB I PENDAHULUAN. perlu mendapat perhatian yang serius dalam pengembangan dewasa ini. Perlu

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA

BAB III. A. Mahkamah Partai Politik Menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2011

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai dinamika Partai

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. (Hizbut Tahrir) menjadi sebuah fenomena di tengah-tengah masyarakat. Taqiyyudin An Nabhani, seorang ulama asal palestina.

BAB V PENUTUP. 1. Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas XI, cetakan ke-1. yang memuat pendapat Muhammad bin Abd wahab.

[102] Ormas Dalam Bahaya Friday, 19 April :43

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB VI PENUTUP. Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia selalu saja menarik untuk diwacanakan, dikaji, diteliti, bahkan

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI

Sikap Media Terhadap Isu Kenaikan Harga BBM Bersubsidi. (Analisis Framing Pemberitaan Koran Tempo dan Harian Sindo) ABSTRAK

: DR. H. Happy Bone Zulkarnaen, MS.

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di masyarakat Indonesia terdapat kelompok-kelompok

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun kedatangan Islam di Indonesia telah dimulai pada abad 7 Masehi, namun

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang berbeda-beda. Saat ini sistem pendidikan di Indonesia mengarahkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan ribuan pulau dan

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH

BAB V KESIMPULAN. Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

LEGAL OPINI: PROBLEM HUKUM DALAM SK NO: 188/94/KPTS/013/2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI JAWA TIMUR

RESUME. Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia. yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik.

Mari Menyebut Islam dengan Islam Saja

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari hari, kita mengenal berbagai jenis organisasi

BAB V PENUTUP. Mubarak. Berdasarkan dengan pandangan bahwa dalam setiap wilayah ditingkat

IDEOLOGI GERAKAN ISLAM KONTEMPORER. Fundamentalisme, Islamisme, Salafisme, dan Jihadisme

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB VI PENUTUP Kesimpulan 1. Implementasi Kebijakan Penjaminan Mutu Pada Perguruan Tinggi

B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA

Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin. Topik Makalah/Tulisan RUH 4 PILAR KEBANGSAAN DIBENTUK OLEH AKAR BUDAYA BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

Kekerasan Sipil dan Kekuasaan Negara

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. doktrin-doktrin Islam. Sedangkan menurut situs resmi MUI, Majelis Ulama

: Prof. Said Zainal Abidin, Ph.D., MPIA

Memahami Radikalisme Islam. Noorhaidi Hasan

PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB 4 PENUTUP. yang terus berkembang hingga saat ini. Sejak kemunculan pertamanya di India

More-Than-Human Sociology: Pentingnya Peran Materi dalam Kehidupan Sosial

Islam dan Demokrasi. Disusun oleh : AL-RHAZALI MITRA ANUGRAH F FEBRIAN DELI NOVELIAWATI C.

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan paparan yang digambarkan dalam pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Proses pengukuhan PAI sebagai bagian dari mata kuliah yang harus diajarkan di lembaga pendidikan tinggi, terutama Perguruan Tinggi Umum Negeri (PTUN) cukup berliku. Pada awalnya, PAI di PTUN bukan lah menjadi mata kuliah yang mendapatkan perhatian utama yang ditunjukkan oleh minimnya bobot atau alokasi waktu yang ada. Menguatnya Islamisme di PTUN dengan varian yang cukup kompleks berdampak pada munculnya kesadaran tentang arti penting PAI di lembaga pendidikan tinggi, sehingga statusnya menjadi mata kuliah wajib dan mendapatkan prioritas penting. Pembahasan sebelumnya juga menunjukkan, setidaksetidaknya, varian-varian Islam yang berkembang di tanah air, termasuk di lingkungan PTUN meliputi; Tarbiyah-Ikhwanul Muslimin (Tarbiyah-IM) yang kemudian bermetamorfosis menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Negara Islam Indonesia (NII), Salafi- Wahhabisme, Jama ah Islamiyah (JI), Jama ah Tabligh (JT), Front Pembela Islam (FPI), dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). 2. PAI di UNESA yang merupakan salah satu PTUN di Surabaya juga memperlihatkan fenomena yang sama. Pada awalnya, PAI merupakan mata kuliah yang kurang diperhitungkan di kampus tersebut. Seiring dengan semakin kuatnya kesadaran elit birokrasi kampus terhadap arti

penting Islam, maka PAI menjadi bagian mata kuliah yang bukan saja wajib, melainkan juga sangat penting kedudukannya. Seperti halnya di PTUN-PTUN lainnya, Islamisme juga tumbuh dan berkembang di kampus UNESA. Hanya saja, varian-varian Islamisme tidak memiliki kompleksitas sebagaimana yang ditemukan di kampus-kampus lain. Hasil penelusuran menunjukkan, varian Islamisme yang tumbuh dan berkembang sampai saat ini meliputi Forum Mahasiswa Unesa (FORMUSA), Forum Ukhwah Mahasiswa Islam (FUMI), dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Perkembangan varian-varian Islamisme ini berkelindan dengan upaya serius birokrasi kampus untuk menempatkan PAI sebagai pilar penting penanaman moderatisme Islam yang dapat menghentikan atau setidak-tidaknya menghambat perkembangan Islamisme di lingkungan kampus, teruma di kalangan mahasiswa. 3. Kehadiran PAI sebagai pilar moderatisme Islam di kampus UNESA ternyata tidak serta merta berhasil secara gemilang menggerus eksistensi dan keberlanjutan Islamisme di UNESA. Sebaliknya, Islamisme dengan berbagai variannya masih tetap berkembang dan mentransformasikan ideologi dan gerakannya, terutama dikalangan mahasiswa. Masih bertahannya Islamisme di UNESA didukung oleh banyak faktor, seperti kuatnya kohesi sosial (group inclusiveness) yang ditandai oleh kuatnya komponen relasional dan komponen ideasional diinternal organisasiorganisasi Islamisme. Pada saat yang sama, mereka juga dapat bertahan dengan melakukan kontestasi dengan PAI maupun kebijakan birokrasi 229

kampus. Kontestasi menjadi satu kebutuhan untuk mempertahankan Islamisme dari gempuran PAI dan kebijakan birokrasi yang mewakili arus kuat moderatisme Islam. B. Implikasi Teoritik Persandingan atau persinggungan antara Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Islamisme di UNESA memberi petunjuk penting bahwa, kerangka teoritik Durkheim tentang fakta sosial dan perilaku sosial tidak memadai lagi digunakan sebagai perspektif teoritik. Hal ini berarti, hasil penelitian ini semakin mengukuhkan kritik Weber maupun para teoritisi sosiologi lain yang memiliki pandangan kritis yang sama terhadap Durkheim. Salah satu kritik yang dapat diajukan adalah, kegagalan teori kesadaran kolektif (conscience collective) individu-individu yang berada dalam struktur sosial yang sama. Kesadaran kolektif masing-masing individu ini lah yang mengantarkan mereka menerima fakta sosial sebagai bagian terpenting membentuk konsensus normatif dalam perilaku sosial. Kegagalan teori kesadaran kolektif ini akan menjadi nyata, jika dikaitkan dengan bagan berikut: 230

Bagan 1 Kerangka Teorik Yang Dihasilkan Fakta Sosial Pendidikan Agama Islam Kebijakan Birokrasi Kampus Moderatisme Islam Vis a Vis ``` Perilaku Sosial Menguatnya Relasional Kohesif Bertahannya Identitas Kolektif Penggunaan Politik Perseteruan Tindakan Sosial Resistensi Kesadaran kolektif, jika dikaitkan dengan bagan diatas, menjadi bagian dari perilaku sosial masing-masing individu dalam satu struktur sosial yang sama. Sebagaimana dikutip Campbell, bagi Durkheim, kesadaran kolektif merepresentasikan keseluruhan gagasan yang dimiliki bersama oleh para individu dalam satu struktur sosial yang sama, dan yang menjadi tujuan dan maksud-maksud kolektif. Gagasan tersebut akan tetap menjadi kesadaran kolektif, selama dipercayai secara umum dan dianut secara normatif. Pada tahap selanjutnya, ketika keseluruhan kepercayaan normatif memiliki implikasi-implikasi bagi hubungan-hubungan sosial masing-masing individu, 231

maka akan membentuk sistem tertentu dengan fungsi mengatur kehidupan dalam masyarakat dan karenanya menetapkan kesatuannya. Fungsi sistem diterima begitu saja oleh masing-masing individu dan menjadi bagian dari hidup sadar para individu itu yang mereka miliki bersama berkenaan dengan kehidupan bersama mereka. Oleh karena, tidak mengherankan, jika Durkheim menegaskan bahwa, kesadaran kolektif lebih merupakan sebuah konsensus normatif yang mencakup kepercayaan-kepercayaan keagamaan atau kepercayaan-kepercayaan lain yang menyokongnya. 1 Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana proses yang melatarinya sehingga individu-individu yang memiliki gagasan, tujuan dan maksudmaksud yang berbeda-beda dapat menerima konsensus gagasan, tujuan dan maksud bersama? Sementara pada saat yang sama, meskipun makin banyak kesempatan bagi individu-individu untuk mengartikulasikan otonomi gagasan, tujuan dan maksud mereka, tetap saja tidak membuat individu terpisah dari kesadaran kolektifnya. Jika pada akhirnya kesadaran kolektif hilang akibat semakin meluasnya individu, tetap saja ada harapan kembalinya kesadaran kolektif. Tetap bertahan atau masih ada harapan kembalinya kesadaran kolektif bagi Durkheim, karena adanya pengaruh yang terus menerus dari peraturan moral bersama yang dimiliki masyarakat keseluruhan. 2 Peraturan moral tidak berasal dari individu, melainkan dari luar individu-individu, 1 Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial, Sketsa, Penilaian, Perbandingan (Yogjakarta: Penerbit Kanisius, 1994), 179-180. 2 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik Modern terj. Robert M.Z. Lawang (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), 185. 232

eksternal dan koersif atau lebih tegasnya fakta sosial. 3 Jadi jelas lah bahwa, kesadaran kolektif sangat dipengaruhi dan dibentuk oleh peraturan moral yang bersifat eksternal atau lebih tepatnya fakta sosial. Jika dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan, maka mestinya menghasilkan skema teoritik sebagai berikut: Bagan 2 Kerangka Teorik Berdasarkan Perspektif Durkheim Fakta Sosial Pendidikan Agama Islam Kebijakan Birokrasi Kampus Moderatisme Islam Konsensus Perilaku Sosial Islam Bukan Ideologi NKRI Toleransi Anti Kekerasan dan Radikal Namun, dalam bagan sebelumnya (Bagan 1) justru memperlihatkan fenomena yang sebalinya dari apa yang diteoritisasikan oleh Durkehim diatas 3 Bandingkan dengan pernyataan Durkheim yang menegaskan, peraturan-peraturan mengenahi moralitas bersifat mengharuskan seperti yang lain-lainnya. Dapat dikatakan, peraturan-peraturan itu memaksa individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan (bersama) yang bukan persis dari dirinya sendiri untuk memungkinkan mengenahi persetujuan-persetujuan yang lebih besar dari kepentingannya sendiri. Johnson, Teori Sosiologi Klasik, 186. 233

(Bagan 2). Peraturan-peraturan moral bersama yang dibentuk, disyahkan dan diberlakukan melalui Pendidikan Agama Islam (PAI), didukung oleh kebijakan birokrasi kampus dan berbasiskan pada moratisme Islam tidak berimplikasi pada munculnya kesadaran kolektif di kalangan Islamisme tentang Islam bukan sebagai ideologi Negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk Negara yang final, toleran, dan anti kekerasan serta menolak radikalisme Islam. Sebaliknya, Islamisme dengan berbagai variannya di UNESA justru membangun dan mempertahankan gagasan bersama tentang group inclusiveness. Dengan bahasa lain, Islamisme di kampus justru melawan gagasan bersama yang dibentuk dan dipaksakan oleh fakta sosial melalui pengukuhan dua komponen dalam perilaku sosial mereka, yaitu relasional kohesif dan komponen identitas kolektif. Bagi mereka, fakta sosial dipahami sebagai ancaman yang berpotensi dapat menggerus eksistensi dan keberlanjutan ideologi, teologi, dan gerakan Islamisme yang dibangun. Ditengah ancaman tersebut, bagi mereka, menjaga keutuhan dan kesatuan kelompok merupakan tujuan terpenting yang harus diperjuangkan. Ketercapaian keutuhan dan kesatuan kelompok sangat ditentukan, salah satunya, oleh adanya peranan bersama diinternal varian-varian Islamist dan bukan oleh peranan individu atau elit tertentu. Atas dasar itu, Islamisme sangat menjaga relasional kohesif antar individu-individu yang menjadi bagian didalamnya. Pada saat yang sama, mereka secara kontinyu dan konsisten membangun perspektif oposisi biner antara Islamisme dengan PAI, kebijakan 234

birokrasi kampus, dan moderatisme Islam. Dengan perspektif oposisional itu, maka gagasan-gagasan tentang Islam, bentuk Negara, toleransi, dan seterusnya adalah kontra produktif dengan gagasan yang direproduksi oleh PAI, kebijakan birokrasi kampus dan moderatisme Islam tentang Islam bukan sekedar ideologi, melainkan melainkan melampaui ideologi itu sendiri. Demikian pula gagasan tentang NKRI, toleransi, anti kekerasan dan radikalisme Islam. Selain itu, langgam (reporteir contention) atau politik perseteruan (contentinous politic) juga menjadi bagian tak terpisahkan dan perlawanan dengan melakukan resistensi terhadap fakta-fakta sosial yang ada. Sebagai fakta sosial, PAI, Kebijakan Birokrasi Kampus, dan Moderatisme Islam dengan struktur nilai yang dibawa masing-masing dan dihadirkan untuk membentuk perilaku sosial di kampus UNESA justru direspon sebaliknya. Dengan strategi dan taktik yang berbeda, varian-varian Islam secara kontinyu melakukan tindakan sosial penentangan dan resistensi terhadap kehadiran fakta sosial tersebut. Dengan tindakan sosial yang dibangunnya itu, mereka tetap dapat mempertahankan eksistensi dan keberlanjutan organisasi, gerakan, dan aksi-aksinya di UNESA hingga saat ini. Tindakan sosial yang didalamnya merepresentasikan kesadaran kolektif tentang gagasan-gagasan, tujuan-tujuan, dan maksud-maksud yang justru berseberangan dengan apa yang dikehendaki oleh fakta sosial tersebut. 235

C. Rekomendasi Dengan mempertimbangkan keseluruhan hasil paparan sebelumnya, menjadi kebutuhan mendasar bagi pemerhati sejarah PAI dan Islamisme di PTU di pada masa mendatang. Secara garis besar, kebutuhan mendasar dimaksud dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pertama, diperlukan penelusuran lebih mendalam tentang Islamisme di UNESA yang memiliki kecenderungan sangat tertutup. Peneliti pada dasarnya mendapatkan informasi sayup-sayup tentang gerakan Negara Islam Indonesia (NII) di UNESA, salah satunya. Namun, karena ketertutupan gerakannya, menyebabkan usaha-usaha yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan data tidak berhasil. Kebutuhan penelusuran tentang kemungkinan-kemungkinan berkembangnya NII mutlak dilakukan. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan gambaran utuh, varianvarian Islam yang tumbuh dan berkembang di UNESA. Dengan menemukan varian Islamisme lain, selain FUMI, FORMUSA, dan HTI, maka diharapkan potret relasional yang sebenarnya antara PAI dan Islamisme di kampus UNESA dapat dihasilkan. Kedua, nyaris belum ada penelusuran atau penelitian dengan fokus untuk membandingkan dinamika PAI dan Islamisme antar kampus PTUN. Adalah fakta bahwa, tumbuh dan berkembangnya Islamisme tidak hanya terjadi di UNESA, melainkan juga di kampus-kampus umum Negeri ternama di tanah air, termasuk di Surabaya, Malang, dan Jember. Dengan membandingkan dinamika PAI dan Islamisme di PTUN-PTUN, maka penelitian akan menghasilkan potret yang lebih 236

nyata kontribusi PAI sebagai garda depan transformasi nilai-nilai moderatisme Islam di kalangan mahasiswa. E. Penutup Keseluruhan tulisan ini merupakan hasil penelitian mendalam tentang Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Islamisme dengan berbagai variannya di UNESA. Peneliti sudah mencurahkan segala daya dan upaya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sungguh pun demikian, peneliti sangat menyadari tentu hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran demi tercapainya hasil yang lebih maksimal lagi sehingga dapat berkonstribusi bagi pengembangan wawasan peneliti sangat peneliti harapkan. Dan sebagai kata akhir, seluruh muatan, materi atau narasi hasil penelitian, secara keseluruhan sepenuhnya menjadi tanggung jawab peneliti. 237