BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan gaya hidup. Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA HIDUP CLUBBING DENGAN RELIGIUSITAS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 5 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO

BAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. gemerlap. Dimana dugem yang diadopsi dari dunia barat ini telah menjadi istiah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin maju terlihat dari gedung-gedung yang menjulang tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/ jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang dengan orang lain, yang berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai media massa baik media cetak maupun media elektronik telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai calon-calon intelektual yang bersemangat, penuh dedikasi, enerjik, kritis,

BAB I PENDAHULUAN. Dunia malam. Dua patah kata ini rasanya semakin sering beredar di telinga kita,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengakses informasi melalui media cetak, TV, internet, gadget dan lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup.

1.1 Latar Belakang Masalah

TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL

I. PENDAHULUAN. dapat mengatur kehidupan dunia dengan memanfaatkan teknologi sebagai. sarana meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

DUGEM SEBAGAI GAYA HIDUP HEDONIS

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi di bidang komunikasi semakin maju pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

I. PENDAHULUAN. aspek. Banyak masyarakat dari daerah-daerah tertarik dan terinspirasi untuk masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Gaya hidup menurut Kotler (2002) adalah pola hidup seseorang di dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

Manusia itu tida.k dilahirkan dengan suatu sikap pandangan ataupun sikap

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian Jejaring Informasi Garage Sale di Kalangan Kaum

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selaras dengan tuntutan dunia, hal-hal baru pun bermunculan dengan siap

Globalisasi, Kemajuan atau Kemunduran Zaman??

BAB I PENDAHULUAN. Gaya hidup sebagai ciri modernisai yang populer pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi, gaya hidup dan pola pikir masyarakat berkembang yang. konsumen yang berhasil menarik konsumen.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pasar, produsen semakin lebih kreatif terhadap jasa dan produk yang ditawarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk individu mengarah kepada karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini,

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Fashion bukan hanya tentang pakaian namun mencakup peran dan makna pakaian

BAB I PENDAHULUAN. daerah terkaya jika di bandingkan dengan negeri-negeri muslim lainya.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Cross dan Cross

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya serta merta berhubungan dengan seks dan hura-hura saja, namun. sebuah kesenangan juga berhubungan dapat dengan materi.

Nuke Farida ÿ. UG Jurnal Vol. 7 No. 09 Tahun Kata Kunci: Semiotika Pierce, Iklan, Hedonisme

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

BAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. harapkan. Bangsa Indonesia mengharapkan kehidupan yang lebih baik dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini perkembangan bisnis pakaian fashion telah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BABI PENDAHULUAN. Berbagai ulasan di media massa menceritakan kisah hidup seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gaya hidup perkotaan sekarang ini semakin terlihat marak dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

1. PENDAHULUAN. Di era globalisasi yang semakin maju ini teknologi serba modern dan canggih, banyak hal telah

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Internet dan media sosial sangat membantu suatu produk menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta. Sebagai ibukota dari provinsi Jawa Timur, kota Surabaya juga

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. hingga tersier. Feist, Jess (2010) mengatakan bahwa salah satu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ke suatu negara untuk mengekspansi pasarnya. Di Indonesia, sudah terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Democritus ( ), ia memandang bahwa kesenangan sebagai tujuan pokok

BAB I PEMBUKAAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan globalisasi memberi pengaruh pada masyarakat Indonesia, salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang pesat

BAB I. Dengan adanya kemajuan dan perubahan tersebut secara tidak langsung. menuntut kita untuk dapat mengimbanginya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. yang berimpitan, lokasi penduduk padat, dan sarana-prasarana memadai serta

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. elektronik, seperti televisi, internet dan alat-alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. eksitensinya dalam usaha, keunggulan bersaing nantinya menjadi kekuatan. mempunyai brand image yang kuat dibenak konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, maka dengan sendirinya akan menimbulkan adanya perubahan di segala bidang seperti mode, informasi dan gaya hidup. Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, serta semakin menjamurnya perangkat media massa khususnya televisi, yang pada akhirnya akan mengubah gaya hidup serta bergesernya nilai dan norma yang dianut oleh sebagian masyarakat. Gaya hidup tersebut sengaja ditawarkan oleh pihak-pihak produsen, sebagai salah satu strategi pemasaran. Semua produk tersebut sengaja ditawarkan kepada calon konsumen melalui berbagai iklan yang dimuat di berbagai media. Ada semacam tren baru, yaitu semakin banyaknya tayangan, khususnya di media televisi seperti sinetron atau berbagai film yang mempunyai orientasi kepada gaya hidup yang lebih mengutamakan kesenangan pribadi. Hal tersebut dapat dilihat dari gaya pemain atau aksesori pendukung yang dipakai. Biasanya setiap pemain digambarkan sebagai orang yang sukses, mempunyai banyak uang, berpakaian yang mahal, mempunyai handphone keluaran terbaru, serta teman-teman yang berpenampilan serupa. Hal ini menyebabkan adopsi nilai-nilai diinternalisasi oleh generasi muda, sehingga yang tampak dalam kehidupan sehari-hari adalah banyaknya nilai-nilai baru yang mewarnai gaya hidup anak-anak muda tersebut. Mereka yang tinggal di

2 kota-kota besar akan lebih berorientasi pada nilai-nilai yang sifatnya kebendaan. Hal ini berarti adanya pergeseran orientasi kegiatan minat dan opini kearah yang lebih mementingkan penampilan fisik, hedonis, maupun glamour dengan harapan akan menimbulkan kesan modern. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa tidak semua yang berbau globalisasi pasti modern sedangkan masyarakat lainnya menganggap bahwa globalisasi adalah modern, sehingga hal ini menimbulkan sebuah pertentangan. Sebagai konsekuensinya, hal ini membuat masyarakat terkelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok yang mendukung kelompok tersebut dan yang kurang mendukung kelompok tersebut. Terbentuknya suatu kelompok berasal dari adanya kesamaan minat, visi, dan persepsi. Jadi, untuk kelompok yang mendukung pendapat bahwa globalisasi mengandung hal-hal yang modern, mengandung prestise serta selalu mengutamakan kesenangan, akan berusaha untuk melakukan hal yang sama dengan kelompoknya supaya tidak dianggap kuno dan ketinggalan zaman oleh anggota yang lain (Nugroho,2002). Baudrillad (dalam Ibrahim, 1997) mengatakan bahwa adalah status sebagai logika konsumen, ternyata merupakan hal yang lebih masuk akal daripada alasan fungsional. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa usaha untuk memiliki bukan berdasar pada kebutuhan fungsional, akan tetapi kebutuhan hedonis. Sementara itu, Susianto (1993) menyatakan bahwa gaya hidup yang cenderung untuk mencari kesenangan disebut gaya hidup hedonis. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan dan pemakaian terhadap produk fashion bermerek, baik itu pakaian, tas, sepatu, atau jam tangan. Remaja menganggap penampilan diri

3 memegang peranan penting dalam penerimaan sosial, terutama dari lawan jenis (Wilujeng, 1992). Kelompok pendukung hedonis, biasanya akan melakukan kegiatan bersama-sama, dengan dalih untuk menjaga hubungan, kemudian nongkrong di kafe yang tersebar di berbagai mall, dan tempat hiburan di berbagai sudut kota. Selain itu, mereka juga banyak yang terlibat dalam jenis kehidupan malam di berbagai kota besar. Masyarakat yang biasanya menjadi bagian dari kelompok ini adalah para eksekutif muda dari berbagai perusahaan, hampir seluruhnya adalah bujangan, sehingga dalam membelanjakan uangnya, mereka tidak tanggungtanggung, bahkan terkadang sampai jutaan rupiah dibelanjakan hanya dalam waktu semalam saja (Emka, 2002). Salah satu fenomena paling besar yang merupakan bagian dari gaya hidup hedonis dikalangan anak muda perkotaan adalah gaya hidup dugem alias dunia gemerlap. Clubbing alias dugem yang diadopsi dari dunia barat ini telah menjadi istilah yang sangat familiar dan populer dikalangan masyarakat perkotaan. Produk kultur ini sudah sangat populer di Jakarta yang merupakan ibukota negara dan menjadi pusat perdagangan, pusat bisnis dan kota terbesar di Indonesia. Tempat dugem mulai dari diskotik, kafe, lounge, sampai ke pub, bar dan sebagainya tersebar di seluruh penjuru kota. Begitu juga yang terjadi dengan kota Solo yang terkenal dengan predikatnya sebagai kota budaya. Kira-kira lima tahun belakangan ini kota Solo mulai gencar dimasuki produk budaya bernama dugem. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tempat dugem berdiri di kota ini.

4 Ironisnya peradaban dugem ini mendapat banyak dukungan dari elemenelemen kebudayaan massal yang mudah diakses oleh setiap masyarakat. Saat ini dugem yang sudah sangat identik dengan kehidupan masyarakat metropolitan ini, tidak hanya menjadi bagian dari gaya hidup, tapi juga menjadi sarana bersosialisasi, bahkan lobi bisnis. Menurut Perdana (2004), dugem adalah suatu dunia malam yang bernuansa kebebasan, ekspresif, modern, teknologis, hedonis, konsumeristik, dan metropolis yang menjanjikan segala bentuk kegembiraan sesaat. Menurut Bagaskoro (2006), dugem merupakan kegiatan untuk datang dan menikmati suasana, suguhan hiburan, makanan dan minuman ditempat-tempat hiburan malam, seperti diskotik, kafe, lounge, pub, dan bar telah membudaya di banyak tempat di banyak negara. Konsumennyapun beragam, mulai dari eksekutif muda, pengusaha-pengusaha sukses, hingga ibu rumah tangga dan pelajar serta mahasiswa. Dari sebutannya saja sudah dapat diduga bahwa apa yang dilakukan kaum dugem itu niscaya tidak akan jauh dari diskotik, clubbing, shopping, tripping, pacaran bebas, nge-drug, sakau, dan hura-hura. Mereka tidak sadar bahwa hura-hura tidak hanya bertentangan dengan ajaran Islam yang menuntun individu untuk tidak berbuat mubazir (wa la tu baddiru tabdira), tapi sekaligus menjerembabkan diri mereka sendiri kedalam gelap kehancuran jati diri sebagai anak muda yang kelak akan menjadi pengganti para pemimpin umat manusia, karena telah menyia-nyiakan waktu, kesempatan, dan potensi jiwa mudanya. Dalam dunia dugem, mereka bisa berjingkrak-jingkrak sebebasnya, meneguk

5 alkohol dan narkoba, cekikikan sampai pagi, lalu pulang dalam keadaan teler dan capai (Perdana, 2004). Melalui dugem, anak muda (khususnya) merasa menemukan jati diri mereka yang identik dengan ekspresi emosionalisme khas gejolak anak muda. Selain itu melalui dugem mereka dapat menemukan komunitas bergaulnya. Kehadiran produk-produk budaya baru ini seringkali menimbulkan konflik dan perbenturan dengan budaya yang ada sebelumnya. Begitu pula dengan produk budaya barat yang bernama dugem ini menimbulkan prokontra serta polemik yang begitu marak diperbincangan dalam masyarakat. Baik itu yang mendukung budaya tersebut dan yang menolak masuknya budaya tersebut, sehingga masyarakat terkelompok menjadi dua. Berbagai alasan dikemukakan oleh kedua kelompok tersebut, untuk mendukung pendapat mereka. Kelompok yang menolak masuknya budaya tersebut berasumsi bahwa budaya dugem yang diadopsi dari budaya barat ini dapat merusak generasi penerus bangsa, yang membuat generasi mudanya menjadi malas dan selalu berhura-hura dan mementingkan kesenangan hidup. Kelompok yang mendukung budaya tersebut merupakan orang-orang yang terlibat dalam dugem itu sendiri, dan menurut mereka dugem merupakan sebagian dari gaya hidup mereka yang sekedar untuk mencari kesenangan hidup alias hedonisme atau sekedar just having fun untuk menghilangkan kepenatan dari hiruk-pikuknya kota (Bagaskoro,2006). Singkatnya, dugem adalah just having fun, sekedar hura-hura dan membutuhkan uang yang tidak sedikit. Hal ini menunjukan adanya pergeseran nilai-nilai dan gaya hidup yang terjadi di masyarakat.

6 Berdasarkan uraian di atas, maka timbul pertanyaan pada penulis, bagaimana sebenarnya dugem dan gaya hidup hedonis yang terjadi didalam masyarakat terutama pada generasi muda di kota Solo. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul Dugem Sebagai Gaya Hidup Hedonis. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap tentang fenomena dugem dan kecenderungan gaya hidup hedonis yang terjadi di masyarakat, terutama pada generasi muda. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Manfaat teoritis adalah bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk memperkaya khasanah ilmu psikologi khususnya psikologi sosial karena hasil penelitian ini memberikan penjelasan konsep tentang dugem dan gaya hidup hedonis yang terjadi di masyarakat kita, terutama yang terjadi pada generasi mudanya. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah : a. Bagi subjek (para pelaku dugem), untuk dapat lebih membentengi diri dari kecanduan melakukan dugem dan mengisi waktu luang dengan hal-hal positif dan berguna.

7 b. Bagi orang tua, untuk lebih melakukan pengawasan yang ketat pada remaja sehingga dapat meminimalisasi kecenderungan bergaya hidup hedonis dan kebiasaan dugem yang marak dilakukan oleh kaula muda. c. Bagi masyarakat, juga dapat melakukan pengawasan dan mengontrol kemungkinan adanya perilaku dugem dan bergaya hidup hedonis di lingkungan masyarakat.