BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia yakni sektor pertanian. Sektor pertanian. merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia karena

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : Dr. Ir. Made L Nurdjana Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan

I. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

BAB I PENDAHULUAN. buatan. Diperairan tersebut hidup bermacam-macam jenis ikan. Hal ini merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia hal ini bisa dilihat dari besarnya

BAB I PENDAHULUAN. tujuan strategis dari Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. tulang punggung dunia dalam memasok pangan dunia terutama dari sektor

I. PENDAHULUAN. beraneka jenis ikan hidup di perairan tersebut. Hal ini menjadi potensi alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

I. PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

I. II. III. IV. V. I. PENDAHULUAN. yang diketahui memiliki potensi besar yang dapat terus dikembangkan dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tabel IV.C.1.1 Rincian Program dan Realisasi Anggaran Urusan Perikanan Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA IKAN PADA KELOMPOK IKAN DI DESA JATISARI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

rovinsi alam ngka 2011

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menyimpan sumber daya alam yang tinggi, yang dapat dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan Perikanan, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang

KUNJUNGAN KOORDINATOR WILAYAH REGIONAL SUMATERA KE KELOMPOK CALON PENERIMA ALOKASI DENFARM DARI DITJEN PERIKANAN BUDIDAYA

I. PENDAHULUAN. bahkan semakin meningkat perannya dalam perolehan devisa negara. Sub sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERIKANAN BUDIDAYA (AKUAKULTUR) Riza Rahman Hakim, S.Pi

Ekonomi Pertanian di Indonesia

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

PELUANG USAHA PEMBESARAN IKAN GURAMEH

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, maka secara

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN Jalan Patriot No. 14, (0262) Garut

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung

BAB I PENDAHULUAN. sistem desentralisasi bertujuan untuk meningkatkan kemandirian daerah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen perikanan akuakultur di dunia. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki areal budidaya perikanan air tawar yang luas di Indonesia. Budidaya perikanan sendiri merupakan usaha yang telah lama dikenal di Jawa Barat, baik budidaya yang sifatnya subsisten maupun yang bersifat komersial. Budidaya perikanan air tawar telah lama dikenal di Jawa Barat, meskipun perkembangannya belum menggembirakan. Jawa Barat memiliki sumberdaya perairan yang potensial dalam usaha perikanan yaitu sumberdaya perairan darat dan sumberdaya perairan laut. Kegiatan usaha perikanan darat meliputi kegiatan usaha budidaya ikan air tawar, budidaya ikan air payau dan perairan umum. Perairan umum merupakan suatu genangan air yang relatif luas yang dimiliki dan dikuasai oleh negara serta dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Perairan umum meliputi danau, waduk, rawa, dan sungai. Pada umumnya perairan umum dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan transportasi, penangkapan ikan, dan sebagai sumber air untuk kehidupan rumah tangga, serta sebagai plasma nutfah perairan (Maskur 2002). Budidaya perikanan air tawar di Jawa Barat telah dikenal sejak lama bahkan sebelum kemerdekaan. Areal budidaya perikanan air tawar yang existing mencapai 28.176 hektar dari lahan potensial seluas 86.700 hektar. Lahan potensial yang sudah dikembangkan baru mencapai 32,5%, sehingga masih sekitar 67,5% lahan potensial yang masih bisa dikembangkan. Besarnya potensi budidaya perikanan air tawar yang umumnya berada di pedesaan ini merupakan peluang untuk mengembangkan wilayah dengan mengembangkan budidaya perikanan (Gusdinar dalam Galamedia 2011). 1

2 Pengembangan akuakultur ini sangat strategis karena pengembangan produksi dari perikanan tangkap sudah mendekati titik jenuhnya. Menurut FAO (2011) produksi perikanan tangkap sejak tahun 2001 tidak mengalami peningkatan, stagnan sekitar 90 juta ton tiap tahunnya. Sebaliknya dengan perikanan yang berasal dari akuakultur, menurut FAO (2011) produksi akuakultur terus memperlihatkan peningkatan yang kuat, peningkatan tiap tahunnya rata-rata mencapai 1,6 persen. Produksi akuakultur dunia meningkat dari 32,4 juta ton pada tahun 2000 sampai 55,7 juta ton pada tahun 2009. Besarnya kondisi existing dan peluang pengembangan ke depan menjadikan akuakultur ini sebagai salah satu sektor yang dapat diharapkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan budidaya perikanan ini sesuai dengan targetan nasional produksi perikanan budidaya untuk Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat sendiri ditargetkan menjadi provinsi yang menghasilkan produksi akuakultur terbesar di Pulau Jawa. Dijelaskan pada Tabel 1, target produksi Jawa Barat sebesar 1.440.463 ton pada tahun 2014, hal ini mengingat kondisi existing dan potensi yang besar yang ada di Jawa Barat. Tabel 1. Target Kementerian Kelautan dan Perikanan Rincian Sasaran (Ton) 2010 2011 2012 2013 2014 Nasional 5.376.200 6.847.500 9.415.699 13.020.800 16.891.000 Jawa Barat 653.878 749.176 950.872 1.189.467 1.440.463 Jawa Timur 380.320 484.037 629.500 826.154 944.188 Jawa Tengah 244.895 341.452 454.460 588.141 721.484 Banten 72.670 96.500 130.730 157.760 181.100 DIY 62.708 82.699 108.361 142.073 179.700 DKI Jakarta 15.907 19.668 25.331 32.253 40.651 Sumber : KKP (2011) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen penuh untuk meningkatkan produksi dan produktivitas perikanan budidaya yang berdaya saing, berkeadilan, dan berkelanjutan. Perluasan dan intensifikasi budidaya perlu diringi dengan keseimbangan antara pembangunan ekonomi, jaminan atas pasokan dan ketahanan pangan, serta lingkungan yang berkelanjutan dan tangguh. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan perikanan budidaya

3 sebagai ujung tombaknya. Produksi perikanan budidaya nasional akan ditingkatkan menjadi 16.89 juta ton pada tahun 2014 dan menjadikan Indonesia menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada tahun 2015 sebagai target utama (KKP 2010). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki areal budidaya perikanan air tawar yang luas di Indonesia. Budidaya perikanan sendiri merupakan usaha yang telah lama dikenal di Jawa Barat, baik budidaya yang sifatnya subsisten maupun yang bersifat komersial. Namun meskipun budidaya perikanan air tawar telah lama dikenal di Jawa Barat, perkembangannya belum menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari produktivitas, tingkat kesejahteraan pembudidaya yang masih rendah. Disisi lain potensi lahan yang ada masih relatif luas untuk pengembangan budidaya perikanan air tawar di Jawa Barat. Pengembangan perikanan budidaya pada saat ini sangat strategis jika pengembangannya ke arah peningkatan produktivitas. Hal ini karena berbagai keterbatasan yang ada terutama lahan dan air menjadikan peningkatan produktivitas yang berarti intensifikasi merupakan arah pengembangan yang harus terus di dorong. Oleh karena itu perlu analisis mengenai berbagai faktor yang berpengaruh signifikan terhadap produktivitas perikanan budidaya air tawar ini. Pada Tabel 2, ditunjukan nilai perbandingan produktivitas perikanan air tawar beberapa negara termasuk Indonesia. Tabel 2. Perbandingan Produktivitas Budidaya Perikanan Air Tawar No. Negara Hasil (Kg/ha) Rate of Return terhadap variabel cost (%) BC Ratio Biaya per Kg (US $) 1 China 12.085,20 146,00 0,47 0,61 2 Thailand 3.779,71 268,52 1,69 0,23 3 Vietnam 3.647,00 243,37 1,43 0,27 4 Bangladesh 3.262,11 280,57 1,81 0,19 5 India 3.214,07 138,39 0,38 0,48 6 Indonesia 1.009,52 125,22 0,25 0,69 7 Philipina 540,00 218,53 1,19 0,27 Sumber : FAO (2001)

4 Kabupaten Bandung terdiri atas 31 kecamatan, 277 desa dan kelurahan. Berdasarkan analisis data pemerintah Kabupaten Bandung pada tahun 2007, luas wilayah kabupaten Bandung mencapai 1.762,39 km 2, dengan jumlah penduduk 3.038.038 jiwa, dengan mata pencaharian yaitu sektor industri, pertanian, pertambangan, perdagangan dan jasa (Pemkab Bandung 2009). Kabupaten Bandung merupakan penghasil perikanan budidaya yang cukup besar di Jawa Barat. Kabupaten Bandung mampu menghasilkan produksi perikanan budidaya yang lebih besar dari daerah lain. Target Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk memproduksi 16,89 juta ton pada tahun 2014 mengharuskan Kabupaten Bandung memberikan kontribusi produksi budidaya sebanyak 7% (Gusdinar dalam Galamedia 2011). Pemerintah Kabupaten Bandung akan terus mengembangkan produksi ikan. Bahkan, pada tahun 2015 mendatang, areal budidaya ikan seluas 5.962 Ha ditargetkan memproduksi benih ikan sebanyak 1,58 milyar ekor. Sementara produksi benih ikan tahun 2011 baru mencapai 1,2 milyar ekor (Hermawan dalam SoreangOnline.com 2012). Produksi budidaya pembesaran ikan di Kabupaten Bandung juga terus menunjukan peningkatan, sebagaimana ditunjukan di Tabel 3. Realisasi produksi pada tahun 2010 sebesar 8.122.435 Kg, pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 7,05 % dan pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 19,58 % menjadi 10.398.190 Kg. Peningkatan ini terus dilakukan guna pencapaian target perikanan Kabupaten Bandung memproduksi ikan sebesar 12.738.230 Kg pada tahun 2015 (Disnakan 2013).

5 Tabel 3. Produksi Budidaya Pembesaran Ikan Kab. Bandung No Jenis Ikan Luas (Ha) Komoditas unggulan Produksi 2010 2011 2012 1 Kolam Air 1.230,37 Tenang Ha Mas 2,036,778 2,179,535 2,508,150 -Pendederan Nila 2,047,051 2,190,716 2,472,294 -Pembesaran Lele 1,273,156 1,362,311 1,606,356 Gurame 70,750 76,220 382,469 Ikan Lain 201,592 215,280 81,555 2 Kolam Balistik 1210 Unit Lele - - 302,994 JML KAT 5,629,327 6,024,162 7,353,818 3 Sawah 4481 Ha Mas 850,174 910,085 1,078,874 Nila 1,176,226 1,259,229 1,420,019 Jumlah Sawah 2,026,400 2,169,314 2,498,893 4 Kolam Air Deras 2462 Ha Mas 216,302 231,164 251,303 Nila 154,747 165,705 177,305 Jumlah KAD 371,049 396,869 428,608 Total Pembesaran 8,026,776 8,590,345 10,281,319 5 PU 376.4 Ha Aneka ikan (Nilem,Tawes, Nila,Mujaer, Gras Carp, lele, Patin) 96,000 105,090 116,871 Total 8,122,776 8,695,435 10,398,190 Sumber : Disnakan Kab. Bandung (2013) Tingginya komitmen dan keinginan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam peningkatan produktivitas perikanan budidaya khususnya di Kabupaten Bandung harus diimbangi dengan peningkatan produksi. Peningkatan produksi melalui proses intensifikasi dinilai lebih baik mengingat proses ekstensifikasi tidak akan berjalan lancar karena lahan di Kabupaten Bandung ini tidak hanya untuk sektor perikanan saja melainkan sektor lainnya seperti pertanian dan peternakan. Selain itu, penelitian mengenai tingkat produktivitas perikanan budidaya minim dilakukan. 1.2 Identifikasi masalah 1. Seberapa besar tingkat produktivitas usaha perikanan budidaya air tawar di Kabupaten Bandung

6 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat produktivitas perikanan budidaya air tawar di Kabupaten Bandung. 1.3 Tujuan 1. Mengetahui tingkat produktivitas perikanan budidaya air tawar yang ada di Kabupaten Bandung 2. Menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas perikanan budidaya air tawar di Kabupaten Bandung 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Sebagai syarat kelulusan program sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. 2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam merumuskan kebijakan peningkatan produktivitas perikanan di Kabupaten Bandung. 1.5 Kerangka Pemikiran Kementerian Kelautan dan Perikanan terus menerus mendorong peningkatan berbagai kinerja perikanan yang dapat ditunjukkan dalam berbagai indikator. Salah satu sektor yang dapat diandalkan Jawa Barat dalam mendorong pembangunan terutama daerah perdesaan adalah sektor perikanan. Hal ini karena Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki kondisi existing dan potensi perikanan yang besar dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa. Kondisi existing dan potensi yang besar di Jawa Barat terutama perikanan budidaya air tawar. Target perikanan budidaya khususnya Jawa Barat adalah meningkatkan produktivitas perikanan, baik secara intensifikasi maupun secara ekstensifikasi. Menurut FAO 2008, Intensifikasi perikanan adalah peningkatan produksi dalam sistem perikanan melalui penanaman kepadatan (dan produksi yang diharapkan) dalam air atau daerah lahan basah, sedangkan Ekstensifikasi perikanan adalah peningkatan produksi (misalnya ikan) di sistem perikanan atau pertanian, yang hasilnya memperluas ukuran lahan, misalnya menambahkan area kolam baru pada fasilitas budidaya ikan. Usaha ini dilakukan untuk menambah atau memperluas

7 areal atau lokasi tempat budidaya berlangsung. Namun bila dilihat secara ekstensifikasi, peningkatan produktivitas tidak dapat dilakukan dengan cara tesebut, ini dikarenakan keterbatasan sumberdaya dan keterbatasan lahan, sedangkan dengan cara intensifikasi masih ada kemungkinan untuk dapat meningkatkan produktivitas. Target Kementerian Kelautan dan Perikanan Peningkatan Produksi Intensifikasi Ekstensifikasi Peningkatan Produktivitas Sulit Dilakukan Analisis tingkat produksi existing Faktor yang mempengaruhi produktivitas Tahap Pembenihan, Pendederan dan Pembesaran Ket : - - - - - Batas Penelitian Gambar 1. Kerangka Pemikiran Budidaya perikanan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian. Pertama, budidaya perikanan air tawar yang menggunakan media air tawar dan ikan-ikan khas air tawar seperti budidaya ikan mas. Kedua, budidaya perikanan air payau yang menggunakan media air payau seperti budidaya udang windu. Ketiga,

8 budidaya perikanan air laut yang menggunakan media air laut seperti budidaya ikan kerapu. Budidaya perikanan dalam arti sempit adalah usaha memelihara ikan yang sebelumnya hidup secara liar di alam menjadi ikan peliharaan. Sedangkan dalam pengertian luas, membesarkan dan memperoleh ikan, baik ikan itu masih hidup liar di alam atau yang sudah dibuatkan tempat tersendiri, dengan adanya campur tangan manusia. Budidaya ikan mas yang berkembang di masyarakat sejak tahun 1990-an telah mengarah kepada konsep agrobisnis, yaitu kegiatatan dibagi menjadi beberapa subsistem. Subsistem pada budidaya ikan mas terdiri atas subsistem pembenihan, subsistem pendederan, dan subsistem pembesaran. Masing-masing subsistem tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, bahkan saling berhubungan dan berkaitan erat (Khairuman dkk 2008). Dalam usaha budidaya ikan ada dua kegiatan besar yang harus ditingkatkan secara bersamaan yaitu usaha pembenihan dan pembesaran. Kedua kegiatan ini tidak dapat dipisahkan dalam prosesnya. Sebab kegiatan pembenihan merupakan kegiatan awal di dalam budidaya. Tanpa kegiatan pembenihan kegiatan yang lain seperti pendederan dan pembesaran tidak akan terlaksana (Setiawan 2006) Kegiatan pembenihan merupakan kegiatan pokok atau kunci keberhasilan kegiatan pendederan dan pembesaran. Tanpa kegiatan pembenihan, kegiatan lainnya tidak akan dapat berjalan karena tentu akan memerlukan benih yang berasal dari kegiatan pembenihan Kegiatan pembenihan merupakan kegiatan pokok atau kunci keberhasilan kegiatan pendederan dan pembesaran. Tanpa kegiatan pembenihan, kegiatan lainnya tidak akan dapat berjalan. Kegiatan pendederan dan pembesaran tentu akan memerlukan benih yang berasal dari kegiatan pembenihan (Khairuman dan Sudenda 2009). Tahap pembenihan dimulai dengan pengadaan benih hingga diperoleh benih dengan umur tertentu. Usaha pembesaran merupakan kelanjutan dari pembenihan, yaitu benih yang dibeli kemudian dibesarkan hingga mencapai ukuran uatau umur konsumsi. Kegiatan usaha pembenihan tidak memerluakan

9 areal usaha yang luas, terlebih bila hanya menginginkan produksi telur atau larva. Dengan demikian biaya investasi yang diperlukan tidak tinggi. Usaha pembenihan dapat dilakukan dalam skala kecil bila memilih pembenihan dalam tahap larva (Hernowo 2001). Pendederan merupakan kelanjutan pemeliharaan benih ikan dari hasil pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu yang siap dibesarkan. Kegiatan pendederan ini dilakukan dua tahap yaitu pendederan tahap I dan pendederan tahap II. Tujuan dari pada pendederan ini adalah untuk memperoleh ikan yang mempunyai ukuran seragam, baik panjang maupun berat dan memberikan kesempatan ikan endapatkan makanan sehingga pertumbuhan juga seragam (Khairuman 2008) Pendederan adalah pemeliharaan benih berukuran 1-3 cm selama 4-6 minggu hingga ukurannya menjadi 5-8 cm per ekornya. Ukuran ikan yang dihasilkan rata-rata 10 gram per ekor. Ikan seukuran tersebut selanjutnya dipelihara untuk usaha pembesaran ikan di kolam air deras, kolam air tenang atau jaring apung. Keberhasilan pendederan kedua ditentukan oleh kualitas benih yang akan dipelihara dan teknik pemeliharaan, seperti persiapan kolam, penebaran benih, pemberian pakan, dan kegiatan pengendalian hama dan penyakit. Pendederan dilakukan karena larva yang berumur 7-8 hari diperikirakan masih terlalu lemah dan rentan terhadap ancaman baik predator maupun penyakit sehingga apabila langsung ditebar di kolam pembesaran maka diperkirakan kelangsungan hidup larva akan rendah. Pendederan meliputi Persiapan Media Pendederan, Penebaran Benih, Pemeliharaan Larva dan Benih, Kualitas Perairan, Hama dan Penyakit. Usaha pada subsistem pembesaran dimulai dari usaha pemeliharaan benih ikan yang berukuran 5-8 cm hingga mencapai ukuran tertentu sesuai dengan yang diharapkan atau sesuai dengan permintaan pasar. Biasanya, konsumen menyenangi ikan berukuran 6-8 ekor per kilogram. Untuk mencapai ukuran tersebut diperlukan waktu pemeliharaan selama 3-4 bulan. Lokasi pembesaran secara intensif bisa dilakukan di dua tempat, yaitu di jaring apung dan di kolam

10 air deras. Sementara itu, pemeliharaan di kolam-kolam konvensional biasanya bersifat tradisional dan semi-intensif. Berhasil tidaknya kegiatan pembesaran akan tergantung pada benih yang dihasikan pada kegiatan pendederan. Secara konseptual, pengukuran produktivitas suatu usaha ekonomi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu produktivitas faktor produksi parsial dan produktivitas total faktor produksi (Total Factor Produktivity). Produktivitas faktor produksi parsial adalah produksi rata-rata dari suatu faktor produksi yang diukur sebagai hasil bagi total produksi dan total penggunaan suatu faktor produksi. Apabila faktor produksi lebih dari satu, maka produktivitas parsial suatu faktor produksi akan dipengaruhi oleh tingkat penggunaan faktor produksi lainnya. Oleh karena itu, konsep produktivitas faktor produksi parsial ini tidak banyak manfaatnya jika faktor produksi lebih dari satu jenis. Jika faktor produksi yang digunakan lebih dari satu jenis, maka konsep produktivitas yang lebih banyak digunakan adalah Total Factor Productivity (Maulana 2004). Peningkatan produktivitas ini penting dilakukan. Sebagaimana menurut Hafsah (2006) salah satu tujuan praktis dari upaya pembangunan perdesaan adalah meningkatkan produktivitas ekonomi desa dan meningkatkan kesempatan kerja dan pendistribusian kesejahteraan yang merata. Sejalan dengan Hafsah, Sadjad (2006) berpendapat bahwa seharusnya desa dibangun sebagai industri pertanian. Perubahan sikap demikian akan membawa petani/pembudidaya kita memiliki orientasi yang berbasis kontinuitas produk, kualitas produk, volume produk, standarisasi produk, efisiensi usaha, rasionalisasi proses, dan akhirnya keprofesionalannya berproduksi.