BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

dokumen-dokumen yang mirip
2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERUBAHAN LINGKUNGAN BERBASIS REALITAS LOKAL PULAU BANGKA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI LINGKUNGAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ilmu Alam atau sains (termasuk biologi di dalamnya) adalah upaya

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

7-060 KAJIAN POTENSI HUTAN MANGROVE PARIT BELIDA DAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR EKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

I. PENDAHULUAN. Hal ini menunjukan ekosistem mangrove mengalami tekanan-tekanan

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

KARTU SOAL ULANGAN HARIAN

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, terletak di daerah khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia terdiri dari 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km sehingga Indonesia dikenal sebagai negara maritim karena 2/3 wilayahnya adalah perairan (Kemsesneg, 2010). Wilayah perairan Indonesia berupa pesisir dan lautan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan penduduk Indonesia karena kaya akan sumber daya pesisir yang sangat besar, baik hayati maupun nonhayati. Salah satu sumber daya alam yang terdapat di pesisir adalah hutan mangrove, biasa disebut juga hutan bakau atau hutan payau (Kordi, 2012). Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki karakteristik khas. Pada mulanya hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kalangan ahli lingkungan, terutama lingkungan laut. Disebut juga ekosistem hutan pasang surut karena terdapat di daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Surtikanti, 2012). Hutan mangrove memiliki berbagai macam peran dan manfaat, baik itu ditinjau dari aspek ekologi, sosial maupun aspek ekonomi. Besarnya peranan hutan mangrove bagi kehidupan biota laut tersebut, dapat diketahui dari banyaknya jenis ikan, udang, kepiting bahkan manusia sekalipun yang tinggal di sekitar hutan mangrove dan bergantung dari keberadaannya (Pamudji, 2000). Mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif. Berbagai produk dari mangrove dapat dihasilkan baik secara langsung maupun tidak langsung, diantaranya: bahan bangunan, bahan pembuatan kertas, bahan obat-

2 obatan dan bahan makanan. Melihat beragamnya manfaat mangrove, maka tingkat dan laju perekonomian pedesaan yang berada di kawasan pesisir

3 seringkali sangat bergantung pada habitat mangrove yang ada di sekitarnya. Hal ini terlihat dari produksi perikanan pantai yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan mangrove yang juga mempengaruhi taraf hidup dan perekonomian desa-desa nelayan (Noor et al, 2006). Pemanfaatan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat secara berlebihan untuk keperluan bahan bangunan, lahan pertanian, pertambakan, penambangan dan pemukiman pada akhirnya mempunyai dampak negatif terhadap sumber daya alam tersebut (Pamudji, 2000). Semua aktivitas manusia dalam kaitannya dengan penggunaan areal mangrove dalam skala besar mengurangi luas areal mangrove dan rusaknya lingkungan hutan mangrove secara langsung. Hal ini terbukti dengan adanya penurunan luas hutan mangrove di Indonesia yang sekarang hanya tersisa 2,1 juta hektar. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan perilaku pengrusakan dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan di hutan mangrove. Terdapat pemahaman atau konsepsi yang salah bahwa ekosistem mangrove merupakan areal yang tidak bernilai, bahkan dianggap sebagai waste land, merupakan faktor lain yang mendorong terjadinya konversi hutan mangrove menjadi fungsi lain yang dianggap lebih ekonomis (Kordi, 2012). Hutan mangrove dapat ditemui hampir di seluruh kepulauan Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Papua, dan pulau-pulau lainnya (Kordi, 2012). Vegetasi mangrove di Kalimantan Barat dapat ditemukan di empat kabupaten dan satu kota yaitu kabupaten Sambas, kabupaten Bengkayang, kabupaten Kubu Raya, kabupaten Ketapang dan kota Singkawang. Salah satu kawasan hutan mangrove di kabupaten Kubu Raya yaitu di kecamatan Sungai Kakap mengalami kerusakan cukup serius. Penebangan liar di hutan mangrove untuk sumber kayu bakar dan bahan bangunan, serta pembukaan lahan hutan untuk area pertambakan juga menyebabkan penurunan jumlah vegetasi hutan

4 mangrove di daerah tersebut. Kerusakan hutan Mangrove di kecamatan Sungai Kakap mencapai angka 561 hektar rusak ringan dan 3.981 hektar rusak berat (BPDAS, 2006). Dengan luas hutan mangrove yang ada di Kalimantan Barat dan potensi yang ada di dalamnya, hutan mangrove dapat dijadikan sebagai potensi lokal dari sisi sumber daya alam (SDA). Potensi lokal merupakan keunggulan suatu daerah untuk menjadi produk atau jasa yang bernilai dan dapat menambah penghasilan daerah dan bersifat unik serta memiliki keunggulan kompetitif. Potensi lokal harus dikembangkan dari potensi masing-masing daerah. Konsep pengembangan potensi lokal meliputi potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, geografis, budaya dan historis (Mumpuni, 2013), akan tetapi hutan mangrove dengan potensinya yang sangat menjanjikan ternyata masih belum mendapat perhatian yang memadai dari para ilmuwan dan teknolog di Indonesia (Kordi, 2012). Salah satu cara untuk menjawab tantangan tersebut adalah meningkatkan pendidikan dan pengetahuan mengenai mangrove. Hal ini sejalan dengan Permen Diknas No. 22 tahun 2006 bahwa peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia (Sajidan, 2014). Hutan mangrove sebagai salah satu potensi lokal dapat diberdayakan sebagai sumber informasi dalam proses pembelajaran sains di kelas. Pembelajaran sains berkaitan erat dengan hakikat sains itu sendiri. Sains merupakan suatu cara bertanya dan menjawab pertanyaan tentang aspek fisik jagat raya. Sains tidak sekedar suatu kumpulan fakta atau kumpulan jawaban tentang pertanyaan, namun lebih merupakan suatu proses melakukan dialog berkelanjutan dengan lingkungan fisik sekitarnya (Rustaman, 2011). Life sciences (biologi) termasuk ke dalam disiplin ilmu yang mengacu pada

5 definisi sains secara sempit. Biologi yang diajarkan mulai dari tingkat dasar sampai tingkat lanjut di sekolah mempunyai peran sentral dalam mengembangkan kemampuan bernalar siswa selain mengembangkan kemampuan ilmiah siswa (Ozcan, 2003). Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam secara sistematis sehingga biologi bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep dan prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2006). Tujuan utama dari pembelajaran sains terutama biologi adalah membuat siswa menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dan dapatkan di sekolah pada kehidupan sehari-hari. Tujuan lain adalah mengubah cara berpikir siswa yaitu quality over quantity, meaning over memorizing, dan understanding over awareness (Ozcan, 2003). Dengan belajar biologi siswa dapat menemukan ide atau gagasan dan pendapat tentang permasalahan yang ada di sekitar mereka seperti kesehatan, isu kontroversial (misalnya kloning), pencemaran dan kerusakan lingkungan, dan permasalahan-permasalahan lain yang menyangkut keberlangsungan kehidupan (Subiantoro & Handziko, 2011). Pembelajaran biologi di sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari tujuan tersebut terlihat bahwa belajar biologi menuntut adanya sikap dan tindakan nyata dari siswa. Hal ini mengisyaratkan bahwa hasil dari proses pembelajaran biologi adalah mengharapkan siswa memahami konsep sekaligus bersikap dan mampu bertindak terhadap isu lokal ataupun global dari berbagai bidang kehidupan. Fenomena dan karakteristik khas yang ada di alam merupakan contoh nyata dinamika yang berpotensi bagi munculnya berbagai macam fakta atau gejala dan persoalan biologi yang dapat dipelajari oleh siswa (Subiantoro &

6 Handziko, 2011). Fenomena dan karakteristik hutan mangrove antara lain peristiwa pasang surut air di hutan mangrove, salinitas perairan, zonasi hutan mangrove, perakaran yang dimiliki oleh tumbuhan yang hidup di hutan mangrove, dan munculnya isu-isu sosio-sains (socio scientific issues) seperti sumber daya alam kawasan hutan mangrove, pemukiman, ekonomi, dan konservasi merupakan contoh fenomena atau persoalan yang berpotensi dipelajari oleh siswa. Melakukan pengamatan fenomena di hutan mangove secara langsung juga tidak mudah. Hal ini dikarenakan adanya beberapa keterbatasan antara lain biaya, waktu, jarak, faktor keselamatan, birokrasi dan lain-lain. Karena itu, diperlukan adanya alat bantu penyampaian informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kondisi di hutan mangrove tersebut. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan oleh guru berupa bahan ajar. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan bahwa selama ini upaya pemanfaatan atau pemberdayaan beragam obyek dan persoalan nyata yang ada di lingkungan dan masyarakat sebagai alternatif bahan ajar ekosistem di sekolah belum banyak dilakukan. Selain itu, bahan ajar yang digunakan oleh guru dan siswa di lapangan menunjukkan dominannya penggunaan buku teks (buku pelajaran) yang tidak mengarah pada potensi pembelajaran kontekstual dan pemanfaatan potensi lokal. Menurut Subiantoro & Handziko (2011) peran serta bahan ajar dalam membantu guru biologi harus dimaksimalkan dalam proses pembelajaran. Bahan ajar diharapkan dapat berperan dalam mengungkap dan memberikan fakta-fakta yang ada dan persoalan biologi yang dapat dipelajari oleh siswa melalui media komunikasi dalam proses belajar mengajar di kelas. Relevansi proses pembelajaran di kelas dengan fenomena dan karakteristik khas yang ada di hutan mangrove diharapkan dapat mendorong

7 terbentuknya pembelajaran biologi yang kontekstual. Penggunaan bahan ajar ekosistem berbasis potensi lokal yang memuat pengetahuan dan sikap positif tentang lingkungan dan hutan mangrove setempat dapat memotivasi siswa untuk belajar dan menyadari akan pentingnya lingkungan dan hutan mangrove. Sikap positif siswa terhadap lingkungan juga dipengaruhi oleh lokasi. Berdasarkan hasil penelitian Manapa (2010), bahwa siswa yang berada jauh dari pantai lebih peduli terhadap pantai dibandingkan dengan siswa yang berada di dekat pantai. Hasil penelitian Aktamis (2011), bahwa siswa yang berada di pedesaan memiliki tingkat kepedulian lebih tinggi terhadap lingkungan dibandingkan dengan siswa yang berada di perkotaan. Oleh karena itu, implementasi bahan ajar berdasarkan atas lokasi sekolah dengan potensi lokal hutan mangrove yaitu jauh, tengah, dan dekat. Bahan ajar diharapkan dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa untuk menjaga lingkungan dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari berupa pengetahuan, sikap, dan partisipasi di masyarakat (Permana, 2006). Dengan demikian, pengetahuan mengenai hutan mangrove yang diperoleh dari sekolah, dalam hal ini melalui bahan ajar ekosistem berbasis potensi lokal yang dikembangkan, diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep dan menumbuhkembangkan sikap positif siswa terhadap hutan mangrove dan lingkungan. Jika seluruh siswa sudah memiliki pengetahuan dan sikap positif terhadap hutan mangrove dan lingkungan, maka bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun yang akan datang kasus kerusakan hutan mangrove dan lingkungan di Kalimantan Barat akan berkurang secara signifikan. Berdasarkan uraian di atas, maka ingin dikembangkan bahan ajar ekosistem berbasis potensi lokal untuk meningkatkan hasil belajar pada diri siswa SMA.

8 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, masalah pokok pada penelitian ini adalah bagaimana pengembangan bahan ajar ekosistem berbasis potensi lokal yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA? Agar lebih operasional maka dari masalah pokok yang akan dibahas tersebut, diturunkan beberapa rumusan masalah penelitian yang dituangkan ke dalam pertanyaan penelitian berikut ini. 1. Bagaimana pengembangan bahan ajar ekosistem berbasis potensi lokal hutan mangrove? 2. Apakah pengembangan bahan ajar ekosistem berbasis potensi lokal dapat meningkatkan hasil belajar siswa? 3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap penggunaan bahan ajar ekosistem berbasis potensi lokal di kelas? C. Batasan Masalah Batasan masalah diperlukan untuk memberikan agar penelitian lebih terfokus dan tidak meluas. Batasan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bahan ajar yang dikembangkan meliputi materi ekosistem dan hutan mangrove yang berbasis dari potensi lokal berupa hutan mangrove Parit Belida yang berada di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. 2. Hasil belajar siswa meliputi ranah kognitif dan afektif.

9 D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah memberikan alternatif bahan ajar dan memberikan solusi pemecahan masalah pendidikan terkait dengan persoalan guru dan siswa yaitu keterbatasan dalam melakukan kegiatan di lapangan dan atau luar sekolah dalam proses pembelajaran biologi. Solusi yang ditawarkan adalah dengan mengembangkan bahan ajar yang dapat menghadirkan pengalaman langsung (kontekstual) dalam pembelajaran biologi berbasis potensi lokal yaitu hutan mangrove untuk meningkatkan hasil belajar siswa. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan memberi manfaat bagi berbagai pihak. 1. Bagi siswa, hasil penelitian memberikan pengetahuan, informasi, wawasan, dan masukan untuk meningkatkan kesadaran dalam bertindak aktif membantu mencegah kerusakan lingkungan pada umumnya dan hutan mangrove pada khususnya. 2. Bagi guru, hasil penelitian memberikan informasi untuk mempertimbangkan dalam mengaitkan materi biologi dengan situasi nyata kehidupan siswa. 3. Bagi sekolah, hasil penelitian dapat meningkatkan mutu pembelajaran biologi pada jenjang SMA yang berkaitan dengan lingkungan. 4. Bagi peneliti lain, hasil penelitian dapat dijadikan masukan dan pertimbangan untuk penelitian sejenis. F. Organisasi Penulisan Penulisan tesis dibagi atas 5 bab yaitu Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Hasil Penelitian dan Pembahasan, dan Simpulan dan Saran. Bab pertama pendahuluan, menyajikan bahasan penelitian

10 pengembangan bahan ajar ekosistem mangrove berbasis potensi lokal. Dengan membaca pendahuluan, didapatkan gambaran secara umum latar belakang penelitian berupa pentingnya pengembangan bahan ajar, telaah pustaka yang telah ada tentang bahan ajar dan potensi lokal, manfaat praktis hasil penelitian, dan perumusan masalah yang dibahas secara eksplisit. Rumusan masalah penelitian dijadikan acuan agar pembahasan terfokus pada arah yang jelas dengan dibantu adanya batasan masalah penelitian. Tujuan penelitian mengemukakan secara tegas garis-garis besar yang dicapai dan manfaat penelitian bagi unsur-unsur terkait seperti sekolah, guru, siswa, dan peneliti lain. Bab kedua tinjauan pustaka, menyajikan dasar teori yang digunakan dalam penyelesaian penelitian. Dasar teori meliputi bahan ajar, hutan mangrove, potensi lokal, dan hasil belajar. Bab ketiga metode penelitian, menyajikan metode yang dipergunakan dalam penelitian dan alasan-alasan menggunakan metode tersebut. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian research and development dengan analisis data yang dibedakan menjadi kuantitatif dan kualitatif. Bab keempat hasil penelitian dan pembahasan, menyajikan hasil yang didapat dengan menggunakan metode yang telah digunakan. Hasil penelitian meliputi hasil studi pendahuluan, pengembangan bahan ajar ekosistem, validasi bahan ajar ekosistem, dan implementasi bahan ajar ekosistem. Untuk pembahasan penelitian yaitu menganalisis dan menghubungkan hasil penelitian dengan tinjauan pustaka. Bab kelima simpulan dan saran, menyajikan jawaban atas masalah yang dikemukakan dalam bab pertama dan saran yang diberikan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan pengembangan bahan ajar ekosistem mangrove.