BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi secara tiba-tiba dalam tempo relatif singkat dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya yang terjadi sedemikian rupa, seperti bencana gempa bumi, banjir, gunung berapi sehingga memerlukan tindakan penanggulangan segera. Perubahan ekosistem yang terjadi dan merugikan harta benda maupun kehidupan manusia bisa juga terjadi secara lambat seperti pada bencana kekeringan. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyatakan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Keadaan gawat darurat ini bila tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat menyebabkan kematian dan kecacatan. Ditinjau dari karakteristik geografis dan geologis wilayah, Indonesia adalah salah satu kawasan rawan bencana banjir. Sekitar 30% dari 500 sungai yang ada di Indonesia melintasi wilayah penduduk padat. Pada umumnya bencana banjir tersebut terjadi diwilayah Indonesia bagian barat yang menerima curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan dibagian timur. Berdasarkan kondisi morfologisnya, penyebab
banjir adalah karena relief bentang alam Indonesia yang sangat bervariasi dan banyaknya sungai yang mengalir diantaranya. Daerah rawan banjir tersebut diperburuk dengan penggundulan hutan atau perubahan tata-guna lahan yang tidak memperhatikan daerah resapan air. Perubahan tata-guna lahan yang kemudian berakibat menimbulkan bencana banjir, dapat dibuktikan antara lain didaerah perkotaan sepanjang pantai terutama yang dialiri sungai (Bakornas PB, 2007) Sumatera sebagai pulau besar di Indonesia bagian barat, berpotensi mengalami pola gangguan cuaca, adanya sungai yang melintasi penduduk yang padat sehingga daerah Sumatera rawan terjadinya bencana banjir. Kondisi tersebut memberi dampak kepada masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan. Sektor-sektor seperti kesehatan, pertanian, kehutanan, ketahanan pangan dan lain-lain turut mengalami kerugian saat kondisi memburuk atau bahkan menjadi ekstrim. Menurut Handayani (2010), kondisi ini terutama dialami oleh daerah-daerah yang secara topografi terletak di kawasan rawan bencana seperti di Provinsi Sumatera Utara. Dua daerah di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki resiko dampak terbesar terkena bencana banjir adalah Medan dan Deli Serdang. Untuk mengantisipasi dampak kepada masyarakat akibat kondisi yang buruk akibat bencana banjir diperlukan adanya kesiapsiagaan dalam rangka meminimalisir dampak yang terjadi. Menurut Schneid dan Collins (2001), kesiapsiagaan yang sesuai sebelum suatu bencana terjadi adalah dasar untuk mengurangi resiko dan mengurangi kerusakan. Sedangkan menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006), kesiapsiagaan merupakan elemen penting dan berperan besar dari kegiatan pengendalian resiko
bencana sebelum terjadi bencana dan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana. Untuk meminimalisir dampak akibat bencana banjir dari segi kesehatan dibutuhkan Puskesmas sebagai lini terdepan dalam mengendalikan resiko bencana dibidang kesehatan. Menurut Ditjen Binkesmas Depkes (2005), Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat yang bertanggungjawab diwilayah kerjanya. Puskesmas sebagai sarana kesehatan ditingkat kecamatan dalam kejadian bencana dapat terlibat secara langsung sebagai bagian Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Sehari-hari (SPGDT) bencana sesuai tahapan bencana. Apabila Puskesmas tidak menjadi korban dan masih dapat berfungsi bila terjadi suatu bencana maka pada tahap awal yang melaksanakan penanggulangan bencana adalah Puskesmas yang berfungsi sebagai pos lapangan sambil menunggu bantuan dari tingkat yang lebih tinggi. Puskesmas mempunyai fungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama (Trihono, 2005). Khusus pada fungsi ketiga, mencakup aspek pelayanan kesehatan masyarakat maupun pelayanan kesehatan perorangan termasuk penanganan pasien gawat darurat yang timbul dimasyarakat. Puskesmas sebagai lini terdepan yang berperan pada pertolongan pertama pada korban, mempersiapkan masyarakat dalam upaya pencegahan terjadinya kasus gawat darurat maupun memberikan ketrampilan dalam
memberikan pertolongan sesuai dengan kemampuan (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005). Berdasarkan survey pendahuluan pada Bagian Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan BPBD Provinsi Sumatera Utara, kejadian bencana tertinggi dikota Medan berada di kecamatan Medan Maimun dengan frekuensi kejadian 2 3 kali dalam setahun. Hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Kampung Baru didapatkan bahwa Puskesmas Kampung Baru adalah Puskesmas dengan wilayah kerja Kecamatan Medan Maimun, merupakan Puskesmas rawat jalan dan melayani kasus akibat bencana banjir diwilayah kerja Puskesmas tersebut. Berdasarkan penghitungan kasus data warga yang mengalami penyakit akibat bencana banjir Januari 2011 dari buku catatan pelayanan kesehatan pada saat bencana banjir Januari 2011 didapatkan ada 620 warga yang mengalami penyakit akibat bencana banjir yang dilayani Puskesmas Kampung Baru, dengan jenis penyakit diantaranya gatal-gatal, luka-luka, sesak nafas, diare, demam dan batuk. Hasil wawancara dengan seorang Kepala Lingkungan di Kelurahan Kampung Baru dan seorang Kepala Lingkungan di Kelurahan Sei Mati menyatakan bahwa frekuensi kejadian banjir di Kecamatan Medan Maimun berkisar 1-3 kali dalam satu tahun. Dukungan kesehatan bagi warga pada saat bencana banjir di kecamatan ini didapatkan dari Puskesmas Kampung Baru. Hasil wawancara dengan 30 warga Kecamatan Medan Maimun mengenai pelayanan kesehatan yang diterima warga dari Puskesmas Kampung Baru pada kejadian banjir di Kecamatan Medan Maimun
2011, ada sebagian warga menyatakan pelayanan pada penyakit yang timbul akibat bencana banjir dan pengobatan yang diberikan tenaga kesehatan masih kurang pada saat bencana banjir dan mengenai penanganan faktor resiko yang dapat menimbulkan masalah penyakit akibat nyamuk yang bertambah banyak setelah bencana banjir. Kualitas atau mutu layanan kesehatan penting bagi organisasi layanan kesehatan berupa (1) menghasilkan pelayanan yang bermutu, (2) menjadikan organisasi layanan kesehatan menjadi efisien, (3) menjadi tempat idaman, (4) memperhatikan keluaran, (5) menimbulkan kepuasan pasien. Konsep model dimensi mutu layanan kesehatan meliputi dimensi struktur, dimensi proses dan dimensi keluaran. Dimensi struktur meliputi manusia, fasilitas fisik dan perbekalan kesehatan, teknologi dan informasi, keuangan. Dimensi proses meliputi pengorganisasian dan manajemen sumber daya, pengorganisasian program layanan kesehatan, penyelenggaraan program layanan kesehatan. Dimensi keluaran adalah kesehatan masyarakat (Pohan, 2007). Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mendukung upaya Puskesmas dalam penanggulangan bencana karena adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki Puskesmas dalam penanggulangan bencana. Dukungan tersebut mencakup dukungan dalam upaya kesehatan, dukungan dalam pembiayaan, dukungan dalam sumber daya manusia, dukungan obat dan perbekalan kesehatan dan dukungan dalam manajemen kesehatan (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005) Menurut Wyckof, kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan yang selalu dirancang dengan baik dan pengendalian tingkat keunggulan juga dilakukan dengan
tepat untuk memenuhi harapan pelanggan. Kualitas jasa pelayanan kesehatan akan sangat ditentukan apabila kebutuhan atau ekspetasi para pengguna jasa bisa dipenuhi dan diterima tepat waktu (Muninjaya, 2011). Sutton dan Tierney (2006) menyatakan kegiatan kesiapsiagaan hendaknya didasarkan kepada pengetahuan tentang potensial dampak bahaya bencana dalam kesehatan dan keselamatan, kegiatan pemerintahan, fasilitas dan infrastruktur, pemberian pelayanan, dan kondisi lingkungan dan ekonomi, serta dalam peraturan dan kebijakan. Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006) parameter pertama faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian untuk siap siaga dalam mengantisipasi bencana. Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pengetahuan, sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas KampungBaru dalam menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun. 1.2 Permasalahan Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun.
1.3 Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun. 1.4 Hipotesis Ada pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Menjadi masukan bagi tenaga kesehatan Puskesmas untuk menambah wawasan dalam meningkatkan kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas menghadapi bencana banjir 1.5.2 Menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan untuk meningkatkan peran aktif tenaga kesehatan Puskesmas dalam perencanaan penanggulangan bencana banjir dan kesiapsiagaan menghadapi bencana untuk meminimalisir dampak bencana. 1.5.3 Untuk menambah ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan yang berkaitan dengan pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas menghadapi bencana.