4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tenpat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009) Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat (Kepmenkes no. 992) B. Fungsi Apotek 1. Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. 2. Sarana farmasi yang telah melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. 3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata. 4. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada masyarakat (Umar, 1997) C. Standar pelayanan kefarmasian di apotek Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek disusun : 1. Sebagai pedoman praktik apoteker dalam menjalankan profesi. 2. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional 3. Melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian (Kepmenkes no. 1027) D. Kegiatan-Kegiatan Di Apotek 1. Perencanaan Tujuan perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Dalam perencananan tentunya harus 4
5 diakukan pemilihan obat berdasarkan kriteria, misalnya yang telah ditentukan oleh WHO yaitu : a. Memiliki relevansi pada pencegahan dan pengobatan penyakit b. Menunjukkan efikasi dan keamanan c. Menunjukkan kinerja yang bervariasi terhadap penyakit yang dihadapi d. Memadai dalam hal kualitas, termasuk di dalamnya bioavaibilitas dan stabilits e. Memiliki resiko manfaat-biaya yang dapat diterima pasien dalam biaya perawatan Adapun metode perencanaan den seleksi perbekalan farmasi menggunakan 2 pola yaitu : a. Metode Konsumsi Metode ini dibuat dan didasarkan atas analisa data konsumsi obat / perbekalan farmasi periode tahun sebelumnya. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan seperti : 1) Alokasi dana. 2) Daftar obat. 3) Stok awal. 4) Penerimaan. 5) Pengeluaran. 6) Sisa stok. 7) Obat hilang/ rusak, kadaluwarsa. 8) Kekosongan obat 9) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun. 10) Lead time. 11) Stok pengaman. 12) Perkembangan pola kunjungan. Kemudian data dimasukkan ke form perencanaan danmengolah data sehingga diperoleh data kebutuhan obat sesuai dengan metode yang dipakai.
6 b. Metode Morbiditas Metode morbiditas merupakan metode yang memprediksikan jumlah obat yang dibutuhkan untuk mengobati penyakit spesifik secara teoritik. Dengan menetapkan pola morbiditas penyakit dan menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit per tahun untuk seluruh populasi dan kelompok umur. Digunakan untuk kasus penyakit yang prevelansinya tinggi serta menghitung perkiraan jumlah obat dan jenis obat untuk setiap diagnosa yang sesuai dengan standar pengobatan. Prosedur yang dilakukan misalnya adalah menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani, menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit, menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan, menghitung perkiraan kebutuhan obat, dan penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia. 2. Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi umumnya dibatasi oleh ketersediaan obat dan total biaya kesehatan. Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan. Sehubungan dengan hal tersebut, kegiatan ini menyangkut kapan obat harus dibeli, berapa banyak jumlahnya, dan kemungkinan pengadaan darurat pada keadaan mendesak. Proses pengadaan yang efektif harus : a. Pengadaan obat yang tepat dengan jumlah yang tepat b. Memungkinkan pembelian dengan harga murah c. Menjamin bahwa semua obat yang memenuhi standar kualitas d. Mengatur waktu pengiriman e. Supplier yang digunakan harus resmi agar dapat menjaga mutu pelayanan dan kualitas. f. Mengatur jadwal pembelian g. Mencapai hal-hal di atas dengan cara seefisin mungkin.
7 Metode pengadaan ada empat yaitu : a. Open tender (tender terbuka) Tender formal yang mengundang perusahaan atau perwakilan local atau perwakilan dunia yang patuh terhadap syarat-syarat yang ada pada tender tersebut. b. Restricted tender (tender terbatas) Memasukan satu penawaran tertutup atau tender selektif dimana pemasok harus menyetujui dimuka dan mempertimbangkan kepatuhan kepada GMPs, kinerja masa lalu dan kemampuan keuangan. c. Negotiated competitive d. Pembeli mendekati satu jumlah pemasok terpilih yang berkaitan dengan kesepakatan harga. e. Direct procurement (pembelian secara langsung) Paling sederhana tetapi harga yang diperoleh mahal karena pembelian hanya dari satu pemasok tunggal. Dalam pengadaan obat terbagi lagi menjadi 2 sub tahapan yaitu: a. Penerimaan Merupakan suatu rangkaian kegiatan pada penerimaan obat baik dari pemasok maupun dari Unit Pengelola Obat/Gudang Farmasi Kabupaten/Kota atau dari suatu unit pelayanan kesehatan kepada unit pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka memenuhi permintaan obat dari yang bersangkutan. b. Penyimpanan Dalam penyimpanan obat di apotek menggunakan metode FIFO dan FEFO. Perlu di ingat dalam penyimpanan obat harus berdasarkan abjad dan sesuai sediaan. Untuk obat-obat narkotik harus dipisah sesuai dengan persyaratan. Metode First In First Out (FIFO) adalah metode penilaian persediaan yang menganggap barang yang pertama kali masuk diasumsikan keluar pertama kali pula. Metode ini perhitungannya amat sangat sederhana baik sistem fisik maupun sistem perpetual akan menghasilkan penilaian persediaan yang sama.
8 Metode First Exp First Out (LIFO) adalah metode penilaian persediaan yang pertama kadaluarsa diasumsikan akan keluar atau dijual pertama kali. c. Distribusi Tujuan utama manajemen distribusi adalah untuk menjaga supplai yang baik dari obat dan dapat menyeiakan fasilitas, disamping itu menjamin sumber daya yang ada untuk digunakan sacara efektif. System distribusi yang baik adalah system yang mengefektifkan biaya. System distribusi yang berjalan baik harus : 1) Menjaga supplai obat yang konstan 2) Menjaga agar obat tetap dalam kondisi yang baik 3) Meminimalkan kehilangan obat Karena rusak dan kadaluarsa 4) Kerasionalan obat pada penyimpanan 5) Menggunakan transportasi yang tersedia seefisien mungkin 6) Mengurangi pencurian dan penipuan 7) Menyediakan informasi untuk kebutuhan forecasting. Sistem distribusi obat adalah suatu proses penyerahan obat sejak setelah sediaan disiapkan untuk diberikan kepada penderita.sistem pendistribusian obat yang dibuat harus mempertimbang kanefisiensi penggunaan sarana, personel, waktu dan mencegah kesalahan atau kekeliruan. E. Standar pelayanan kefarmasian di apotek menurut menteri kesehatan Republik Indonesia. 1. Pelayanan Resep Resep obat adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker tulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk apoteker. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang dipilih sebagai obat alternatif.
9 Apoteker wajib memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien. Informasi meliputi cara penggunaan obat, dosis dan frekuensi pemakaian, lamanya obat digunakan indikasi, kontra indikasi, kemungkinan efek samping dan hal-hal lain yang diperhatikan pasien. Apabila apoteker menganggap dalamresep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, harus diberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila karena pertimbangannya dokter tetap pada pendiriannya, dokter wajib membubuhkan tanda tangan atas resep. Salinan resep harus ditanda tangani oleh apoteker. a. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi : persyaratan administratif : 1) Nama,SIP dan alamat dokter. 2) Tanggal penulisan resep. 3) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. 4) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. 5) Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta. 6) Cara pemakaian yang jelas. 7) Informasi lainnya. b. Kesesuaian farmasetik Menyangkut bentuk sediaan, dosis apakah sesuai dengan usia, umur, atau berat badan pasien. Sesuai disini maksudnya dapat menyelesaikan problema terapi pasien. Disini akan dihitung dosis dan apakah dosis over dosis atau tidak. potensi obat, cocok tidak khasiatnya dengan penyakit yang diderita pasien, stabilitas, apakah apabila obat ini digunakan dalam bentuk sediaan tertentu (misal cair), apakah stabil atau tidak inkompatibilitas,apakah obat satu berinteraksi dengan obat yang lainnya ketika dicampur/ketika dibuat, apkah rusak atau tidak cara dan lama pemberian apakah dapat menyebabkan kenyamana pada pasien atau tidak.
10 c. Pertimbangan klinis Adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. disini juga harus benar benar dicatat adalah cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi, sehingga nanti bisa disampaikan pada saat konseling. apabila tahap skrining ini bermasalah, maka kita harus dapat mencari solusi nya lalu memberikan solusi itu kepada dokter. 2. Penyiapan obat a. Peracikan Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Yang harus diperhatikan adalah tahap ini harus jelas prosedurnya, ada protab/sopnya dengan memperhatikan tahap tahap kritikal seperti dosis yang harus tepat, pencampuran yang harus tepat. Etiket pun harus jelas dan dapat dibaca serta mudah dipahami. Pengemasan pun harus rapi dan dapat menjaga kualitas dari obat tersebut. b. Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Informasi yang harus ada dalam etiket : 1) Nama obat 2) Kekuatan 3) Isi atau volume 4) Cara pemakaian
11 5) Nama pasien 6) Tanggal penyerahan 7) Nama dan alamat Apotek c. Kemasan obat yang diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. 1) Tabelt dan kapsul a) Kantong plastik b) Kantong dari kertas c) Botol kosong yang bersih dan kering d) Vial kosong yang bersih dan kering Jangan menggunakan kertas yang tidak bersih atau kapas karena tidak terlindung dari kelembaban maupun air, tabelt mudah hilang, mudah tercampur, mudah terkontaminasi dan sukar diberi etiket. 2) Cairan Botol gelas atau botol plastik yang bersih dan kering dilengkapi tutup botol yang baik. Jangan menggunakan wadah dari kertas karton atau plastik yang tidak steril 3) Krim atau salep a) Wadah gelas bermulut besar dengan tutup yang bersih b) Tube plastik atau metal Jangan menggunakan kertas kotor, karton atau wadah dari metal maupun plastik yang tidak stabil. Setelah selesai mengemas, langkah selanjutnya mencantumkan etiket pada wadah. Pemberian etiket bertujuan agar pasien membaca dan memahami isi etiket, pasien akan memahami dan mengerti cara menggunakan obat tersebut. Informasi pada etiket harus rapi, singkat tapi jelas dan jangan membuat singkatansingkatan.
12 d. Penyerahan Obat Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. e. Informasi Obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Pelayanan obat adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus di kerjakan mulai dari menerima resep dokter sampai penyerahan obat kepada pasien. Tujuan dari pelayanan itu sendiri agar pasien mendapat obat sesuai dengan resep dokter dan mendapat informasi bagaimana cara menggunakannya. (Anonim. 2004) Pelayanan obat merupakan komponen dasar sistem logistik obat. Tanpa kebijaksanaan yang rasional dan pendekatan sistematik pada waktu penyerahan obat kepada pasien, maka sistem logistik obat gagal mencapai sasaran dalam menjamin tersedianya obat esensial. Segi pelayanan selalu kurang diperhatikan dalam meningkatkan sistem logistik obat karena dinggap prioritas kedua dibandingkan dengan pengadaan, pengendalian, persediaan dan distribusi. Pelayanan informasi merupakan pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu atau suatu proses penyampaian pesan pemikiran dan perasaan tanpa memperhatikan respon penerima. Untuk mendukung pelayanan farmasi yang baik diperlukan sistem pelayanan informasi obat dan pengobatan yang berkualitas, karena Segala upaya agar obat sampai ke pasien tidak ada gunanya apabila dalam
13 pelayanan obat tidak menjamin penyerahan obat kepada pasien. Penyerahan obat yang benar di sertai jumlah dan dosis yang di resepkan dengan informasi yang jelas dan dalam wadah yang dapat menjamin mutu obat. (Anonim, 1990:116). Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI), Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat yang diperlukan pasien antara lain : 1) Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan. 2) Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi. 3) Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina. (Anonim. 2006) Pelayanan obat yang baik terdiri atas 5 kategori : 1) Memahami isi permintaan (resep) Sebelum meracik obat, petugas kamar obat harus terlebih dahulu memahami isi permintaan (resep). Apabila ada keraguan isi resep maka di tanyakan pada teman atau penulis resep. 2) Mencari dan mengumpulkan obat Petugas harus berhati-hati dalam membaca etiket masing-
14 masing kemasan yang umumnya memuat informasi sebagai berikut : nama obat, kekuatan, bentuk dan waktu kadaluarsa. 3) Formulasi (menghitung dan menuang obat) Dalam menghitung jumlah obat perlu ketelitian, jumlah obat yang di berikan harus sesuai dengan yang di tulis dalam resep. Apabila kurang dapat mempengaruhi hasil terapinya sebagai contoh antibiotik, dapat menimbulkan resistensi. Sebaliknya apabila jumlah obat yang di berikan lebih banyak dari yang tertulis dalam resep, maka dari nilai uangnya dapat menimbulkan kerugian dan masalah dalam pengendalian inventaris. Kontaminasi silang antar obat dapat menimbulkan masalah serius. Beberapa pasien sensitif (alergi) pada beberapa obat walaupun hanya dalam jumlah yang sangat sedikit, contohnya penisillin. Peralatan yang digunakan harus selalu bersih dan hindarkan dari kemungkinan kontaminasi f. Konseling Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. g. Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.
15 3. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. 4. Pelayanan residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan. (Kepmenkes no. 1027)