DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN TANAMAN SENTANG (Melia excelsa Jack.) DI LAHAN AGROFORESTRI

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack) di Lahan Agroforestri

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

BAB III BAHAN DAN METODE

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh:

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

MATERI DAN METODE. A 2 : 120 g/tanaman. A 3 : 180 g/tanaman

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

Ekologi Padang Alang-alang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH:

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

BAHAN METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan tanaman bunga hias berupa tanaman semusim berbentuk herba termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Tata Letak Petak Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA Botani

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

Transkripsi:

i DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN TANAMAN SENTANG (Melia excelsa Jack.) DI LAHAN AGROFORESTRI DHINDA HIDAYANTHI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

ii DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN TANAMAN SENTANG (Melia excelsa Jack.) DI LAHAN AGROFORESTRI DHINDA HIDAYANTHI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

iii RINGKASAN DHINDA HIDAYANTHI. Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack.) di Lahan Agroforestri. Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO. Agroforestri mempunyai dua komponen penyusun utama, yaitu tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Jenis yang dikembangkan di lahan agroforestri diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yaitu bersifat multifungsi serta memiliki nilai komersial tinggi. Salah satu jenis tanaman yang potensial dikembangkan di lahan agroforestri adalah sentang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh agroforestri terhadap dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dua faktor dengan enam perlakuan, yaitu sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m; sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m; grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m; grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m; no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m; no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m. Ke enam perlakuan diletakkan dalam tiga blok/ kelompok, yaitu blok 1, 2 dan 3. Dimensi tanaman (diameter pangkal, diameter setinggi dada, tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang tajuk, lebar tajuk) memiliki hasil yang hampir sama untuk setiap variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dimensi tanaman terbaik ditemukan pada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke dua jarak tanam. Sistem perakaran memiliki hasil berbeda untuk setiap variabel. Panjang akar horisontal searah larikan terpendek ditemukan pada perlakuan no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m, sedangkan untuk kedalamannya yang paling dalam ditemukan pada perlakuan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m. Panjang akar horisontal tegak lurus larikan terpendek ditemukan pada perlakuan no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m, sedangkan untuk kedalamannya yang paling dalam ditemukan pada perlakuan grain sorghum yang ditanam pada jarak tanam 2,5 x 5 m. Kata kunci : agroforestri, Melia excelsa, dimensi tanaman, sistem perakaran

iv SUMMARY DHINDA HIDAYANTHI. Dimensions and Rooting System of Sentang (Melia excelsa Jack.) in Agroforestry Area. Under Supervision of NURHENI WIJAYANTO. Agroforestry was had two main components, those are forestry plant and agricultural plant. Plant species which developed in agroforestry area was been expected to give benefits to communities, those are multifunction characteristic and commercial value. One of potential plant to be developed in agroforestry area was Sentang. The objective of this research was to know the effect of agroforestry to the dimension and rooting system of Sentang. This research used Randomized Complete Block Design (RCBD) two factorials with six treatments; those are sweet sorghum in planting space 2.5 x 25 m, sweet sorghum in planting space 2.5 x 5 m, grain sorghum in planting space 2.5 x 2.5 m, grain sorghum in planting space 2.5 x 5 m, no sorghum in planting space 2.5 x 25 m and no sorghum in planting space 2.5 x 5 m. Those six treatments were located in three blocks; those are block 1, block 2 and block 3. Plant dimension (bottom diameter, diameter on breast height, total height, branch-free height, crown height, crown length, crown width) has an approximately same result for each variable. Research results show that best plant dimension was obtained in treatment of sweet sorghum and grain sorghum in both of planting space. Rooting system was had different result for each variable. The shortest horizontal root length towards planting line was found in treatment of no sorghum in planting space 2.5 x 2.5 m; while the deepest root was found in treatment of sweet sorghum in planting space 2.5 x 2.5 m. The shortest upright root length towards planting line was found in treatment of no sorghum in planting space 2.5 x 5 m; while the deepest root was found in treatment of grain sorghum in planting space 2.5 x 5 m. Key words : agroforestry, Melia excelsa, plant dimension, rooting system

v PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack.) di Lahan Agroforestri adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2012 Dhinda Hidayanthi NRP E44070020

vi Judul Skipsi Nama Mahasiswa NRP : Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack.) di Lahan Agroforestri : Dhinda Hidayanthi : E44070020 Menyetujui : Pembimbing Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP 19601024 198403 1 009 Mengetahui: Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP 19601024 198403 1 009 Tanggal Lulus:

vii KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Alllah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan November 2011-Januari 2012 adalah pengaruh agroforestri terhadap tanaman sentang, dengan judul Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack.) di Lahan Agroforestri. Harapan penulis ialah semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kehutanan, khususnya silvikultur. Bogor, Mei 2012 Dhinda Hidayanthi

viii UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasinya kepada penulis. 2. Ayahanda alm H.M. Yahya Bachri S.E dan ibunda tercinta Hj. Nurhayati Harahap S.H, M.Hum serta abang, kakak beserta keluarga besar di Medan yang telah memberikan kasih sayang, semangat serta do a kepada penulis. 3. Teman-teman Kos Fricy yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 4. Nunung, Anin, Dana dan Pak Juliao teman satu bimbingan yang selalu memberikan bantuan serta semangat kepada penulis. 5. Azizah, Miftah, Eka, Pita, Fitri, Laswi, Lilis, Indah, Putri, Nifa, Lilik, Rahmat, Eri, Yuda beserta keluarga Silvikultur 44 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan, dukungan serta semangatnya. 6. Keluarga besar IMMAM Bogor (Rizqi Febrina, Rini Utami Mallynur S.Si, Mahreni Harahap S.E, Mira Ginting S.Pi) serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih telah menjadi keluarga dan sahabat terbaik bagi penulis. 7. Fazmi Nawafi S.Si yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama menyusun skripsi serta Andi Rinto Prastiyo Wibowo S.Hut rekan seperjuangan selama melaksanakan penelitian. Terima kasih atas bantuan dan bimbingan kepada penulis. 8. Seluruh dosen, staf pengajar dan karyawan maupun karyawati di Departemen Silvikultur, Fahutan IPB, yang selalu membantu penulis selama masa perkuliahan.

ix RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 14 Agustus 1991 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan alm H.M. Yahya Bachri S.E dan Hj. Nurhayati Harahap S.H, M.Hum. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Plus Al-Azhar Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf Business Development Tree Grower Community (TGC) tahun 2009-2010, staf Hubungan Masyarakat (Humas) Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM) tahun 2009-2010, Bendahara HMI Komisariat Fakultas Kehutanan tahun 2010-2011. Selain itu, penulis juga aktif di kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di jalur Kamojang dan Sancang tahun 2009. Penulis melaksanakan Praktek Pembinaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Kabupaten Sukabumi tahun 2010. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT. Amal Nusantara di Mamuju, Sulawesi Barat pada Bulan Juni-Agustus 2011. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack.) di Lahan Agroforestri di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS.

x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... XII DAFTAR GAMBAR... XIII DAFTAR LAMPIRAN... XIV I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Permasalahan... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Manfaat Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.1 Agroforestri... 3 2.2. Sentang (Melia excelsa Jack.)... 4 2.2.1. Taksonomi... 4 2.2.2. Penyebaran dan habitat... 4 2.2.3. Deskripsi botani... 5 2.2.4. Teknik silvikultur... 6 2.2.5. Pemanfaatan... 6 III. METODE PENELITIAN... 8 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian... 8 3.2 Alat Dan Bahan... 8 3.3 Metode Pengumpulan Data... 8 3.4 Metode Kerja... 8 3.4.1 Pengukuran dimensi tanaman... 8 3.4.2 Pengukuran panjang akar horisontal dan kedalaman akar 10 3.4.3 Pengambilan contoh tanah dan analisis tanah... 11 3.5 Analisis Data... 11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 13 4.1 Hasil Penelitian... 13 4.1.1 Dimensi tanaman... 13 4.1.2 Sistem perakaran... 17

xi 4.2 Pembahasan... 19 4.2.1 Dimensi tanaman... 19 4.2.2 Sistem perakaran... 22 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 24 5.1 Kesimpulan... 24 5.2 Saran... 24 DAFTAR PUSTAKA... 25

xii DAFTAR TABEL Halaman 1 Kegunaan tanaman sentang... 7 2 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap variabel dimensi tanaman dan sistem perakaran... 13 3 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap diameter pangkal... 14 4 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap diameter setinggi dada... 14 5 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi total... 15 6 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi bebas cabang... 15 7 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi tajuk... 16 8 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap panjang tajuk... 16 9 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap lebar tajuk... 17 10 Tabel rekapitulasi persen penutupan tajuk... 17 11 Rata-rata panjang akar horisontal searah larikan pada setiap perlakuan. 18 12 Rata-rata kedalaman akar searah larikan pada setiap perlakuan... 18 13 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap panjang akar horisontal tegak lurus larikan... 19 14 Rata-rata kedalaman akar tegak lurus larikan pada setiap perlakuan... 19

xiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tata letak sentang dan sorgum di lahan agroforestri... 9 2 Pola penanaman sentang dan sorgum... 10 3 Tata letak arah perakaran dalam satu plot pengamatan... 10

xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Pengolahan data diameter pangkal... 28 2 Pengolahan data diameter setinggi dada (dbh)... 28 3 Pengolahan data tinggi total... 29 4 Pengolahan data tinggi bebas cabang... 30 5 Pengolahan data tinggi tajuk... 30 6 Pengolahan data panjang tajuk... 31 7 Pengolahan data lebar tajuk... 32 8 Pengolahan data panjang akar horisontal searah larikan... 32 9 Pengolahan data kedalaman akar searah larikan... 33 10 Pengolahan data panjang akar horisontal tegak lurus larikan... 34 11 Pengolahan data kedalaman akar tegak lurus larikan... 34 12 Rekapitulasi analisis tanah... 35

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agroforestri adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (tanaman-tanaman, perdu, jenisjenis palm, bambu, dsb) ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan di dalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi di antara berbagai komponen yang bersangkutan (Nair 1989). Pada dasarnya, agroforestri mempunyai dua komponen penyusun utama, yaitu tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Kombinasi tanaman kehutanan dan tanaman pertanian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yaitu bersifat multifungsi serta memiliki nilai komersial tinggi. Salah satu jenis tanaman kehutanan yang potensial dikembangkan di lahan agroforestri adalah sentang. Sentang merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh, memiliki kayu yang indah serta mudah dikerjakan. Kayunya biasa digunakan untuk bahan bangunan, mebel, kayu lapis, lantai dan piano. Di Malaysia pucuk daun dan bunga dimakan sebagai sayuran. Daun dan bunga mengandung zat azadirachtin yang dapat digunakan sebagai insektisida, selain itu ranting, daun dan buah hijau dapat digunakan penyubur tanah (Pramono 2001). Sentang merupakan jenis tanaman unggulan di Malaysia tetapi belum banyak dikembangkan di Indonesia. Pertumbuhan sentang baik dikembangkan di lahan agroforestri karena bentuk tajuknya yang kerucut, sehingga memungkinkan sentang dan tanaman pertaniannya dapat memperoleh sinar matahari dengan baik. Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindari persaingan antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Sistem perakaran yang dalam ditumpang sarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian tentang dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang di lahan agroforestri penting untuk dilakukan.

2 1.2 Perumusan Permasalahan Permasalahan yang mendasari penelitian ini antara lain adalah semakin sempitnya penggunaan lahan untuk pertanian dan kehutanan sehingga diperlukan adanya sistem agroforestri untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan mencampurkan tanaman pertanian dan tanaman kehutanan. Selain pengelolaan yang baik, sistem agroforestri harus memperhatikan atau mengetahui faktor-faktor pendukung salah satunya adalah sistem perakaran tanaman pokoknya. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh agroforestri terhadap dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi karakteristik dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang di lahan agroforestri, serta dapat mengetahui pengaruh agroforestri terhadap pertumbuhan sentang.

3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Menurut Winarto (2006), agroforestri (wanatani) merupakan manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan memperhatikan kondisi lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat yang berperan serta. Selain itu juga agroforestri merupakan suatu sistem penanaman tanaman hutan dengan tanaman tumpang sari tanaman pangan/ perkebunan yang ditanam. Andayani (2005) menyatakan bahwa agroforestri dapat diartikan sebagai suatu bentuk kolektif (collective name) dari sebuah sistem nilai masyarakat yang berkaitan dengan model-model penggunaan lahan lestari. Oleh karena itu, agroforestri dalam bentuk implementasinya dapat berbentuk seperti : 1. Agrisilvikultur, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dari hutan. 2. Sylvopastural, yaitu sistem pengelolaan hutan dimana hutan dikelola untuk menghasilkan kayu sekaligus juga untuk memelihara ternak. 3. Agrosylvo-pastoral, yaitu sistem dimana lahan dikelola untuk memproduksi hasil pertanian dan hasil kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara hewan ternak. 4. Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem dimana berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk menghasilkan kayu tetapi juga dedaunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia maupun dijadikan makanan ternak. Dalam bahasa Indonesia, kata agroforestri dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks (De Forestra dan Michon 1997). Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman

4 semusim. Sistem agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistemnya menyerupai hutan, contoh dari bentuk agroforestri kompleks adalah kebun dan agroforest. 2.2. Sentang (Melia excelsa Jack.) 2.2.1. Taksonomi Tanaman sentang merupakan tanaman dari suku Meliaceae yang dikenali sebagai Melia excelsa Jack. Tanaman ini juga dikenali dengan nama morenggo di Filipina, sentang di Semenanjung Malaysia, ranggu di Sarawak dan thiem atau elephant neem di Thailand. Sentang adalah jenis tanaman yang tumbuh di hutan tropika selatan Thailand, Malaysia, Burma, India, Pakistan, Borneo, Filipina dan Indonesia. Joker (2000) mengemukakan taksonomi dari tanaman sentang sebagai berikut: Dunia : Plantae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Rutales Suku : Meliaceae Marga : Melia Jenis : excelsa Nama lain : Azadirachta integrifolia Merr., Azedarach excelsa (Jack) Kuntze, M. excelsa Jack, Trichilia excelsa (Jack) Spreng. Nama umum : Sentang (nama dagang), kayu bawang (Indonesia) 2.2.2. Penyebaran dan habitat Sentang merupakan jenis hutan lembab dataran rendah di Asia Tenggara- Pasifik. Sentang tumbuh di hutan sekunder tua atau hutan yang telah ditebang lama, juga ditemukan di hutan dipterokarpa primer. Sentang merupakan jenis asli Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Filipina kepulauan Aru dan Papua New Guinea. Sentang dapat dijumpai di Jawa Barat, yaitu di Kebun Percobaan Dramaga, Carita, Pasirhantap, dan Pasirawi. Sentang ditemukan sampai ketinggian 200-300 m dpl. Tumbuh paling baik di daerah bercurah hujan

5 tahunan lebih 2.000 mm, suhu rata-rata tahunan 22 27 C, dan musim kering tidak lebih 2 3 bulan. Selain itu, sentang membutuhkan tanah subur, menyukai tanah geluh berpasir, drainase dan aerasi baik serta merupakan spesies dataran rendah dengan ph tanah 5,0 6,5 (Joker 2002). 2.2.3. Deskripsi botani Pohon merangas dan tidak berbanir. Tinggi pohon mencapai 50 m dengan diameter sampai 125 cm (Joker 2002). Kulitnya sedikit beralur dangkal dan mengelupas kecil-kecil tipis. Kulitnya berbau bawang (Prawira dan Oetja 1978). Pohon sentang memiliki daun majemuk tunggal dengan anak daun tanpa tangkai daun atau tangkai daun sangat pendek. Anak daun berbentuk bulat telur memanjang dengan pangkal membulat, tidak simetris dan ujungnya lancip. Ukuran anak daun dapat mencapai lebar 5 cm dan panjang 11 cm. Poros utama tempat kedudukan anak-anak daun dapat mencapai panjang 40 cm (Prawira dan Oetja 1978). Tulang daun berjumlah 6 11 pasang pada setiap sisinya. Waktu pembungaan dan pembuahan bervariasi. Di Thailand Utara, daun gugur bulan Januari Februari, dan daun baru muncul segera sesudahnya, pembungaan terjadi Februari Maret. Di Thailand, buah masak antara Juni Juli pada lintang rendah berbatasan dengan Malaysia, sedangkan pada lintang yang lebih tinggi, buah akan masak lebih awal, yaitu pada bulan Mei dan Juni. Produksi benih melimpah setiap tahun (Joker 2002). Bunga sentang berwarna putih kehijauan dan berbau, mempunyai 5 kelopak yang berwarna putih berukuran panjang 5 5,6 mm dan lebar 1,5 2,5 mm. Panjang putik 4 mm. Bagian dalam bunga ditutupi bulu-bulu halus. Ovari terdiri dari 3 karpel dengan 2 lokus dan 1 kepala putik (Zuhaidi dan Noor 2000). Bungabunga tersusun dalam kedudukan malai. Poros utama serta cabang-cabangnya ditutupi bulu-bulu halus (Prawira dan Oetja 1978). Panjang malai dapat mencapai 70 cm (Joker 2002). Buah masak pada bulan Mei sampai Juni. Buah mengandung satu benih, berbentuk lonjong dengan panjang 2,4 3,2 cm dan lebar 1,3 1,6 cm (Zuhaidi dan Noor 2000). Buah memiliki kulit buah berdaging. Buah muda berwarna hijau, berubah kuning jika masak. Panjang benih 20 25 mm, lebar 10 12 mm. Dalam 1 kg terdapat 500 benih (Joker 2002).

6 2.2.4. Teknik silvikultur Permudaan alam sentang banyak terdapat di hutan primer, terutama di dekat tanaman induk secara berkelompok atau menyebar (Prawira dan Oetja 1978). Penyebaran buah sentang dibantu oleh burung atau kelelawar. Buah yang disebarkan oleh agen penyebar dapat mencapai jarak 500 800 m dari tanaman induk (Zuhaidi dan Noor 2000). Permudaan buatan sentang dengan biji dapat dilakukan dengan menaburkan benih di bedeng atau langsung ditanam ke kantong plastik. Jarak tabur di bedeng adalah 20 cm antar larikan dan 5 cm dalam larikan benih. Setelah perkecambahan, semai memerlukan 50 % naungan dan kemudian secara bertahap mulai dikurangi sampai akhirnya tanpa naungan pada saat semai mencapai tinggi 30 cm (Joker 2002). Permudaan buatan sentang tidak hanya dengan biji, tetapi dapat pula menggunakan teknik pembiakan vegetatif. Pembiakan vegetatif tersebut yaitu stek, cangkok, sambungan dan kultur jaringan. 2.2.5. Pemanfaatan Kayu sentang mempunyai berat jenis 0,60 dan tergolong dalam kelas awet III-IV. Kayu sentang banyak dipergunakan untuk bangunan rumah dan perahu. Kayu sentang tergolong kuat, awet dan mudah dikerjakan (Prawira dan Oetja 1978). Kayu sentang sangat berguna untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan vinir. Tunas muda dan bunganya dikonsumsi sebagai sayuran. Biasanya ditanam di sepanjang jalan, batas peternakan atau batas kebun karet. Seperti neem, bijinya mengandung azadirachtin, digunakan sebagai insektisida. Pada agroforestri, pertanaman M. excelsa muda ditanam tumpangsari dengan padi, kacang tanah, buncis, kedelai dan sayuran (Joker 2002). Daun sentang dapat digunakan sebagai obat sakit perut dan gangguan pada suara. Florido dan Mesa (2001) mengelompokkan kegunaan tanaman sentang berdasarkan bagian tanaman. Hampir semua bagian tanaman sentang mempunyai kegunaan (Tabel 1).

7 Tabel 1 Kegunaan tanaman sentang Bagian tanaman Kegunaan Kayu Konstruksi, langit-langit, jendela, pintu, meubel dan ukirukiran Biji Ekstraksi minyak neem, sabun, produk, obat-obatan, kosmetik dan dipakai pada industri pasta gigi Daun Insektisida/anti serangga, ekstrak daunnya dapat dipakai sebagai kontrasepsi laki-laki Bunga Dapat dimakan, sebagai obat bagi penyakit yang berkaitan dengan perut dan hidung Kayu gubal Obat untuk penyakit kantong empedu Kayu teras Pencegah gangguan penyakit pencernaan Tanaman Pemecah angin, tanaman pinggir jalan, tanaman pagar dan kayu bakar

8 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian di lahan agroforestri di Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Secara geografis Desa Cibadak terletak pada ketinggian antara 300 900 mdpl. Curah hujan rata-rata 3000 mm pertahun dan rata-rata berkisar antara 20 30º C. Curah hujan tertinggi terjadi pada Oktober sedangkan curah hujan terendah pada Agustus. 3.2 Alat Dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman sentang dan tanaman sorgum. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah parang, cangkul, kaliper, mistar, galah, kantong plastik, densiometer, kompas, pita ukur, camera digital, dan alat tulis. 3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Proses pengumpulan data primer yaitu melalui pengukuran langsung di lapangan seperti pengukuran dimensi tanaman, pengukuran panjang akar horisontal dan kedalaman akar, persen penutupan tajuk serta pengambilan contoh tanah. Data sekunder yang dibutuhkan adalah topografi dan kondisi iklim Desa Cibadak. Data ini diperoleh dari kantor Kecamatan Ciampea dan wawancara bebas dengan petugas lapangan. Untuk data-data lain yang terkait dengan penelitian ini, diperoleh dari studi pustaka serta laporan dan arsip dinas terkait maupun yang bersumber dari media elektronik. 3.4 Metode Kerja 3.4.1 Pengukuran dimensi tanaman Pengukuran dimensi tanaman meliputi diameter, tinggi, tajuk dan persen penutupan tajuk. Diameter, tinggi dan tajuk diukur di plot sedangkan persen penutupan tajuk diukur di blok. Diameter diukur menggunakan kaliper di dua titik. Titik yang pertama pada pangkal batang yang diberi tanda dengan spidol

9 permanen 5 cm di atas permukaan tanah serta titik yang ke dua pada dbh (diameter setinggi dada 1,3 m). Pengukuran tinggi tanaman diukur dengan menggunakan galah berskala metrik dan pita ukur. Pengukuran tinggi sentang dilakukan dari pangkal batang sampai pucuk atau titik paling ujung. Tajuk tanaman diukur dengan menggunakan kompas, galah dan pita ukur. Panjang tajuk merupakan tajuk terpanjang dari sentang yang diukur pada garis proyeksinya yang tegak lurus ke tanah. Lebar tajuk diukur pada tajuk terlebar sentang yang garis proyeksinya tegak lurus dengan garis imajiner dari proyeksi tajuk terpanjang yang sudah diukur. Tata letak sentang dan sorgum di lahan agroforestri, pola penanaman sentang dan sorgum serta tata letak arah perakaran dalam satu plot disajikan pada Gambar 1, 2 dan 3. Blok 1 Blok 2 Blok 3 2,5 x 2,5 m 2,5 x 5 m 2,5 x 2,5 m 2,5 x 5 m 2,5 x 2,5 m 2,5 x 5 m SS S TS GS TS S GS SS GS S SS TS Gambar 1 Tata letak sentang dan sorgum di lahan agroforestri ( =tanaman sentang yang tidak ditumpangsarikan, =ditumpangsarikan dengan sweet sorghum, =ditumpangsarikan dengan grain sorghum) Pendugaan penutupan tajuk dilakukan dengan menggunakan alat spiracle densiometer yang dikembangkan oleh Supriyanto dan Irawan (2001). Pengukuran persen penutupan tajuk dilakukan di tengah blok dan pada empat arah mata angin yaitu Utara, Timur, Selatan dan Barat. Cara menggunakannya dengan meletakkan spiracle densiometer pada jarak 30 45 cm dari badan dengan ketinggian sejajar lengan. Masing-masing kotak dihitung persen bayangan langit yang dapat tertangkap pada cermin dengan pembobotan, yaitu terbuka penuh memiliki bobot 4 (100 %), bobot 3 (75 %), bobot 2 (50 %), bobot 1 (25 %), serta bobot 0.

10 2,5 x 5 m U S 2,5 x 2,5 m Gambar 2 Pola penanaman sentang dan sorgum ( =tanaman sentang, = ruang yang ditanam sorgum, =batas plot, =batas blok) Gambar 3 Tata letak arah perakaran dalam satu plot ( =searah larikan) =tegak lurus larikan, 3.4.2 Pengukuran panjang akar horisontal dan kedalaman akar Pengukuran panjang akar horisontal dan kedalamannya pada tanaman sentang menggunakan alat cangkul, mistar dan pita ukur. Setiap plot diambil 6 tanaman sentang yang saling berdekatan untuk diukur panjang akar dan kedalamannya. Setiap tanaman sentang diukur dari dua arah, yaitu pengukuran searah larikan sorgum serta pengukuran tegak lurus larikan sorgum. Pengukuran panjang akar horisontal dan kedalamannya pertama kali dilakukan tepat di tengah-tengah di antara tanaman sentang. Selanjutnya apabila pada kedalaman 15 25 cm ditemukan adanya akar dari tanaman sentang, maka

11 pengukuran dihentikan. Namun jika tidak ditemukan adanya akar tanaman sentang, maka pengukuran berikutnya dilakukan pada setiap jarak 50 cm ke arah kanan dan kiri dari penggalian sebelumnya, sampai ditemukan adanya akar tanaman sentang. 3.4.3 Pengambilan contoh tanah dan analisis tanah Contoh tanah diambil dari lapangan dengan menggunakan cangkul dan kantong plastik. Contoh tanah diambil menggunakan cangkul lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik. Setiap blok diambil masing-masing contoh tanahnya yaitu contoh tanah terusik. Contoh tanah yang ada dianalisis sifat fisik dan kimianya di Balai Penelitian Tanah Bogor. 3.5 Analisis Data Dimensi tanaman dan sistem perakaran menggunakan metode statistik Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua faktor. Persen penutupan tajuk dan analisis tanah menggunakan analisis deskriptif. Perlakuan pada percobaan ini ada enam yaitu: ass. Sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m. bss. Sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m ags. Grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m. bgs. Grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m. ans. No sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m. bns. No sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m. Masing-masing taraf perlakuan diletakkan di dalam tiga blok. Blok tersebut adalah blok 1, 2 dan 3. Dengan demikian, unit yang dilibatkan sebanyak 18 unit. Pengacakan perlakuan dilakukan pada masing-masing blok penelitian. Hipotesis yang diuji dalam rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan dua faktor (Mattjik & Sumertajaya 2006) : I. Pengaruh utama jarak tanam: Ho : (jarak tanam tidak berpengaruh) H1 : Paling sedikit ada satu i dimana i 0

12 II. Pengaruh utama jenis sorgum: Ho : (jenis sorgum tidak berpengaruh) H1 : Paling sedikit ada satu j dimana III. Pengaruh sederhana (interaksi) jarak tanam dengan jenis sorgum: Ho : ( ( ( (Interaksi jarak tanam dengan jenis sorgum tidak berpengaruh) H1 : Paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana ( Model persamaan linier dari rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan dua faktor (Mattjik & Sumertajaya 2006) : Y ijk = µ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk Keterangan: Y ijk = Nilai pengamatan pada faktor jarak tanam taraf ke-i faktor jenis sorgum taraf ke-j dan kelompok (blok) ke-k µ = Rataan umum α i β j (αβ) ij ε ijk = Pengaruh jarak tanam taraf ke-i = Pengaruh jenis sorgum taraf ke-j = Komponen interaksi antara faktor jarak tanam taraf ke-i dan faktor jenis sorgum taraf ke-j = Merupakan pengaruh acak (galat) yang menyebar normal pada faktor jarak tanam taraf ke-i dan faktor jenis sorgum taraf ke-j dan kelompok ke-k Data hasil pengukuran dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan bila terdapat pengaruh yang signifikan pada variabel penelitian, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan software SAS (Statistical Analysis System) 9.1.3 Portable.

13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang tajuk (U-S), lebar tajuk (B-T), panjang akar horisontal searah larikan, kedalaman akar searah larikan, panjang akar horisontal tegak lurus larikan, kedalaman akar tegak lurus larikan. Hasil pengolahan data pengaruh perlakuan terhadap variabel dimensi tanaman dan sistem perakaran dapat dilihat pada Lampiran 1. Rekapitulasi hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap variabel dimensi tanaman dan sistem perakaran Variabel Interaksi antara Jarak Jenis jarak tanam dan tanam sorgum jenis sorgum Diamater pangkal tn ** * Diameter setinggi dada (dbh) tn ** * Tinggi total tn ** * Tinggi bebas cabang tn * * Tinggi tajuk tn ** * Panjang tajuk (U-S) tn ** * Lebar tajuk (B-T) tn ** * Panjang akar horisontal searah larikan tn ** tn Kedalaman akar searah larikan tn tn tn Panjang akar horisontal tegak lurus tn ** * larikan Kedalaman akar tegak lurus larikan tn ** tn *: berpengaruh nyata pada taraf 5%, **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%, tn : tidak nyata Dari Tabel 2 diperoleh hasil bahwa perlakuan menyebabkan respon yang berbeda-beda terhadap diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang tajuk (U-S), lebar tajuk (B-T) serta panjang akar horisontal tegak lurus larikan. 4.1.1 Dimensi tanaman Dimensi tanaman yang diamati pada penelitian ini meliputi: diameter pangkal, diameter setinggi dada, tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang tajuk serta lebar tajuk.

14 Diameter pangkal Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap diameter pangkal disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap diameter pangkal Rata-rata diameter pangkal sentang Jarak tanam (m) Jenis sorgum (mm) 2,5 x 2,5 Sweet sorghum 34,93 a 2,5 x 2,5 Grain sorghum 33,20 a 2,5 x 5 Grain sorghum 33,23 a 2,5 x 5 Sweet sorghum 31,83 a 2,5 x 5 No sorghum 26,38 b 2,5 x 2,5 No sorghum 22,64 c Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berdasarkan hasil uji Duncan, diameter pangkal sentang tertinggi ditemukan pada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke dua jarak tanam. Diamater setinggi dada (dbh) Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap diameter setinggi dada (dbh) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap diameter setinggi dada (dbh) Rata-rata diameter Jarak tanam (m) Jenis sorgum sentang (mm) 2,5 x 2,5 Sweet sorghum 24,64 a 2,5 x 2,5 Grain sorghum 23,29 a 2,5 x 5 Grain sorghum 22,85 a 2,5 x 5 Sweet sorghum 22,42 a 2,5 x 5 No sorghum 17,03 b 2,5 x 2,5 No sorghum 14,16 c Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berdasarkan hasil uji Duncan, diameter setinggi dada (dbh) sentang tertinggi ditemukan pada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke dua jarak tanam. Tinggi total Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi total tanaman sentang disajikan pada Tabel 5.

15 Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi total Rata-rata tinggi total Jarak tanam (m) Jenis sorgum sentang (cm) 2,5 x 2,5 Sweet sorghum 246,00 a 2,5 x 2,5 Grain sorghum 239,40 a 2,5 x 5 Grain sorghum 233,53 a 2,5 x 5 Sweet sorghum 229,36 a 2,5 x 5 No sorghum 192,27 b 2,5 x 2,5 No sorghum 172,38 c Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berdasarkan hasil uji Duncan, tinggi total sentang tertinggi ditemukan pada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke dua jarak tanam. Tinggi bebas cabang Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi bebas cabang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi bebas cabang Rata-rata tinggi bebas cabang Jarak tanam (m) Jenis sorgum sentang (cm) 2,5 x 2,5 Grain sorghum 142,91 a 2,5 x 5 Sweet sorghum 141,73 a 2,5 x 2,5 Sweet sorghum 135,04 ab 2,5 x 5 Grain sorghum 128,87 b 2,5 x 2,5 No sorghum 127,87 b 2,5 x 5 No sorghum 127,20 b Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berdasarkan hasil uji Duncan, tinggi bebas cabang sentang tertinggi ditemukan pada perlakuan grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m dan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m. Tinggi tajuk pada Tabel 7. Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi tajuk disajikan

16 Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi tajuk Rata-rata tinggi tajuk Jarak tanam (m) Jenis sorgum sentang (cm) 2,5 x 2,5 Sweet sorghum 110,02 a 2,5 x 5 Grain sorghum 104,67 a 2,5 x 2,5 Grain sorghum 96,76 ab 2,5 x 5 Sweet sorghum 87,62 b 2,5 x 5 No sorghum 59,71 c 2,5 x 2,5 No sorghum 44,56 c Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berdasarkan hasil uji Duncan, tinggi tajuk sentang tertinggi ditemukan pada perlakuan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m dan grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m. Panjang tajuk pada Tabel 8. Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap panjang tajuk disajikan Tabel 8 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap panjang tajuk Rata-rata panjang tajuk Jarak tanam (m) Jenis sorgum sentang (cm) 2,5 x 2,5 Sweet sorghum 136,16 a 2,5 x 2,5 Grain sorghum 127,16 a 2,5 x 5 Grain sorghum 127,16 a 2,5 x 5 Sweet sorghum 126,22 a 2,5 x 5 No sorghum 104,96 b 2,5 x 2,5 No sorghum 93,84 c Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berdasarkan hasil uji Duncan, panjang tajuk sentang tertinggi ditemukan pada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke dua jarak tanam. Lebar tajuk Tabel 9. Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap lebar tajuk disajikan pada

17 Tabel 9 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap lebar tajuk Rata-rata lebar tajuk Jarak tanam (m) Jenis sorgum sentang (cm) 2,5 x 2,5 Sweet sorghum 146,07 a 2,5 x 2,5 Grain sorghum 136,27 ab 2,5 x 5 Sweet sorghum 136,20 ab 2,5 x 5 Grain sorghum 131,51 ab 2,5 x 5 No sorghum 105,82 b 2,5 x 2,5 No sorghum 95,20 c Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berdasarkan hasil uji Duncan, lebar tajuk sentang tertinggi ditemukan pada perlakuan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m. Persen penutupan tajuk Tabel rekapitulasi persen penutupan tajuk disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Tabel rekapitulasi persen penutupan tajuk A. Blok 1 No Arah Persen penutupan tajuk (%) 1 Utara 10,5 2 Timur 10,3 3 Selatan 31,5 4 Barat 9,3 Rata-rata 15,4 B. Blok 2 No Arah Persen penutupan tajuk (%) 1 Utara 0 2 Timur 39,8 3 Selatan 42,3 4 Barat 22,5 Rata-rata 26,1 C.Blok 3 No Arah Persen penutupan tajuk (%) 1 Utara 18,5 2 Timur 5,3 3 Selatan 9,5 4 Barat 36,0 Rata-rata 17,3 4.1.2 Sistem perakaran Sistem perakaran yang diamati pada penelitian ini meliputi panjang akar horisontal searah larikan, kedalaman akar searah larikan, panjang akar horisontal tegak lurus larikan serta kedalaman akar tegak lurus larikan.

18 Panjang akar horisontal searah larikan Tabel 11. Adapun rata-rata panjang akar horisontal searah larikan disajikan pada Tabel 11 Rata-rata panjang akar horisontal searah larikan pada setiap perlakuan Panjang akar horisontal searah larikan Jarak tanam (m) Jenis sorgum sentang (cm) 2,5 x 5 Sweet sorghum 73,90 2,5 x 2,5 Sweet sorghum 73,35 2,5 x 2,5 Grain sorghum 64,05 2,5 x 5 Grain sorghum 63,65 2,5 x 5 No sorghum 53,35 2,5 x 2,5 No sorghum 51,00 Berdasarkan Tabel 11, panjang akar horisontal searah larikan sentang terpendek ditemukan pada perlakuan no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m, yaitu sebesar 51,00 cm. Kedalaman akar searah larikan Adapun rata-rata kedalaman akar searah larikan disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Rata-rata kedalaman akar searah larikan pada setiap perlakuan Jarak tanam (m) Jenis sorgum Kedalaman akar searah larikan sentang (cm) 2,5 x 2,5 Sweet sorghum 17,35 2,5 x 5 Grain sorghum 16,85 2,5 x 2,5 No sorghum 16,80 2,5 x 5 Sweet sorghum 16,75 2,5 x 2,5 Grain sorghum 15,05 2,5 x 5 No sorghum 12,85 Berdasarkan Tabel 12, kedalaman akar searah larikan sentang terdalam ditemukan pada perlakuan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m, yaitu sebesar 17,35 cm. Panjang akar horisontal tegak lurus larikan Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap panjang akar horisontal tegak lurus larikan sentang disajikan pada Tabel 13.

19 Tabel 13 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap panjang akar horisontal tegak lurus larikan Panjang akar horisontal tegak lurus Jarak tanam (m) Jenis sorgum larikan sentang (cm) 2,5 x 2,5 Sweet sorghum 91,09 a 2,5 x 5 Grain sorghum 69,27 b 2,5 x 5 Sweet sorghum 68,50 b 2,5 x 2,5 Grain sorghum 65,14 b 2,5 x 2,5 No sorghum 53,50 bc 2,5 x 5 No sorghum 46,55 c Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berdasarkan hasil uji Duncan, panjang akar horisontal tegak lurus larikan sentang terpendek ditemukan pada perlakuan no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m. Kedalaman akar tegak lurus larikan 14. Adapun rata-rata kedalaman akar tegak lurus larikan disajikan pada Tabel Tabel 14 Rata-rata kedalaman akar tegak lurus larikan pada setiap perlakuan Kedalaman akar tegak lurus Jarak tanam (m) Jenis sorgum larikan sentang (cm) 2,5 x 5 Grain sorghum 16,18 2,5 x 2,5 Sweet sorghum 15,86 2,5 x 5 Sweet sorghum 15,32 2,5 x 2,5 Grain sorghum 14,23 2,5 x 2,5 No sorghum 11,82 2,5 x 5 No sorghum 11,46 Berdasarkan Tabel 14, kedalaman akar tegak lurus larikan sentang terdalam ditemukan pada perlakuan grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m sebesar 16,18 cm. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Dimensi tanaman Kombinasi antara tanaman berkayu dan tanaman tidak berkayu menyebabkan adanya interaksi dan kompetisi. Interaksi yang positif pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada pola tersebut, akan tetapi apabila bentuk interaksi yang terjadi adalah negatif maka peningkatan produksi salah satu jenis tanaman akan menyebabkan penurunan produksi tanaman yang lain (Hairiah et al. 2002). Untuk meminimalisir dampak dari kompetisi yang dihasilkan dapat dilakukan

20 pengelolaan lahan agroforestri seperti pengaturan jarak tanam, pengaturan pola tanam serta pemilihan tanaman semusim. Jenis tanaman berkayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah sentang. Variabel dimensi tanaman yang diamati dalam penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang tajuk serta lebar tajuk. Semua variabel dimensi tanaman dipengaruhi oleh interaksi antara jarak tanam dan jenis sorgum. Hasil uji Duncan dari perlakuan jarak tanam dan jenis sorgum menunjukkan bahwa perlakuan yang terbaik untuk dimensi tanaman ditemukan pada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke dua jarak tanam. Tanaman sentang yang tidak ditumpangsarikan dengan sorgum (no sorghum) pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m memiliki nilai rata-rata dimensi tanaman yang paling rendah dibandingkan dengan kelima perlakuan lainnya. Hal yang diduga mempengaruhi pertumbuhan dimensi pada ke dua perlakuan tersebut karena pada saat awal penanaman, perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum diberikan pupuk sedangkan no sorghum tidak diberi pupuk. Sentang yang diberikan pupuk pertumbuhannya akan lebih cepat dibandingkan dengan sentang yang tidak diberi pupuk. Selain itu, plot sentang yang tidak ditumpangsarikan dengan sorgum (no sorghum) ditumbuhi alang-alang, sehingga terjadi kompetisi antara sentang dengan alang-alang dalam memperoleh cahaya, nutrisi maupun hara. Faktor lain yang mempengaruhi adalah topografi yang lebih curam di plot dengan perlakuan no sorghum yang berlokasi di ujung setiap blok, sehingga tingkat kerentanan erosinya besar yang mengakibatkan mudahnya hara tercuci oleh air hujan. Simorangkir (2000) menyatakan bahwa pengaruh cahaya terhadap pembesaran sel dan diferensiasi sel berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, ukuran daun serta batang. Tinggi tanaman lebih cepat naik di tempat teduh sementara diameter tanaman lebih cepat naik di tempat tanpa naungan. Pertumbuhan tanaman pada jarak tanam yang rapat dan tajuknya tidak saling bersinggungan lebih cepat dibandingkan dengan jarak tanam yang lebar. Hal ini karena cahaya matahari tidak langsung menyentuh tanah dan penguapan yang terjadi pada tanah tersebut lebih sedikit, sehingga kadar air pada tanah tersebut

21 tinggi. Kondisi kadar air yang cukup tinggi ini mendukung tanaman dalam kegiatan fotosintesis sehingga aktifitas tanaman untuk tumbuh dan bereproduksi lebih baik. Berdasarkan hasil uji Duncan, perlakuan yang terbaik untuk variabel panjang tajuk dan lebar tajuk adalah sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m. Pertambahan luas tajuk berbanding lurus dengan diameter dan tinggi tanaman. Bertambahnya luas tajuk akan mengakibatkan cahaya yang jatuh ke permukaan tanah berkurang. Ukuran tajuk dapat dimanfaatkan untuk menentukan kompetisi antar tanaman. Kompetisi ruang untuk mendapatkan unsur hara dan cahaya akan berpengaruh pada bentuk dan luas tajuk. Kekuatan tanaman untuk bersaing memperebutkan sumberdaya lingkungan diasumsikan sama dengan ukuran pohon itu sendiri. Tanaman yang mempunyai ukuran yang lebih besar, tajuk yang luas dan akar yang lebih banyak, diduga lebih mampu memperebutkan faktor lingkungan seperti cahaya, unsur hara dan air (Raharjo dan Sadono 2008). Hairiah et al. (2002) mengatakan bahwa persen penutupan tajuk diukur untuk menduga besarnya jumlah radiasi sinar matahari yang menembus sampai ke tanah. Pengaruh dari radiasi matahari pada pertumbuhan tanaman dapat dilihat sangat jelas pada tanaman yang tumbuh di bawah naungan. Pertumbuhan tanaman di bawah naungan semakin terhambat bila tingkat naungan semakin tinggi. Besar atau kecilnya ukuran tajuk biasa digunakan untuk menduga besarnya laju fotosintesis dan respirasi yang terjadi pada tanaman. Hasil fotosintesis ini sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman untuk membuat makanan yang penting untuk pertumbuhan. Semakin baik proses fotosintesis semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon dan Adman 2007). Berdasarkan hasil dari Tabel 9, blok yang paling besar nilai rata-rata persen penutupan tajuknya adalah blok 2. Hal ini karena pertumbuhan sentang di blok 2 yang paling baik daripada di blok 1 dan 3 sehingga penutupan tajuknya juga yang paling besar. Persen penutupan tajuk sentang diblok 1, 2 dan 3 berturutturut adalah 15,4%, 26,1% dan 17,3%. Kelas kerapatan tajuk pada ketiga blok tergolong jarang karena terdapat kurang dari 40% penutupan tajuk. Tanaman sela yang digunakan pada penelitian ini adalah sorgum, dimana sorgum merupakan jenis tanaman C-4. Tanaman C-4 adalah tanaman yang tumbuh di daerah panas

22 dan membutuhkan cahaya matahari penuh. Kerapatan tajuk yang masih tergolong jarang tersebut membuat tanaman selanya dapat berkembang dengan baik karena cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis dapat diperoleh secara penuh. 4.2.2 Sistem perakaran Berdasarkan Mahendra (2009) bagi tanaman, akar adalah salah satu faktor penting bagi pertumbuhan, tanpa akar proses fotosintesis untuk memproduksi karbohidrat dan energi tidak akan bisa berjalan. Adapun fungsi akar bagi tanaman yaitu membantu tumbuhan agar dapat berdiri kokoh di dalam tanah, menyerap air dari tanah serta menyerap unsur hara dari tanah. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah panjang akar horisontal searah larikan, kedalaman akar searah larikan, panjang akar horisontal tegak lurus larikan serta kedalaman akar tegak lurus larikan. Semua variabel sistem perakaran tidak dipengaruhi oleh interaksi antara jarak tanam dan jenis sorgum, kecuali panjang akar horisontal tegak lurus larikan. Panjang akar horisontal searah larikan terpendek ditemukan pada pelakuan no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m sedangkan untuk kedalaman akar searah larikan yang terdalam ditemukan pada perlakuan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m. Panjang akar horisontal tegak lurus larikan terpendek ditemukan pada perlakuan no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m sedangkan untuk kedalaman akar tegak lurus larikan terdalam ditemukan pada perlakuan grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m. Panjang akar yang paling pendek ditemukan pada perlakuan no sorghum, dimana perlakuan ini merupakan perlakuan yang memiliki rata-rata nilai paling kecil untuk semua variabel baik dimensi tanaman maupun sistem perakaran. Sistem perakaran sweet sorghum dan grain sorghum lebih baik daripada no sorghum karena pengelolaan tanah diawal, yaitu pemberian pupuk kepada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum. Unsur-unsur yang terkandung di dalam pupuk membantu akar dalam mengambil hara dari dalam tanah. Panjang akar yang pendek memungkinkan akar antara tanaman tidak saling tumpang tindih sehingga kompetisi antara sentang dan sorgum kecil. Selain panjang akar, kedalaman juga berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kedalaman akar yang paling dalam ditemukan pada perlakuan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m dan grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m. Kedalaman

23 perakaran sangat berpengaruh pada porsi air yang dapat diserap. Makin panjang dan dalam akar menembus tanah makin banyak air yang dapat diserap bila dibandingkan dengan perakaran yang pendek dan dangkal dalam waktu yang sama (Jumin 1989). Pada tanah yang dalam, aerasinya baik, tanaman sorgum dapat tumbuh sampai kedalaman 2 m dan penyebaran kearah horisontal lebih dari 1 m (Kramer 1977). Perkembangan perakaran berhubungan erat dengan kesuburan tanah. Dampak nutrisi terhadap perkembangan akar terlihat dalam perkembangan optimal perakaran di lapisan atas, lapisan tanah yang paling subur, dan juga dalam peningkatan perkembangan akar di sekitar penempatan pupuk (Daniel et al. 1987). Tekstur tanah di lokasi penelitian adalah lempung berliat. Salah satu indikator kesuburan tanah adalah ph, kandungan N dan K serta Kapasitas Tukar Kation (KTK). ph di di lokasi penelitian termasuk kategori sangat masam, kandungan N dan K termasuk kategori sangat rendah. KTK di blok 1 dan blok 2 termasuk kategori tinggi sedangkan di blok 3 termasuk kategori rendah. Secara umum, tanah di lokasi penelitian miskin hara sehingga perlu dilakukan kegiatan pengelolaan tanah untuk meningkatkan ph dan bahan organik tanah. Salah satu pengelolaan tanah yaitu dengan pengapuran dan pemupukan secara rutin. Faktor lain yang mempengaruhi sistem perakaran adalah bentuk tajuk dari tanaman pokoknya. Sentang yang memiliki tajuk kerucut sesuai dengan perakarannya yang tidak terlalu dalam. Banyaknya akar mempengaruhi pertumbuhan tajuk sedangkan sebaran tajuk menentukan kedalaman dan luas sebaran perakaran tanaman. Pada pola tanam tumpang sari, jarak tanam menjadi hal yang sangat penting, karena jarak tanam berkaitan dengan ketersediaan cahaya matahari yang dapat menembus kanopi tanaman utama dan ketersediaan ruang untuk perakaran (Sukandi et al. 2002). Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindari persaingan unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang dalam ditumpang sarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Tanaman monokotil yang pada umumnya mempunyai sistem perakaran yang dangkal, sedangkan tanaman dikotil pada umumnya mempunyai sistem perakaran yang dalam, karena memiliki akar tunggang.

24 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Tanaman sentang yang ditumpangsarikan dengan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke dua jarak tanam memiliki dimensi tanaman yang paling baik. 2. Interaksi antara jarak tanam dan jenis sorgum tidak berpengaruh nyata pada sistem perakaran, kecuali pada variabel panjang akar horisontal tegak lurus larikan. 3. Sistem agroforestri memberikan pengaruh positif untuk pertumbuhan sentang, karena sentang yang ditumpangsarikan dengan sorgum memiliki nilai dimensi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan sentang yang tidak ditumpangsarikan dengan sorgum. 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pertumbuhan sentang. 2. Perlu dilakukan penelitian mengenai sentang dengan tanaman kombinasi selain sorgum. 3. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh sentang terhadap produktivitas sorgum. 4. Perlu dilakukan penelitian mengenai arsitektur sistem perakaran sentang dan sorgum