BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD KAFA<LAH BI AL-UJRAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN KAFA<LAH HAJI DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA

dokumen-dokumen yang mirip
KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT

BAB IV. A. Persamaan dan Perbedaan Aplikasi Produk Talangan Haji di PT Tabung Haji Umrah Hanan NUsantara Surabaya dan BMT Sidogiri Sepanjang Sidoarjo

BAB IV. IMPLEMENTASI AKAD IJĀRAH DALAM BNI ib PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG-PIUTANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MULTIJASA DI PT. BPRS LANTABUR TEBUIRENG KANTOR CABANG MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. satu cita-cita dan sekaligus harapan seorang Muslim. Namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. ini telah ditetapkan dan diterangkan secara jelas di dalam kitab suci Al-Quran

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN IJARAH MULTIJASA

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DUA AKAD DALAM SATU TRANSAKSI KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN MENURUT HUKUM ISLAM

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari penelitian penulis tehadap rumusan permasalahan pada

Produk Talangan Haji Perbankan Syariah

ANALISIS PENERAPAN AKAD QARD} WAL IJA>RAH PADA PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG PURWOKERTO

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. peneliti terdahulu terkait pembiayaan pengurusan haji antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. mengalihkan dana yang tersedia dari penabung kepada pengguna dana, kemudian

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

BAB IV ANALISIS HASIL PEMBAHASAN PEMBIAYAAN. A. Analisis Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Pada Produk. Pembiayaan Angsuran di BMT SM NU Cabang Kajen.

BAB V PEMBAHASAN. A. Skema Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah di Bank Muamalat. Indonesia Kantor Cabang Pembantu Ponorogo

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan

BAB 1V REASURANSI PADA TABUNGAN INVESTASI DI BANK SYARIAH BUKOPIN SIDOARJO DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBAYARAN PEMBIAYAAN DANA TALANGAN HAJI DI BANK BNI KONVENSIONAL

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB III. PELAKSANAAN PINJAMAN TALANGAN HAJI ib BRI SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ±

MUD{A<RABAH PADA NASABAH BERMASALAH DI BMT MUDA

108 Desycha Yusianti Penggunaan Akad Kafalah Bi Al- Ujrah Pada Pembiayaan Take Over

BAB V PEMBAHASAN. dipaparkan pada bab sebelumnya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknik analisa data

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

Exploring Islamic Products by Comparing Aqad between Indonesia and Malaysia. Muhamad Nadratuzzaman Hosen dan Amirah Ahmad. Jakarta, 19 Juli 2011

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB III GAMBARAN UMUM DI BMT NU SEJAHTERA. Mangkang Kota Semarang merupakan hasil pemikiran kalangan nahdliyin

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB III CABANG SURABAYA. 1. Sejarah Berdirinya KJKS BMT-UGT Sidogiri

PRODUK SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. melalui paket-paket kebijakan untuk mendorong kehidupan sektor usaha

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

SESI : 07 ACHMAD ZAKY

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 57/DSN-MUI/V/2007 Tentang LETTER OF CREDIT (L/C) DENGAN AKAD KAFALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS BISNIS BIRO PERJALANAN HAJI DAN UMROH PT ARMINAREKA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN NO:83/DSN-MUI/VI/2012

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

Pembiayaan Multi Jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PULPULAN DI DESA PALOH KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN. Paloh Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan

BAB II LANDASAN TEORI PEAKSANAAN PEMBIAYAAN QARDHUL HASAN

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

Sukuk Ijarah. 1 Al Ma'ayir as Syar'iyyah, hal Dr. Hamid Mirah, Sukuk al Ijarah, hal

MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH. Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010

BAB III DANA TALANGAN HAJI

karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. 3. Firman Allah SWT

Setelah penulis mengumpulkan data dari lapangan melalui wawancara. dan dokumentasi di lapangan, yaitu di Bank BNI Syariah Kantor Cabang

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

PRODUK PERBANKAN SYARIAH. Imam Subaweh

Kafa>lah adalah perjanjian pemberian jaminan atau

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir merupakan refleksi minat masyarakat terhadap ekonomi syariah

BAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

PROSEDUR PELAKSANAAN TABUNGAN HAJI PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA SYARIAH CABANG SURABAYA RANGKUMAN TUGAS AKHIR

PEMBIAYAAN MULTI JASA

MAPPING PERBANDINGAN KHES FATWA DSN-MUI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP INVESTASI SUKUK NEGARA RITEL DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG SEMARANG

BAB IV ANALISIS TENTANG ARISAN TEMBAK DI DESA SENAYANG KECAMATAN SENAYANG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERALIHAN AKAD DI BMT MUDA SURABAYA. keuntungannya sudah diperjanjikan diawal akad. Artinya pihak BMT tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERALIHAN AKAD SIMPANAN QURBAN MENJADI PEMBIAYAAN QURBAN DI KJKS DAARUL QUR AN WISATAHATI SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENENTUAN UJRAH PADA PELAKSANAAN PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARI AH. CABANG SEMARANGs

BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD IJARAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN BINA AGROBISNIS DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NOMOR 09/ DSN-MUI/ IV/ 2000

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 58/DSN-MUI/V/2007 Tentang HAWALAH BIL UJRAH

BAB II LANDASAN TEORI. diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Bank percaya kepada

ANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG.

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisis terhadap penggunaan

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN TAKE OVER PADA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS TAKE OVER KPR DARI BMI KE BRI SYARIAH

BAB V PEMBAHASAN. A. Aplikasi Dana Talangan Haji di Bank Syariah di Indonesia. prinsip yaitu dengan prinsip al-ijarah dan prinsip al-qardh.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

HILMAN FAJRI ( )

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh

BAB IV PENUTUP. atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsep anjak piutang menurut Fatwa DSN-MUI merupakan konsep anjak

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah.

Dealin Mahaputri Leonika

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

PENERAPAN WAKALAH DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH. Oleh : Rega Felix, S.H.

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI TAKE OVER PADA PEMBIAYAAN HUNIAN SYARIAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG PEMBANTU MOJOKERTO

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH. A. Aplikasi akad ijarah di BSM KCP Pemalang. Contoh kasus yang terjadi di Bank Syariah Mandiri yaitu sebagai berikut:

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

Transkripsi:

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD KAFA<LAH BI AL-UJRAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN KAFA<LAH HAJI DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA A. Analisis Aplikasi Akad Kafa<lah bi al-ujrah pada Produk Pembiayaan Kafa<lah Haji Dalam syari at Islam, secara umum praktik Kafa<lah diperbolehkan asal memenuhi syarat dan rukunnya. Hal ini mengacu pada al-qur an surat Yusuf ayat 66. Dalam proses memperoleh pembiayaan talangan haji, pihak koperasi disebut sebagai k a f i <l dan nasabah sebagai orang yang ditanggung (makfu<l). Prosedur pembiayaan tersebut memberikan gambaran yang jelas mengenai langkah-langkah nasabah yang ingin mendapatkan pembiayaan talanga haji di KJKS BMT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya. Dimulai dengan pengajuan nasabah atas pembiayaan kafa<lah haji kepada koperasi, yang harus menenuhi persyaratan dan kelengkapanya, menganalisis pembiayaan sampai dengan pencairan penggunaan dana talangan yang telah disepakati kedua belah pihak sesuai dengan pedoman yang ada di KJKS BMT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya. Mengenai tinjauan hukum Islam terhadap pembiayaan kafa<lah haji, merujuk pada pembahasan sebelumnya, di mana KJKS BMT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya telah menetapkan beberapa prosedur yang cukup praktis dan tegas sebagai persyaratan pengajuan nasabah pembiayaan kafa<lah haji di 64

65 KJKS BMT-UGT Cabang Surabaya. Di sini kedua belah pihak telah melakukakn akad atau perjanjian kontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain. Dilihat dari prosedur transaksinya dapat diketahui bahwa akad yang digunakan oleh KJKS BMT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya terhadap pembiayaan kafa<lah haji yaitu menggunakan akad kafa<lah bi al-ujrah. Telah diuraikan sebelumnya dalam pengertianya yang menjadi obyek transaksi ini adalah nomor seat porsi haji. Sebenarnya nomor seat porsi haji tidak dikaitkan dengan akad kafa<lah karena sesungguhnya nomor tersebut sudah menjadi hak daripada nasabah setelah mendaftarkan ke Departemen Agama. Dalam aplikasi akad pembiayaan kafa<lah haji ini, seharusnya KJKS BMT-UGT Sidogiri dalam aplikasi pembiayaan kafa<lah haji ini menggunakan akad qard{dan i j a <r a h sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 29/DSN MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, yang menyatakan bahwa: 1 1. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (fee/ujrah) dengan menggunakan prinsip al-ija<rah sesuai fatwa DSN-MUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2000. 2. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu penalangan BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-qard}sesuai fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001. 1 Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Jilid 1 edisi revisi. (Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006), 176.

66 3. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. 4. Besar imbalan jasa al-ija<rah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-qard}yang diberikan LKS kepada nasabah. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional di atas, peneliti melihat bahwa aplikasi akad pada pembiayaan kafa<lah haji di KJKS MBT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya tidak sesuai dengan hukum Islam kerena apa yang dipraktikkan oleh BMT telah keluar dari peraturan mengenai Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuanga Syariah yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional dalam fatwanya. Manurut analisis penulis, sebenarnya akad yang digunakan dalam pembiayan kafa<lah haji ini adalah akad utang-piutang (qard}). Hal ini terlihat sekali dengan adanya sejumlah dana talangan oleh pihak KJKS BMT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya mentransfer dana ke nomor rekening tabungan haji dan umrah ib milik nasabah yang nominalnya 90% dari total uang muka pendaftaran untuk kemudian bisa mendaftarkan diri nasabah ke Depag ditambah 10% dari dana nasabah itu sendiri agar bisa mendapatkan nomor seat porsi haji melalui system komputerisasi haji terpadu (SISKOHAT). Jelas jika dikatakan penggunaan akad kafa>kah pada pembiayaan talangan haji ini kurang tepat. Tidak tepat dari sisi aplikasinya maupun dari sisi syarat dan rukunnya. Dalam praktik perbankan dijelaskan bahwa kafa>lah adalah pemberian jaminan oleh bank sebagai penanggung (k a f i ) <l kepada

67 pihak ketiga atas kewajiban pihak kedua (yang ditanggung, makfu<l anhu atau a s h i ). <l Atas pemberian jaminan ini bank mendapatkan fee. Menurut mazhab Hanafi, rukun al-kafa<lah satu yaitu ija>b dan qabu>l. Sedangkan menurut para ulama yang lainnya rukun al-kafa<lah adalah sebagai berikut: 2 1. Dha<min, ka>fil, atau z a i <m, yaitu orang yang menjamin. 2. Madmu<n lahu, yaitu orang yang berpiutang. 3. Madmu<n anhu atau makfu<l anhu adalah orang yang berhutang. 4. Madmu<n bihi atau makfu<l bihi adalah utang, barang atau orang. 5. S}i>ghat. Berdasarkan rukun sahnya akad kafa>lah di atas, seharusnya sebelum akad kafa>lah ini terjadi ada ikatan hutang-piutang atau lainnya antara nasabah dan Departemen Agama. Untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki terjadi di kemudian hari, misalnya6 ketidak mempuan nasabah untuk melunasi hutang, maka di sinilah peran BMT untuk menjadi penjamin atas hutang nasabah kepada Kementerian Agama. Akan tetapi pada praktik pembiayaan kafa>lah haji tersebut tidak demikian. Tidak ada hubungan hutang-piutang atau lainnya antara nasabah dan Departemen Agama sebelum akad kafa>lah itu terlaksana. Praktik kafa>lah ini tidak sah dari segi rukunnya. Karena pada praktik tersebut tidak terdapat madmu<n lahu atau orang yang berpiutang, tidak terdapat madmu<n anhu atau makfu<l anhu yaitu orang yang berhutang, serta juga tidak terdapat madmu<n 2 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, 191.

68 bihi atau makfu<l bihi yaitu utang nasabah yang nantinya akan dijamin oleh pihak BMT sebelum akad kafa>lah tersebut terlaksana. Nomor seat porsi haji yang diperoleh nasabah setelah membayar sebesar Rp25.000.000,00 dari dana talangan kepada Departemen Agama tidak bisa dikatakan sebagai praktik akad kafa<lah. Nomor seat porsi haji yang diperoleh murni hak nasabah, sehingga dari padanya akad yang tepat pada praktik ini adalah akad qard}yaitu akad hutang-piutang antara nasabah dan BMT. Aplikasi akad qard, pihak yang berhutang kepada pihak yang perpiutang untuk memberikan sejumlah dananya dengan perjanjian dan dikembalikan lagi di kemudian hari sesuai dengan kesepakatan. Hanya saja sebagai konsekuensinya, pihak KJKS BMT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya tidak dapat mengambil keuntungan dari sejumlah dana yang dipinjamkan kepada pihak nasabah, karena akad qard pada dasarnya menurut ketentuan umum dalam qard}, akad q a r d {merupakan salah satu akad tabarru yaitu akad yang berdasarkan pada asas tolong-menolong. Pinjaman q a r d } biasanya diberikan oleh bank kepada nasabahnya sebagai fasilitas pinjaman talangan pada saat nasabah mengalami overdraft. Fasilitas ini dapat merupakan bagian dari satu paket pembiayaan lain, untuk memudahkan nasabah bertransaksi. Sehingga pihak BMT pada pembiayaan talangan haji menggunakan akad kafa<lah karena mereka berpendapat bahwa dengan menggunakan akad kafa<lah, pihak BMT dapat memperoleh ujrah sebagaimana fatwa Dewan Syariah Nasional No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafa<lah.

69 Menurut penulis, jika ditinjau dari sudut pandang hukum Islam mengenai penggunan akad kafa<lah bi al-ujrah pada pembiayaan ini, terdapat ketidak sesuaian juga atas pengambilan ujrah/upah atas jasa kafa<lah. Pada dasarnya kafa<lah adalah transaksi yang dibolehkan. Akan tetapi bilamana kafa<lah disertai dengan ujrah/fee maka akad ini berubah menjadi akad yang tidak dibolehkan. Kafa<lah adalah akad penjaminan yang diberikan oleh penanggung (k a f i ) <l kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfu<l anhu). Mengambil imbalan atas jasa kafa<lah ini dibolehkan oleh DSN dalam beberapa fatwa, yaitu: 1. Fatwa No: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafa<lah, yang berbunyi, "Ketentuan Umum Kafa<lah: Dalam akad kafa<lah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan". 2. Fatwa No: 54/DSN-MUI/X/2006 tentang "Syariah Card, yang berbunyi, "Akad yang digunakan dalam Syariah Card adalah; Kafa<lah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafi<l) bagi Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafa<lah, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah kafa<lah)". 3. Fatwa No: 57/DSN-MUI/V/2007 tentang Letter of Credit (L/C) dengan Akad Kafa<lah bil Ujrah, yang berbunyi, "L/C Akad Kafa<lah Bil Ujrah adalah transaksi perdagangan ekspor impor yang menggunakan jasa LKS

70 berdasarkan akad Kafa<lah, dan atas jasa tersebut LKS memperoleh fee (ujrah)". Tiga Fatwa DSN yang membolehkan memperoleh ujrah (fee) atas jasa kafa<lah sangat kontroversial sekali. Karena tidak seorang pun dari ulama mazhab yang membolehkan perolehan ujrah atas jasa kafalah. Berikut ini pendapat ulama-ulama mazhab: 3 1. Pendapat ulama mazhab Hanafi Seseorang melakukan akad kafa<lah terhadap orang lain dan menerima imbalan dari orang yang dijamin. Akad ini memiliki 2 bentuk: 1) Imbalan tidak disebutkan/disyaratkan dalam akad maka hukum imbalannya tidak sah namun akadnya tetap sah. 2) Imbalan disebutkan/disyaratkan dalam akad maka imbalan dan akad kafalahnya tidak sah. 2. Pendapat ulama mazhab Maliki Para ahli fikih dalam mazhab Maliki menghukumi akad kafalah dengan imbalan tidak sah (fasid) tanpa membedakan imbalan yang disyaratkan pada saat akad ataupun tidak. Ad-Dasu<qi berkata: "Kafa<lah yang tidak sah adalah kafa<lah yang tidak memenuhi syarat, seperti menerima imbalan dari akad kafa<lah. 3. Pendapat ulama mazhab Syafi i Pendapat para fuqaha dalam mazhab Syafi i sama dengan pendapat ulama dalam mazhab Hanafi, yaitu: bila imbalan disebutkan 3 BMT Da>russala>m Seruyan, Akad Halal Menjadi Haram, dalam http://bmtdsseruyan. blogspot.com/2013/03/aqad-halal-menjadi-haram.html, diakses pada 22 Desember 2014.

71 dalam akad maka imbalan dan akad kafa<lah tidak sah, tapi bila tidak disyaratkan dan diberikan dengan sukarela maka akad kafa<lahnya sah namun imbalannya tidak sah. Al-Mawardi berkata: Jika seseorang meminta orang lain untuk menjadi penjaminnya dan dia akan memberikan imbalan kepada penjamin, akad ini tidak dibolehkan. Dan imbalannya tidak sah. Dan akad kafa<lah yang terdapat persyaratan imbalan tidak sah. 4 4. Pendapat ulama mazhab Hanbali Para ahli fikh dalam mazhab Hanbali juga tidak membolehkan menerima imbalan dari akad kafa<lah secara mutlak, baik disyaratkan ataupun tidak disyaratkan. Ibnu Qudda<mah berkata: Jika seseorang berkata kepada orang lain: Jadilah engkau penjaminku dan aku akan memberimu imbalan seribu, akad ini tidak dibolehkan". Berdasarkan pernyataan beberapa ulama di atas, bahwa penulis berpendapat bahwa akad kafa<lah yang digunakan pada praktik pembiayaan ini tidak sesuai atau bertolak belakang dengan hukum Islam karena pada hakikatnya akad kafa<lah juga merupaka akad tabarru yaitu akad saling tolong-menolong tanpa imbalan atau tanpa adanya ujrah. Bila dikaitkan dengan jasa yang diberikan oleh Lembaga Keuang Syariah (LKS) untuk membantu pengrurusan haji maka pihak LKS juga bisa disebut bank syariah dapat bekerja sama dengan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). KBIH yang akan bekerja sama dengan bank harus 4 Al-Ima<m al-ma<wardi, al-hawi<al-k a b i <r, (Bairut: Da<r al-kotob al-ilmiyah, 1971), 443.

72 memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Jadi, segala keperluan nasabah untuk memperoleh nomor seat porsi haji dapat dipermudah oleh KBIH, dan apabila nasabah kekurangan dana untuk mendaftar haji maka bank dapat membantu untuk menalanginya. Cukup jelas bahwa kegiatan tersebut sangatlah membantu masyarakat yang ingin menyempurnakan rukun Islam yang kelima yakni melakukan ibadah haji, meski biaya yang mereka butuhkan belum tersedia secara memadai. Faktor inilah yang menjadi pertimbangan Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa mengenai bolehnya memberikan pembiayaan talangan haji bagi Lembaga Keuangan Syariah. Dalam syarat ija<rah mengenai harga sewa (ujrah), disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah mengupah. Menurut Imam Syafi i dan Ahmad, pemberian upah atau ujrah berhak sesuai akad, jika orang yang menyewakan (mu ajjir) menyerahkan barang atau jasa kepada orang yang menyewakan (musta jir). Maka yang meyewa berhak menerima seluruh bayaran karena penyewa sudah mendapatkan manfaat kontrak. Pemberian upah wajib menyerahkan kompensasi atau upah agar dapat menerima barang atau jasa tersebut. Mengenai ujrah yang dibebankan kepada nasabah talangan haji tergantung kepada jumlah talangan yang diberikan kepada nasabah. Dalam pemberian talangan haji, KJKS BMT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya mendapatkan ujrah dari jasa yang telah diberkan kepada nasabah setelah

73 mengakses seat porsi haji di SISKOHAT. Dilihat dari sistem pemberian upah atau ujrah pada pembahasan sebelumnya, BMT memberikan kebijakan berupa tarif ujrah dan biaya administrasi dengan pembiayaan bulanan (cicilan) yang dibabankan kepada nasabah pembiayaan kafa<lah haji. Pembayaran ujrah tersebut diikut sertakan dalam pembayaran awal beserta dengan cicilan pertama kalinya. Perhitungan cicilan pembiayaan talangan haji pada bab sebelumnya, dapat diketahui bahwasanya maksimum dan minimum biaya kafa<lah haji yang diberikan adalah sebesar Rp22.500.000,00 dan ujrahnya sebesar Rp337.500,00 atau 1.5%/bulan dari jumlah talangan. Jika nasabah dalam kurun waktu yang telah disepakati belum mampu untuk membayar cicilannya maka KJKS BMT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya dapat memberikan perpanjangan waktu dengan ketentuan ujrah dibayar per bulan sampai batas maksimal cicilan selama lima tahun. Dalam hal pembiayan talangan haji, sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional tentang pengurusan haji yaitu bahwa jasa pengrusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talanga haji. Besarnya imbalan jas ija<rah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan qard yang diberikan LKS kepada nasabah. 5 Namun pada kenyataanya, KJKS BMT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya dalam menalangi pembiayaan ini menyatukan antara nominal talangan yang diberikan kepada nasabah maka ujrahnya berdasarkan pada jumlah talangan yang diberikan. Jika nasabah belum mampu membayar cicilan selama kurun waktu yang 5 HImpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Jilid 1 edisi revisi. (Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006), 176.

74 telah disepakati, maka nasabah diberikan kelonggaran untuk membayar dengan waktu yang disepakati kembali dengan ujrah yang bertambah pula, hal ini jelas tidak sesuai dengan konsep hukum Islam dengan adanya pertambahan ujrah tersebut dan ujrah ini bisa dikategorikan bunga. Para ulama ahli fikh berpendapat bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (hutang-piutang) telah memenuhi kriteria riba yang diharamkan Allah SWT, seperti yang dikemukakan oleh Imam Nawawi dalam al-majmu> bahwa: Al-Nawawi berkata: sahabat-sahabat kami, (ulama mazhab Syafi i) beberapa pendapat tentang pengharaman riba yang ditegaskan oleh al-qur an, atas dua pandangan. Pertama, pengaharaman tersebut bersifat mujmal (global) yang dijelaskan oleh sunnah. Setiap hukum tentang riba yang dikemukakan oleh sunnah adalah merupakan penjelasan (baya<n) terhadap kemujmalan al-qur an, baik riba naqd maupun riba nasi ah. Kedua bahwa pengharaman riba dalam al-qur an sesungguhnya hanya mencangkup riba nasi ah yang dikenal oleh masnyarakan Jahiliyah dan permintaan tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan).