BAB II KAJIAN TEORI A.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Model pembelajaran Reciprocal Teaching. Menurut Palincsar dan Sullivan model reciprocal teaching memiliki 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

BAB II KAJIAN TEORITIK. NCTM (2000) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi antar siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru.

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB II LANDASAN TEORI

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pernyataan Suherman, dkk. (2003: 25) bahwa matematika. matematika haruslah ditempatkan pada prioritas yang utama.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

Malia 1, Dodik Mulyono², Reny Wahyuni³ STKIP-PGRI Lubuklinggau

BAB V PEMBAHASAN. analisis deskriptif. Berikut pembahasan hasil tes tulis tentang Kemampuan. VII B MTs Sultan Agung Berdasarkan Kemampuan Matematika:

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB II KAJIAN TEORITIK. dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dunia pendidikan menuntut guru untuk efektif dalam

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Metode Pembelajaran Delikan, Kemampuan Komunikasi, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. intelektual. Matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang di

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. karena matematika sebagai ilmu, memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah komunikasi berasal dari kata latin Communicare atau Communis yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Everett M Rogers dalam Latifah (2011:12) mengemukakan bahwa komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

BAB II KAJIAN TEORI A.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Kemampuan pemahaman konsep matematika

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB II KAJIAN TEORETIS. kata communication yang dalam Kamus Inggris-Indonesia berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan angka angka dan rumus rumus. Dari hal ini muncul. anggapan bahwa kemampuan komunikasi matematika belum dapat dibangun

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 2

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI. lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Adapun yang menjadi penyebab yaitu pembelajaran terpusat kepada guru dan

PENGARUH MODEL RECIPROCAL TEACHING PADA PEMBELAJARAN FISIKA SISWA KELAS X MA. MAZRO ILLAH LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Putri Hidayati, 2013

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk pemberitahu, pendapat atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media (Rochim, 2015, hlm. 14). Komunikasi matematis dalam proses pembelajaran berlangsung antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa agar tujuan pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pembelajaran.. Kurangnya kemampuan komunikasi matematika siswa itu dapat dilihat dari (Rofiah, 2010): 1. Ketika dihadapkan pada suatu soal cerita, siswa tidak terbiasa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal sebelum menyelesaikannya, sehingga siswa sering salah dalam menafsirkan maksud dari soal tersebut. 2. Siswa masih kurang paham terhadap suatu konsep matematika. 3. Kurangnya ketepatan siswa dalam menyebutkan simbol atau notasi matematika. 4. Adanya sikap ragu-ragu siswa untuk mengungkapkan atau mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika baik melalui gambar, tabel, grafik, atau diagram. Greenes dan Suhulman (dalam Rochim, 2015, hlm. 14) menyatakan, komunikasi matematis adalah kemampuan: 1. Menyatakan ide melalui ucapan, tulisan, demonstrasi dan melukisnya secara visual dalam tipe yang berbeda. 2. Memahami, menafsirkan dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan atau dalam bentuk visual. 3. Mengkonstruksi, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungan. Abdul Halim Fathoni (dalam Rofiah, 2010, hlm. 14) menyebutkan bahwa komunikasi atau hubungan dapat terjadi dalam matematika, diantaranya dalam: 8

9 1. Dunia nyata, antara lain ukuran dan bentuk lahan dalam dunia pertanian (geometri), banyaknya barang dan nilai uang logam dalam dunia bisnis dan perdagangan (bilangan), ketinggian pohon dan bukit (trigonometri). 2. Struktur abstrak dari suatu sistem, antara lain struktur sistem bilangan (grup, ring), struktur penalaran (logika matematika), struktur berbagai gejala dalam kehidupan manusia (pemodelan matematika). 3. Matematika sendiri yang merupakan bentuk komunikasi matematika yang digunakan untuk pengembangan diri matematika. Dalam komunikasi matematika, siswa dilibatkan secara aktif untuk berbagi ide dengan siswa lain dalam mengerjakan soal-soal matematika. Sebagaimana dikatakan Syaban (dalam Rochim, 2015, hlm. 14): Komunikasi matematika merupakan refleksi pemahaman matematik dan merupakan bagian dari daya matematik. Siswa-siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain dalam berbagi ide, strategi dan solusi. Menurut Gerald Folland (dalam Rofiah, 2010, hlm. 15) Komunikasi matematika ini meliputi persoalan dalam skala kecil, yaitu penggunaan simbol dengan tepat dan persoalan dalam skala besar, yaitu menyusun argumen suatu pernyataan secara logis. Selanjutnya menurut Sullivan & Mousley (dalam Rofiah, 2010, hlm. 16), komunikasi matematika bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi, yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari. Baroody (dalam Rochim, 2015, hlm. 15-16) menyebutkan ada lima aspek dalam komunikasi, yaitu: 1. Representasi Representasi yaitu bentuk baru sebagai hasil translasi dari suatu masalah atau ide. Sebagai contoh translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam simbol atau kata-kata. 2. Mendengar Mendengar secara hati-hati terhadap pernnyataan teman dalam suatu kelompok dapat membantu mengkonstruksi lebih lengkap

10 pengetahuan matematika dan mengatur strategi jawaban yang lebih aktif. 3. Membaca Membaca yang dimaksud adalah aktivitas membaca teks secara aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun. Aktif berarti membaca yang difokuskan pada paragrafparagraf yang mengandung informasi relevan terhadap jawaban permasalahan. 4. Diskusi Kelebihan diskusi dalam pembelajaran yaitu: a. Meningkatkan pemahaman materi pembelajran dan kemahiran menggunakan strategi. b. Membantu siswa mengkontruksi pemahaman matematika. c. Menginformasikan bahwa para ahli matematika tidak memecahkan permasalahan matematika secara sendiri-sendiri, tetapi membangun ide bersama pakar lainnya dalam satu tim. d. Membantu siswa menganalisis dan memecahkan masalah secara bijaksana. 5. Menulis Menulis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran di atas kertas. Jidah (dalam Rochim, 2015, hlm. 16) mengungkapkan indikator kemampuan komunikasi matematis meliputi kemampuan siswa: 1. Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika. 2. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar. 3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. 4. Mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika. 5. Membaca dengan pemahaman atau representasi matematika tertulis. 6. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. 7. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. Sedangkan indikator kemampuan komunikasi matematis menurut NCTM (dalam Melati, 2014) dapat dilihat dari: 1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis dan mendemonstrasikan serta menggambarkannya secara visual. 2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya.

11 3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model matematika. B. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Reciprocal Teaching merupakan salah satu model pembelajaran yang memiliki manfaat agar tujuan pembelajaran tercapai melalui kegiatan belajar mandiri dan peserta didik mampu menjelaskan temuannya kepada pihak lain. Reciprocal Teaching adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menerapkan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya, kemudian memprediksikan pertanyaan selanjutnya dari persoalan yang diberikan kepada siswa. Model pembelajaran ini siswa menggantikan peran guru untuk menyampaikan materi kepada siswa lain. Sementara guru berperan menjadi fasilitator dan pembimbing. Menurut Palinscar (dalam Rochim, 2015, hlm. 19) Reciprocal Teaching mengandung empat strategi, yaitu: 1. Quation generating Dalam strategi ini siswa diberi kesempatan untuk membuat pertanyaan terkait materi yang sedang dibahas. Pertanyaan tersebut diharapkan dapat mengungkapkan penguasaan konsep terhadap materi yang sedang dibahas. 2. Clarifying Strategi ini merupakan kegiatan penting saat pembelajaran, terutama bagi siswa yang mempunyai kesulitan dalam memahami suatu materi, siswa dapat bertanya kepada guru tentang konsep yang dirasa masih sulit atau belum bisa dipecahkan bersama kelompoknya. Selain itu guru juga dapat mengklarifikasi konsep dengan memberikan pertanyaan kepada siswa. 3. Predicting Strategi ini merupakan strategi dimaasiswa melakukan hipotesis atau pemikiran mengenai konsep apa yang akan didiskusikan selanjutnya oleh penyaji. 4. Summarizing Dalam strategi ini terdapat kesempatan bagi siswa untuk mengidentifikasikan dan mengintegrasikan informasi-informasi yang terkandung dalam materi. Sedangkan menurut Brown (dalam Rochim, 2015, hlm. 19), pada Reciprocal Teaching siswa diajarkan empat strategi pemahaman mandiri yaitu sebagai berikut:

12 1. Siswa mempelajari materi yang ditugaskan guru secara mandiri, selanjutnya merangkum atau meringkas materi tersebut. 2. Siswa membuat pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang diringkasnya. Pertanyaan yang dibuat diharapkan mampu mengungkapkan penguasaan atas materi yang bersangkutan. 3. Siswa mampu menjelaskan kembali isi materi kepada pihak lain. 4. Siswa dapat memprediksi kemungkinan pengembagan materi yang dipelajari saat itu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, Reciprocal Teaching adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mempelajari materi yang akan dibahas terlebih dahulu. Kemudian, siswa menjelaskan materi yang dipelajari kepada siswa lain. Sementara guru bertugas sebagai fasilitator dan pembimbing, untuk memberikan penjelasan apabila siswa tidak dapat memecahkan masalah. Menurut Fajarwati (dalam Rochim, 2015, hlm. 21) langkah-langkah model pembelajaran Reciprocal Teaching adalah sebagai berikut: 1. Mengelompokkan siswa dan diskusi kelompok Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil. Pengelompokkan siswa didasarkan pada kemampuan setiap siswa. Hal ini tertujuan agar kemampuan setiap kelompok yang terbentuk hampir sama. Setelah kelompok terbentuk mereka diminta untuk mendiskusikan lembar kerja siswa yang telah diterima. 2. Membuat Pertanyaan (Question Generating) Siswa membuat pertanyaan tentang materi yang dibahas kemudian menyampaikannya di depan kelas. 3. Menyajikan Hasil Kerja Kelompok Guru menyuruh salah satu kelompok untuk menjelaskan hasil temuannya di depan kelas, sedangkan kelompok yang lain menanggapi atau bertanya tentang hasil temuan yang disampaikan. 4. Mengklarifikasi Pertanyaan (Clarifying) Siswa diberi kesempatan untuk bertanya tentang materi yang dianggap sulit kepada guru. Guru berusaha menjawab dengan memberi pertanyaan pancingan. Selain itu, guru mengadakan tanya jawab terkait materi yang dipelajari untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman konsep siswa. 5. Memberikan Soal Latihan yang Memuat Soal Pengembangan (Predicting) Siswa mendapat soal latihan dari guru untuk dikerjakan secara individu. Soal ini memuat soal pengembangan dari materi yang akan dibahas. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat mempredikasi materi apa yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. 6. Menyimpulkan Materi yang dipelajari (Summarazing) Siswa diminta untuk menyimpulkan materi yang telah dibahas.

Dalam proses pembelajaran di sekolah, model Reciprocal Teaching mempunyai beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut Marlistriani (2014, hlm. 11) yaitu: 1. Karakteristik model Reciprocal Teaching Model Reciprocal Teaching mempunyai tiga karakteristik yaitu: a. Dialog antara siswa dan guru, dimana masing-masing mendapat kesempatan dalam memimpin diskusi b. Reciprocal artinya suatu interaksi dimana seseorang bertindak untuk merespon yang lain c. Dialog berstruktur dengan menggunakan empat strategi yaitu merangkum, membuat pertanyaan, mengklarifikasi (menjelaskan) dan memprediksi. 2. Strategi model Reciprocal Teaching Strategi pemahaman mandiri yang spesifik pada pembelajaran berbalik atau Reciprocal Teaching, yang dianjurkan kepada para siswa menurut Brown (dalam Marlistriani, 2014) adalah sebagai berikut: a. Siswa mempelajari materi yang ditugaskan guru secara mandiri, selanjutnya merangkum atau meringkas materi tersebut b. Siswa membuat pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang diringkasnya. Pertanyaan ini diharapkan mampu mengungkapkan penguasaan antar materi yang bersangkutan dan membuat siswa belajar mandiri c. Siswa mampu menjelaskan kembali isi materi tersebut kepada pihak lain d. Siswa dapat memprediksi kemungkinan terhadap pengembangan materi yang dipelajari saat itu. Tetapi dilain pihak, guru tetap memberikan dukungan, umpan balik dan rengsangan keika siswa mempelajari materi tersebut secara mandiri. 13 Kelebihan model pembelajaran Reciprocal Teaching menurut Azis (dalam Rochim, 2015, hlm. 21) antara lain: 1. Mengembangkan kreativitas siswa. 2. Memupuk kerjasama antara siswa. 3. Menumbuhkan bakat siswa terutama dalam berbicara dan mengembangkan sikap. 4. Siswa lebih memperhatikan pelajaran karena menghayati sendiri. 5. Memupuk keberanian berpendapat dan berbicara di depan kelas. 6. Melatih siswa untuk menganalisa masalah dan mengambil kesimpulan dalam waktu singkat. 7. Menumbuhkan sikap menghargai guru karena siswa akan merasakan perasaan guru saat mengadakan pembelajaran terutama pada saat siswa ramai atau kurang memperhatikan. 8. Dapat digunakan untuk materi pelajaran yang banyak dan alokasi waktu yang terbatas.

Kelemahan model pembelajaran Reciprocal Teaching menurut Azis (dalam Rochim, 2015, hlm. 22) antara lain: 1. Adanya kurang kesungguhan para siswa yang berperan sebagai guru menyebabkan tujuan tak tercapai. 2. Pendengar (siswa yang tak berperan) sering menertawakan tingkah laku siswa yang menjadi guru sehingga merusak suasana. 3. Kurangnya perhatian siswa kepada pelajaran dan hanya memperhatikan aktivitas siswa yang berperan sebagai guru membuat kesimpulan akhir sulit tercapai. 14 Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas disimpulkan bahwa pembelajaran Reciprocal Teaching mengharuskan siswanya lebih aktif dan menekankan pemahaman mandiri siswa dalam pembelajaran dan guru hanya sebagai fasilitator. C. Self Regulated Learning Self Regulated Learning merupakan salah satu faktor bidang afektif yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam pembelajaran matematika. Kemandirian dalam belajar menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai tanggung jawab terhadap keberhasilannya dalam belajar (Mulfia, 2016). Zimmerman (dalam Sumarni, 2014) mendefinisikan Self Regulated Learning sebagai suatu proses mengaktifkan dan mempertahankan seacara terus menerus pikiran, tindakan dan emosi kita untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Zamnah (dalam Lukman, 2014) Self Regulated Learning merupakan perilaku seseorang yang mempunyai ciri mampu mengatasi hambatan dan masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Darr & Fisher (dalam Sari, 2016) menyatakan bahwa siswa yang memiliki Self Regulated Learning adalah siswa yang secara aktif bisa memaksimalkan kesempatan dan kemampuannya untuk belajar. Mereka tidak hanya mampu mengkontrol metakognisinya tetapi juga mengembangkan kemandirian sikap dan perilaku serta sumber daya yang dibutuhkan untuk meningkatkan hasil pembelajaran yang positif. Roschester Institute of Technology (Sumarno dalam Lukman, 2014)

mengidentifikasi beberapa karakteristik Self Regulated Learning, yaitu memilih tujuan belajar memandang kesulitan sebagai tantangan, memilih dan menggunakan sumber yang tersedia, bekerjasama dengan individu lain, membangun makna, serta memahami bahwa pencapaian keberhasilan tidak cukup hanya dengan usaha dan kemampuan saja, namun harus disertai dengan kontrol diri. Woolfolk (dalam Sari, 2016) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Self Regulated Learning meliputi: pengetahuan (knowledge), motivasi (motivation) dan disiplin pribadi (self-discipline). Corno (dalam Sari, 2016) menyatakan bahwa motivasi menunjukkan adanya komitmen, sedangkan disiplin pribadi menunjukkan adanya keberlanjutan. Kedisiplinan yang dimiliki siswa akan berlangsung secara terus menerus sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut siswa yang mempunyai Self Regulated Learning harus mempunyai pengetahuan tentang subjek yang akan dipelajari, tentang tugas dan tentang strategi belajar. Siswa dengan Self Regulated Learning yang baik akan mempunyai motivasi yang tinggi untuk mengerjakan tugas yang diberikan karena siswa merasa menyukainya. Siswa dengan Self Regulated Learning yang baik juga akan mempunyai rasa disiplin pribadi yang baik untuk mengerjakan tugas yang diberikan dan mengatur belajar dengan baik. Sedangkan menurut Suryadi (dalam Lukman, 2014), Self-Regulated Learning mencakup tiga karakteristik sentral, yaitu: 1) Kesadaran berpikir; 2) Penggunaan strategi; 3) Pemeliharaan motivasi. Self Regulated Learning dalam matematika dapat digambarkan sebagai kondisi siswa belajar matematika, mengerjakan tugas-tugas matematika berupa soal-soal yang diberikan untuk diselesaikan di rumah ataupun di kelas. Indikator untuk mengukur Self Regulated Learning menurut Sumarmo (dalam Sumarni, 2014) adalah sebagai berikut: 1. Menunjukkan inisiatif dalam belajar matematika. 2. Mendiagnosa kebutuhan dalam belajar matematika. 3. Menetapkan target/tujuan belajar. 4. Memonitor, mengatur dan mengontrol belajar. 5. Memandang kesulitan sebagai tantangan. 6. Memanfaatkan dan mencari sumber belajar yang relevan. 7. Memilih dan menerapkan strategi belajar. 8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar. 9. Yakin tentang dirinya sendiri. 15

16 D. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional pada umumnya adalah pembelajaran yang lebih terpusat pada guru. Sehingga pembelajaran yang terjadi kurang optimal karena siswa yang kurang aktif dalam kegiatan belajar. Pembelajaran konvensional juga dapat dikatakan sebagai pembelajaran yang dilakukan dengan komunikasi satu arah, karena gurulah yang berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa hanya menerima informasi verbal guru. Salah satu metode yang dipakai dalam pembelajaran konvensional adalah ekspositori, yaitu sama seperti metode ceramah yang dalam proses belajarnya guru sebagai pemberi informasi. Ciri-ciri pembelajaran konvensional menurut Ruseffendi (dalam Rochim, 2015, hlm. 23) sebagai berikut: 1. Guru dianggap gudang ilmu, bertindak otoriter, serta mendominasi kelas. 2. Guru memberikan ilmu, membuktikan dalil-dalil, serta memberikan contoh-contoh soal. 3. Guru betindak pasif dan cenderung meniru pola-pola yang diberikan guru. 4. Murid-murid meniru cara-cara yang diberikan guru dianggap belajar barhasil. 5. Murid kurang diberi kesempatan untuk berinisiatif mencari jawaban sendiri, menemukan konsep serta merumuskan dalil-dalil. Langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional menurut Purwanto (dalam Rochim, 2015, hlm. 24) adalah sebagai berikut: Pendahuluan: 1. Guru mengkondisikan kelas agar dapat berlangsung suasana pembelajaran matematika secara kondusif 2. Guru memberitahukan pokok bahasan dan subpokok bahasan yang akan diajarkan 3. Melakukan apersepsi dan motivasi dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegunaannya dalam memperlajari materi yang diajarkan. Kegiatan Inti: 1. Guru menjelaskan tentang konsep materi yang bersangkutan dan memberi kesempatan bertanya kepada siswa. 2. Guru memberikan contoh tentang konsep materi tersebut dan memberi kesempatan bertanya kepada siswa 3. Guru menjelaskan cara melakukan suatu algoritma dari suatu penyelesaian soal dan memberi kesempatan bertanya kepada siswa 4. Guru memberikan contoh dan penyelesaian dari aplikasi konsep materi tersebut terhadap kehidupan sehari-hari dan memberi

17 kesempatan bertanya kepasa siswa 5. Guru memberikan soal latihan dan mempersilahkan beberapa siswa untuk mengerjakan di depan kelas 6. Guru memberikan evaluasi terhadap hasil kerja siswa di depan kelas 7. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan materi 8. Siswa mencatat, memperhatikan penjelasan dari guru serta mengikuti algoritma yang diajarkan guru Penutup: 1. Guru dan siswa melakukan refleksi untuk mencari tahu kesulitan yang masih dialami siswa 2. Guru menyampaikan agenda pembelajaran untuk pertemuan berikutnya 3. Guru menutup pelajaran. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru yang menjadi sumber dan pemberi informasi. E. Analisis Kedalaman dan Keluasan Materi Materi yang dipelajari dalam penelitian ini adalah tentang aturan sinus dan cosinus yang dipelajari untuk siswa SMA kelas X. Pembahasan konsep pada materi ini adalah tentang aturan sinus, aturan cosinus dan luas segitiga berdasarkan atura sinus. Materi prasayarat dalam aturan sinus dan cosinus adalah perbandingan trigonometri dan nilai sudut-sudut pada trigonometri. Terkait dengan penelitian ini, peneliti menggunakan materi aturan sinus dan cosinus dalam instrument tes kemampuan komunikasi matematis siswa yang berisikan pertanyaan dan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Keluasan dan kedalaman materi pembelajaran dapat dilihat pada kompetensi dasar dan indikator pembelajarannya, yaitu: 3.10 Menjelaskan aturan sinus dan cosinus. 4.10 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aturan sinus dan cosinus. Berdasarkan kompetensi dasar tersebut diuaraikan menjadi beberapa indikator pembelajaran sebagai berikut: 3.10.1 Menemukan rumus aturan sinus dan cosinus 3.10.2 Menentukan rumus luas segitiga 3.10.3 Menentukan sisi segitiga dengan menggunakan rumus aturan sinus dan cosinus

18 3.10.4 Menentukan sudut segitiga dengan menggunakan rumus aturan sinus dan cosinus 3.10.5 Menentukan luas segitiga 3.10.6 Menentukan luas segi-n menggunakan rumus luas segitiga 4.10.1 Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan aturan sinus dan cosinus 4.10.2 Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan luas segitiga Terkait dengan penelitian ini, peneliti mengidentifikasi setiap KD yang dihubungkan dengan indikator kemampuan komunikasi. Pada KD 3.10 Menjelaskan aturan sinus dan cosinus. Materi ini menjelaskan tentang menentukan sisi dan sudut segitiga yang belum diketahui dan mencari luas segitiga melalui situasi atau gambar, jika dihubungkan dengan indikator kemampuan komunikasi yaitu membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi. Pada KD 4.10 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aturan sinus dan cosinus. Materi ini menjelaskan tentang aplikasi aturan sinus dan cosinus dan luas segitiga dalam kehidupan sehari-hari, jika dihubungkan dengan indikator kemampuan komunikasi yaitu menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasan atau symbol matematika. F. Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian yang pernah membahas tentang model pembelajaran Reciprocal Teaching untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik adalah penelitian yang dilakukan oleh Prayogi Rochim S. mahasiswa Universitas Pasundan Bandung dengan tahun penelitian 2015 dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Pangalengan dengan menggunakan metode eksperimen. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapatkan model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. Penelitian yang pernah membahas tentang model pembelajaran Reciprocal Teaching untuk meningkatkan kemandirian belajar matematika dan hasil belajar matematika adalah penelitian yang dilakukan oleh Indri Nur Hayarti mahasiswa

19 Universitas Negeri Yogyakarta dengan tahun penelitian 2008 dilakukan pada siswa kelas IX I SMP Negeri 1 Pacitan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa siswa kelas IX-I SMP N I Pacitan pada siklus II telah mengalami peningkatan pada aspek-aspek kemandirian belajar matematika siswa kelas IX-I dibandingkan pada siklus I. Berdasarkan uraian di atas maka persamaan penelitian yang akan penulis lakukan dengan penelitian di atas adalah dari segi model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian Prayogi, Indri dan penulis adalah model pembelajaran Reciprocal Teaching. Berdasarkan uraian di atas maka perbedaan penelitian yang akan penulis lakukan dengan penelitian di atas antara lain: 1. Dari segi tujuan penelitian; tujuan penelitian Prayogi adalah untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematika siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada dengan pembelajaran konvensional dan tujuan penelitian Indri adalah untuk meningkatkan kemandirian belajar matematika dan hasil belajar matematika siswa kelas IX-I SMP N 1 Pacitan melalui pendekatan Reciprocal Teaching. Sedangkan tujuan penelitian penulis adalah untuk mengetahui kemampuan komunikasi dan Self Regulated Learning matematis siswa menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran konvensional. 2. Dari segi metode peneltiain; metode penelitian Indri adalah penelitian tindakan kelas, sedangkan metode penelitian penulis adalah metode eksperimen.

20 G. Kerangka Pemikiran Kemampuan Komunikasi Matematis Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Palinscar (dalam Rochim, 2015, hlm. 19) Baroody (dalam Rochim, 2015, hlm. 15) Self Regulated Learning Matematis Sumarno (dalam Sumarni, 2014) Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran H. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi Model pembelajaran Reciprocal Teaching adalah salah satu model pembelajaran yang bercirikan siswa dapat berperan sebagai guru. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kerjasama antar siswa dan memberikan kesempatan proses berpikir siswa dengan saling betukar pengetahuan, sehingga siswa dapat termotivasi dan bersungguh-sungguh belajar mandiri dan dapat berkomunikasi dengan baik. 2. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan sementara yang diambil oleh penulis sebelum diadakan penelitian. a. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran konvensional.

21 b. Self Regulated Learning matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran konvensional. c. Terdapat hubungan antara kemampuan komunikasi matematis siswa dengan Self Regulated Learning matematis siswa.