i PERAN KPU KOTA YOGYAKARTA DALAM VERIFIKASI FAKTUAL CALON LEGISLATIF PEMILU 2009 SKRIPSI Oleh: QODRINIE FRIRAMADHANY No mahasiswa: 05410243 Program Studi: Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2010
1 BAB I Peran Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta dalam Verifikasi Faktual Calon Legislatif Pemilu Tahun 2009 A. Latar Belakang Masalah Sebelum UUD 1945 di amandemen, MPR merupakan lembaga tertinggi Negara sehingga mempunyai kewenangan melantik Presiden dan Wakil Presiden, memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatan menurut Undang Undang Dasar 1945. Sedangkan pemilihan Kepala Daerah di musyawarahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tentu kenyataan tersebut tidak dapat dikatakan demokrasi sebab yang hanya memilih Kepala Pemerintahan adalah para anggota MPR dan DPR saja, sedangkan masyarakat tidak dapat menyalurkan aspirasinya secara langsung dengan ikut serta memilih calon legislative sesuai hati nurani dan kepercayaan masing masing terhadap calon yang diajukan. Namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya Negara, Indonesia menjadi suatu Negara hukum yang Demokratis. Maka berangkat dari UU baru 2008 yakni UU No. 10 Tahun 2008 mengenai Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, membandingkan bagaimana kesesuaian antara UU ini dengan UU sebelumnya mengenai hal yang sama. Tidak lah cukup sempurna apapun yang dilakukan manusia, selalu ada perubahan hal yang menjadikan lebih baik dari sebelumnya melalui sebuah proses. Perubahan telah menggariskan ketentuan UUD mengenai pemilihan umum. 1
2 Pemilihan umum akan dilaksanakan untuk memilih presiden dan wakil presiden, untuk memilih anggota DPR dan DPRD, dan untuk memilih anggota DPD. Pasangan capres dan wapres dicalonkan oleh parpol atau gabungan parpol ( peserta pemilu ). Peserta pemilu anggota DPR dan DPRD adalah parpol ( peserta pemilu ). Calon anggota DPD adalah perorangan 1. Pemilu secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan Negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilu mempunyai hubungan erat dengan prinsip demokrasi karena pemilu merupakan salah satu cara dalam pelaksanaan demokrasi di Negara ini, dan juga pemilu mempunyai hubungan erat dengan prinsip hukum sebagai prinsip prinsip fundamental yang banyak dipergunakan di Negara Negara modern sehingga implementasi dari penerapan persiapan pemilu setiap tahunnya haruslah sesuai dengan sistem pemilu melalui sebuah proses persiapan dalam rangka pembentukkan pemerintahan yang kuat dan benar benar demokratis. Pemilu dan demokrasi memiliki kaitan yang sangat erat dalam kehidupan bernegara. Dalam Negara demokrasi, kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Oleh karena itu, kekuasaan pemerintahan yang mengatur Negara sepenuhnya ditentukan oleh rakyat. Mekanisme penentuan tersebut diatur melalui institusi pemilu. Melalui pemilu, rakyat memilih presiden dan wakil presiden sebagai lembaga eksekutif yang menjalankan pemerintahan, serta memilih wakil wakilnya 1 Rofiqul Umam Ahmad, et, al, Membangun Jalan Demokrasi Kumpulan Pemikiran Jakob Tobing tentang Perubahan UUD 1945, Konstitusi Press, Jakarta, cet.1, 2008, hal 205.
3 yang akan mengisi lembaga perwakilan rakyat ( baik melalui partai politik maupun melalui perweakilan daerah ) untuk menjalankan control atas pemerintahan. Disamping itu, dalam konteks kedaerahan, pemilihan kepala daerah juga ditentukan melalui mekanisme pemilu kepala daerah. Dengan demikian, pemilu merupakan sarana yang paling strategis untuk mewujudkan dan mengembangkan demokrasi dalam bernegara yang mengutamakan kepentingan rakyat. Melalui proses pemilu diharapkan akan dapat terwujud suatu mekanisme yang mampu menjamin pergantian kekuasaaan ( transfer of power ) dan kompetisi kekuasaan ( power competition ) disuatu Negara secara damai dan beradab. Oleh karena itu, proses pemilu diatur dalam suatu kerangka regulasi dan etika yang dapat memberi jaminan agar pemilu tidak saja dapat berlangsung secara jujur dan adil, tetapi juga dapat menghasilkan wakil wakil rakyat yang memiliki kredibilitas, akuntabilitas, dan kapasitas tinggi, serta sanggup mengemban amanat dan kehormatan dari rakyat dalam mengelola kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Jika pemerintah ataupun wakil rakyat yang terpilih pada pemilu ini tidak dapat menjalankan amanat rakyat, maka rakyat bisa saja menghukumnya dengan tidak memilih mereka pada pemilu berikutnya oleh karena itu pemilu juga merupakan ajang untuk memberikan kesempatan kepada para calon terpilih untuk membuktikan apa yang telah dijanjikan kepada rakyat sehingga dapat memperoleh kepercayaan oleh rakyat untuk dipilih pada pemilu berikutnya.
4 Dalam konteks Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ), walaupun warganya belum pernah memilih Gubernur dan Wakil Gubernur secara langsung karena keistimewaan daerah ini, Sri Sultan Hamengkubuwono X sendiri telah mengisyaratkan tidak mau dipilih kembali sebagai Gubernur DIY untuk memberi ruang yang lebih luas bagi demokrasi ditingkat local. Hal ini tentunya juga mengisyaratkan pesan perlunya diselenggarakan pemilu kepala daerah di DIY setelah masa jabatan Sri Sultan Hamengkubuwono IX berakhir. Dalam konteks demokrasi local di DIY ini, maka pemilu kepala daerah bisa jadi merupakan salah satu penjabaran dari pesan moral almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX tentang Tahta untuk Rakyat. Pesan ini mengandung makna yang sangat mendalam tentang pemikiran demokrasi yang muncul dari lingkungan keraton sendiri. Demokrasi, apapun bentuknya tidak bisa melupakan salah satu tujuan bangsa ini, yakni kesejahteraan rakyat. Hal ini mengisyaratkan bahwa keraton Yogyakarta juga mengawal demokrasi ditingkat local untuk memberi ruh demokrasi ditingkat nasional demi kesejahteraan rakyat. 2 Dalam suatu pemilu yang melibatkan berbagai pihak seperti partai politik ( parpol ), Komisi Pemilihan umum ( KPU ) dibantu oleh Sekretariat Jenderal beserta KPU Provinsi dan KPU Kabupaten, dan masyarakat umum di Kota Yogyakarta ini, menimbulkan berbagai masalah yang muncul terutama dalam persiapan yang akan dihadapi untuk pemilu kedepan yang terkait dengan verifikasi Daftar Calon 2 Dikutip dari Buku Panduan Pendidikan Pemilih, Mengantarkan Pemilih cerdas, Yogyakarta, cet 1, Desember 2007
5 Sementara dari beberapa peserta Parpol yang terlibat. Sementara itu tanggal 16 September lalu telah berlangsung penyerahan kembali berkas pencalonan DPRD hasil perbaikan. Setelah itu KPU Provinsi Kota Yogyakarta perlu melakukan verifikasi ulang atas berkas pencalonan setelah mengalami perbaikan oleh pengurus partai politik dan calon DPRD namun belum ada kepastian sampai kapan KPU Kota Yogyakarta akan memproses verifikasi ulang terhadap perbaikan berkas pencalonan baik dalam hal perombakan daftar calon dan kekurangan kerurangan kecil lainnya. Oleh karena itu sangat dibutuhkan peran komisi pemilihan umum ( KPU ) Kota Yogyakarta sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang mengurusi persoalan mengenai pemilihan umum ( pemilu ) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri 3 agar lebih teliti dan cermat menyeleksi kesiapan dan kelengkapan bagi para calon presiden, calon wakil presiden, maupun para calon legislatif. Mengamati Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta, maka beberapa permasalahan yang layak diperhatikan diantaranya adalah mulai dari sejauh mana tahap penetapan daftar calon legislatif ( caleg ), verifikasi pelaksanaan, verifikasi calon legislatif ( caleg ), administrasi calon legislatif ( caleg ) sampai pada peran Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) tingkat Kota terhadap permasalahan yang muncul. Parpol yang mengajukan calon legislatif-nya haruslah memenuhi persyaratan yang ketat, oleh karena itu tidaklah heran apabila ada beberapa caleg yang tersangkut 3 Lihat dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang pemilu 2008 dan UU No. 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilihan umum mengenai komisi pemilihan umum.
6 masalah pidana, melanggar persyaratan umur, ataupun calon yang masih merangkap sebagai aparat desa bahkan pemalsuan ijazah meski sesuai dengan Surat Edaran dari pusat tentang permasalahan dalam proses pencalonan legislatif yang diajukan parpol, jika ditemukan yang bersangkutan juga dicalonkan oleh parpol lain, sesuai dengan pasal 50 (2) huruf j dan k UU No. 10 Tahun 2008 Juncto Peraturan KPU No. 18 pasal 23 (1) huruf a, bacaleg harus membuat surat pernyataan tentang kesediaan untuk dicalonkan hanya satu parpol pada satu lembaga perwakilan dan ditanda tangani di atas materai ( model BB ). 4 Terkait dengan penyusunan daftar pemilih pasal 33 (1) UU No. 10/2008 menyebutkan bahwa data kepedudukan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih. Sehingga penyusunan daftar pemilih tersebut lebih mendasar pada pendekatan de jure, yakni terdaftarnya seseorang sebagai pemilih didasarkan pada data administrasi kependudukan yakni dimana seseorang dicatat sebagi warga Negara. Prinsip ini sebagaimana diterapkan dalam penyusunan daftar pemilih dalam pemilu kepala daerah, yang terbukti sarat dengan masalah. Hal itu karena masih belum tertibnya sistem administrasi penduduk. Dengan pendekatan ini jika semua warga Negara tercatat dalam data kependudukan, memang ada jaminan untuk otomatis terdaftar sebagai pemilih. Hanya masalahnya, resikonya akan ada problem penggunaan hak pilih, khususnya bagi sebagian warga Negara yang memiliki tempat tinggal ( domisili ) berbeda dengan tempat dimana seseorang dicatat sebagai penduduk. 4 Sumber Harian Jogja dan www.google.com
7 Hal itu diperburuk dengan ketentuan bahwa dalam penyusunan daftar pemilih, KPU Kota Yogyakarta setempat harus mengacu pada daftar kependudukan yang dipersiapkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ( Dispenduk Capil ) setempat. Dalam banyak kasus data yang dipersiapkan oleh Dispenduk Capil tersebut sangat tidak akurat. Akibatnya KPU setempat mendapatkan in put data pemilih yang sangat buruk. Padahal KPU setempat dihadapkan pada keterbatasan waktu dan dana untuk menyusun data pemilih, sehingga resiko problem akurasi data pemilih selalu saja terjadi. Terlebih lagi partisipasi politik para calon pemlih untuk bersedia mencermati Daftar Calon Pemilih Sementara ( DCS ) yang dipasang oleh PPS disetiap kantor desa/ kelurahan, padukuhan, RT, dll juga sangat rendah, akibatnya KPU kesulitan untuk dapat mendeteksi calon pemilih yang belum terdaftar. Sementara pada saat yang sama KPU juga kesulitan untuk dapat mengetahui munculnya calon pemilih yang tidak berhak dalam DCS, karena rendahnya partisipasi publik untuk mencermati dan mengoreksi DCS tersebut. Dalam besarnya jumlah parpol peserta pemilu disatu sisi memang merupakan wujud dari perluasan akses publik untuk berserikat dan berkumpul. Namun ketika jumlah parpol dalam setiap kali pemilu selalu besar dan selalu saja lahir partai partai baru, maka hal itu akan menghambat proses konsolidasi parpol di Indonesia. Resikonya, rakyat selalu dibingungkan dengan jumlah parpol yang selalu banyak dan selalu muncul parpol
8 baru setiap kali pemilu yang akan membuat rakyat kesulitan untuk melakukan komunikasi dengan parpol dan sekaligus melakukan kontrak politk dengan parpol. 5 Berbeda dengan pemilu pemilu sebelumnya, pada pemilu 2009 akan diberlakukan suatu mekanisme yakni parliamentary threshold ( PT ). 6 Implikasinya jika prosentase perolehan suara sah setara dengan perolehan jumlah kursi, maka pada pemilu 2009 tidak akan lagi parpol yang berhak atas kursi DPRRI jika parpol tersebut gagal untuk mengumpulkan 2,5% dari jumlah kursi DPRRI alias setara dengan 14 kursi. Implikasi lebih jauh terhadap pemberlakuan mekanisme ini adalah akan semakin tingginya disproposionalitas calon terpilih sebagai akibat dari besarnya jumlah parpol peserta pemilu yang tidak mampu meraih 2,5% suara sah secara nasional. Bukan hanya pada mekanismenya saja UU No. 10/2008 mengusung suatu perubahan, namun juga dalam hal kampanye, dalam proses recruitment, mekanisme distribusi kursi pada calon terpilih UU No 10/2008, 7 dan perubahan yang cukup mendasar pada mekanisme pemungutan suara dan rekapitulasi hasil pemilu. Dalam proses pelaksanaan pemilu 2009 di Kota Yogyakarta tentu saja tidak terlepas dari tanggung jawab KPU Kota Yogyakarta sebagai institusi penyelenggara sehingga dituntut memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik. Sebab, proses pelaksanaan tersebut memakan waktu, pikiran, energi dan biaya yang tidak sedikit 5 Sunber http:\\www.kpud-diyprov.go.id\1 November 2008 6 Lihat pasal 202 UU No. 10/2008 7 Lihat pasal 214 (1) UU No. 10/2008
9 agar mendapatkan hasil yang diharapkan oleh masyarakat. Meskipun ada pihak pihak yang keberatan atas hasil tersebut, tetapi masyarakat dapat belajar mengembangkan sikap toleran, saling menghargai, dan saling menghormati satu sama lainnya. Dengan demikian, tidak berarti semua perbedaan harus dipadukan, kenyataannya memang ada perbedaan yang tidak mungkin dikompromi. Dan khususnya mengenai verifikasi factual calon legislative dalam Pemilu 2009. B. Rumusan Masalah Berdasarkan berbagai permasalahan dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa perumusan masalah. Adapun beberapa perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran KPU Kota Yogyakarta dalam mempersiapkan pemilu 2009? 2. Bagaimana verifikasi Daftar Calon Anggota Legislatif dari parpol yang dilakukan oleh KPU Kota Yogyakarta dalam pelaksanaan persiapan pemilu 2009? 3. Apa saja yang menjadi hambatan bagi KPU Kota Yogyakarta dalam melakukan verifikasi? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui mengenai peran KPU Kota Yogyakarta dalam menyongsong pemilu 2009.
10 2. Untuk mengetahui hal hal mengenai verifikasi Daftar Calon Anggota Legislatif dari parpol yang dilakukan oleh KPU Kota Yogyakarta dalam pelaksanaan persiapan pemilu 2009. 3. Untuk mengetahui mengenai persoalan apa saja yang menjadi hambatan bagi KPU Kota Yogyakarta dalam melakukan verifikasi D. Tinjauan Pustaka Ditinjau dari pasal 1 UU No 10 Tahun 2008, Pemilihan Umum ( pemilu ) yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 [ menurut pasal 1 UU No 10 Tahun 2008 dan pasal 1 UU No 22 Tahun 2007 ], dan merupakan komponen penting di dalam Negara demokrasi yang menganut system perwakilan. 8 Dimana demokrasi yang berasal dari bahasa Yunani Demos dan Kratos/ Kratein, dan sejak SD ( kalau belum diubah ) selalu diberikan definisi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 9 Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya sebab dengan demokrasi, hak masyarakat untuk 8 Tentang ini lihat di dalam Moh Kusnardi dan Harmai Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indoneia._Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI, Jakarta, 1983, hal 328 329. Lihat juga dalam buku Dr. Moh. Mahfud MD, Hukum dan pilar pilar demokrasi,yogyakarta, 1999, hal 220. 9 Lihat dalam website www.google.com, Konspirasi dalam Demokrasi dan Pemilu, pukul 11.02, tanggal 12 November 2008.
11 menentukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkatan terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan Negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. 10 Jadi, Negara demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat 11 [ penjelasan yang dikemukakan oleh Dr. Moh. Mahfud MD dalam bukunya Hukum dan Pilar Pilar Demokrasi ]. Dalam buku Richard M. Ketchum dijelaskan mengenai demokrasi yang dirumuskan sebagai sesuatu yang penting bagi institusi institusinya sebagai contoh, dipilih oleh masyarakat melalui pemilihan umum yang bebas yang secara jelas membedakannya dari bentuk masyarakat yang lainnya. Implementasi dari UU No. 10 Tahun 2008 sebagai undang undang yang mengatur mengenai pemilu terhadap pemilihan calon legislator tahun 2009 mungkin saja akan terhambat beberapa permasalahan yang biasa terjadi di tahun tahun sebelumnya. Ini tidak terlepas dari peran KPU setempat yakni KPU Kota Yogyakarta dalam mempersiapkan pemilu 2009. Dalam UU No. 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pemilihan Umum 10 Deliar noer, Pengantar ke pmikiran Politik, CV Rajawali, Jakarta, cet.1, 1983, hal 207. 11 Amirmachmud, Demokrasi, Undang Undang dan Peran Rakyat, dalam PRISMA No. 8 LP3ES, Jakarta, 1984.
12 diuraikan mengenai KPU mulai dari kedudukan, susunan, keanggotaan sampai pada tugas dan wewenangnya baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/ Kota. Dalam penyelengaraan pemilihan calon legislator, KPU Kota Yogyakarta harus berperan penuh dalam mengemban ke tujuhbelas tugas dan wewenang yang dimiliki agar pelaksanaannya sesuai dengan tujuannya. Beberapa studi tentang demokrasi mengukuhkan pandangan bahwa pemilu merupakan salah satu alat penting untuk menilai demokratis atau tidaknya suatu Negara. Dalam analisis LeDuc dan kawan kawan ( 1996 ), pemilu merupakan salah satu institusi politik yang mengarah dan merefleksikan berbagai tendensi ekonomi, politik, dan social, sehingga masa depan demokrasi bergantung pada kejadian kejadian yang berkaitan dengan proses pemilihan umum tersebut. Dalam sebuah buku Panduan Pendidikan Pemilih: Mengantarkan Pemilih Cerdas oleh Askuri yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) Provinsi DIY, dijelaskan bahwa pemilu dalam Negara demokrasi, kekuasaan pemerintahan yang mengatur Negara sepenuhnya ditentukn oleh rakyat. Dan dilihat pula dalam konteks kedaerahan sehingga menyimpulkan suatu pendapat bahwa pemilu merupakan sarana yang paling strategis untuk mewujudkan dan mengembangkan demokrasi dalam bernegara yang mengutamakan kepentingan rakyat. Masih berdasarkan pemikiran Askuri, namun dalam buku yang berbeda yaitu Panduan Pendidikan Pemilih untuk Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, penulis mencoba untuk menyimpulkan dan mengembangkan pendapat bahwa pemilihan umum (
13 pemilu ) merupakan sarana politik untuk mewujudkan suatu lembaga Negara yang representative, akuntabel, dan berlegitimasi. Penyelenggaraan pemilu secara regular merupakan sarana untuk menyampaikan aspirasi politik rakyat, pengisian jabatan politik kenegaraan oleh rakyat secara langsung. Makna pemilu yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai mekanisme pergantian kekuasaan ( pemerintahan ) berdasarkan regulasi, norma, dan etika sehingga sirkulasi elite politik dapat dilakukan secara damai dan beradab. Dalam sejarah demokrasi, pemilihan umum yang teratur merupakan cara damai dalam mengganti pemerintahan. Dengan demikian, pemilihan umum menghindarkan penggunaan kekerasan berdarah dalam menggantikan pemerintah berkuasa yang sudah tidak lagi dikehendaki rakyat. Penyelenggaraan pemilu harus memenuhi standart demokrasi. Artinya, pemilu harus dilaksanakan dengan prinsip prinsip yang sesuai dengan demokrasi, tentunya berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. 12 Langsung, bahwa rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Umum, bahwa pemilu menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga Negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, status social, dan lain lain. 12 Dikutip dari Buku Panduan Pendidikan Pemilih, untuk Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, Yogyakarta, cet 1, Desember 2008
14 Bebas, bahwa setiap warga Negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanandan paksaan dari siapapun. Rahasia, bahwa dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Jujur, bahwa dalam penyelenggaraan pemilu setiap penyelenggaraan pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang undangan. Adil, bahwa dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun. 13 E. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami suatu obyek penulisan/ penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dan mengungkap fakta terhadap berbagai persoalan yang diteliti dengan cara/ metode yang diharapkan dapat efisien dan akurat melalui beberapa data yang didapat seperti data sekunder dan data primer. 1. Subyek Penelitian Subyek penelitian merupakan pihak pihak atau orang yang dipilih oleh peneliti untuk memberikan pendapat, informasi atau keterangan 13 Ibid.
15 terhadap permasalahan yang diteliti. Adapun subyek penelitian yang dipilih adalah: a. Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta 2. Obyek Penelitian a. Peran KPU Kota Yogyakarta dalam persiapan pemilu 2009. 3. Sumber Data a. Sumber Data Primer adalah sumber data yang diperoleh langung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari yakni melalui wawancara dan atau angket ( field reseach ), b. Sumber Data Sekunder adalah sumber data yang diperoleh tidak langsung. Biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia melalui kepustakaan ( library research ) dan data dokumen. 4. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik Pengumpulan Data yang diambil adalah: a. Data Primer, dilakukan dengan cara observasi dan wawancara yaitu proses tanya jawab dengan subyek penelitian yang bersifat bebas terpimpin, dengan menyiapkan catatan
16 mengenai pokok yang akan ditanyakan sehinga masih memungkinkan adanya aneka raga pertanyaan lainnya, b. Data Sekunder, dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu dengan mengkaji peraturan perundang undangan dan literature yang berhubungan dengan permasalahan. Dan studi dokumen yaitu dengan mencari, menemukan, dan mengkaji beberapa dokumen seperti putusan pengadilan, risalah sidang, dan lain lain yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 5. Metode Pendekatan Pendekatan ialah sudut pandang yang digunakan peneliti dalam memahami dan mendekati objek penelitian. Metode pendekatan yang akan digunakan yaitu pendekatan yuridis - normative. Pendekatan yuridis normative yakni pendekatan dari sudut pandang ketentuan hokum atau perundang undangan yang berlaku mengenai Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum ( KPU ). 6. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan cara kualitatif yakni mengolah, mengkaji, dan menilai dengan menggunakan dasar dasar pemikiran yang berupa asas asas, teori teori, doktrin, pendapat para ahli, dan peraturan perundang undangan. Disamping itu peneliti
17 menguraikan, membahas, menafsirkan temuan temuan penelitian dengan perspektif atau sudut pandang tertentu yang disajikan dalam bentuk narasi.