BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tulisannya, Golson (dalam Idrus, 2007) menyatakan bahwa bukan persoalan seseorang memiliki kecerdasan, juga bukan karena yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari persoalan yang dihadapi, namun jika yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi kepada orang lain, maka kemampuankemampuan tersebut menjadi tidak berguna, kompetensi interpersonal merupakan kunci bagi individu untuk mengkomunikasikan ide-ide cemerlangnya kepada orang lain. Berbagai pandangan dan penelitian memandang bahwa kemampuan mengelola diri dan kemampuan mengelola hubungan dengan orang lain banyak menentukan keberhasilan hidup manusia. Salah satu kualitas hidup yang banyak menentukan keberhasilan menjalin hubungan dengan orang lain adalah kompetensi interpersonal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kompetensi juga berarti kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu); Kompetensi interpersonal sendiri menurut Spitzberg dan Cupach (dalam De Vito, 1989) dapat diartikan sebagai suatu kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara efektif. Kemampuan ini ditandai dengan adanya karakteristik- karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang baik dan memuaskan. 1
Buhrmester, dkk (dalam Nashori, 2003) mengatakan bahwa kompetensi interpersonal meliputi kemampuan berinisiatif membina hubungan interpersonal, kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional dan kemampuan untuk mengelola dan mengatasi konflik-konflik yang timbul dalam hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal yang efektif (seperti persahabatan) dapat terbina jika masing-masing memiliki kemampuan-kemampuan dalam berkomunikasi dan membina hubungan interpersonal. Kemampuankemampuan tersebut secara khusus disebut sebagai kompetensi interpersonal. Penelitian Buhrmester (1998 membuktikan bahwa kompetensi interpersonal pada remaja berperan penting dalam keberhasilan seorang remaja dalam menjalani kehidupan sosialnya di masa dewasa. Hal ini dikarenakan dalam hubungan interpersonal dapat membantu remaja untuk mencapai popularitas dalam kelompok teman sebaya dan keberhasilan atau kesuksesan remaja dalam berkencan, selain itu juga membuat interaksi dengan orang lain menyenangkan dan penuh pengalaman yang nyaman. Menurut Buhrmester Dkk (1998.) Hubungan interpersonal adalah hubungan antara pribadi yang terdiri dari dua orang dimana satu sama lain saling tergantung. Lebih lanjut dikemukakan bahwa hubungan interpersonal biasanya bersifat menetap dan menggunakan pola interaksi yang tetap. Sedangkan menurut pendapat Nashori (2003) bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal. Berbagai penelitian menunjukan bahwa lingkungan keluarga maupun proses hidup yang dijalani 2
seseorang dengan masyarakat menjadi salah satu faktor terbentuknya kompetensi interpersonal. Berbeda dengan Nashori menurut Willis (dalam Yuanita, 2004) ada dua faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal yaitu faktor internal yang berasal dari dalam individu yang merupakan karakteristik yang khas dari individu, dan faktor eksternal yaitu faktor di luar individu yang mempengaruhi kompetensi interpersonal seseorang. Selanjutnya Djafar (dalam Narshori, 2003) mengemukakan pendapat bahwa organisasi sangat memerlukan kompetensi interpersonal individu. Kompetensi interpersonal adalah spesifikasi dari pengetahuan dan keterampilan serta penerapan dari pengetahuan dan keterampilan melaksanakan pekerjaan (Task Management Skill), keterampilan mengantisipasi kemungkinan (Contingency Management Skill), keterampilan mengelola lingkungan kerja (job Environtmen Skill). Di dalam suatu organisasi tentunya terdapat interaksi antara indivdu dengan individu lain juga individu dengan kelompok. Hal ini tidak lepas dari interaksi sosial individu dengan teman sebayanya, karena manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri akan tetapi memerlukan kehadiran individu lainya sebagai mahluk sosial, manusia harus melakukan interaksi dengan individu maupun dengan kelompok untuk memenuhi dan menjalani kehidupanya. Menurut Walgito (dalam Listyaningsih, 2004) salah satu sifat manusia adalah sebagai makhluk sosal disamping sebagai makhluk individual. Sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan atau motif 3
untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Dalam hal ini tentunya seorang individu memerlukan kehadiran orang lain selain orang tua yaitu teman sebaya sebagai tempat bersosialisasi. Hal ini didukung pendapat Monks (1994) bahwa pada dasarnya remaja memiliki dua gerakan perkembangan yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman sebaya. Sering dibahas bahwa interaksi dengan teman sebaya biasanya mempengaruhi hidup suatu individu di dalam lingkungan sosialnya. Craig (dalam Listyaningsih 2004) memahami kelompok teman sebaya bukan sekadar sekumpulan anak, yang dengan keanggotaan terbatas, namun juga mengharuskan adanya interaksi satu dengan yang lain. Ditambahkannya bahwa kelompok teman sebaya ini relatif stabil untuk waktu tertentu, dengan saling membagi dan mempengaruhi nilai, norma kebiasaan. Dalam kelompok tersebut individu melakukan interaksi sosial, yaitu hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi inividu yang lain (Walgito, 2006). Benimof (dalam Ristianti, 2012) menegaskan bahwa kelompok teman sebaya merupakan dunia nyata remaja yang menyiapkan tempat remaja menguji dirinya sendiri dan orang lain. Keberadaan teman sebaya dalam kehidupan remaja merupakan keharusan, untuk itu seorang remaja harus mendapatkan penerimaan yang baik untuk memperoleh dukungan dari kelompok teman sebayanya. Melalui berkumpul dengan teman sebaya yang memiliki kesamaan dalam berbagai hal tertentu, remaja dapat mengubah kebiasan-kebiasan hidupnya dan dapat mencoba berbagai hal yang baru serta 4
saling mendukung satu sama lain. Hal senada dikemukakan oleh Tarakanita (dalam Ristianti, 2012) yang mengatakan bahwa, teman sebaya selain merupakan sumber referensi bagi remaja mengenai berbagai macam hal, juga dapat memberikan kesempatan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab yang baru melalui pemberian dorongan dukungan sosial. Welsh dan Bierman (dalam Idrus, 2007), bahwa semua kemampuan tersebut berhubungan dengan efektivitas hubungan interpersonal dalam kehidupan orang individu termasuk di dalamnya hubungan dengan teman kerja ataupun pasangan romantisnya. Secara lebih tegas dalam Foubert & Grainger (dalam Idrus, 2007) menyatakan bahwa interaksi dengan teman sebaya juga memiliki kontribusi terhadap kompetensi interpesonal. Dalam situs resmi Palang Merah Indonesia www.pmi.or.id, Palang Merah Remaja adalah organisasi sosial pada remaja yang bergerak di bidang kepalangmerahan atau yang biasa dikenal dengan PMR. Perekrutan anggota PMR berdasarkan target usia: (1) 10-12 tahun (PMR Mula), (2) 12-15 tahun (PMR Madya), (3) 15-17 tahun (PMR Wira) lembaga ini mempunyai tujuan yang berhubungan dengan kehidupan remaja dengan teman sebaya yaitu: Tujuan pembinaan dan pengembangan PMI masa depan: (1) Penguatan kualitas remaja dan pembentukan karakter. (2) Anggota PMR sebagai contoh dalam berperilaku hidup sehat bagi teman sebaya. (3) Anggota PMR dapat memberikan motivasi bagi teman sebaya untuk berperilaku hidup sehat. (4) Anggota PMR sebagai pendidik remaja sebaya. (5) Anggota PMR adalah calon relawan masa depan. Akan tetapi menurut wawancara yang penulis lakukan kepada salah satu anggota palang merah remaja PMI kota Salatiga tidak semua anggotanya 5
dapat membina suatu hubungan yang baik dengan anggota dan kelompok meski sering terlihat beberapa individu sering berinteraksi. Hal ini dibuktikan dengan kegotong-royongan dan kerja sama anggota saat ada pelatihan dan kegiatan. Sebagian anggota terlihat menggerombol dengan teman yang dikenal atau satu sekolah, disisi lain terdapat anggota yang sering terlihat bekerja sendiri dan kurang bisa menjalin hubungan dengan anggota lain dan kelompok. Terlihat kurangnya penerimaan dikalangan anggota dengan pasifnya seorang anggota dalam kelompok seperti hanya terlihat berdiam dan melamun saat berada di dalam kelompok. Penelitian yang dilakukan Idrus (2007) menyebutkan ada hubungan yang signifikan antara Interaksi Teman Sebaya dengan Kompetensi Interpersonal Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahun akademik 2007/2008. Idrus (2007) juga menjelaskan bahwa tinggi rendahnya tingkat interaksi individu dengan teman sebaya akan secara signifikan mempengaruhi kompetensi interpersonal individu yang bersangkutan. Semakin baik interaksi yang terjadi antara individu dengan teman sebayanya, dengan bukti diterimanya individu tersebut dalam kelompok teman sebayanya, akan semakin tinggi kompetensi interpersonal yang dimiliki individu yang bersangkutan. Dari hasil pra penelitian yang telah dilakukan kepada anggota Palang Merah Remaja yang diambil secara acak yang berjumlah 30 orang, diperoleh data sebagai berikut: Tabel 1.1 6
Distribusi frekuensi interaksi teman sebaya Kategori Range Frekuensi Prosentase % Sangat rendah 40-63 0 0 Rendah 64-87 0 0 Sedang 88-111 2 6.66 Tinggi 112-135 18 60 Sangat tinggi 136-160 10 33.3 Jumlah 30 100 Minimum 40 Maksimum 160 Dari tabel 1.1 distribusi frekuensi interaksi teman sebaya diperoleh hasil bahwa sebagian besar Palang merah Remaja berada pada kategori tinggi dengan jumlah 18 orang (60%). Tabel 1.2 Distribusi frekuensi kompetensi interpersonal Kategori Range Frekuensi Prosentase % Sangat rendah 30-47 2 6.66 Rendah 48-65 9 30 Sedang 66-83 11 36.6 Tinggi 84-101 8 26.6 Sangat tinggi 102-130 0 0 Jumlah 30 100 Minimum 30 Maksimum 120 Dari tabel 1.2 distribusi frekuensi kompetensi interpersonal diperoleh hasil bahwa sebagian besar anggota Palang merah Remaja berada pada kategori sedang dengan jumlah 11 orang (36.6%). Tabel 1.3 Korelasi interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal 7
Cor relations Kendall's tau_b NTILES of VAR00001 NTILES of VAR00002 Correlation Coeffic ient Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffic ient Sig. (2-tailed) N NTILES of NTILES of VAR00001 VAR00002 1.000.284..057 30 30.284 1.000.057. 30 30 Tabel 1.3 korelasi antara interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal Palang Merah Remaja PMI Salatiga diperoleh korelasi sebesar r = 0.284 dengan p = 0.057 (p > 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal Hasil pra penelitian menunjukkan interaksi teman sebaya dalam kategori sedang begitu juga dengan hasil kompetensi interpersonal didapatkan hasil sedang. Hasil uji coba korelasi menunjukkan bahwa interaksi teman sebaya tidak ada hubungan yang signifikan dengan kompetensi interpersonal Palang Merah Remaja Wira PMI Salatiga. Bertolak belakang dengan pra penelitian yang dilakukan penulis, penelitian lain yang dilakukan Andika (2009) judul hubungan Kompetensi Interpersonal dengan Teman Sebaya pada Remaja yang Mengikuti Home Scholling Tunggal di Yayasan Bina Mekanika Jakarta menunjukan ada hubungan yang signifikan antara kompetensi interpersonal dengan interaksi teman sebaya. Sehubungan dengan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya 8
Terhadap Kompetensi Interpersonal Pada Anggota Palang Merah Remaja Wira Palang Merah Indonesia Kota Salatiga.. 1.2 Rumusan Masalah Berdasar latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian adalah: Adakah hubungan yang signifikan antara interaksi teman sebaya terhadap kompetensi interpersonal pada anggota Palang Merah Remaja Wira Palang Merah Indonesia Kota Salatiga? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Untuk mengetahui signifikansi hubungan antara interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal pada anggota Palang Merah Remaja Wira Palang Merah Indonesia Kota Salatiga. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritik maupun praktis 1. Manfaat teoritik, apabila dalam penelitian ini ditemukan ada hubungan yang negatif signifikan antara interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal maka penelitian ini sejalan dengan hasil pra penelitian yang menemukan ada hubungan yang negatif signifikan antara interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal. Akan tetapi, bila hasil penelitian ini menemukan tidak ada hubungan yang positif signifikan antara interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal maka penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Idrus (2007) yang menemukan ada hubungan 9
yang positif signifikan antara interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal. 2. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak lembaga yaitu Palang Merah Indonesia Kota Salatiga mengenai hubungan antara interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal khususnya anggota Palang Merah Remaja. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memudahkan pembaca memahami isi skripsi ini, maka dalam penyusunan skripsi ini menggunakan sistematika dan garis besar isinya yang disajikan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi. Bab II Landasan teori, berisi tentang pengertian kompetensi interpersonal, aspek-aspek kompetensi interpersonal, faktor-faktor kompetensi interpersonal, remaja dalam kelompok teman sebaya, medel interaksi teman sebaya, pengertian interaksi teman sebaya, aspek-aspek interaksi teman sebaya, kajian hasil penelitian yang relevan, dan hipotesis. Bab III Metode Penelitian berisi tentang jenis penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, uji validitas dan reliabilitas dan teknik analisis data. Bab IV Analisis dan pembahasan berisi tentang gambaran subjek penelitian, pengumpulan data, analisis deskriptif, analisis korelasi, uji hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian. 10
Bab V Penutup berisi kesimpulan dan saran. 11