BAB II KUALITAS AUDIT, BATASAN WAKTU AUDIT DAN DUE PROFESSIONAL CARE. dikatakan berkualitas, jika memenuhi ketentuan atau standar



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masing-masing. Pengertian laporan keuangan menurut Pernyataan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Akuntan Publik (KAP) menurut Aturan Etika Kompartemen

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang belum atau tidak diaudit. keuangan yang terjadi akhir-akhir ini. Singgih dan Bawono (2010) menyebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sedangkan pengauditan biasanya tidak menghasilkan data akuntansi, melainkan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak

BAB I PENDAHULUAN. eksternal perusahaan. Menurut Financial Accounting Standard Board (FASB),

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002) ada 8 prinsip. dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Wiratama dan Budiartha (2015), laporan keuangan memiliki dua. karakteristik penting yaitu relevan dan dapat diandalkan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal perusahaan. Menurut Financial Accounting Standards

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajemen selaku agen dengan pemilik selaku principal. Jensen dan Meckling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemilik (principals) dengan pihak lain, yaitu manajer (agent). Dalam kontrak,

BAB I PENDAHULUAN. atas kinerja perusahaan melalui pemeriksaan laporan keuangan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable).

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. dipertanggungjawabkan kepada pihak luar, dimana pihak luarpun memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. akuntan yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam Standar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang bergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AUDIT

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan

BAB I PENDAHULUAN. Derasnya arus globalisasi yang mengarah pada perdagangan bebas kini

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2011:9) adalah suatu proses sistematik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. diperdagangakan di bursa saham, mayoritas perusahaan besar lainnya, serta

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Audit laporan keuangan berperan untuk mengurangi risiko informasi yang terkandung

BAB I PENDAHULUAN. dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002: 2). Kepercayaan yang besar dari

Skripsi PERSEPSI KLIEN TERHADAP ATRIBUT-ATRIBUT KUALITAS AUDIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEPUASAN KLIEN

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan memberikan gambaran dan informasi posisi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. (KAP) untuk mengaudit laporan keuangannya. untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan. Para pengguna

BAB 1 PENDAHULUAN. Audit dalam bentuk umum yaitu pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Pada perusahaan besar, khususnya perusahaan go public, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kantor akuntan publik (KAP) dari waktu ke waktu semakin

BAB I PENDAHULUAN. kemudian mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang. berkepentingan (Boynton et al.,2001) dalam (Junaidi, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditor hars memiliki

STANDAR UMUM DAFTAR I SI. 201 Sifat Standar Umum Tanggal Berlaku Efektif 02

BAB I PENDAHULUAN. eksternal perusahaan. (Singgih dan Bawono 2010). sulit untuk diukur, sehingga para pemakai informasi membutuhkan jasa pihak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan organisasi formal yang beroperasi dengan menjual atau

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah jasa auditor. Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan

2.4 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua

BAB I PENDAHULUAN. Pengauditan merupakan bagian dari assurance service dari kantor akuntan

BAB I PENDAHULUAN. dunia usaha yang semakin kompetitif (Nirmala dan Cahyonowati, 2013).

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan keuangan. Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Audit merupakan pengumpulan dan evaluasi bukti tentang

O L E H : SUCHI IRAMADHANI JURUSAN AKUNTANSI SI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas audit termasuk salah satu jasa yang sulit untuk diukur secara

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan akuntan. (Arens dan Loebbecke, 1996:4). keputusan. Para pemakai laporan keuangan selalu memeriksa dan mencari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

KUESIONER Profil Responden KOMPETENSI Dimensi Pernyataan Alternatif Jawaban STS TS N S SS

BAB 1 PENDAHULUAN. perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat. kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun.

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Munculnya skandal-skandal keuangan yang terjadi di Indonesia akibat

Gambar 2.1 Hirarki Standar Auditing Sumber: SPAP Per 1 Januari 2001 (IAI, 2001: )

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah k ti e g n e m r a d e k es na k u b M, O ZC LI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung

BAB I PENDAHULUAN. sebelum para pengambil kebijakan mengambil keputusan. Auditor menjadi

Bab I. Pengauditan dan Profesi Akuntan Publik. Dosen Pengampu: Dhyah Setyorini, M.Si.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain

BAB I PENDAHULUAN. mencari keterangan tentang apa yang dilaksanakan dalam suatu entitas yang

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan telah menjadi financial supermarket dengan jaringan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan audit yang dapat diandalkan (Kurnia, dkk, 2014). Profesi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami persaingan yang ketat. Untuk dapat mempertahankan dalam persaingan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat terutama dalam bidang audit terhadap laporan keuangan yang dibuat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri

Transkripsi:

BAB II KUALITAS AUDIT, BATASAN WAKTU AUDIT DAN DUE PROFESSIONAL CARE 2.1. Kualitas Audit Kualitas audit dapat diartikan sebagai bagus tidaknya suatu pemeriksaan yang telah dilakukan oleh auditor. Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit yang dilaksanakan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi ketentuan atau standar pengauditan. Standar pengauditan mencakup mutu professional, auditor independen, pertimbangan (judgement) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. Audit quality oleh Kane dan Velury (2005) dalam Simanjuntak (2008), didefinisikan sebagai tingkat kemampuan kantor akuntan dalam memahami bisnis klien. Banyak faktor yang memainkan peran tingkat kemampuan tersebut seperti nilai akuntansi yang dapat menggambarkan keadaan ekonomi perusahaan, termasuk fleksibilitas penggunaan dari generally accepted accounting principles (GAAP) sebagai suatu aturan standar, kemampuan bersaing secara kompetitif yang digambarkan pada laporan keuangan dan hubungannya dengan risiko bisnis, dan lain sebagainya. Audit sendiri dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu proses sistimatis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif 11

12 mengenai asersi-asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasil kepada para pengguna yang berkepentingan (Taylor dan Glezen, 1991) dalam Simanjuntak (2008). Dari pendapat tersebut dapat digambarkan hal-hal penting sebagai berikut : a. Audit harus dilakukan secara sistimatis. Hal ini berarti audit tersebut dilakukan secara terencana dan menggunakan orang-orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang memadai sebagai auditor, serta mampu menjadi independensi dalam sikap mental baik dalam penampilan maupun dalam tindakan. b. Harus memperoleh bukti-bukti untuk dapat membuktikan hasil investigasi serta mengevaluasi apakah informasi keuangan telah sesuai dengan kriteria dan standar akuntansi yang telah ditetapkan. c. Menetapkan tingkat kesesuaian atau kewajaran antara asersi-asersi dalam laporan keuangan klien dengan kriteria atau standar yang telah ditetapkan. Kriteria atau standar yang dimaksud adalah sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum. d. Menyampaikan hasil-hasil auditannya kepada para pengguna yang berkepentingan (misalkan kepada managerial ownership), sehingga para pengguna yang berkepentingan dengan informasi tersebut akan dapat membuat keputusan ekonomi.

13 DeAngelo (1981), mendefinisikan audit quality sebagai penilaian oleh pasar dimana terdapat kemungkinan auditor akan memberikan a) penemuan mengenai suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi klien; dan b) adanya pelanggaran dalam pencatatannya. Kemungkinan bahwa auditor akan melaporkan adanya laporan yang salah saji telah dideteksi dan didefinisikan sebagai independensi auditor. Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan yang tinggi, karena auditor mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pihakpihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk masyarakat. Tidak hanya bergantung pada klien saja, auditor merupakan pihak yang mempunyai kualifikasi untuk memeriksa dan menguji apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dari pengertian tentang kualitas audit di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan. Menurut Boynton dan Kell (dalam Wahana volume 2 1999:23), kualitas jasa sangat penting untuk meyakinkan bahwa profesi bertanggung jawab kepada klien, masyarakat umum, dan aturan-aturan.

14 Sedangkan dalam SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik), yang dikeluarkan oleh IAI tahun 1994 dinyatakan bahwa kriteria atau ukuran mutu mencakup mutu profesional auditor. Kriteria mutu profesional auditor seperti yang diatur oleh standar umum auditing meliputi independensi, integritas dan objektivitas. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa audit bertujuan meyakinkan bahwa profesi bertanggung jawab kepada klien dan masyarakat umum yang juga mencakup mengenai mutu profesional auditor. Dalam Wahana Vol 2 (1999:24) disebutkan ada 9 elemen pengendalian kualitas yang harus diterapkan oleh kantor akuntan dalam mengadopsi kebijakan dan prosedur pengendalian kualitas untuk memberikan jaminan yang memadai agar sesuai dengan standar profesional di dalam melakukan audit, jasa akuntansi, dan jasa review. Sembilan elemen pengendalian kualitas tersebut adalah : 1. Independensi Seluruh auditor harus independent terhadap klien ketika melaksanakan tugas. Prosedur dan kebijakan yang digunakan adalah dengan mengkomunikasikan aturan mengenai independensi kepada staf. 2. Penugasan personil untuk melaksanakan perjanjian Personil harus memiliki pelatihan teknis dan profesionalisme yang dibutuhkan dalam penugasan. Prosedur dan kebijakan yang digunakan yaitu dengan mengangkat personil yang tepat dalam

15 penugasan untuk melaksanakan perjanjian serta memberi kesempatan partner memberikan persetujuan penugasan. 3. Konsultasi Jika diperlukan personil dapat mempunyai asisten dari orang yang mempunyai keahlian, judgement, dan otoritas yang tepat. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah mengangkat individu sesuai dengan keahliannya. 4. Supervisi Pekerjaan pada semua tingkat harus disupervisi untuk meyakinkan telah sesuai dengan standar kualitas. Prosedur dan kebijakan yang digunakan adalah menetapkan prosedur-prosedur untuk mereview kertas kerja dan laporan serta menyediakan supervise pekerjaan yang sedang dilaksanakan. 5. Pengangkatan Karyawan baru harus memiliki karakter yang tepat untuk melaksanakan tugas secara lengkap. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah selalu menerapkan suatu program pengangkatan pegawai untuk mendapatkan karyawan pada level yang akan ditempati. 6. Pengembangan profesi Personil harus memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk memenuhi tanggung jawab yang disepakati. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah menyediakan program peningkatan keahlian

16 spesialisasi serta memberikan informasi kepada personil tentang aturan professional yang baru. 7. Promosi Personil harus memenuhi kualifikasi untuk memenuhi tanggung jawab yang akan mereka terima di masa depan. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah menetapkan kualifikasi yang dibutuhkan untuk setiap tingkat pertanggungjawaban dalam kantor akuntan serta secara periodik membuat evaluasi terhadap personil. 8. Penerimaan dan kelangsungan kerja sama dengan klien Kantor akuntan harus meminimalkan kemungkinan penerimaan penugasan sehubungan dengan klien yang memiliki manajemen dengan integritas yang kurang. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah menetapkan kriteria dalam mengevaluasi klien baru serta mereview prosedur dalam kelangsungan kerja sama dengan klien. 9. Inspeksi Kantor akuntan harus menentukan prosedur-prosedur yang berhubungan dengan elemen-elemen lain yang akan diterapkan secara efektif. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah mendefinisikan luas dan isi program inspeksi serta menyediakan laporan hasil inspeksi untuk tingkat manajemen yang tepat. Hasil penelitian Behn et al dalam (Simposium Nasional Akuntansi 5 2002:563) ada 6 atribut kualitas audit (dari 12 atribut)

17 yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan klien, yaitu : pengalaman melakukan audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, taat pada standar umum, keterlibatan pimpinan KAP, dan keterlibatan komite audit. Berikut ini adalah 12 atribut kualitas audit yaitu : 1. Pengalaman melakukan audit (client experience) Pengalaman merupakan atribut yang penting yang harus dimiliki oleh auditor. Hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat oleh auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak daripada auditor berpengalaman. 2. Memahami industri klien (industry expertise) Auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi industri tempat operasi suatu usaha, seperi kondisi ekonomi, peraturan pemerintah serta perubahan teknologi yang berpengaruh terhadap auditnya. 3. Responsive atas kebutuhan klien (Responsiveness) Atribut yang membuat klien memutuskan pilihannya terhadap suatu KAP adalah kesungguhan KAP tersebut memperhatikan kebutuhan kliennya. 4. Taat pada standar umum (Technical competence) Kredibilitas auditor tergantung kepada : kemungkinan auditor mendeteksi kesalahan yang material dan kesalahan penyajian serta

18 kemungkinan auditor akan melaporkan apa yang ditemukannya. Ke dua hal tersebut mencerminkan terlakasananya standar umum. 5. Independensi (Independence) Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Bersikap independen artinya tidak mudah dipengaruhi. 6. Sikap hati-hati (Due Care) Auditor yang bekerja dengan sikap kehati-hatian akan bekerja dengan cermat dan teliti sehingga menghasilkan audit yang baik, dapat mendeteksi dan melaporkan kekeliruan serta ketidakberesan. 7. Komitmen yang Kuat Terhadap Kualitas Audit (Quality Commitment) IAI sebagai induk organisasi akuntan publik di Indonesia mewajibkan para anggotanya untuk mengikuti program pendidikan profesi berkelanjutan dan untuk menjadi anggota baru harus mengikuti program profesi akuntan (PPA) agar kerja auditnya berkualitas hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dari IAI dan para anggotanya. 8. Keterlibatan pimpinan KAP Pemimpin yang baik perlu menjadi vocal point yang mampu memberikan perspektif dan visi luas atas kegiatan perbaikan serta

19 mampu memotivasi, mengakui dan menghargai upaya dan prestasi perorangan maupun kelompok. 9. Melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat (field work conduct) Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan dan membuat suatu program audit secara tertulis, dengan tepat dan matang akan membuat kepuasan bagi klien. 10. Keterlibatan komite audit Komite audit diperlukan dalam suatu organisasi bisnis dikarenakan mengawasi proses audit dan memungkinkan terwujudnya kejujuran pelaporan keuangan. 11. Standar etika yang tinggi (Ethical Standard) Dalam usaha untuk meningkatkan akuntabilitasnya, seorang auditor harus menegakkan etika profesional yang tinggi agar timbul kepercayaan dari masyarakat. 12. Tidak mudah percaya Auditor tidak boleh menganggap manajemen sebagai orang yang tidak jujur, tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa manajer adalah orang yang tidak diragukan lagi kejujurannya, adanya sikap tersebut akan memberikan hasil audit yang bermutu dan akan memberikan kepuasan bagi klien. Sehingga berdasarkan definisi di atas dapat terlihat bahwa auditor dituntut oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan

20 untuk memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan dan untuk menjalankan kewajibannya ada 3 komponen yang harus dimiliki oleh auditor yaitu kompetensi (keahlian), independensi dan due professional care. Tetapi dalam menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen ingin operasi perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil, salah satunya tergambar melalui laba yang lebih tinggi dengan maksud untuk menciptakan penghargaan. 2.2. Hubungan antara Batasan Waktu Audit dan Due Professional Care terhadap Kualitas Audit Dalam mempertimbangkan penerimaan penugasan, auditor biasanya membuat suatu taksiran kebutuhan waktu audit sebagai bagian dari pertimbangan dalam penjadwalan. Pembuatan taksiran kebutuhan waktu meliputi estimasi tentang jumlah jam yang diperkirakan dibutuhkan oleh setiap tingkat staf (partner, manajer, senior, dan sebagainya) untuk menyelesaikan setiap bagian audit dengan cermat dan seksama (Jusup, 2001). Penelitian Nataline (2007) menunjukkan bahwa para auditor yang semakin merasa adanya kelonggaran dalam menjalankan tugasnya akan berdampak positif terhadap kualitas hasil auditnya, sebaliknya dengan waktu yang semakin sempit akan mengurangi kualitas auditnya. Penelitian Josoprijonggo, Maya D (dalam Nataline, 2007) menyatakan

21 bahwa batasan waktu audit mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap kualitas audit, artinya semakin tinggi tingkat batasan waktu audit, maka kualitas audit akan semakin menurun. Penelitian Mansur (2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit ditinjau dari persepsi auditor atas pelatihan dan keahlian, independensi dan penggunaan kemahiran professional menemukan bahwa pendidikan dan pengalaman, pelatihan, sikap skeptis dan keyakinan yang memadai berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Dengan demikian hipotesis yang terbentuk sebagai berikut. H1: Batasan Waktu Audit dan Due Professional Care berpengaruh terhadap Kualitas Audit. 2.3. Hubungan antara Batasan Waktu Audit dengan Kualitas Audit Suatu audit laporan keuangan yang dilakukan sesuai GAAS memiliki sejumlah keterbatasan yang melekat. Biasanya laporan auditor atas demikian banyak perusahaan akan terbit dalam waktu tiga sampai lima minggu setelah tanggal neraca. Hambatan waktu ini dapat mempengaruhi jumlah bukti yang diperoleh tentang peristiwa dan transaksi setelah tanggal neraca yang berdampak pada laporan keuangan. Lebih lagi, hanya tersedia waktu yang demikian singkat untuk memisahkan ketidakpastian yang ada pada tanggal laporan keuangan (Boynton dkk, 2003). Dalam SPAP (SA Seksi 326, PSA No 07) menyebutkan bahwa auditor bekerja dalam batas-batas pertimbangan ekonomi agar secara

22 ekonomis bermanfaat, pendapatnya harus dirumuskan dalam jangka waktu yang pantas. Auditor harus memutuskan, sekali lagi dengan menggunakan pertimbangan profesionalnya, apakah bukti audit yang tersedia dengan batasan waktu cukup memadai untuk membenarkan pernyataan pendapatnya. Auditor menetapkan alokasi waktu audit yang sangat ketat, tetapi akibatnya memiliki efek samping yang merugikan publik, yaitu memunculkan perilaku yang mengancam kualitas audit, antara lain penurunan tingkat pendeteksian dan penyelidikan aspek kualitatif salah saji, gagal meneliti prinsip akuntansi, melakukan review dokumen secara dangkal, menerima penjelasan klien secara lemah dan mengurangi pekerjaan pada salah satu langkah audit di bawah tingkat yang diterima Kelley dan Margheim (2001) dalam Nataline (2007). Di bawah tekanan-tekanan waktu, perhatian akan lebih terfokus pada tugas yang dominan seperti tugas pengumpulan bukti berkaitan dengan frekuensi dan jumlah salah saji dan mengorbankan perhatian yang diberikan pada tugas tambahan seperti tugas yang memberikan aspek kualitatif atas terjadinya salah saji yang menunjukkan potensial kecurangan pelaporan keuangan. Ventura (2001) dalam Nataline (2007), disebutkan bahwa penetapan batasan waktu tidak realistis pada tugas audit khusus akan berdampak kurang efektifnya pelaksanaan audit atau auditor pelaksana cenderung mempercepat pelaksanaan tes. Sebaliknya bila penetapan

23 batasan waktu terlalu lama hal ini akan berdampak negatif pada biaya dan efektivitas pelaksanaan audit. Jadi penetapan waktu untuk auditor dalam melaksanakan tugasnya harus tepat waktu, sehingga hal-hal seperti disebutkan pada uraian diatas dapat dihindari. Hal ini juga akan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas auditor. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hendriksen (2004) dalam Nataline (2007) bahwa informasi mengenai kondisi dan posisi perusahaan harus secara cepat dan tepat waktu sampai ke pemakai laporan keuangan. Ketepatan waktu mengimplikasikan bahwa laporan keuangan seharusnya disajikan pada suatu interval waktu, untuk menjelaskan perubahan dalam perusahaan yang mungkin mempengaruhi pemakai informasi dalam membuat prediksi dan keputusan. Menurut Ventura Vol 4 (2001) dalam Nataline (2007), hasil penelitian tentang aplikasi hukum Yerdes-Dodson membuktikan bahwa keputusan optimal dicapai pada kondisi batasan waktu moderat, dibandingkan batasan waktu yang longgar dan ketat. Teori ini mengemukakan jika waktu aktual yang diberikan tidak cukup, maka auditor dalam melaksanakan tugas tersebut dengan tergesa-gesa sesuai dengan kemampuannya atau mengerjakan hanya sebagian tugasnya. Sebaliknya bila batasan waktu terlalu longgar, maka

24 fokus perhatian auditor akan berkurang pada pekerjaannya sehingga akan cenderung gagal mendeteksi bukti audit yang signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Waggoner dan Cashell dalam Nataline (2007) menunjukkan bahwa semakin banyak waktu yang diberikan, semakin banyak transaksi yang dapat dites oleh auditor. Hal ini serupa dengan penelitian Nataline (2007) yang menunjukkan bahwa para auditor yang semakin merasa adanya kelonggaran dalam menjalankan tugasnya akan berdampak positif terhadap kualitas hasil auditnya, sebaliknya dengan waktu yang semakin sempit akan mengurangi kualitas auditnya. Penelitian Josoprijonggo, Maya D (dalam Nataline, 2007) menyatakan bahwa batasan waktu audit mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap kualitas audit, artinya semakin tinggi tingkat batasan waktu audit, maka kualitas audit akan semakin menurun. Alokasi waktu penugasan waktu audit biasanya ditentukan diawal penugasan. Auditor bisa menerima penugasan audit beberapa kali. Dalam hal ini pimpinan Kantor Akuntan Publik menetapkan alokasi waktu audit yang sama untuk penugasan pertama maupun penugasan kedua. Saat melakukan audit pertama kali, auditor dapat dikatakan mengalami batasan waktu audit, karena auditor harus mempelajari terlebih dahulu karakteristik perusahaan klien, bagaimana sistem pengendaliannya. Sedangkan saat melakukan penugasan audit untuk yang kedua, dan seterusnya, auditor tidak perlu lagi mempelajari

25 karakteristik perusahaan klien, karena auditor telah mempelajari perusahaan klien saat dia melakukan penugasan pertama kali. Oleh sebab itu dapat dirumuskan hipotesis H2: Batasan Waktu Audit berpengaruh terhadap kualitas audit 2.4. Hubungan antara Due Professional Care dengan Kualitas Audit Dalam Pernyataan Standar Auditing (SPAP, 2001) terdapat persyaratan-persyaratan lain yang harus dimiliki auditor salah satunya due professional care. Due Professional Care memiliki arti kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Menurut PSA No 4 (SPAP, 2001), kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran professional menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme professional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Due professional care merupakan hal yang penting yang harus diterapkan setiap akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya agar dicapai kualitas audit yang memadai. Hasil Penelitian Mansur (2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit ditinjau dari persepsi auditor atas pelatihan dan keahlian, independensi dan penggunaan kemahiran

26 professional menemukan bahwa pendidikan dan pengalaman, pelatihan, sikap skeptis dan keyakinan yang memadai berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Singgih dan Bawono (2010) yang menyebutkan bahwa due professional care berpengaruh terhadap kualitas audit dan penelitian yang dilakukan Rahman (2009) dalam Singgih dan Bawono (2010) yang memberikan bukti empiris bahwa due professional care merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas audit serta penelitian Louwers dkk. (2008) dalam Singgih dan Bawono (2010) yang menyimpulkan bahwa kegagalan audit dalam kasus fraud transaksi pihak-pihak terkait disebabkan karena kurangnya sikap skeptis dan due professional care auditor daripada kekurangan dalam standar auditing. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Kopp, Morley, dan Rennie dalam Mansur (2007) membuktikan bahwa masyarakat mempercayai laporan keuangan jika auditor telah menggunakan sikap skeptis profesionalnya (professional skepticism) dalam proses pelaksanaan audit. Auditor harus tetap menjaga sikap skeptis profesionalnya selama proses pemeriksaan, karena ketika auditor sudah tidak mampu lagi mempertahankan sikap skeptis profesionalnya, maka laporan keuangan yang diaudit tidak dapat dipercaya lagi, dan memungkinkan adanya litigasi paska audit.

27 Nearon (2005) dalam Mansur (2007) juga menyatakan hal serupa bahwa jika auditor gagal dalam menggunakan sikap skeptis atau penerapan sikap skeptis yang tidak sesuai dengan kondisi pada saat pemeriksaan, maka opini audit yang diterbitkannya tidak berdaya guna dan tidak memiliki kualitas audit yang baik. Menurut GAO (2007) dalam Mansur (2007), audit kinerja yang sesuai dengan GAAS harus memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa bukti audit telah mencukupi dan sesuai untuk mendukung temuan dan kesimpulan auditor. Keyakinan yang memadai atas bukti-bukti yang ditemukan akan sangat membantu auditor dalam menentukan scope dan metodologi yang akan digunakan dalam melaksanakan pekerjaan audit agar tujuan dapat tercapai. Dengan demikian due professional care berkaitan dengan kualitas audit. H3: Due Professional Care berpengaruh terhadap kualitas audit