BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, hingga saat ini dampak krisis ekonomi global masih dapat

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis yang melanda Indonesia, banyak masalah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan

No Restrukturisasi Perbankan, Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan tentang Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank Sistemik, Peraturan Lembaga

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 57 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Singkat Bank Indonesia

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 4/2/PBI/2002 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN

III. DESCRIPTION DATA

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran.

2013, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Keseluruhan kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya risiko penurunan capacity to repay (default) dari ULN Korporasi Nonbank. Selain itu, sebagian

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kekayan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku

-32- RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.

BAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya

BAB I PENDAHULUAN. Melihat perkembangan perekonomian saat ini, dimana tingkat minat

BAB I PENDAHULUAN. antara pihak pemberi pinjaman dan pihak peminjam. Dalam kesehariannya

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

A. KOMPONEN AKTIVA PRODUKTIF

BAB I PENDAHULUAN. begitu terkenal di masyarakat Indonesia. hal ini terjadi karena masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009)

PEREKONOMIAN INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal dan industri sekuritas menjadi tolak ukur

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BAB V PENUTUP. jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Penyelesaian piutang perbankan BUMN pra Putusan Mahkamah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang baik meskipun perekonomian global mengalami ketidakpastian dan banyak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

February 09, 2010 KLASIFIKASI KREDIT PERBANKAN

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 20 TAHUN 2010 SERI : C NOMOR : 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYERTAAN MODAL NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Krisis perekonomian dunia makin mengkhawatirkan akhir-akhir ini. Paman Sam tersebut. Kurs Dolar yang tidak stabil terhadap Euro dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. menggemparkan dunia. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah

2016, No Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, belum memuat pengaturan penyelesaian pi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2014, No Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan mempunyai harta (aktiva) untuk mendukung kegiatan

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. penawaran asset keuangan jangka panjang (Long-term financial asset).

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

ANALISIS ATAS TEMUAN BPK TENTANG PERAN PT. BAHANA PEMBINAAN USAHA INDONESIA (BPUI) UNTUK MENDUKUNG PENGUSAHA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD.2011/NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-2- salah satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lembaga-lembaga perekonomian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, hingga saat ini dampak krisis ekonomi global masih dapat dirasakan. Berbicara krisis ekonomi adalah bukan hanya berbicara tentang nasib satu dua orang, namun lebih dari itu, krisis ekonomi yang melanda sebuah negara akan sangat mempengaruhi nasib sebuah bangsa. Apabila kita melihat pemberitaan di media, baik itu media cetak maupun media elektronik, sepertinya wajar apabila dikatakan bahwa tidak satu hari pun terlewatkan berita mengenai dampak dari krisis ekonomi global tersebut. Hal ini bisa dilihat dari mulai adanya kecenderungan nilai IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang tidak stabil, nilai tukar rupiah yang melemah, hingga semakin sedikitnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Berbagai argumen dan komentar pun ditujukan kepada pemerintahan Presiden SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono) dan Bank Indonesia (BI), baik oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) maupun para ekonom. Presiden SBY sebenarnya juga tidak tinggal diam. Melalui media pula beliau sempat memaparkan beberapa langkah dalam menghadapi dampak krisis ekonomi global tersebut, diantaranya seperti meningkatkan produksi dalam negeri, memanfaatkan peluang perdagangan internasional, menyatukan langkah

2 strategis pemerintah dengan BI, hingga menghindari politik non partisan. 1 Dan apabila diperhatikan, sepertinya akan lebih bijak apabila melihatnya tidak hanya dari sudut pandang siapa yang bersalah atau siapa yang harus bertanggung jawab, melainkan lebih ke arah mencermati faktor apa yang menjadi penyebabnya, sehingga krisis ekonomi global dapat diselesaikan atau bahkan dicegah agar di kemudian hari tidak terjadi lagi. Membicarakan penyebab tentunya sangat wajar apabila kita bercermin dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998. Besarnya gedung perkantoran suatu perusahaan, ternyata tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut akan tetap berdiri kokoh dalam menghadapi badai krisis. Krisis ekonomi (moneter) 1998 telah mengakibatkan hancurnya perusahaan-perusahaan tanpa pandang bulu. Tidak peduli swasta, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pun ikut terkena imbasnya. Salah satu faktor yang menjadi penyebab terjadinya krisis moneter 1998 adalah gagalnya perusahaan-perusahaan besar dunia membayar hutang. Sejumlah perbankan besar dunia pun turut mengalami kesulitan utilitas. 2 Hal inilah yang kemudian berimbas pada kehidupan perekonomian Indonesia, karena memang secara tidak langsung dunia bisnis internasional yang selalu terkait dengan ekspor-impor maupun transaksi antar negara lainnya, tentunya akan berdampak juga pada perekonomian nasional. 1 http://www.metris-community.com/dampak-krisis-ekonomi-global 2 http://www.antaranews.com/berita/314341/asia-mulai-terkena-pengaruh-krisis-global

3 Berbicara mengenai dampak krisis tersebut di Indonesia, terkadang memang terlihat ironis. Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris, namun di sisi lain beberapa jenis bahan pokok malah mengandalkan hasil impor. Terhadap masalah ini, dapat dikatakan bahwa memang inilah salah satu kelemahan bangsa ini. Kita sebagai rakyat Indonesia kurang berusaha bersikap profesional dalam mengelola aset-aset yang ada dalam lahan-lahan Indonesia, padahal kekayaan alam seperti hasil laut misalnya, seharusnya dapat dikelola sekaligus dapat dimanfaatkan dengan baik, tetapi yang terjadi justru pemanfaatan hasil laut malah dilakukan dengan cara-cara yang tidak fair, seperti penggunaan bahan peledak yang akhirnya merusak terumbu karang. Seandainya kekayaan-kekayaan alam tersebut dikelola dengan baik, tentunya Indonesia dapat mengambil manfaat yang besar, sehingga Indonesia tidak lagi hanya menggantungkan nasibnya pada hasil impor dari negara tetangga. Tidak hanya itu, Indonesia sebagai salah satu negara penghasil emas dan minyak ternyata juga tidak dapat memanfaatkan potensi alamnya. Tidak optimalnya pengelolaan karena hanya mengekspor bahan mentah dan kemudian mengimpor yang sudah siap konsumsi. Hal-hal seperti inilah yang membuat Indonesia tidak bisa mandiri. Hanya bisa mengeruk, tetapi tidak bisa mengolah dan memanfaatkannya secara efisien, sehingga di saat perusahaan besar dunia bangkrut, mau tidak mau Indonesia akan terkena imbasnya juga. Intinya, karena terlalu banyak perusahaan lokal Indonesia yang menggantungkan usahanya pada produk impor.

4 Pada saat dunia mengalami krisis, seharusnya Indonesia dapat mencegah krisis tersebut ikut berimbas pada perekonomian nasional, kalau saja perusahaan-perusahaan lokal di Indonesia tidak terlalu mengandalkan atau bergantung pada produk impor dalam menjalankan kegiatan usahanya. Di saat perusahaan-perusahaan yang menjadi eksportir untuk perusahaan lokal Indonesia mengalami kesulitan atau bangkrut, tentunyanya juga akan berpengaruh secara signifikan terhadap perusahaan-perusahaan lokal Indonesia, yang akhirnya membuat perusahaan lokal tersebut kesulitan dalam menjalankan usahanya dan di sini, biasanya para pengusaha tersebut cenderung mengambil cara cepat dan instan, seperti pengajuan kredit. Cara ini dilakukan demi menjaga kelangsungan usahanya, tanpa melalui proses pemikiran panjang, karena hanya mengingat produksi atau operasional yang harus terus berjalan, dan tentu saja upah pegawai yang juga harus tetap dibayar. Tidak dapat dipungkiri bahwa tambahan modal selalu dianggap sebagai suatu solusi yang paling praktis dan fleksibel. Dengan dana segar, pengusaha akan dengan leluasa melakukan usaha apapun. Imbas dari pengajuan kredit yang tidak terduga oleh para pelaku usaha secara bersamaan itulah yang membuat bank tidak dapat menagih hutang-hutangnya dan kemudian mengakibatkan collapse, karena ternyata di satu sisi, dana segar yang diperoleh para pelaku usaha dari pengajuan kredit tersebut banyak juga yang tidak mampu menolong usahanya, dan akhirnya membuat para pelaku usaha tadi gagal melunasi hutangnya atau biasa disebut gagal bayar.

5 Gagal bayar atas suatu pengajuan kredit ternyata tidak hanya dari para pelaku usaha (wiraswasta), namun juga datang dari para pegawai/karyawan, baik itu karyawan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), swasta, bahkan pegawai negeri. Selanjutnya, para pegawai ini pun ikut berpartisipasi menjadi penyebab kebangkrutan dunia perbankan Indonesia. Andil para pegawai/karyawan tersebut biasanya berawal dari pembelian mobil atau rumah secara kredit, termasuk penggunaan kartu kredit untuk belanja keperluan rumah tangga. Awalnya mungkin tidak terlalu terasa, namun pada saat perusahaan tempat mereka bekerja bangkrut, yang kemudian berimbas pada adanya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), maka pada saat itulah para pegawai tadi tidak lagi dapat membayar tagihan atas kredit mereka karena ketiadaan sumber penghasilan/pendapatan lagi. Nah, dari cerita inilah yang kemudian istilah hapus buku dan hapus tagih mulai marak dikenal. Dalam penyelesaian kredit bermasalah dikenal adanya penghapusan buku dan penghapusan tagihan. Penghapusan buku merupakan tindakan yang dilakukan bank terhadap debitur karena adanya kondisi yang menyebabkan kredit macet tidak dapat diselesaikan. Kredit macet yang telah diupayakan penyelesaiannya melalui saluran hukum dan ternyata masih juga tidak terselesaikan, harus dihapusbukukan dan dipindahkan sebagai kredit ekstrakomptabel. Penghapusan buku kredit macet bukan merupakan pembebasan utang debitur, tetapi merupakan tindakan intern yang bersifat administratif, dengan kata lain debitur tetap memiliki kewajiban untuk melunasi utangnya. Sedangkan penghapusan tagihan

6 merupakan upaya kesepakatan hukum untuk membebaskan debitur dari kewajiban melunasi hutangnya. Mungkin kita terbiasa hanya mengenal/mengetahui istilah hapus buku dan hapus tagih dari suatu aktivitas atau kegiatan dalam dunia perbankan, namun ternyata isitilah-istilah tersebut juga terdapat pada badan/lembaga/perusahaan bukan bank (non-perbankan). Penghapusan buku dan penghapusan tagih memang lazim digunakan di dalam dunia perbankan, namun tidak menutup kemungkinan dilakukan juga di dalam dunia non bank. Sebagai contoh, PT Pertamina (Persero) yang mencantumkan tentang kegiatan hapus bukunya dalam Pertamina Board Manual. PT Pertamina (Persero) melakukannya dalam rangka menghapus aset yang dianggap tidak menguntungkan lagi, misalnya dengan cara melepaskan dan menghapuskan aktiva tetap tidak bergerak tersebut, dengan nilai nominal yang sama atau melebihi nilai 2,5% (dua koma lima persen) dari revenue Perseroan atau 5% (lima persen) dari ekuitas Perseroan. Adanya persentase tersebut biasanya karena diatur di dalam Anggaran Dasarnya. Dalam dunia perbankan, timbulnya piutang, umumnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu pemberian pinjaman/kredit, hal mana diketahui kemudian bahwa si debitur ternyata gagal bayar, sehingga kemudian hal inilah yang menjadi alasan dilakukannya kebijakan hapus buku atau hapus tagih. Namun tidak demikian latar belakang penerapan hapus buku atau hapus tagih atas piutang yang dimiliki oleh perusahaan/lembaga non-bank karena timbulnya piutang adalah bukan menjadi tujuan mereka. Timbulnya piutang tentunya akan sangat dihindari oleh

7 perusahaan non-perbankan tersebut, sehingga kalaupun pada akhirnya timbul, maka penerapan kebijakan hapus buku atau hapus tagih pun dimungkinkan. Namun, ternyata ada pula lembaga/perusahaan yang tidak berbentuk perbankan tetapi dalam kegiatan usahanya juga memberikan pinjaman atau dengan kata lain adanya piutang adalah tidak dihindari, adalah perusahaan/lembaga peminjaman, pembiayaan dan sejenisnya, sehingga pada penulisan ini penulis menganggap perusahaan/lembaga tersebut adalah juga termasuk dalam pengertian lembaga/perusahaan perbankan. Apabila dicermati lagi, penerapan kebijakan hapus buku dan hapus tagih dalam dunia perbankan pun ternyata masih dibedakan lagi, yaitu antara bank swasta dengan bank BUMN/BUMD. Dalam mengeluarkan sebuah kebijakan hapus buku atau hapus tagih, Direksi atau Pengurus BUMN/BUMD, terlebih lagi BUMN, akan dituntut untuk lebih hati-hati karena modalnya yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga akan memerlukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan Direksi atau Pengurus bank yang dimiliki oleh swasta, bahkan juga oleh BUMD. Walaupun modal bank BUMN dan bank BUMD sama-sama berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, namun dari segi tingkatan pengawas, fungsi Kementerian BUMN menunjukkan adanya perlakuan pengawasan yang lebih mendalam terhadap kinerja Direksi atau Pengurus BUMN. Bahkan menurut Menteri Keuangan, Agus Martowardoyo, salah satu yang dikeluhkan oleh

8 perusahaan-perusahaan plat merah adalah mereka selalu dihadapkan pada situasi bahwa piutang perseroan yang dimiliki oleh negara atau BUMN atau BUMD selalu dianggap sebagai piutang negara. 3 Apabila Direksi atau pengurus BUMN berbentuk bank saja dituntut untuk lebih hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan hapus buku maupun hapus tagih, yang mana hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya pemberian pinjaman/kredit dan selalu diiringi dengan adanya pengikatan jaminan, apalagi jika kebijakan tersebut diterapkan di dalam BUMN non-perbankan, yang mana timbulnya piutang sebisa mungkin dihindari karena bukan merupakan core business mereka sebagaimana uraian di atas tadi. Berdasarkan hal-hal yang telah penulis kemukakan tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat Thesis dengan judul ANALISA HUKUM ATAS PENGHAPUSAN BUKU DAN PENGHAPUSAN TAGIHAN PADA PIUTANG BUMN BUKAN BANK. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok/perumusan permasalahan pada penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hukum kekayaan negara melihat kebijakan hapus buku dan hapus tagih apabila diterapkan pada BUMN bukan bank? 3 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f2a8ab3ca401/pemerintah-dan-dpr-kaji-piutang-bumn

9 2. Bagaimana pertanggungjawaban direksi BUMN yang tidak berbentuk bank apabila menerapkan hapus buku dan hapus tagih atas piutangnya? C. Tujuan Penelitian Dalam Penulisan ini, selain bertujuan dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan penulis pada Program Magister Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, juga diharapkan dapat memberikan gambaran kepada Mahasiswa/i Universitas Gadjah Mada, khususnya mahasiswa/i fakultas hukum atau yang berminat/tertarik pada bidang hukum korporasi negara (BUMN), baik di tingkat sarjana, tingkat pasca sarjana maupun tingkat doktoral, yaitu antara lain : 1. Memudahkan dalam memahami hapus buku dan hapus tagih dari sudut pandang hukum kekayaan negara; 2. Memitigasi risiko hukum yang mungkin timbul terhadap Direksi BUMN Non-Perbankan apabila hendak menerapkan kebijakan hapus buku maupun hapus tagih. D. Manfaat Penelitian Penulis berharap dengan selesainya penulisan ini, dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan mengenai hukum korporasi negara (BUMN) serta dapat pula menjadi sumbangsih bagi pembangunan negara.

10 E. Keaslian Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji tentang kebijakan hapus buku dan hapus tagih yang diterapkan pada Badan Usaha Milik Negara yang bentuknya bukan bank. Hal ini telah pula Penulis lakukan penelitian, khususnya di Universitas Gadjah Mada, bahwa penelitian atau penulisan mengenai Analisa Hukum atas Penghapusan buku dan Penghapusan tagihan pada Piutang BUMN bukan Bank, belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.