A. Latar Belakang Pola Pemanfaatan Lahan Pekarangan Rajiman Peningkatan jumlah penduduk menuntut penyediaan bahan pangan yang cukup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan mulai dari rumah tangga. Salah satu upaya memenuhi kebutuhan pangan di rumah tangga dapat memanfaatkan pekarangan. Pekarangan adalah taman rumah tradisional yang bersifat pribadi, yang merupakan sistem yang terintegrasi dengan hubungan yang erat antara manusia, tanaman, dan hewan. Lahan pekarangan memiliki fungsi multiguna, karena dari lahan yang relatif sempit ini, bisa menghasilkan bahan pangan seperti umbi-umbian, sayuran, buah-buahan; bahan tanaman rempah dan obat, bahan kerajinan tangan; serta bahan pangan hewani yang berasal dari unggas, ternak kecil maupun ikan. Manfaat yang akan diperoleh dari pengelolaan pekarangan antara lain dapat: memenuhi kebutuhan konsumsi dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan juga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga. Pemanfaatan pekarangan dapat memiliki manfaat : (1) Kemandirian pangan rumah tangga pada suatu kawasan, (2) Diversifikasi pangan yang berbasis sumber daya lokal, (3) Konservasi tanaman-tanaman pangan maupun pakan termasuk perkebunan, hortikultura untuk masa yang akan datang, (4) Kesejahteraan petani dan masyarakat yang memanfaatkan Kawasan Rumah Pangan Lestari, (5) Pemanfaatan kebun bibit desa agar menjamin kebutuhan masyarakat akan bibit terpenuhi, baik bibit tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, termasuk ternak, unggas, ikan dan lainnya, (6) Antisipasi dampak perubahan iklim. Dalam masyarakat perdesaan, pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan keluarga sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan masih berkembang hingga sekarang meski dijumpai berbagai pergeseran. B. Pekarangan Pekarangan adalah taman rumah tradisional yang bersifat pribadi, yang merupakan sistem yang terintegrasi dengan hubungan yang erat antara manusia, tanaman, dan hewan. Pekarangan juga merupakan ruang terbuka yang sering dimanfaatkan untuk acara kekerabatan dan kegiatan sosial (Wurianingsih, 2011). Pekarangan menurut Soemarwoto (1981) adalah sebidang tanah yang mem[unyai bats-batas tertentu yang di atsnya terdapat
bangunan tempat tinggal dan mempunyai hubungan fungsional, baik ekonomi, biofisik, maupun sosial budaya dengan penghuninya. Menurut Ginting dalam Affandi (2002), pekarangan adalah suatu sistem usaha tani tradisional yang merupakan perpaduan yang harmonis antara tanaman tahaunan dengan tanaman pangan di sekitar rumah masyarakat pedesaana pada umumnya. Menurut Mahendra (2009, pekarang merupakan satu kesatuan lahan yang terdiri dari berbagi macam komponen penyusun dan antar komponen saling berinteraksi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Salah satu komponen terpenting dalam pekarangan berupa rumah tinggal. Lahan ini jika dipelihara dengan baik akan memberikan lingkungan yang menarik nyaman dan sehat serta menyenangkan sehingga membuat kita betah tinggal di rumah. Pertanaman pekarangan di daerah pedesaan umumnya tersusun dari berbagai jenis tanaman dan mengisi ruangan dengan jenis-jenis yang ketinggian tajuknya lebih dari 20 m dari permukaan tanah. Susunan stratifikasi tingkat teratas didominasi oleh kelapa, pinang, dan pohon-pohon lainnya. Tingkat tengahan diisi oleh tanaman buah-buahan seperti sirsak, mangga, pepaya, dan tanaman lainnya. Sedangkan tingkat terendah didominasi oleh sayursayuran, rempah-rempah, dan tanamn pagar. Menurut Kristanti (2012) pekarang disekitar rumah dapat memiliki berbagai fungsi sesuai peruntukannya. Adapun funsgi pekarangan secara garis besar dapat dikelompokkkan : 1. Daerah umum (public area). Pekarangan dapat dilihat dan dinikmati oleh penghuni rumah juga oleh siapa saja yang lewat di depan atau disekitar rumah kita. 2. Daerah kesibukan (service area). Pekarangan ini diperuntukkan bagi penghuni rumah, misalnya tempat bermain, mencuci pakaian, mencuci piring atau lainnya. Area ini dapat ditanam tanaman bumbu-bumbuan, sayur-sayuran atau tempat menanam tanaman obatobatan. 3. Daerah pribadi (private area). Daerah ini diperuntukkan untuk pribadi, misalnya tempat ibu atau bapak menanam tanaman hobbinya tempat bertukang, melakukan penelitian yang paling hemat, aman, setiap saat dapat diamati. 4. Daerah famili (family area). Daerah ini dapat dibuat taman untuk kepentingan keluarga, atau tempat berolah raga, atau tempat keluarga berkumpul, camping dan lainnya. Arean ini biasanya ditempatkan di lokasi yang strategis. Menurut Soemarwoto (1989) membagi fungsi pekarang menjadi 7 yaitu : penghasil bahan makanan, penambah pendapatan, penghasil bahan bumbu dan obat,
penghasil bahan bangunan, kayu bakar, bahan kerajinan dan ternak dan penghasil protein. Djuwadi (1998) menambahkan fungsi pekarangan menstabilkan kondisi lingkungan, rekreasi dan pendidikan. Sedangkan Karyono (1980) membagi fungsi pekarang menjadi sosial ekonomi, sosial budaya, pendidikan, produksi, peningkatan gizi dan perlindungan terhadap tanah dan air. Pemanfaatan lahan didasarkan pada beberapa aspek antara lain : 1. Ketersediaan lahan yang semakin sempit. Pengembangan pertanian memiliki tantangan dalam hal ketersediaan sumberdaya lahan yang semakin terbatas akibat konversi lahan dari pertanian ke non pertanian. Berkurangnya lahan pertanian karena konversi akan bersifat permanen terhadap turunnya produksi. 2. Semakin terbatasnya sumber air. Air merupakan sumberdaya yang utama dalam proses produksi pertanian. Ketersediaan air yang menurun menyebabkan upaya pertanian menjadi tidak opimal, baik untuk pemanfaatan lahan maupun untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. 3. Harga sarana produksi pertanian (saprotan) semakin mahal dan langka. 4. Terganggunya keseimbangan ekosistem akibat penerapan sistem pertanian monokultur, sehingga dapat memacu terjadinya ledakan (outbreak) serangan OPT. Secara konseptual, pemanfaatan lahan pekarangan dapat memberikan berbagai keuntungan yang berupa : 1. Meningkatkan penghasilan, karena dapat menghasilkan bahan pangan atau bahan obatobatan bahkan ternak untuk kebutuhan hidup sehari-hari dalam rangka hidup sehat, murah dan mudah. 2. Menciptakan lingkungan yanag nyaman, sehat dan indah, sangat mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (suistanable development), karena pemanfaatan pekarangan merupakan pelestarian ekosistem yang sangat baik. 3. Tempat menyalurkan segala kreatifitas dan kesenangan ataupun hobi semua anggota keluarga. 4. Tempat mendidik anggota keluarga cinta lingkungan, juga pekarangan dapat menjadi laboratorium hidup (Irwan, 2008; Ginting, 2010). C. Pola pemanfaatan pekarangan
Pemanfaatan pekarangan dilakukan dengan berbagai tujuan dan pola atau bentuk. Adapun langkah-langkah pemanfaatan lahan pekarangan dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Persiapan Media Tanam Persiapan media dapat dilakukan dengan membersihkan lahan dari gulma, pengolahan tanah, penanaman, pemupukan dan pemeliharaan. Namun rumah tangga yang memiliki lahan sempit dapat memanfaatkan media tanam alternative yang berupa pot dan vertikultur 2. Pemilihan Jenis Tanaman Pemilihan jenis tanaman berdasarkan keperluan rumah tangga baik untuk obat atau kesehatan (kunyit, jahe, temulawak, mengkudu) dan keperluan dapur (cabe, tomat, sereh, sayuran,) serta pelengkap gizi keluarga (pepaya, pisang, jeruk dan lain-lain). Upayakan menanam beragam jenis tanaman dengan maksud untuk mencegah adanya serangan hama dan penyakit pada tanaman. Untuk tujuan estetika, pilihan tanaman yang memiliki figure menarik misalnya tanaman mengkudu yang memiliki bentuk daun yang lebar, tanaman kencur dengan bentuk daun yang unik dan sebagainya. Beberapa jenis sayuran yang dapat ditanam di pekarangan antara lain bayam, kangkung, kemangi, kobis, sawi, seledri, bawang daun, bawang merah, cabai, buncis, kacang-kacangan. 3. Tata Letak Tanaman Pada prinsipnya semua tanaman memerlukan sinar matahari yang cukup sepanjang hari. Tempatkan jenis-jenis yang berukuran kecil mulai dari bagian Timur dan tempatkan jenis tanaman yang berukuran besar seperti buah-buahan di bagian sebelah Barat. Hal ini dimaksudkan agar jenis tanaman yang besar tidak menaungi/menghalangi sinar matahari terhadap tanaman yang kecil. Demikian pula kerapatan dan populasi tanaman perlu diperhatikan karena mempengaruhi efisiensi penggunaan cahaya matahari serta persaingan antar tanaman dalam menggunakan air dan unsur hara. (Andhika, 2009). 4. Pemeliharaan Tahap pemeliharaan baik untuk lahan maupun tanaman merupakan hal yang harus selalu diperhatikan. Pemeliharaan tanaman meliputi beberapa aspek yang harus diperhatikan yaitu penyiangan, penyiraman, pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan dengan membersihkan lahan dari rumput-rumput liar, bertujuan untuk mencegah kompetisi nutrisi tanaman dari tanah selain untuk kebersihan dan keindahan. Sisa-sisa tanaman dan rumput sebaiknya dikeringkan lalu dikubur ke dalam tanah karena dapat meningkatkan kesuburan tanah. Sisa tanaman dan serasah ini
dapat juga diproses untuk dijadikan pupuk organik atau kompos. Pemberian air dengan cara penyiraman secara kontinyu sangat penting terutama pada tanaman yang berumur muda dan baru tumbuh, untuk selanjutnya aktivitas penyiraman ini dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan lahan pekarangan apakah kekeringan atau basah (lembab). Salah satu upaya untuk mempertahankan ketersediaan air di lahan pekarangan adalah dengan membuat kolam (Andhika, 2009). Tetapi umumnya tanaman sayur disiram 1-2 kali per hari untuk tanaman sayur dalam pot. Pemupukan bertujuan untuk memberikan suplai unsur hara tambahan pada tanaman. Sebaiknya bahan pupuk yang digunakan bersifat organik, misalnya pupuk organik cair, kompos dan pupuk kandang. Pengendalian hama penyakit lebih mudah dilakukan dalam kegiatan pemanfaatan pekarangan dengan tanaman sayur ini. Untuk tanaman di pot kemungkinan penularan penyakit melalui akar jarang terjadi karena akar diabatasi oleh pot. Pada lahan pekarangan yang sempit kita bisa mengendalikan hama dan penyakit secara manual sehingga penggunaan bahan kimia dapat dibatasi. Hal ini akan membuat sayuran yang dihasilkan dari pekarangan lebih sehat untuk dikonsumsi, karena merupakan sayuran organik. 5. Pemanenan Sayuran perdu yang dipetik daunnya sudah dapat dipetik hasilnya pada umur 35 40 hari. Pemanenan dapat dilakukan dengan selang 3 4 hari. Namun berbeda denga bayam cabut dan kangkung darat dilakukan secara langsung dengan mencabut tanaman beserta akarnya. Jenis sayuran seperti kol, sawi, selada dipanen umur 2 3 bulan. Kacang-kacangan dipanen dengan melihat kondisi polong kacangnya. Cabe dan tomat dapat dipanen umur 45 50 hari setelah tanam. Labu siam dipanen antara 3 5 bulan setelah tanam. Tanaman yang tidak sekali panen jika pemeliharaannya baik dapat terus dipanen dalam waktu yang lama. Menurut Rahayu dkk (2005) di Desa Lampeapi menunjukkan pemanfaatan telah dilakukan secara efektif dengan memadukan tanaman tahunan dengan tanaman semusim. Jenis tanaman yang diusahakan di pekarangan sebanyak 40 jenis yang terdiri tanaman perdagangan, tanaman obat-obatan dan estitika. Peningkatan produktivitas pekarangan perlu dilakukan upaya pemilihan kualitas bibit, pengaturan tanaman dan introduksi teknologi. Menurut Affandi (2012) bahwa pendapatan dari pekarangan bervariasi dari 6,6 % - 55,7 % dari total pendapatan dengan total rata-rata 24,9 %
sedangkan pendapatan bersihnya bervariasi antara 6,6 % - 55,7 % dari total pendapatan dengan rata-rata 21,1 %. DAFTAR PUSTAKA Affandi, 2002. Homme Garden : Sebagai Salah Satu Sistem Agroforestry Lokal. 2002 digitized by USU digital library Aliadi, A dan W.A. Djatmiko. 1999. Pengetahuan Lokal dan Konservasi : Menuju Konservasi Yang Bertumpu Pada Masyarakat. <http//www.latin.or.id>. Oktober 1999. Danoesastro, Haryono : Tanaman Pekarangan dalam Usaha Meningkatkan Ketahanan Rakat Pedesaan. Agro Ekonomi. Maret 1978. Djuwadi. 1998. Workshop on Tropical Rain Forest and Rehabilitation. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Karyono. 1980. Pengalaman dengan Agroforestry di Jawa Indonesia. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Kristanti. 2012. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Menjadi Taman Yang Produktif. Uripsantosowordpress.com diakses tanggal 28 Desember 2012. Mahendra, F. 2008. Sistem Agroforestri dan Aplikasinya. Graha Ilmu. Rahayu, M dan Prawiroatmojo, 2005. Keanekaragaman Tanaman Pekarangan dan Pemanfaatannya di desa Lampeapi, Pulau Wawoni, Sulawesi Selatan. Jurnal Teknologi Lingkungan P3TL-BPPT 6 (2) : 360-364. Soemarwoto, O. 1981. Sistem Kebun-Talun : Suatau Sistem Pertanian Hutan Tradisional. Proseding Seminar Agroforestry dan Pengendalian Perladangan. 19-21 November 1981. Jakarta Sumarnie, Priyono, Harahap dan Komarudin. 1993. Peningkatan produktivitas Pekarangan di desa Gambirmanis, Kecamatan Pracimantoro, Kab Wonogiri Jawa Tengah. Prosiding Seminar Hasil Litbang SDM 14 Juni 1993. Wurianingsih, Mega. 2011. Studi karakteristik dan fungsi pekarangan di Desa Pasir Eurih Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor. Skripsi IPB. Bogor.