BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada bagian ini berisi hasil dari pengumpulan data yang telah dilaksanakan selama dua minggu mulai tanggal 21 Mey sampai dengan 4 Juni 2013, yang dilaksanakan di Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Penyajian data dimulai dari gambaran umum tempat penelitian dan analisis univariat tentang karakteristik responden meliputi 1) umur, 2) pendidikan, 3) pengatahuan responden, 4) kejadian diare pada balita,dan pada bagian berikut akan disampaikan hasil pembahasan terhadap penelitian guna menjawab pertanyaan dalam masalah penelitian. 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Wilayah kerja Puskesmas Sidomulyo barada di wilayah Kecamatan Boliyohuto, yang wilayahnya terdiri dari 13 desa, Yaitu desa Parungi, Dulohupa, Motoduto, Iloheluma, Sidomulyo, Sidomulyo Selatan, Monggolito, Sidodadi, Bandung Rejo, Diloniyohu, Bongongoayu, Tolite, Potanga. Penduduk menurut desa di wilayah kerja Puskesmas Global Sidomulyo adalah Desa Parungi sebanyak 1285 penduduk, Desa Dulohupa sebanyak 457 penduduk, Desa Motoduto sebanyak 953 penduduk, Desa Iloheluma sebanyak 1213 penduduk, Desa Sidomulyo sebanyak 1102 penduduk,desa Sidomulyo Selatan sebanyak 1042 penduduk, Desa Monggolito sebanyak 984 penduduk, Desa Sidodadi sebanyak 1462 42
43 penduduk, Desa Bandung Rejo sebanyak 1314 penduduk, Desa Diloniyohu sebanyak 1313 penduduk, Desa Tolite sebanyak 1050 penduduk, Desa BongongoAyu sebanyak 703 penduduk, dan Desa Potanga sebanyak 1914 penduduk, jadi jumlah keseluruhan penduduk diwilayah Puskesmas Sidomulyo adalah 14.792. Luas Wilayah Kecamatan Boliyohuto : + 141,25 KM, dengan jumlah penduduk : 14.792 jiwa. Letak Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto secara goegrafis batas wilayah kerjanya yaitu : Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bilato, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tolangohula, sebelah utara berbatasn dengan Kecamatan Mootilango, dan sebelah selatan berbatasn dengan Kecamatan Bilato Kabupaten Bualemo. Adapun masalah-masalah kesehatan yang ada di Puskesmas Sidomulyo masih mencakup 5 jenis penyakit yang menonjol meliputi : ISPA, Gastritis, Diare, Dermatitis, Hipertensi. Jumlah fasilitas puskesmas global sidomulyo yaitu : Puskesmas Global + R.Inap + Poned : 1 buah, Puskesmas pembantu : 1 buah, Poskesdes : 5 buah, Polindes : 2 buah, Ambulance : 1 buah, Kendararaan roda dua : 9 buah, Puskesmas keliling : 1 buah, Rumah dinas para medis : 3 buah, dan Rumah dinas dokter : 2 buah. Jumlah tenaga medis dan non medis Puskesmas Global Sidomulyo yaitu Dokter umum ada 3 (2 PNS, 1 PTT), Dokter gigi ada 1 (PTT), Perawat ada 9 (PNS), Perawat Gigi ada 1 (PNS), Bidan klinik ada 1 (PNS), Bidan desa ada
44 8 (PNS), Tenaga gizi ada 3 (PNS, ABDI), Sanitarian ada 1 (PNS), Tenaga Magang ada 6 (Honor), Sopir ada 2 (Honor), Clining servis ada 2 (HONOR), jadi total keseluruhan tenaga medis dan non media di Puskesmas Sidomulyo adalah 37 orang 4.1.2. Data Umum 1). Karakteristik responden menurut umur responden. Distribusi frekuensi responden menurut umur yang dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Ibu Balita yang Berkunjung Di Puskesmas Sidomulyo Umur (Tahun) Jumlah n % 20-25 21 33,9 26-30 18 29,0 31-35 15 24,2 39 8 12,9 TOTAL 62 100,0 Sumber : Data primer Juni 2013. Bila dilihat dari umur responden, Tabel 4.1 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 21 orang (33,9 %) berumur 20-25 tahun. 2). Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan. Distribusi frekuensi responden tingkat pendidikan yang dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.2
45 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Ibu Balita yang Berkunjung Di Puskesmas Sidomulyo Pendidikan Jumlah n % Tidak Sekolah 3 4,8 SD 28 45,2 SMP 17 27,4 SMA 8 12,9 PT / DIPLOMA 6 9,7 TOTAL 62 100,0 Sumber : Data primer Juni 2013. Bila dilihat dari tingkat pendidikan, Tabel 4.2 memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan responden hampir setengahnya yaitu sebanyak 28 orang (45,2 %) adalah SD. 4.1.3. Data Khusus 1). Karakteristik responden menurut pengetahuan tentang sanitasi makanan Distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang diare dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Sanitasi Makanan yang Berkunjung Di Puskesmas Sidomulyo Pengetahuan Jumlah Sumber : Data primer Juni 2013. n % Baik 15 24,2 Cukup 21 33,9 Kurang 26 41,9 TOTAL 62 100,0
46 Bila dilihat dari pengetahuan responden tentang diare, Tabel 4.3 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 26 orang (41,9%) berpengetahuan kurang. 2). Karakteristik responden menurut kejadian diare pada balita 4.2.Pembahasan Distribusi frekuensi responden menurut kejadian diare pada balita dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.4 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut kejadian diare pada balita yang Berkunjung Di Puskesmas Sidomulyo Diare Jumlah n % Diare 62 100,0 TOTAL 62 100,0 Sumber : Data primer Juni 2013. Bila dilihat dari kejadian diare pada balita, Tabel 4.4 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 62 responden (100,0%) yang mengalami kejadian diare pada balita. 4.2.1.Pengetahuan responden tentang sanitasi makanan yang berkunjung di Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorotalo. Hasil penelitian tentang pengetahuan responden terhadap penyakit diare dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 26 responden (41,9%) berpengetahuan kurang, sebanyak 21 responden (33,9%) berpengetahuan cukup dan sebagian kecil yaitu sebanyak 15 responden (24,2%) berpengetahuan baik.
47 Menurut Iqbal (2007) salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah umur. Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan psikologis (mental). Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan usia responden antara 20- >35 tahun. Dimana pada usia tersebut terbentuk usia dewasa. Apabila umur bertambah maka akan lebih banyak informasi yang didapat serta pengalaman yang didapat juga lebih banyak. Namun pada kenyataannya banyak yang memiliki pengetahuan kurang. Hal itu disebabkan karena tidak diimbangi dengan inadekuatnya informasi yang didapat. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu berpendidikan SD. Penelitian Bahri pada tahun 2011 juga mendukung hasil tersebut, dimana tingkat pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap suatu hal. Seseorang dengan tingkat pendidikan SMP dan seterusnya memiliki perilaku lebih baik dibandingkan yang berpendidikan SD. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi. Dimana pendidikan adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu maupun kelompok masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2007). Dari pendapat tersebut bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden diharapkan makin mudah pula responden dalam menerima pengetahuan yang dimiliki dan sebaliknya jika
48 pengetahuan kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilai baru yang diperkenalkan. Tabel 4.3 didapatkan hampir sebagian ibu mempunyai pengetahuan kurang. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Semakin tinggi pengetahuan maka ibu akan melakukan sanitasi makanan secara tepat pada balitanya. Begitu juga sebaliknya semakin rendah pengetahuan bisa menyebabkan ibu tidak melakukan sanitasi makanan secara dini dimana akan terjadi resiko gangguan pencernaan pada balitanya. Dengan demikian makin banyak mereka mendengar, melihat, merasakan terlebih ia mau mencobanya, maka ia akan memperoleh banyak pengetahuan tetapi apabila ia tidak pernah sama sekali melakukan upaya untuk merasakan atau melihat dan mendengar tentang informasi penting, maka ia dipastikan akan mengalami ketidaktahuan dari semua hal termasuk tentang sanitasi makanan yang baik dan benar. Menurut Notoatmidjo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan yang didapat dari hasil penelitain yang sebagian besar adalah kurang itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor yakni faktor umur yang sebagian besar umur responden 20-25 tahun dan faktor pendidikan responden yang sebagian besar adalah SD. Pada umur 20-25 tahun ini pengetahuan mereka belun terlalu banyak dan
49 pengalaman pun masih kurang karena semakin dewasa semakin banyak pengalaman. Kemudian pendidikan sebagian besar SD sangat berpengaruh terhadap pengetahuan karena informasi yang mereka dapat masih sangat minim terutama pengatahuan tentang sanitasi makanan, mulai dari pemilihan bahan makanan sampai dengan penyajian makanan untuk dikonsumsi. Terbukti dari hasil pengisian kuesioner setengah dari ibu balita mengetahui pengertian sanitasi makanan dan selebihnya tidak mengerti tentang sanitasi makanan. Adapun dari hasil pengisian kuesioner, ibu balita masih banyak yang tidak tahu dan tidak mengerti dengan cara yang baik dan higienis untuk pemilihan bahan makanan sampai dengan makanan siap untuk disajikan, sedangkan yang kita ketahui bersama bahwa pemilihan bahan makanan, pengolahan makanan sampai dengan penyajian makanan untuk dikonsumsi oleh balita harus benar-benar terjaga kebersihannya, karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab diare. Selain itu juga masih banyak ibu balita yang tidak mengerti cara yang baik dan benar membersihkan botol yang digunakan untuk memberikan susu formula, karena kalau tidak dibersihkan dengan baik kuman dan bakteri yang masih menempel di botol akan tetap ada dalam botol dan akan menjadi penyebab balita sakit karena kuman dan bakteri masuk kedalam system pencernaan. Selain itu, ibu balita banyak yang tidak tahu cara yang baik untuk memanaskan makanan balita yang sudah menjadi dingin. Apalagi jika makanan itu sudah terkontaminasi dengan debu atau vektor lainnya seperti lalat kemudian makanan balita yang
50 dipanaskan tersebut tidak dipanaskan dengan baik, otomatis makanan itu sudah tidak higienis lagi. Banyak sekali hal-hal kecil yang dianggap mudah tapi ibu balita sering melalaikannya, seperti dalam kuesioner masih banyak juga ibu balita yang belum memahami cara cuci tangan yang baik. Padahal cuci tangan itu sangat penting untuk mengurangi terjadinya diare. Terkadang hal sepele saja dapat berakibat fatal untuk balita dan itu dikarenakan atas kelalaian serta kurangnya pengetahuan dari ibu balita. 4.2.2.Kejadian Diare pada Balita yang barkunjung di Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Hasil penelitian tentang kejadian diare pada balita dapat diketehui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 62 responden (100,0%) balitanya mengalami kejadian diare dan paling sedikit yaitu sebanyak 0 responden (0,0%) balitanya tidak mengalami kejadian diare. Penyakit diare adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja dan merupakan penyakit menular sehingga siapapun berisiko untuk terkena penyakit diare khususnya Balita apalagi bila tidak ditunjang dengan perilaku dan sanitasi makanan yang sehat, karena agent infeksius yang menyebabkan penyakit Diare ditularkan melalui fecal-oral terutama karena menelan makanan yang terkontaminasi maka dapat menimbulkan penyakit Diare. Menurut Depkes RI (2006) sumber air minum yang tercemar mempunyai peranan dalam penyebaran beberapa penyakit menular termasuk penyakit diare karena sumber air minum merupakan salah satu sarana sanitasi yang berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab
51 diare ditularkan melalui jalur fekal oral, kuman dapat ditularkan dengan masuk ke dalam mulut melalui perantara cairan atau benda yang tercemar dengan tinja. Kejadian diare pada balita di Puskesmas Sidomulyo masih perlu dilakukan tindak lanjut, karena hal tersebut cukup membahayakan apabila tidak segera dilakukan penanganan. Dalam upaya pencegahan diare, yang harus diperhatikan khususnya bagi ibu balita, yaitu tentang sanitasi makanan, agar kejadian Diare pada balita berkurang. Proporsi balita dengan kejadian Diare yang terbilang masih tinggi ini juga bisa dikarenakan faktor ibu, sebab anak balita masih sangat bergantung pada ibu sebagai orang yang selalu dekat dan memelihara kesehatan anak balitanya. Terkadang juga ibu balita menganggap remeh Diare yang terjadi pada anak balitanya. Setelah diwawancara masih banyak ibu balita yang tidak segera membawa anak balitanya kepuskesmas terdekat jika anak balitanya menderita Diare. Ibu balita hanya menangani dengan obat-obat tradisional bahkan ada ibu balita yang memberikan obat warung untuk anak balitanya yang sakit Diare. Tanpa mereka sadari bahwa membiarkan anak balitanya sakit Daire tanpa dibawa kepuskesmas untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik itu akan menjurumuskan anak balita mereka kediare yang lebih parah atau biasa disebut diare kronis bahkan anak balita mereka bisa meninggal disebabkan oleh Diare tersebut. Selain itu juga alasan ibu balita tidak segera membawa anak balita mereka kepuskesmas karena terhambat oleh biaya. Setelah peneliti memberikan informasi bahwa sekarang bisa ke puskesmas dan ke
52 rumah sakit dengan menggunakan kartu kesehatan bebas biaya seperti JAMKESMAS dan sebagainya, mereka tahu dan mengerti jika ada onggota keluarga yang sakit khususnya anak balitanya harus segera di bawa kepuskesmas atau rumah sakit terdekat.