II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

dokumen-dokumen yang mirip
polusi udara kendaraan bermotor

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SOSIALISASI DALAM RANGKA : PERTEMUAN PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR SELURUH INDONESIA TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

Pasal 48 yang berbunyi :

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

- 2 - Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 09 Tahun : 2010 Seri : E

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaran Bermotor

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 59 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN DAN UJI GAS EMISI BUANG KENDARAAN BERMOTOR

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

DAFTAR BACAAN. Abdul Kadir, Muhammad. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Citra Aditya Bakti.1998.

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kelayakan kendaraan angkutan barang dalam pelaksanaan pengangkutan di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI JALAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat. Dengan meningkatnya kebutuhan yang dimiliki oleh setiap

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2012

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di suatu daerah diciptakan untuk membangun masyarakat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tio Agustian, 2014 Analisis front wheel alignment (fwa) pada kendaraan Daihatsu Gran Max Pick Up

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN BOYOLALI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 82 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25

BAB I PENDAHULAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERHUBUNGAN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 55 TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN KONSUMEN TRANSPORTASI OTOBUS: STUDI YURIDIS KELAYAKAN TRANSPORTASI OTOBUS DI KOTA SURAKARTA

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

2 Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3667); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuang

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

PROSEDUR DAN PROSES PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2012 tentang Sumber Daya Man

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004)

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan orang dan barang antara dua tempat kegiatan yang terpisah untuk melakukan kegiatan perorangan atau kelompok dalam masyarakat. Perjalanan dilakukan melalui suatu lintasan tertentu yang menghubungkan asal dan tujuan, menggunakan alat angkut atau kendaraan dengan kecepatan tertentu, sehingga perjalanan adalah proses perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain. Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Di negara maju, mereka biasanya menggunakan kereta bawah tanah ( subway) dan taksi. Transportasi sendiri dibagi 3 (tiga), yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain karena memiliki teknologi yang lebih canggih, transportasi udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat transportasi lainnya. Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat berperan dalam pembangunan ekonomi yang menyeluruh. Perkembangan sektor transportasi akan secara langsung mencerminkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang berjalan, namun demikian sektor ini dikenal pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan

dalam cakupan spasial dan temporal yang besar. Transportasi sebagai salah satu sektor kegiatan perkotaan, merupakan kegiatan yang potensial mengubah kualitas udara perkotaan. Perkembangan transportasi sekarang membawa dampak kehidupan yang lebih baik. Tenaga manusia berpindah menjadi tenaga mesain sehingga mempermudah masyarakat untuk melakukan aktifitas walaupun tempat tersebut jauh. Namun Kemacetan yang semakin banyak di jalan karena jumlah kendaraan pribadi tidak sebanding dengan peningkatan kapasitas jalan. Semakin banyak masyarakat yang menggunakan kendaraan umum, semakin efektif pula penggunaan jalan raya. Dengan kata lain, kendaraan umum merupakan salah satu pemecahan masalah yang dihadapi hampir semua kota besar di dunia: kemacetan. 2. 1. 2 Peranan Transportasi Dalam Tata Ruang Kota dan Wilayah Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan kota dan wilayah. Rencana kota tanpa mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjadi sebagai akibat dari rencana itu sendiri, akan menghasilkan kesemrawutan lalu lintas di kemudian hari. Akibat lebih lanjut adalah meningkatnya jumlah kecelakaan, pelanggaran, dan menurunnya sopan-santun berlalu-lintas, serta meningkatnya pencemaran udara. Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat berperan dalam pembangunan ekonomi yang menyeluruh. Perkembangan sektor transportasi akan secara langsung mencerminkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang berjalan, namun demikian sektor ini dikenal pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan dalam cakupan spasial dan temporal yang besar. Transportasi sebagai salah satu sektor kegiatan perkotaan, merupakan kegiatan yang potensial mengubah kualitas udara perkotaan.

Perkembangan perkotaan berjalan secara dinamik, mengikuti perkembangan sosial-ekonomi perkotaan itu sendiri. Semakin berkembangnya perkotaan dalam hal wilayah spasial (ruang) dan aktivitas ekonominya, akan semakin besar pula beban pencemaran udara yang dikeluarkan ke atmosfer perkotaan. Dampak ini akan semakin terasa di daerah-daerah pusat kegiatan kota. Transportasi yang berwawasan lingkungan perlu memikirkan implikasi atau dampak terhadap lingkungan yang mungkin timbul, terutama pencemaran udara dan kebisingan. Ada tiga aspek utama yang menentukan intensitas dampak terhadap lingkungan, khususnya pencemaran udara dan kebisingan, dan penggunaan energi di daerah perkotaan (Moestikahadi, 2000: 42), yaitu: a. Aspek perencanaan transportasi (barang dan manusia); b. Aspek rekayasa transportasi, meliputi pola aliran moda transportasi, sarana jalan, sistem lalu lintas, dan faktor transportasi lainnya; dan c. Aspek teknik mesin dan sumber energi (bahan bakar) alat transportasi. Sistem transportasi di perkotaan adalah faktor utama yang menentukan pola ruang ( spatial pattern), derajat kesemrawutan, dan tingkat pertumbuhan ekonomi dari suatu daerah perkotaan. Ada tiga jenis utama transportasi yang digunakan orang di perkotaan (Miller, 1985), yaitu: a. Angkutan pribadi ( individual transit), seperti mobil pribadi, sepeda motor, sepeda, atau berjalan kaki; b. Angkutan masal (mass transit), seperti kereta api, bis, opelet, dan sebagainya; c. Angkutan sewaan (para transit), seperti mobil sewaan, taksi yang menjalani rute tetap atau yang disewa untuk sekali jalan, dan sebagainya.

Setiap jenis angkutan mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri. Sistem transportasi perkotaan yang berhasil, memerlukan gabungan dari cara angkutan pribadi, massal, dan sewaan, yang dirancang memenuhi kebutuhan daerah perkotaan tertentu. Kebanyakan orang memerlukan perjalanan untuk mencapai tempat-tempat tujuan bekerja, bersekolah atau ke tempat-tempat pendidikan yang lain, berbelanja, ke tempat-tempat pelayanan, mengambil bagian dalam berbagai kegiatan sosial dan bersantai di luar rumah, serta banyak tujuan yang lain. Hal yang utama dalam masalah perjalanan adalah adanya hubungan antara tempat asal dan tujuan, yang memperlihatkan adanya lintasan, alat angkut (kendaraan) dan kecepatan. Pola perjalanan di daerah perkotaan dipengaruhi oleh tata letak pusat-pusat kegiatan di perkotaan (permukiman, perbelanjaan, perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain). 2. 1. 3 Kebijakan Transportasi Pola jaringan jalan dapat mempengaruhi perkembangan tata guna lahan. Jaringan jalan yang direncanakan secara tepat akan merupakan pengatur lalu lintas yang baik. Ada kaitan antara perencanaan kota dengan perencanaan transportasi. Perencanaan kota mempersiapkan kota untuk menghadapi perkembangan dan mencegah timbulnya berbagai persoalan agar kota menjadi suatu tempat kehidupan yang layak. Sedangkan perencanaan transportasi mempunyai sasaran mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan orang atau barang bergerak dengan aman, murah, cepat, dan nyaman, dan mencegah terjadinya kemacetan lalu lintas di jalan-jalan dalam kota. Penyusunan kebijakan transportasi dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, setelah berkoordinasi dengan beberapa departemen lain yang terkait, misalnya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Keuangan. Selanjutnya pelaksanaan dari kebijakan transportasi tersebut dilakukan secara terpadu

oleh unsur-unsur pelaksana di daerah, seperti Dinas Perhubungan, Dinas Bina Marga, Kepolisian, dan instansi lain yang terkait, serta pihak swasta (perusahaan pengangkutan). Transportasi merupakan salah satu hal yang sangat berperan dalam pembangunan secara menyeluruh. Transportasi juga sangat berkaitan dengan penggunaan lahan, baik di desa maupun di kota. 2. 1. 4 Transportasi Publik dan Pribadi Munculnya kendaraan umum karena hubungan sosial, terbentuknya sistem masyarakat yang mempunyai tujuan demi keberlangsungan dan kebersamaan, serta kesejahteraan bersama memicu menciptakan kendaraan bersama (umum). Pada titik ini, apabila penggunaan kendaraan pribadi diminimalkan dengan pengalihan kendaraan umum (publik) yang merupakan salah satu media transportasi yang digunakan masyarakat secara bersama-sama dengan membayar tarif, maka kedekatan dengan masyarkat tercipta, terlebih jika para pejabat membaur dengan warganya menggunakan kendaraan umum, maka hal-hal atau permasalahan yang terjadi pada rakyatnya akan ia ketahui, terutama dalam hal transportasi. Kini kenyataannya kendaraan pribadi memiliki tingkat kenyamanan dan privasi yang lebih, namun dibalik kebaikannya ini, kepemilikan kendaraan pribadi terlalu banyak juga menimbulkan banyak masalah. Kemacetan yang semakin banyak di jalan karena jumlah kendaraan pribadi tidak sebanding dengan peningkatan kapasitas jalan. Semakin banyak masyarakat yang menggunakan kendaraan umum, semakin efektif pula penggunaan jalan raya. Dengan kata lain, kendaraan umum merupakan salah satu pemecahan masalah yang dihadapi hampir semua kota besar di dunia yaitu masalah kemacetan.

2. 2 Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan yang selanjutnya disebut Standar Pelayanan Minimal adalah persyaratan penyelenggaraan angkutan massal berbasis jalan mengenai jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh setiap pengguna jasa angkutan massal berbasis jalan secara minimal (Pasal 1 angka 1 Per aturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan). AngkutanMassal Berbasis Jalan adalah suatu sistem angkutan umum yang menggunakan mobil bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal yang dioperasikan di kawasan perkotaan (Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan). Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah mengatur mengenai Standar Pelayanan Angkutan Orang (Pasal 141 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009) yang mewajibkan perusahaan angkutan umum untuk memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Menteri Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan. Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan adalah persyaratan penyelenggaraan angkutan massal berbasis jalan mengenai jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh setiap pengguna jasa angkutan massal berbasis jalan secara minimal (Pasal 1

angka 1 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan). Angkutan massal berbasis jalan adalah suatu sistem angkutan umum yang menggunakan mobil bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal yang dioperasikan di kawasan perkotaan (Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan). Penyelenggaraan angkutan massal berbasis jalan dilakukan di kawasan perkotaan meliputi kawasan megapolitan, kawasan metropolitan, dan kawasan perkotaan besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan kawasan perkotaan berupa: a. kota sebagai daerah otonom; b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; c. kawasan yang berada dalam bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan; atau d. kawasan aglomerasi perkotaan. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan

fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa. Kawasan perkotaan besar adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk antara 500.000 (lim a ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa. Kawasan aglomerasi perkotaan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dan membentuk sebuah sistem. Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan harus didukung dengan: a. mobil bus yang berkapasitas angkut massal; b. lajur khusus; c. trayek angkutan umum lain yang tidak berhimpitan dengan trayek angkutan massal; dan d. angkutan pengumpan. Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan. Standar ini merupakan acuan bagi penyelenggara angkutan massal berbasis jalan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa yang meliputi: a. jenis pelayanan, yang meliputi: 1. keamanan; 2. keselamatan;

3. kenyamanan; 4. keterjangkauan; 5. kesetaraan; dan 6. keteraturan. b. mutu pelayanan, yang meliputi: 1. indikator; dan 2. nilai, ukuran atau jumlah. Lebih detail mengenai Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan. Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang sudah ada wajib menyesuaikan Standar Pelayanan Minimal sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku. 2. 3 Uji Kelaikan Angkutan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 menegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas lalulintas dan angkutan jalan, sedangkan pemerintah melaksanakan pembinaannya (pere ncanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan) (Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009). Kementerian Perhubungan bertanggung jawab dalam pembinaan sarana dan prasarana lalu-lintas dan angkutan jalan (Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009). Salah satu indikator kemajuan pelayanan angkutan umum dalam bentuk ketersediaan angkutan massal yang berkualitas dijelaskan oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, yaitu pemerintah

menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di kawasan perkotaan (Pasal 158 ayat (1) Undang - Undang No. 22 Tahun 2009). Salah satu yang harus diperhatikan dalam penyediaan angkutan massal yang berkualitas adalah masalah penyediaan angkutan lalu lintas yang memenuhi persyaratan laik jalan. Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 menyatakan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. susunan; b. perlengkapan; c. ukuran; d. karoseri; e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya; f. pemuatan; g. penggunaan; h. penggandengan kendaraan bermotor; dan/atau i. penempelan kendaraan bermotor. Pasal 48 ayat (3) Undang -Undang No. 22 Tahun 2009 menjelaskan persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermot or yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas: a. emisi gas buang; b. kebisingan suara; c. efisiensi sistem rem utama; d. efisiensi sistem rem parkir; e. kincup roda depan; f. suara klakson; g. daya pancar dan arah sinar lampu utama; h. radius putar; i. akurasi alat penunjuk kecepatan; j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan

k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan. Selain mengatur mengenai persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan kendaraan bermotor, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 mengatur pula mengenai pengujian kendaraan bermotor. Hal ini diatur dalam Pasal 49 ayat (1) Undang -Undang No. 22 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di jalan wajib dilakukan pengujian. Pasal 49 ayat (2) mengatur pengujian sebagaimana dimaksud pada Pasal 49 ayat (1) meliputi: a. uji tipe; dan b. uji berkala. Uji tipe sebagaimana dimaksud oleh Pasal 49 ayat (2) dijelaskan dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, yaitu uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a wajib dilakukan bagi setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe. Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan yang dilakukan terhadap landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap; dan b. Penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor yang dilakukan terhadap rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi tipenya (Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009). Uji berkala sebagaimana dimaksud oleh Pasal 49 ayat (2) dijelaskan dalam Pasal 53 Undang - Undang No. 22 Tahun 2009, yaitu sebagai berikut:

(1) Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di jalan. (2) Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan bermotor; dan b. pengesahan hasil uji. Pasal 53 ayat (3) mengatur kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh: a. unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota; b. unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang mendapat izin dari Pemerintah; atau c. unit pelaksana pengujian swasta yang mendapatkan izin dari pemerintah. Pemeriksaan dan pengujian fisik mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan, dan kereta tempelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a meliputi pengujian terhadap persyaratan teknis dan laik jalan (Pasal 54 ayat (1) Undang- Undang No. 22 Tahun 2009). Pengujian terhadap persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) meliputi: a. susunan; b. perlengkapan; c. ukuran; d. karoseri; dan e. rancangan teknis kendaraan bermotor sesuai dengan peruntukannya (Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009). Pengujian terhadap persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:

a. emisi gas buang kendaraan bermotor; b. tingkat kebisingan; c. kemampuan rem utama; d. kemampuan rem parkir; e. kincup roda depan; f. kemampuan pancar dan arah sinar lampu utama; g. akurasi alat penunjuk kecepatan; dan h. kedalaman alur ban. Pengujian terhadap persyaratan laik jalan kereta gandengan dan kereta tempelan meliputi uji kemampuan rem, kedalaman alur ban, dan uji sistem lampu. Bukti lulus uji berkala hasil pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) berupa pemberian kartu uji dan tanda uji (Pasal 54 ayat (5) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009). Kartu uji berkala sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan identitas pemilik, spesifikasi teknis, hasil uji, dan masa berlaku hasil uji. Tanda uji berkala sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan masa berlaku hasil uji. Mengenai pengesahan hasil uji dijelaskan dalam Pasal 55 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, yaitu sebagai berikut: (1) Pengesahan hasil uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b diberikan oleh: a. petugas yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan atas usul gubernur untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota; dan b. petugas swasta yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian agen tunggal pemegang merek dan unit pelaksana pengujian swasta.