BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya

dokumen-dokumen yang mirip
PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL PERTANIAN LAHAN SAWAH Studi di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bagi Hasil Pertanian Ditinjau dari Undang-Undang dan Hukum Islam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. batas wilayah Kecamatan Gamping adalah sebagai berikut :

PEDOMAN WAWANCARA INFORMAN

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK. sebagaimana tertera dalam Tabel Desa Bolo.

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah


BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGGARAPAN SAWAH (MUZARA AH) DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara agraris yang artinya sebagian besar

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP POLA KERJA NGEDOK DI DESA BRANGKAL KECAMATAN SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.


BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dalam pembukaan Rakernas Asosiasi Petani cengkeh Indonesia

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lahan permukiman, jalan, industri dan lainnya. 1. hukum pertanahan Indonesia, negara berperan sebagai satu-satunya

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

BAB III DESKRIPSI PEMBAYARAN ZAKAT PERTANIAN MENUNGGU HASIL PANEN KEDUA DI DESA TANGGUNGHARJO KECAMATAN GROBOGAN KABUPATEN GROBOGAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

SURVEI LUAS PANEN DAN LUAS LAHAN TANAMAN PANGAN 2015

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara agraris, artinya petani memegang peran

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan sumber daya lainnnya sangat berpotensi dan mendukung kegiatan

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

POTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia (Ganesha Enterpreneur Club, Pola Tanam Padi Sri, Produktifitas

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mewujudkan ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja,

BAB I PENDAHULUAN. pangan di mata dunia. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Muza>ra ah dan mukha>barah adalah sama-sama bentuk kerja sama

BPS PROVINSI JAWA TENGAH NILAI TUKAR PETANI (NTP) JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2009

BAB IX MUZARA AH. Bagian Pertama Rukun dan Syarat Muzara ah

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

STATISTIKPENGGUNAAN LAHAN

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR


I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

pengetahuan yang kurang, oleh Karena itu untuk mendorong terciptanya

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara agraris karena sebagian besar penduduknya

BAB I. sejak tersedianya data spasial dari penginderaan jauh. Ketersediaan data

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. Wawancara Kamituwo desa Golan Tepus. Pada tanggal 9 Maret 2016

BAB V PENUTUP. 1. Di Desa Manunggal Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban mayoritas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. berbuat dan bertingkah laku yang baik agar dapat bermuamalah dan mencari

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku untuk sektor industri. Produksi sektor

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya wilayah Indonesia dan sebagian besar warganya yang bermatapencaharian di bidang pertanian. Hasil sensus pertanian yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, jumlah rumah tangga usaha tani pada 2013 adalah 26,13 juta. Jumlah rumah tangga usaha tani tersebut tidak banyak berubah akan tetapi di saat yang bersamaan jumlah lahan pertanian terus menyusut karena pengalihan fungsi lahan terdesak kebutuhan lahan untuk kegiatan bidang perekonomian, perindustrian, perdagangan, dan kependudukan. Kurangnya lahan pertanian menurunkan luas penguasaan lahan petani serta meningkatkan jumlah petani yang tidak memiliki lahan. Karena tidak memiliki lahan untuk dikelola kemudian mereka menjadi penggarap lahan milik orang lain dengan menjadi buruh tani harian lepas, menyewa lahan, maupun dengan sistem bagi hasil dengan pemilik lahan. Lahan pertanian yang sangat penting adalah lahan pertanian pangan berupa padi sawah yang menghasilkan beras. Hal itu dikarenakan beras merupakan makanan pokok masyarakat di Indonesia. Konsumsi beras nasional saat ini adalah 114 kg per kapita per tahun (BPS dan Kementerian Perdagangan, 2015). Hal itu menjadi pendorong pemerintah untuk mencapai target swasembada pangan lebih cepat dengan meningkatkan produksi beras dengan menggalakkan menggunakan 1

2 bibit unggul dan paket teknologi pertanian. Beras dihasilkan dari sektor pertanian pangan berupa padi sawah. Padi sawah ditanam pada lahan sawah. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut. Termasuk disini lahan yang terdaftar di Pajak Hasil Bumi, Iuran Pembangunan Daerah, lahan bengkok, lahan serobotan, lahan rawa yang ditanami padi dan lahan-lahan bukaan baru. Lahan sawah mencakup sawah pengairan, tadah hujan, sawah pasang surut, rembesan, lebak dan lain sebagainya (www.bps.go.id, 2013). Beras diproduksi di lahan sawah dengan melalui berbagai macam proses. Proses produksi beras pada umumnya diawali dengan pembibitan yang biasanya memerlukan waktu sekitar lima minggu. Selama menunggu proses pembibitan, petani membajak sawah untuk menyiapkan lahan agar siap ditanami bibit padi. Setelah bibit padi siap ditanam dan lahan siap ditanami maka penanaman padi dilakukan. Proses selanjutnya adalah mengairi dan memupuk. Setelah bibit ditanam harus segera diairi agar bibit tidak layu dan kering. Dalam proses sebulan biasanya tanaman padi sudah mulai hijau dan tumbuh. Bersamaan dengan itu, tumbuh juga rumput di sekitarnya yang harus segera dibersihkan/dihilangkan agar pertumbuhan padi optimal. Setelah bersih dari rumput, barulah diberi pupuk agar tumbuh subur. Saat umur tanaman padi sekitar dua bulan, batangnya mulai kelihatan gemuk. Saat proses ini biasanya petani memberi semprotan pengusir hama agar

3 bulir yang akan tumbuh tidak dimakan hama. Saat bulir padi mulai mengeras harus senantiasa dijaga agar tidak dimakan burung. Umur sekitar empat bulan, padi sudah mulai menguning dan siap untuk dipanen. Ketika dipanen hasil dari tanaman padi menghasilkan bulir-bulir yang disebut sebagai gabah. Proses selanjutnya adalah gabah digiling untuk akhirnya menjadi beras. Dalam proses produksi beras seperti yang diuraikan di atas adalah proses yang cukup banyak tahapannya. Tidak semua pemilik lahan sawah mampu untuk mengelola dan menggarap sawahnya sendiri karena disebabkan berbagai macam hal. Misalnya, lahan sawahnya terlalu luas, tidak ada cukup tenaga, tidak ada cukup waktu, tidak mempunyai modal, tidak mempunyai kemampuan atau skill, maupun aspek sosial seperti ingin membantu orang lain untuk memberikan pekerjaan dan kesempatan untuk mendapatkan hasil dari pengelolaan lahan sawah tersebut dimana banyak orang yang mempunyai keahlian dalam pengelolaan lahan sawah tetapi tidak memiliki lahan untuk digarap. Bentuk hubungan antara pemilik lahan sawah dan petani penggarap terbagi menjadi tiga. Pertama, penggarap menyewa lahan sawah kepada pemilik sawah. Pemilik sawah mendapatkan hasil dari pembayaran sewa dari penggarap sawah dan penggarap sawah mendapatkan hasil dari pengusahaan sawah tersebut. Kedua, penggarap yang menjadi buruh tani dengan imbalan (upah) tertentu dari pemilik sawah yang biasanya disebut dengan istilah buruh tani harian lepas. Buruh tani harian lepas diberi upah sesuai dengan banyaknya jumlah hari kerja. Ketiga, penggarap yang diberikan kekuasaan oleh pemilik sawah untuk mengusahakan sawah kemudian hasilnya dibagi dengan pemilik sawah sesuai

4 dengan kesepakatan (bagi hasil). Bahan baku produksi seperti bibit padi, pupuk, biaya perawatan, biaya panen, dan biaya lainnya dapat diberikan oleh pemilik sawah atau dari penggarap sawah atau kombinasi dari keduanya tergantung dari kesepakatan. Komposisi dalam pengeluaran biaya produksi akan menjadi pertimbangan dalam pembagian hasil panen sawah tersebut. Bagi hasil dalam pertanian diatur oleh UU No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian. UU tersebut diperuntukan untuk mengatur perjanjian pengusahaan tanah dengan bagi hasil, agar pembagian hasil tanahnya antara pemilik dan penggarap dilakukan atas dasar yang adil dan agar terjamin pula kedudukan hukum yang layak bagi para penggarap itu, dengan menegaskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik dari penggarapan maupun pemilik. Sedangkan dalam hukum Islam, kerjasama dalam pertanian biasa disebut dengan tiga istilah yakni musaqah, muzara ah, dan mukhabarah. Akad musaqah adalah sebuah bentuk kerja sama antara pemilik kebun dan petani penggarap dengan tujuan agar kebun itu dipelihara dan dirawat sehingga memberikan hasil yang maksimal, kemudian hasil tersebut sebagian menjadi bagian (upah) bagi penggarap yang mengurusnya sesuai dengan kesepatakan yang mereka buat (Abdul, dkk, 2015). Kerjasama dalam bentuk musaqah berbeda dengan mengupah tukang kebun untuk merawat tanaman, karena hasil yang diterimanya adalah bukan upah yang telah pasti ukurannya seperti tukang kebun, melainkan dari hasil kebun yang belum tentu besarannya. Akad muzara ah dan mukhabarah adalah sama-sama akad kerja sama antara pemilik tanah dan petani penggarap, dimana pemilik tanah menyerahkan

5 tanah kepada petani penggarap untuk dikelola, yang kemudian hasil dari tanah tersebut dibagi kepada pemilik dan penggarap sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Perbedaannya ialah pada modal produksi, bila modal berasal dari petani penggarap/pengelola maka disebut mukhabarah, dan bila modal berasal dari pemilik tanah maka disebut muzara ah (Hendi, 2014). Musaqah, muzara ah, dan mukhabarah sama-sama akad kerjasama dimana penggarap mendapatkan hasil dari tanah tersebut dengan bagi hasil dengan pemilik tanah. Letak perbedaannya adalah jika dalam musaqah tanah sudah ada pohon atau tanamannya dan penggarap tinggal merawat dan mengelola agar hasil panen maksimal. Sedangkan dalam muzara ah dan mukhabarah tanah belum ada tanaman/pohon, sehingga penggarap harus menggarap (mengelola tanah) dari menanam hingga panen. Dengan adanya UU No.2 Tahun 1960 dan hukum Islam yang memuat perjanjian (akad) bagi hasil dalam pertanian adalah sebuah bentuk usaha untuk memproteksi dari munculnya bentuk-bentuk eksploitasi pada salah satu pihak (pemilik tanah maupun petani penggarap), sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dan mendapat perlakuan tidak adil dalam penerapan bagi hasil dari tanah pertanian tersebut. Adhe (2013) mengemukakan bahwa pelaksanaan bagi hasil pertanian sawah di Desa Bumen, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang dilakukan dengan sistem maro dan mertelu yaitu pembagiannya masing-masing pemilik dan penggarap sawah bisa mendapatkan 1/2 bagian ataupun 1/3 bagian, faktor-faktor yang mempengaruhi tidak dapat dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 2 tahun

6 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil ini adalah Masyarakat tidak mengetahui adanya ketentuan bagi hasil pertanian yang diatur dalam Undang-undang tersebut karena tidak adanya sosialisasi dari perangkat desa maupun dinas yang terkait dan kurangnya wawasan dari masyarakat karena rendahnya tingkat pendidikan. Diah (2012) megemukakan bahwa perjanjian bagi hasil tanah pertanian di Desa Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar Pembagian hasil tanah pertanian menggunakan istilah mertelu, sistem perjanjian ini lebih dekat dengan adat yang belaku, yaitu 25% untuk pemilik ladang dan 75% untuk penggarap ladang. Karena dari bibit, obat, buruh dan lain-lain dari penggarap sedangkan pemilik hanya menyediakan ladangnya saja untuk dikelola oleh penggarap. Epi (2008) mengemukakan bahwa pelaksanaan bagi hasil penggarapan kebun karet di Desa Bukit Selabu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan sudah sah menurut hukum Islam dan kerjasama tersebut termasuk dalam bidang musaqah, karena syarat dan rukunnya terpenuhi begitu juga dengan hasilnya sudah memenuhi hukum Islam. Petani yang menggarap sawah milik orang lain dengan menggunakan sistem bagi hasil juga terjadi di Kecamatan Gamping. Kecamatan Gamping merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Gamping terdiri dari lima kelurahan (wilayah administrasi) yaitu Ambarketawang, Nogotirto, Balecatur, Trihanggo, dan Banyuraden. Dengan luas wilayah 2.925 Ha, jumlah penduduk 96.304 jiwa,

7 dan tingkat kepadatan sebesar 3.293 per km 2 (Profil Data Kependudukan Kecamatan Gamping Semester I 2015). Luas pertanian sawah di wilayah Kecamatan Gamping semakin menyusut. Pengembangan wilayah seperti adanya Universitas/Perguruan Tinggi, Rumah Sakit, perumahan, pabrik, gudang, perumahan, dan kegiatan ekonomi lainnya yang melakukan perluasan pembangunan maupun mendirikan bangunan baru dengan mengalihfungsikan lahan sawah tentu juga turut berkontribusi dalam penyusutan luas lahan sawah produktif di wilayah tersebut. Sawah produktif yang masih ada semakin sedikit, sebagian diantaranya dikelola sendiri oleh pemilik, ada yang disewakan kepada orang lain, ada pemilik yang membayar buruh untuk mengelola sawahnya, dan ada pemilik yang menyerahkan sawah kepada penggarap dengan sistem bagi hasil. Penerapan bagi hasil antara pemilik lahan sawah dan petani penggarap sawah di wilayah Kecamatan Gamping memberikan pandangan penulis bahwa akan menjadi menarik untuk diteliti karena di wilayah ini lahan pertanian yang ada semakin terdesak akan kebutuhan lahan untuk pengembangan infrastruktur. Karena lokasi tersebut merupakan salah satu wilayah dengan perkembangan pembangunan yang pesat di wilayah Kabupaten Sleman. Perkembangan infrastuktur yang pesat berdampak pada masuknya kelompok masyarakat luar wilayah masuk ke Kecamatan Gamping dan berinteraksi dengan penduduk asli termasuk dengan golongan petani. Dengan latar belakang tersebut, maka peneliti berniat untuk melakukan penelitian dengan judul:

8 PENERAPAN BAGI HASIL PERTANIAN LAHAN SAWAH DITINJAU DARI UU NO.2 TAHUN 1960 DAN HUKUM ISLAM (STUDI DI KECAMATAN GAMPING, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apa alasan pemilik dan penggarap sawah di Kecamatan Gamping yang melakukan skema bagi hasil dalam pengelolaan sawah? 2. Seperti apakah pelaksanaan perjanjian bagi hasil lahan sawah di Kecamatan Gamping? 3. Apakah pelaksanaan bagi hasil pertanian lahan sawah di Kecamatan Gamping sudah sesuai dengan UU No.2 Tahun 1960 dan Hukum Islam? 4. Apa hambatan untuk melaksanakan UU No.2 Tahun 1960 dan hukum Islam tentang kerjasama pertanian dalam perjanjian bagi hasil lahan sawah di Kecamatan Gamping? 1.3. Batasan Masalah Agar lebih fokus dalam penelitian terdapat batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu apa alasan pemilik dan penggarap sawah di Kecamatan Gamping yang menggunakan skema bagi hasil dalam pengelolaan sawahnya. Selanjutnya menganalisis penerapan bagi hasil pertanian lahan sawah yang dilakukan oleh pemilik sawah dan penggarap sawah di Kecamatan Gamping dengan UU No.2 Tahun 1960 dan Hukum Islam.

9 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui, mengumpulkan data yang diperlukan, kemudian dianalisis berdasarkan teori-teori yang ada untuk mendapatkan kesimpulan. Sedangkan untuk tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis alasan pemilik dan penggarap sawah di Kecamatan Gamping yang melakukan skema bagi hasil dalam pengelolaan sawah. 2. Menganalisis pelaksanaan perjanjian bagi hasil lahan sawah di Kecamatan Gamping. 3. Menganalisis kesesuaian penerapan bagi hasil pertanian lahan sawah di Kecamatan Gamping dengan UU No.2 Tahun 1960.dan Hukum Islam. 4. Menganalisis hambatan untuk melaksanakan UU No.2 Tahun 1960 dan hukum Islam dalam perjanjian bagi hasil lahan sawah di Kecamatan Gamping? 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, yakni sebagai berikut: 1.5.1. Manfaat Teoritis 1. Memberikan sumbangsih untuk pengembangan ilmu pengetahuan khsususnya penerapan bagi hasil pertanian lahan sawah yang sesuai dengan UU No.2 Tahun 1960 dan Hukum Islam. 2. Dapat digunakan sebagai referensi maupun acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan tema serupa.

10 1.5.2. Manfaat Praktis 1.5.2.1 Bagi Pemilik dan Penggarap Sawah di Kecamatan Gamping Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan saran kepada pemilik dan penggarap sawah yang melakukan praktek bagi hasil lahan pertanian sawah untuk menjalankan sistem perjanjian bagi hasil yang sesuai dengan UU No.2 Tahun 1960 dan Hukum Islam. Diharapkan mampu menghindari adanya ketidakadilan dan eksploitasi bagi salah satu pihak dengan menentukan hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak secara jelas dan adil. 1.5.2.2. Bagi Pihak Lain Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan referensi bagi masyarakat yang ingin menerapkan perjanjian bagi hasil pertanian lahan sawah yang sesuai dengan UU No.2 Tahun 1960 dan Hukum Islam. 1.6. Sistematika Penulisan Agar dapat memberikan gambaran mengenai penelitian ini secara lebih jelas dan sistematis, maka akan dijabarkan sistematika penulisan dalam penelitian ini seperti berikut ini: BAB I : Pendahuluan Berisi latar belakang masalah untuk dilakukannya penelitian ini, rumusan masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

11 BAB II : Kajian Pustaka Membahas landasan teori yang berkaitan dengan yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu teori tentang perjanjian bagi hasil pada tanah pertanian, termasuk yang diatur UU No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil dan Hukum Islam. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini. BAB III : Metode Penelitian Berisi tentang alasan pemilihan pendekatan kualitatif, desain penelitian, objek penelitian, instrumen penelitian, data, sumber data, teknik pengumpulan data, pengujian keabsahan data, dan teknik analisis data. BAB IV : Analisis dan Pembahasan Menguraikan tentang data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan, yaitu mengenai penerapan bagi hasil pertanian lahan sawah di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai berikut: 4.1. Identitas Pemilik/Penggarap Sawah 4.2. Lama Menjalani Perjanjian Bagi Hasil 4.3. Luas Lahan yang Dimiliki/Digarap 4.4. Alasan Melakukan Perjanjian Bagi Hasil 4.5. Pengetahuan Pemilik/Penggarap Terhadap UU No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil 4.6. Pengetahuan Pemilik/Penggarap terhadap Kerja Sama Pertanian dalam Hukum Islam 4.7. Bentuk Perjanjian 4.7.1 Tertulis/tidak tertulis

12 4.7.2 Dicatatkan/dilaporkan kepada Kepala Desa/Camat atau Tidak 4.7.3 Lamanya Jangka Waktu Perjanjian Bagi Hasil 4.7.4 Hak dan Kewajiban Pemilik/Penggarap Sawah 4.7.4.1. Pembayaran Pajak Tanah 4.7.4.2. Penyediaan Biaya Produksi 4.7.4.3. Kewajiban Khusus Pemilik/Penggarap 4.7.4.4. Besarnya Bagi Hasil 4.7.4.5. Bentuk Bagi Hasil Panen 4.7.4.6. Besarnya Bagi Rugi Jika Gagal Panen 4.8. Berakhirnya Jangka Waktu Perjanjian Bagi Hasil 4.9. Hambatan, Kendala, dan Konflik dalam Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil beserta Penyelesaiannya 4.10. Dampak Melaksanakan Perjanjian Bagi Hasil bagi Pemilik/Penggarap Sawah. 4.11. Opini/Pendapat dan Saran dari Pemilik/Penggarap terkait Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Pertanian Sawah yang Telah Mereka Lakukan Data tersebut kemudian dianalisa menggunakan teori perjanjian bagi hasil lahan pertanian yaitu UU No.2 Tahun 1960 dan Hukum Islam. Hasil analisa akan digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. BAB V : Penutup Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian ini sehubungan dengan alasan pemilik dan penggarap sawah di Kecamatan Gamping yang memilih skema bagi hasil dalam pengelolaan sawah. Mengungkapkan penerapan bagi hasil pertanian

13 lahan sawah di Kecamatan Gamping sudah sesuai atau belum (sebagian maupun seluruhnya) terhadap UU No.2 Tahun 1960 dan Hukum Islam. Jika sudah (sebagian maupun seluruhnya) maka perlu dipertahankan. Jika belum sesuai (sebagian maupun seluruhnya) maka terdapat saran untuk disesuaikan. Mengungkapkan hambatan untuk melaksanakan UU No.2 Tahun 1960 dan Hukum Islam dalam perjanjian bagi hasil lahan sawah di Kecamatan Gamping.

14