BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran dapat diartikan sebagai proses mengidentifikasi perilaku peserta didik, aktivitas yang semula tidak berkaitan menjadi suatu pola yang utuh bagi peserta didik, sehingga mencapai hasil belajar yang diinginkan Dalam proses pembelajaran terdapat interaksi antara guru dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik lainnya. Guru dalam proses pembelajaran tidak hanya berguna sebagai pembawa informasi, pengetahuan, ketrampilan yang harus disampaikan kepada peserta didik, akan tetapi guru juga berfungsi sebagai fasilitator dan motifator bagi peserta didik. Guru juga harus menciptakan strategi yang tepat guna, sedemikian rupa, sehingga peserta didik akan merasa memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar. Guru harus memahami berbagai pendekatan pembelajaran agar guru mampu membimbing peserta didik secara optimal selama proses pembelajaran. Guru juga dapat menjadikan peserta didik lebih aktif, kreatif, inovatif, dan terampil melalui berbagai pendekatan pembelajaran salah satunya adalah pendekatan ilmiah (scientific). Peran guru sebagai fasilitator yaitu guru membantu peserta didik untuk belajar dan memiliki ketrampilan-ketrampilan sehingga peserta didik dapat mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Sebagai seorang fasilitator guru harus mampu menguasai metode dan model pengajaran dalam dunia pendidikan sehingga akan tercipta pembelajaran yang efektif. Menurut Rogers (dalam Mulyasa,2002:89) guru sebagai fasilitator harus memiliki 7 sikap yaitu tidak berlebihan dalam mempertahankan pendapat, dapat lebih mendengarkan peserta didik tentang aspirasi dan perasaannya, mau dan mampu menerima ide-ide peserta didik, lebih meningkatkan perhatiannya kepada peserta didik dalam proses pembelajaran, dapat menerima kritik dan saran yang diberikan oleh peserta didik, toleran terhadap kesalahan yang diperbuat oleh peserta didik, dan menghargai prestasi peserta didik. 1
Pembelajaran efektif menekankan peserta didik untuk lebih aktif, berfikir kritis, dan menemukan pengalaman belajar yang bermakna. Dalam pembelajaran efektif, peserta didik perlu dilibatkan secara aktif, karena peserta didik adalah pusat dari pembelajaran serta pembentukan kompetensi, dan karakter (Mulyasa, 2013:79). Peserta didik harus dilibatkan dalam proses tanya-jawab yang terarah, dan mencari pemecahan terhadap masalah yang dihadapi selama proses pembelajaran. Peserta didik harus didorong untuk menafsirkan informasi yang diberikan oleh guru, sampai informasi tersebut dapat disampaikan dengan akal sehat. Tujuan belajar matematika untuk semua jenjang pendidikan seperti yang tertera dalam kurikulum pembelajaran matematika adalah menuju pada mengembangkan aktifitas peserta didik dan kemampuan peserta didik dalam mengaitkan mata pelajaran matematika dengan kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik dapat memecahkan masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (Winarni,2011:56). Dalam mengatasi hal tersebut, pemerintah memberikan kebijakan dengan menerapkan kurikulum baru bagi dunia pendidikan yang disebut dengan kurikulum 2013. Selaras dengan diterapkannya kurikulum 2013 diharapkan dapat membantu peserta didik untuk lebih aktif, berfikir kritis, logis, analitis, sistematis, kreatif, inovatif, dan terampil dalam memecahkan masalah. Mustafa (Wijayanti, T, 2011:89) menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, ukuran, metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten, sehingga dalam mempelajari matematika dibutuhkan penguasaan konsep yang lebih baik agar peserta didik dapat memecahkan masalah. Siswono (2008:105) mendefinisikan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu upaya peserta didik untuk merespon atau mengatasi suatu jawaban yang belum tampak jelas. Dalam memecahkan suatu masalah seorang peserta didik perlu memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut : kemampuan empiris (kemampuan menghitung), kemampuan aplikatif untuk menghadapi situasi yang umum,dan kemampuan berfikir untuk menghadapi situasi yang tidak biasa. Polya (2003:34) menjelaskan ada 4 langkah yang harus 2
dilakukan dalam menyelesaikan masalah yaitu : (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) menyelesaikan rencana penyelesaian, (4) memeriksa kembali. Agar 4 langkah tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka perlu adanya peran guru sebagai fasilitator untuk mendampingi peserta didik dalam bekerja. Guru dituntut untuk menggunakan metode pembelajaran yang maksimal agar mampu mewujudkan keberhasilan peserta didik dalam meningkatkan aktivitas dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang relevan dengan kebijakan kurikulum 2013 sebagai kurikulum baru dalam pembelajaran matematika. Proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 lebih menekankan pada pendekatan ilmiah (scientific) karena pendekatan ilmiah (scientific) dapat digunakan sebagai kunci dalam perkembangan dan pengembangan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah (scientific), untuk ranah sikap mencakup materi ajar agar peserta didik tahu mengapa, sedangkan untuk ranah ketrampilan mencakup materi ajar agar peserta didik tahu bagaimana, dan untuk ranah pengetahuan mencakup materi ajar agar peserta didik tahu apa. Hasil akhirnya dengan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific) peserta didik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan peningkatan keseimbangan antara soft skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan Mts Muhammadiyah 1 Malang tanggal 10 Mei 2014 pada kelas VII menunjukkan bahwa: pembelajaran diawali dengan guru mengucapkan salam dan memberi motivasi kepada peserta didik, kemudian guru menanyakan kepada peserta didik apakah sudah mempelajari bahan yang akan dipelajari pada saat itu. Ketika peserta didik sudah siap selanjutnya guru menyampaikan pembelajaran dengan jelas, kemudian guru menanyakan kepada peserta didik apakah ada yang kurang jelas materinya. Selama proses menjelaskan materi, guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta didik untuk mengetahui daya ingat peserta didik serta untuk mengetahui keaktifan peserta didik. Ternyata tingkat keaktifan peserta didik masih kurang, 3
karena ketika guru mengajukan beberapa pertanyaan hanya beberapa peserta didik yang menjawab. Kebanyakan peserta didik hanya diam ketika guru memberikan beberapa pertanyaan. Setelah itu guru memberikan contoh soal yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Kemudian guru memberikan 2 soal kepada peserta didik untuk dikerjakan didepan kelas. Dari 23 peserta didik hanya beberapa peserta didik yang mengangkat tangan untuk mengerjakan soal didepan kelas. Setelah peserta didik selesai mengerjakan soal didepan kelas, guru secara bersama-sama membahas jawaban dari peserta didik. Kemudian guru membentuk kelompok untuk mengerjakan latihan soal sebagai pengayaan materi yang disampaikan. Ketika peserta didik sudah selesai mengerjakan latihan soal, guru meminta peserta didik untuk mengumpulkan jawaban sebagai tambahan nilai, kemudian guru mengakhiri pelajaran dengan menutup salam. Dari hasil observasi dapat diketahui bahwa sekitar 9 peserta didik dari 23 peserta didik sudah terlihat aktif, dalam artian peserta didik sudah mendengarkan, memperhatikan, mencatat materi yang dijelaskan, bertanya kepada guru ketika ada yang kurang jelas, berani mengerjakan soal yang diberikan didepan kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Peserta didik lainnya ada yang terlihat asyik mengobrol dengan teman sebangkunya, mencoret-coret buku, mengantuk, keluar masuk kelas saat pembelajaran berlangsung. Hasil wawancara dengan guru matematika didapatkan hasil bahwa selama proses pembelajaran berlangsung guru sudah menerapkan metode pembelajaran ceramah, diskusi, tanya jawab, STAD, jigsaw. Guru belum berani menerapkan metode pembelajaran yang lebih banyak karena terbatasnya sarana dan prasarana yang ada disekolah, juga terbatasnya alat peraga sebagai pendukung metode yang akan digunakan. Akan tetapi, dalam menerapkan kurikulum 2013 selama proses pembelajaran guru belum menggunakan pendekatan ilmiah karena kemampuan peserta didik belum maksimal. Untuk kemampuan pemecahan masalah peserta didik dapat dikategorikan sedang dalam artian hanya beberapa peserta didik yang dapat memahami dan memecahkan masalah yang diberikan oleh guru dan banyak 4
peserta didik yang masih belum memahami masalah yang diberikan beserta masih merasa bingung dalam menemukan jawaban dari masalah yang diberikan. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru matematika yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil bahwa guru sudah menggunakan metode pembelajaran yang cukup banyak yaitu metode diskusi, tanya jawab, ceramah, STAD, jigsaw. Tetapi guru belum menerapkan pendekatan ilmiah dalam proses pembelajaran dan juga belum menerapkan metode penemuan. Sebanyak 9 peserta didik sudah terlihat aktif mengikuti proses pembelajaran, dalam artian peserta didik sudah mendengarkan, memperhatikan, mencatat materi yang dijelaskan, bertanya kepada guru ketika ada yang kurang jelas, berani mengerjakan soal yang diberikan didepan kelas selama proses pembelajaran berlangsung dan sebanyak 14 peserta didik yang kurang aktif dalam proses pembelajaran. Sedangkan tingkat kemampuan pemecahan masalah peserta didik sudah dapat dikategorikan sedang. Sejalan dengan pembelajaran matematika yang telah berlangsung, guru sudah berusaha meningkatkan keaktifan peserta didik, tetapi perlu adanya peningkatan agar peserta didik dapat berfikir kritis, logis, analitis, sistematis, kreatif, inovatif, dan terampil dalam memecahkan masalah. Dalam proses pembelajaran seharusnya guru lebih dapat memilih metode yang baik untuk digunakan sehingga guru dalam pembelajaran berperan sebagai fasilitator bukan sebagai objek dari pembelajaran. Padahal untuk saat ini sudah banyak metode dan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan peserta didik sebagai pusat dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan kurikulum 2013 yang menekankan peserta didik untuk terlibat secara maksimal dalam proses pembelajaran. Guru harus memahami pentingnya melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga dengan begitu guru dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Proses pembelajaran dapat berlangsung dengan berbagai pendekatan dan metode termasuk pendekatan ilmiah (scientific) dengan metode pembelajaran Discovery Learning. Pada kurikulum 2013 ini pembelajarannya merupakan proses ilmiah. Oleh karena itu kurikulum 2013 lebih menekankan penggunaan pendekatan ilmiah (scientifict) dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan pendekatan ilmiah 5
(scientifict) diyakini sebagai pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai pengembangan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan ilmiah (scientifict) lebih merujuk kepada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah (scientific) itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah (scientific), retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen (Kemendikbud: 2013). Sedangkan hasil penelitian Fauziah, dkk (2013) diketahui bahwa tahap-tahap pendekatan ilmiah dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan temuannya, sehingga berdampak positif terhadap kemampuan soft skill peserta didik. Kurikulum 2013 memiliki beberapa tuntutan dalam pelaksanaannya, salah satunya adalah tuntutan untuk menggunakan pendekatan ilmiah (scientifict) dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan pendekatan ilmiah (scientifict) dalam proses pembelajaran harus diikuti dengan penggunaan metode pembelajaran yang tepat. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan ilmiah seperti metode inquiry, grup investigation, problem possing, problem solving, discovery learning, dan lain-lain. Dari beberapa metode pembelajaran tersebut, terdapat satu metode pembelajaran yang tepat dengan pendekatan ilmiah yaitu metode discovery learning. Discovery learning atau pembelajaran penemuan adalah proses pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk menemukan konsep-konsep baru dalam proses belajar-mengajar sehingga peserta didik dapat menemukan pemecahan sendiri. Peserta didik mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari. Dengan kata lain, landasan pemikiran yang mendasari pendekatan belajar-mengajar bisa lebih 6
mudah diingat dan dihafal, serta mudah ditransformasikan dalam menghadapi kompleksitas kehidupan Discovery Learning menuntut keaktifan dan keterlibatan peserta didik dalam setiap kegiatan pembelajaran. Dalam discovery learning peserta didik akan mengalami langsung sebuah konsep atau prinsip sebagai landasannya. Melalui konsep dan prinsip ini, akan tumbuh suatu pemahaman yang membuat peserta didik dapat menarik kesimpulan secara sistematis, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban-jawaban penting dari persoalan yang diberikan. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam discovery learning, cara tersebut antara lain adalah: berdiskusi, bertanya, melakukan pengamatan (observation), mengadakan percobaan (experiment), menstimulasi, melakukan penelitian, dan memecahkan masalah. Hasil penelitian oleh Rahmawati,A.D (2011) di SMP N 2 Kalibawang menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika melalui metode discovery learning dapat meningkatkan kretifitas siswa kelas VIII A SMP N 2 Kalibawang pada siklus 1 sampai siklus 2. Peningkatan tersebut ditunjukkan sebagai berikut : aspek kelancaran meningkat dari 64,22% menjadi 73,67%, aspek fleksibel/berpikir luwes meningkat dari 49,53% menjadi 67,5%, aspek orisinal meningkat dari 51,95% menjadi 62,81%, aspek elaborasi/ketrampilan merinci meningkat dari 58,62% menjadi 73,28%, dan semua aspek kreativitas siswa tersebut tergolong dalam kriteria tinggi. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini akan diterapkan pendekatan ilmiah (scientific) menggunakan metode discovery learning dalam pembelajaran matematika. Dengan diterapkan pendekatan ilmiah (scientific) menggunakan metode discovery learning pada pembelajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan aktifitas peserta didik dan kemampuan pemecahan masalah. Sehingga perlu adanya penelitian tentang Penerapan Pendekatan Ilmiah (Scientific) Menggunakan Model pembelajaran Discovery Learning pada Pembelajaran Matematika Kelas VII di Mts Muhammadiyah 1 Malang. 7
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada kelas VII Mts Muhammadiyah 1 Malang, diperoleh beberapa identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Guru menggunakan 5 metode yaitu metode ceramah, diskusi, tanya jawab, STAD, dan jigsaw. Belum menerapkan pendekatan ilmiah dan model pembelajaran penemuan untuk kemampuan pemecahan masalah peserta didik 2. Sarana dan prasarana juga media pembelajaran masih kurang memadai 3. Peserta didik kurang percaya diri 4. Tingkat keaktifan peserta didik masih dalam kategori sedang, sekitar 42,11% dari 23 peserta didik yang sudah mulai aktif atau sekitar 9 peserta didik yang sudah mulai aktif 5. Tingkat kemampuan pemecahan masalah peserta didik dikategorikan sedang 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah : 1. Bagaimana penerapan pendekatan ilmiah (scientific) menggunakan model pembelajaran discovery learning pada pembelajaran matematika? 2. Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa pada penerapan pendekatan ilmiah (scientific) menggunakan model pembelajaran discovery learning pada pembelajaran matematika? 3. Bagaimana tingkat aktivitas siswa pada penerapan pendekatan ilmiah (scientific) menggunakan model pembelajaran discovery learning pada pembelajaran matematika? 8
1.4 Batasan Masalah Batasan masalah digunakan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam penegasan istilah yang digunakan. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Keaktifan peserta didik dalam penelitian ini terfokus pada kegiatan mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), mengkomunikasikan (communicating) 2. Langkah pemecahan masalah menggunakan langkah Polya yaitu (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) menyelesaikan rencana penyelesaian (4) memeriksa kembali 3. Materi difokuskan pada pokok bahasan segiempat 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan : 1. Penerapan pendekatan ilmiah (scientific) menggunakan metode discovery learning pada pembelajaran matematika 2. Tingkat kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada penerapan pendekatan ilmiah (scientific) menggunakan metode discovery learning pada pembelajaran matematika 3. Tingkat aktivitas siswa pada penerapan pendekatan ilmiah (scientific) menggunakan metode discovery learning pada pembelajaran matematika 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Bagi peserta didik Penggunaan metode discovery learning dalam pendekatan ilmiah (scientific) dapat membuat peserta didik lebih aktif, lebih berfikir kritis, mampu menyelesaikan soal matematika dengan baik, juga discovery learning dapat menarik perhatian peserta didik dan memungkinkan 9
membantu peserta didik dalam membentuk konsep konsep abstrak yang mempunyai makna. 2. Bagi guru mata pelajaran Guru dapat menggunakan metode discovery learning sebagai salah satu metode pembelajaran yang cocok dalam kurikulum 2013 yang dapat membantu peserta didik dalam proses pembelajaran. Juga guru dapat menggunakan discovery learning sebagai metode alternatif yang dapat ditambahkan dalam proses pembelajaran. Selain itu dapat membantu guru lebih berfikir kreatif agar pembelajaran dapat berpusat kepada siswa atau student centered learning. 3. Bagi sekolah Sekolah dapat menjadikan metode discovery learning sebagai metode pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dalam kurikulum 2013 sehingga kurikulum 2013 dapat berjalan dengan lancar. Juga sekolah dapat menggunakan sebagai salah satu cara untuk memperbaiki system pembelajaran agar pembelajaran lebih baik lagi. 4. Bagi peneliti Peneliti dapat memahami dengan baik bahwa penggunaan metode discovery learning dapat membantu siswa lebih berfikir kritis dan metode discovery learning sangat cocok untuk kurikulm 2013. Sehingga penerapan pendekatan ilmiah (scientific) dengan discovery learning dapat berjalan dengan lancar. 5. Bagi peneliti lain Penerapan pendekatan ilimiah (scientific) menggunakan metode discovery learning dapat menambah wawasan peneliti lain yang akan melakukan penelitian lain sehingga penelitian ini dapat menjadi lebih sempurna. 1.7 Definisi Operasional Istilah istilah dalam penelitian ini harus diberi ketegasan agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran. Istilah istilah penting tersebut adalah sebagi berikut : 10
1. Pendekatan ilmiah (scientific) adalah pendekatan yang merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya 2. Discovery Learning atau metode penemuan merupakan proses pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk menemukan konsepkonsep baru sehingga peserta didik dapat menemukan pemecahan sendiri, sehingga dapat meningkatkan kemampuan skill mereka. 3. Keaktifan peserta didik adalah kegiatan peserta didik dalam pembelajaran yang meliputi mengamati, menanya, mencoba kemudian mengolah data, menalar,menyimpulkan dan mengkomunikasikan. 4. Pemecahan masalah merupakan suatu upaya peserta didik untuk merespon atau mengatasi suatu jawaban yang belum tampak jelas dari masalah matematika melalui beberapa langkah yaitu (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) menjalankan rencana penyelesaian dan (4) memeriksa kembali 11