PENGOLAHAN BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (CALOPHYLLUM INOPHYLLUM L) MENGGUNAKAN KATALIS KOH

dokumen-dokumen yang mirip
: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Bab IV Hasil dan Pembahasan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

Bab III Pelaksanaan Penelitian

4 Pembahasan Degumming

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu :

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEMIRI SUNAN. (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang)

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH RASIO REAKTAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP PROSES PEMBENTUKAN METIL ESTER DARI PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD)

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Ind. J. Chem. Res., 2017, 4(2),

METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

PEMBUATAN DAN PEGUJIAN BIODIESEL MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum. L) DENGAN VARIASI JENIS KATALIS MENGGUNAKAN GC-MS

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Ukuran Arang Aktif Ampas Tebu sebagai Biomaterial Pretreatment terhadap Karakteristik Biodiesel Minyak Jelantah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

PENGARUH STIR WASHING

MODIFIKASI PROSES IN-SITU DUA TAHAP UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI LOGO

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab III Metodologi Penelitian

OPTIMASI PERBANDINGAN MOL METANOL/MINYAK SAWIT DAN VOLUME PELARUT PADA PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN PETROLEUM BENZIN

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH SUHU DALAM PROSES TRANSESTERIFIKASI PADA PEMBUATAN BIODIESEL KEMIRI SUNAN (Reautealis trisperma)

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN SINTESIS KATALIS BASA Na 2 SiO 3 /Fe 3 O 4. Rahmat Agus Triono 1, Edy Saputra 2

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

III. METODA PENELITIAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L) DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS KI/H-ZA BERBASIS ZEOLIT ALAM

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Transkripsi:

PENGOLAHAN BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (CALOPHYLLUM INOPHYLLUM L) MENGGUNAKAN KATALIS KOH Edhi Sarwono *, Nutfahryza Erzha, Budi Nining Widarti Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman Jl. Sambaliung No. 9, Kampus Gunung Kelua, Samarinda * Email: edhirafi@gmail.com Abstrak Tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum l.) merupakan salah satu jenis tanaman yang biji buahnya berpotensi sebagai bahan baku biodiesel. Kandungan asam lemak yang terdapat pada biji buah Nyamplung pada reaksi transesterifikasi akan terkonversi dengan metanol dan katalis menjadi metil ester. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui yield minyak biji buah nyamplung yang tumbuh di pantai Tanah Merah Kalimantan Timur, mengetahui kadar asam lemak minyak biji nyamplung, mengetahui massa katalis optimum berdasarkan variasi 1.15%, 1.25%, dan 1.35% (b/b) terhadap yield biodiesel pada proses transesterifikasi serta mengetahui kualitas biodiesel sesuai SNI 7182:2015. Pada penelitian ini proses pengepresan untuk mengeluarkan minyak dari biji buah Nyamplung menggunakan Hydraulic jack press, proses degumming menggunakan asam phospat 1% (v/v), esterifikasi menggunakan metanol 20%(v/v) dan asam sulfat 2%(v/v) pada suhu 60 o C. Transesterifikasi menggunakan metanol 20%(v/v) dengan variasi konsentrasi massa katalis KOH 1.15%, 1.25%, dan 1.35%(w/w) pada suhu 60 o C. Hasil penelitian menunjukkan yied minyak dari biji buah Nyamplung 24.3% dengan kadar asam lemak bebas 16.92%. Yield maksimum proses transesterifikasi yaitu massa katalis 1.25% sebesar 88.27%, nilai massa jenis pada suhu 40 o C sebesar 886.8 kg/m 3, nilai viskositas kinematik 3.456 cst, nilai angka asam 0.3859 mg-koh/g, dan titik nyala 145 o C. Sesuai hasil tersebut, kualitas biodiesel yang dihasilkan telah sesuai SNI 7182:2015 Kata kunci: Biodiesel, KOH, Nyamplung 1. PENDAHULUAN Dalam upaya menanggapi masalah krisis Energi yang sedang terjadi di Indonesia Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). KEN disusun sebagai pedoman untuk memberi arah pengelolaan energi nasional guna mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan nasional berkelanjutan. Salah satu diversifikasi energi fosil adalah dengan memproduksi minyak biodiesel. Biodiesel ini dapat dijadikan sebagai bahan bakar pengganti solar apabila telah memenuhi standar karakteristik biodiesel sesuai dengan SNI 7182:2015 tentang karakteristik biodiesel, sebab komposisi fisika-kimia antara biodiesel dan solar tidak jauh berbeda (Rama dkk,, 2007 dalam Kuncahyo, 2013). Salah satu jenis tanaman hutan yang mempunyai potensi sebagai bahan baku biofuel adalah biji buah Nyamplung (Calophyllum inophyllum l.). Selain bukan merupakan tanaman pangan, tanaman ini sudah mulai dibudidayakan di Indonesia sebagai tanaman wind breaker pada daerah marginal di tepi pantai atau lahan-lahan kritis (Leksono dkk., 2014). Produktivitas biji nyamplung sangat tinggi bervariasi antara 40-150 kg/pohon/tahun atau sekitar 20 ton/ha/th dan lebih tinggi dibandingkan jenis tanaman lain seperti Jarak pagar (5 ton/ha/tahun) dan sawit (6 ton/ha/tahun). Nyamplung selain menghasilkan BBN juga berpotensi menghasilkan produk lain seperti briket arang, asap cair untuk pengawet kayu, bungkil untuk pakan ternak, resin/getah untuk obat-obatan, pewarna tekstil, sabun, dll (Leksono dkk., 2014). Di Pulau Kalimantan khususnya Provinsi Kalimantan Timur sebaran tanaman nyamplung terdapat di daerah pesisir, sebaran tanaman nyamplung masih sangat terbatas dan tumbuh secara alami, hal ini disebabkan masih kurang pengetahuan masyarakat tentang manfaat dari buah nyamplung yang dapat menjadi energi alternatif. Dengan adanya penelitian ini diharapkan untuk kedepan pemanfaatan buah nyamplung sebagai biodiesel di Kalimantan Timur dapat dikembangkan oleh petani-petani Fakultas Teknik Universitas Mulawarman E 34

setempat maupun pelaku usaha. Berdasarkan masalah-masalah diatas dapat disimpulkan bahwa cepat atau lambat energi fosil akan menjadi masalah besar baik dari sisi ketersediaan maupun dampak kepada lingkungan, untuk itu diperlukan tindakan dini untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dengan menciptakan energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan dan juga untuk mendukung Kebijakan Energi Nasional yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 yaitu dengan memprioritaskan penggunaan energi baru terbarukan sebagai pasokan energi nasional. Oleh karena itu dilakukan penelitian pemanfaatan biji buah nyamplung menjadi biodiesel dengan harapan dapat mendiversi bahan bakar solar yang merupakan energi fosil. 2. METODE PENELITIAN 2.1. Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji buah tanaman Nyamplung. Bahan kimia yang digunakan adalah H 2SO 4, KOH, H 3PO 4 teknis, metanol teknis, etanol teknis, NaOH, indikator PP. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Jack Hydraulic Press kapasitas 5 ton, hot plate, magnetic stirrer, statif, gelas ukur, gelas kimia, botol sampel, blender, spatula, cawan porselen, beaker glass, heat mantle, termometer, corong, bulp, batang pengaduk, neraca analitik, stopwatch, labu leher empat, labu erlenmeyer, pipet ukur, kondensor, corong pemisah, piknometer dan viscositas ostwald.. 2.2. Cara Penelitian 2.2.1. Ekstraksi bahan Biji buah Nyamplung dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 70 o C hingga memiliki berat konstan dan permukaan biji berminyak, kemudian dihaluskan menggunakan blender. Biji yang telah halus dilapis dengan kain saring kemudian dilakukan proses pengepresan hingga keluar minyaknya. Pengepresan mekanik merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan bahan yang berasal dari biji-bijian. Pengepresan juga dimaksudkan untuk mengetahui rendemen minyak yang terkandung pada biji buah nyamplung. Pada penelitian ini digunakan metode ekstraksi mekanik dengan menggunakan hydraulic jack press bertekanan maksimum 5 ton. Keterangan Alat : 1 : Hydraulic Jack 2 : Wadah Pres 3 : Penumpu Beban Bawah 4 : Penumpu Beban Atas Gambar 1. Alat Pres Mekanik 2.2.2. Degumming Minyak biji nyamplung dipanaskan pada temperatur 60 C dalam beaker glass dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 500 rpm. Setelah 15 menit, minyak biji nyamplung ditambah larutan asam fosfat pekat (85%) sebanyak 1% (v/v minyak) dan pengadukan dilakukan hingga 30 menit. Minyak selanjutnya dimasukkan ke corong pemisah dan didiamkan selama 6 jam hingga gum dan kotoran terpisah dari minyak. Selanjutnya, minyak biji nyamplung dicuci dengan akuades yang telah dipanaskan pada suhu (± 60 C) sebanyak 30% (v/v minyak) sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 500 rpm selama 10 menit. 2.2.3. Esterifikasi Fakultas Teknik Universitas Mulawarman E 35

Pada reaksi esterifikasi ini, minyak dari proses degumming direaksikan dengan 20% metanol (v/v minyak) dan 2% H 2SO 4 (v/v minyak). H 2SO 4 dicampur dengan metanol sampai homogen kemudian campuran homogen tersebut dicampur ke minyak nyamplung yang telah di degumming. Kemudian dipanaskan pada suhu 60-65 C selama 2 jam pengadukan. Minyak hasil esterifikasi dimasukan ke corong pemisah dan didiamkan selama 12 jam untuk mengendapkan asam lemak bebas dari metil ester yang terbentuk. 2.2.4. Transesterifikasi Pada proses transesterifikasi, katalis KOH dengan variasi 1.15%, 1.25%, dan 1.35% ( w/w minyak) dicampur dengan metanol 20 %( v/v minyak) sampai homogen. Campuran homogen tersebut dicampur ke minyak nyamplung yang telah melalui tahap esterifikasi dan dipanaskan pada suhu 60-65 C selama 2 jam pengadukan. Minyak hasil transesterifikasi dimasukkan ke dalam corong pemisah dan di endapkan selama 12 jam untuk memisahkan metil ester dengan gliserol. Minyak yang sudah terpisah dari gliserol di cuci dengan akuades yang telah dipanaskan pada suhu 50 o C sebanyak 30% (v/v minyak) sambil dilakukan pengadukan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 500 rpm selama 3 menit. Minyak yang telah dicuci kemudian diendapkan selama 1 jam dan dikeringkan dengan pemanasan pada suhu 100 o C. Keterangan Alat : 1 : Labu Leher Tiga 2 : Mantel Pemanas 3 : Thermometer 4 : Mesin Pengaduk 5 : Kondensor 6 : Statif Gambar 2. Alat Reaksi Transesterifikasi 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Rendemen Minyak Nyamplung Dari total bobot biji buah nyamplung kering yang diekstraksi yaitu 3.690 kg didapatkan minyak buah nyamplung dengan bobot 0.896 kg atau rendemen minyak nyamplung yang terkandung pada biji buah nyamplung yaitu sebesar 24,3%. Rendemen minyak nyamplung ini tergolong kecil bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Leksono dkk (2014) yang menyatakan rendemen minyak nyamplung bervariasi antara 27-58%. Pada penelitian ini digunakan metode ekstraksi secara mekanik dengan alat hidraulic jack press, sedangkan menurut Leksono dkk. (2014) rendemen minyak nyamplung juga dipengaruhi metode pada proses ekstraksi dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode screw press menghasilkan rendemen minyak 5-13% lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan metode vertical press/hydraulic press. 3.2 Karakteristik Minyak Nyamplung Hasil pengujian kadar asam lemak bebas minyak nyamplung yaitu sebesar 16.92%. Tidak ada standar yang mengatur besaran kadar asam lemak bebas pada kualitas minyak nyamplung, tetapi kadar asam lemak bebas minyak nyamplung yang berasal dari Pantai Tanah Merah Samboja lebih kecil dibandingkan dengan kadar asam lemak pada penelitian Sahirman dkk. (2009) yang menggunakan bahan buah nyamplung yang berasal dari petani di daerah Cilacap Jawa Barat yaitu sebesar 29.53%. Fakultas Teknik Universitas Mulawarman E 36

3.3 Pengaruh Massa Katalis terhadap Yield Biodiesel Fungsi katalis adalah untuk meningkatkan laju reaksi, secara teori semakin besar jumlah katalis yang digunakan akan meningkatkan laju reaksi. Penambahan konsentrasi massa katalis dari 1.15% menjadi 1.25% memperbesar nilai yield biodiesel yang dihasilkan, menurut Prihanto dkk. (2015) bila konsentrasi katalis KOH dinaikkan, yield biodisel yang terbentuk juga meningkat. Semakin besar konsentrasi katalis dalam larutan, maka energi aktivasi suatu reaksi semakin kecil, sehingga produk akan semakin banyak terbentuk. Meningkatkan konsentrasi katalis akan meningkatkan yield biodisel. Gambar 3. Grafik Pengaruh Konsentrasi Massa Katalis terhadap Yield Biodiesel Penambahan konsentrasi massa katalis menjadi 1.35% menurunkan yield biodiesel yang terbentuk. Turunnya yield biodiesel seiring dengan penambahan konsentrasi massa katalis KOH dapat disebabkan karena penambahan konsentrasi katalis yang berlebihan, mendorong reaksi terbentuk sabun. 3.4 Pengaruh Massa Katalis terhadap Massa Jenis Massa jenis menunjukan perbandingan massa per satuan volume, karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar, nilai massa jenis berhubungan dengan nilai viskositas yaitu semakin besar nilai massa jenis maka semakin besar pula nilai viskositas (Budiman dkk, 2014). Gambar 4. Grafik Pengaruh Konsentrasi Massa Katalis terhadap Massa Jenis Dari pengujian nilai massa jenis 40 o C terhadap biodiesel yang dihasilkan dari bahan baku biji buah nyamplung yang berasal dari Pantai Tanah Merah Samboja terdapat kecenderungan setiap penambahan konsentrasi massa katalis dari 1.15%, 1.25%, dan 1.35% menghasilkan nilai massa jenis Fakultas Teknik Universitas Mulawarman E 37

yang semakin rendah yaitu berturut-turut 886.8 kg/m 3, 881.8 kg/m 3, dan 878.9 kg/m 3.Menurut Khaidir dkk. (2015) besar atau kecilnya nilai massa jenis biodiesel dipengaruhi derajat ketidak jenuhan dan berat molekul rata-rata asam lemak penyusun, karena asam-asam lemak merupakan komponen terbesar yang terdapat dalam minyak dan lemak. Berat jenis minyak atau lemak akan naik sebanding dengan kenaikan berat molekul asam-asam lemak penyusun dan berbanding terbalik dengan kenaikan derajat ketidak jenuhan asam-asam lemak penyusun. Faktor lain yang dapat menyebabkan besarnya nilai massa jenis dimungkinkan karena terdapat indikator zat -zat pengotor, seperti asam-asam lemak yang tidak terkonversi menjadi metil ester biodiesel, air ataupun sisa metanol dalam biodiesel. 3.5 Pengaruh Massa Katalis terhadap Viskositas Kinematik Pengujian viskositas merupakan salah satu uji karakteristik pada minyak untuk mengetahui tingkat kekentalan minyak tersebut. Jika viskositas semakin tinggi, tahanan untuk mengalir akan semakin besar. Jika harga viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian gesekan di dalam pipa, kerja pompa akan berat, penyaringannya sulit dan kemungkinan kotoran ikut terendap dalam jumlah besar, serta sulit mengabutkan bahan bakar. Gambar 5. Grafik Pengaruh Konsentrasi Massa Katalis terhadap Viskositas Kinematik Pengaruh konsentrasi massa katalis KOH terhadap viskositas kinematik dapat disimpulkan terdapat kecenderungan setiap penambahan konsentrasi massa katalis dari 1.15%, 1.25%, dan 1.35% menghasilkan nilai viskositas kinematik yang semakin rendah yaitu berturut-turut 3.456 cst, 3.386 cst, dan 3.344 cst. Nilai viskositas kinematik ini sesuai dengan nilai massa jenis yang juga mengalami penurunan setiap penambahan konsentrasi massa katalis KOH karena menurut teorinya nilai massa jenis berhubungan dengan nilai viskositas yaitu semakin besar nilai massa jenis maka semakin besar pula nilai viskositas maupun sebaliknya (Budiman dkk, 2014). Khaidir dkk., (2015) menyatakan bahwa viskositas meningkat seiring dengan panjang rantai asam lemak dan derajat kejenuhan. Biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki viskositas yang rendah yaitu 3.456 cst, 3.386 cst, dan 3.344 cst. Hal ini dapat disebabkan karena konversi reaksi yang terjadi berjalan sempurna sehingga senyawa monogliserida, digliserida, dan trigliserida dalam biodiesel semakin berkurang karena semakin banyak jumlah senyawa monogliserida, digliserida, dan trigliserida dalam biodiesel maka akan semakin besar nilai viskositas kinematik biodiesel. 3.6 Pengaruh Massa Katalis terhadap Angka Asam Angka asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan oleh asam lemak bebas dari setiap gram sampel biodiesel yang dihasilkan. Semakin tinggi bilangan asam biodiesel dapat menyebabkan korosi dan kerusakan pada mesin diesel. Asam lemak bebas juga dapat mengakibatkan terbentuk abu pada saat pembakaran biodiesel (Khaidir dkk., 2015). Fakultas Teknik Universitas Mulawarman E 38

Gambar 6. Grafik Pengaruh Konsentrasi Massa Katalis terhadap Angka Asam Pengaruh konsentrasi massa katalis KOH terhadap nilai angka asam terdapat kecenderungan meningkatnya nilai angka asam pada konsentrasi massa katalis KOH 1.15% yaitu sebesar 0.3859 mg- KOH/g menjadi 0.450 mg-koh/g pada konsentrasi massa katalis KOH 1.25%, tetapi pada konsentrasi massa katalis KOH 1.35% didapatkan nilai angka asam yang sama seperti perlakuan pada konsentrasi massa katalis KOH 1.25% yaitu 0.450 mg-koh/g.,menurut Abdullah dkk. (2010) semakin tinggi konsentrasi katalis yang digunakan maka semakin tinggi pula nilai angka asam yang dihasilkan. Hal ini disebabkan apabila jumlah katalis yang ditambahkan terlalu banyak pada proses transesterifikasi akan terbentuk sabun dan pada proses pencucian sabun menyebabkan terbentuk emulsi metil ester dan air, sehingga sulit dipisahkan. Faktor lain yaitu tingginya nilai angka asam menandakan metil ester tidak tahan lama disimpan, sebab senyawa peroksida yang menjadi produk samping proses transesterifikasi pada reaksi oksidasi dapat menyerang asam lemak lain yang masih utuh, sehingga akan terbentuk asam lemak bebas rantai pendek yang lebih banyak (Khaidir dkk., 2015). 3.7 Pengaruh Massa Katalis terhadap Titik Nyala Titik nyala atau titik kilat adalah titik temperatur terendah yang menyebabkan bahan bakar dapat menyala. Penentuan titik nyala ini berkaitan dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar. SNI biodiesel menetapkan minimum 100º C untuk mengeliminasi kontaminasi metanol akibat proses konversi minyak nabati yang tak sempurna. Metanol memiliki titik nyala yang rendah yaitu 11º C (Budiman dkk, 2014). Gambar 7. Grafik Pengaruh Konsentrasi Massa Katalis terhadap Titik Nyala Dari hasil uji parameter titik nyala terhadap biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi dengan menggunakan konsentrasi massa katalis 1.15%, 1.25%, dan 1.35% didapatkan hasil berturutturut yaitu 145 o C, 84 o C, dan 116 o C. Biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi dengan menggunakan konsentrasi massa katalis 1.15% dan 1.35% memiliki nilai sesuai SNI 1782:2015 yaitu Fakultas Teknik Universitas Mulawarman E 39

minimal 100 o C, sedangkan biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi dengan menggunakan konsentrasi massa katalis 1.25% memiliki nilai dibawah dari ketentuan SNI 1782:2015 yaitu 84 o C. Nilai titik nyala dipengaruhi oleh adanya metanol sisa dari proses transesterifikasi yang tidak terpisahkan dari biodiesel dengan sempurna (Budiman dkk., 2014). Hal ini mengindikasikan bahwa masih adanya metanol sisa proses transesterifikasi pada biodiesel yang dihasilkan dari bahan baku biji buah nyamplung yang berasal dari Pantai Tanah Merah Samboja ini. 4. KESIMPULAN a. Yield minyak biji buah Nyamplung yang terdapat di Pantai Tanah Merah Samboja Kalimantan Timur sebesar 24,3%, dengan kadar asam lemak bebas 16.92%. b. Massa katalis KOH optimum untuk membuat biodiesel sebesar 1.25% dan yield pada proses transesterifikasi sebesar 88,27%. c. Kualitas biodiesel yang dihasilkan dari bahan baku biji buah nyamplung telah sesuai ketentuan SNI 7182:2015, nilai massa jenis pada 40 o C dari variasi konsentrasi massa katalis KOH 1.15%, 1.25%, dan 1.35% berturut-turut yaitu 886.8 kg/m 3, 881.8 kg/m 3, dan 878.9 kg/m 3 (SNI: 850 890 kg/m 3 ), nilai viskositas kinematik pada 40 o C dari variasi konsentrasi massa katalis KOH 1.15%, 1.25%, dan 1.35% berturut-turut yaitu 3.456 cst, 3.386 cst, dan 3.344 cst (SNI: 2.3 6 cst), nilai angka asam dari variasi konsentrasi massa katalis KOH 1.15%, 1.25%, dan 1.35% berturut-turut yaitu 0.3859 mg-koh/g, 0.450 mg-koh/g, dan 0.450 mg-koh/g (SNI: maks 0.5 mg-koh/g), dan nilai titik nyala dari variasi konsentrasi massa katalis KOH 1.15%, 1.25%, dan 1.35% berturut-turut yaitu 145 o C, 84 o C, dan 114 o C (SNI: min 100 o C). Hanya nilai titik nyala pada perlakuan konsentrasi massa katalis KOH 1.25% yang tidak memenuhi SNI 7182:2015. DAFTAR PUSTAKA Abdullah., Jaya, Jaka., Rodiansono, 2010, Optimasi Jumlah Katalis KOH dan NaOH pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit Menggunakan Kopelarut, Jurnal Sains dan Terapan Kimia Vol.4 No. 1, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Budiman, Arief., Kusumaningtyas, Ratna., Pradana, Yano., Lestari, Ni mah, 2014, Biodiesel Bahan Baku, Proses dan Teknologi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Khaidir., Nasruddin., Syahputra, Dani., 2015, Pengolahan Ampas Kelapa Dalam menjadi Biodiesel pada Beberapa Variasi Konsentrasi Katalis Kalium Hidroksida (KOH), Jurnal Samudra Vol. 9, Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh. Kuncahyo, Priyohadi., Fathallah, Aguk., Semin., 2013, Analisa Prediksi Potensi Bahan Baku Biodiesel sebagai Suplemen Bahan Bakar Motor Diesel di Indonesia, Jurnal Teknik Pomits Vol. 2 No. 1, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Leksono, Budi., Windyarini, Eritrina., Hasnah, Trimaria, 2014, Budidaya Nyamplung (Calophyllum Inophyllum L.) untuk Bioenergi dan Prospek Pemanfaatan Lainnya, Penerbit IPP Press, Bogor. Leksono, Budi., Hendrati, Rina., Windyarini, Eritrina., Hasnah, Trimaria, 2014, Variation in Biofuel Potential of Twelve Calophyllum Inophyllum Populations In Indonesia, Indonesian Journal of Forestry Research Vol. 1 No. 2, Yogyakarta. Prihanto, Antonius., Pramudono, Bambang., Santosa, Herry, 2013, Peningkatan Yield Biodiesel dari Minyak Biji Nyamplung melalui Transesterifikasi Dua Tahap, Jurnal ISSN 0216 7395, vol. 9 no. 2, Universitas Diponegoro, Semarang. Prihanto, Antonius., Rahayu, Lucia, 2015, Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Nyamplung melalui Esterifikasi, Netralisasi dan Transesterifikasi, Vol. 11 No. 1, Universitas Diponegoro, Semarang. Sahirman, Suryani, A., Mangunwidjaja, D., Sukardi, Sudradjat, R., 2008, Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Biji Nyamplung (Calophyllum Inophyllum) pada Proses Produksi Biodiesel, Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Fakultas Teknik Universitas Mulawarman E 40