BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2015 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER BULUTANGKIS DAN KARATE DALAM PEMBELAJARAN PENJAS

BAB I PENDAHULUAN. Jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan sebagai sebuah upaya sadar yang dikerjakan oleh manusia untuk

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting bagi manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kemampuan yang dilakukan di dalam maupun di luar sekolah yang. berlangsung seumur hidup. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

GUMELAR ABDULLAH RIZAL,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan pada Pasal 3, disebutkan bahwa:

I. PENDAHULUAN. lembaga pendidikan di negara kita. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana. mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sandy Windiana, 2014 Pengaruh Model Pendekatan Taktis Terhadap Hasil Belajar Permainan Kasti

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan narkoba menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Shinta Mustika, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemakaian seragam sekolah terhadap siswa di dalam suatu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, oleh karena itu setiap individu yang terlibat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu negara ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di Indonesia juga sudah tercantum dalam pembukaan. kehidupan berbangsa dan bernegara adalah dengan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring berkembangnya zaman memberikan dampak yang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi suatu bangsa, dikatakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ridwan Firdaus, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang tidak mudah. menggunakan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Undang-Undang Nomor 20. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembelajaran yang optimal menuju tujuan yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan Jumlah Wakatu Aktif Belajar Saat Proses Belajar Mengajar Permainan Bola

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah pembelajaran, pengetahuan, keterampilan, dan

I. PENDAHULUAN. layak dan sejahtera, hal ini menuntut manusia untuk bekerja keras demi mencapai

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan diseluruh jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. cukup digemari dan diminati serta seringkali dipertandingkan antar kelas maupun

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting bagi manusia untuk menunjang dalam

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus dilaksanakan sebaik mungkin, sehingga akan diperoleh hasil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar sangat dibutuhkan perhatian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggung jawab adalah mengambil keputusan yang patut dan efektif, patut berarti menetapkan pilihan yang terbaik dalam batas-batas norma sosial dan harapan yang umum diberikan untuk meningkatkan hubungan antar manusia secara positif dalam pencapaian keselamatan, keberhasilan dan kesejahteraan. Sementara itu tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menaggung segala sesuatunya. Bisa juga diartikan sebagai kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Sikap tanggung jawab tidak bisa muncul dan dimiliki seseorang dengan begitu saja. Tanggung jawab akan dimiliki didasari oleh karakter yang baik. Karakter yang baik akan tumbuh pada diri manusia bila sudah terbiasa melakukan hal hal yang baik. Pembiasaan tersebut terjadi melalui proses pendidikan yang dibina sejak dini dari lingkungan keluarga, dan diteruskan di sekolah serta masyarakat luas. Sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan formal berperan sangat penting sebagai pencetak generasi-generasi yang berkualitas baik secara kognitif maupun afektif. Dengan demikian sekolah bisa dikatakan sebagai penentu akan keberhasilan dari sistem pendidikan yang diterapkan oleh suatu negara. Harsono dalam Rochman menjelaskan (2013: 1) bahwa: Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dalam melatih dan memperkembangkan kecerdasan, keterampilan (skill), akal (mild) dan watak (character) individual, sehingga memungkinkan dia untuk mampu menjalani kehidupan secara produktif dan penuh tanggung jawab, mampu menyelesaikan dirinya dengan alam dan masyarakat sekitarnya serta takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pernyataan Harsono tersebut menyiratkan bahwa pendidikan memiliki tujuan yang sangat komplek, bukan hanya sekedar meningkatkan kualitas

2 intelektual semata, tetapi menyangkut aspek peningkatan pengendalian emosi sehingga tercipta saling menghormati, menghargai, bertanggung jawab dan aspekaspek positif lainnya yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Hal ini sejalan dengan fungsi pendidikan nasional pada pasar 3 UU no. 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dari pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Beraklaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis seta bertanggung jawab. Sekolah melalui berbagai mata pelajarannya berupaya untuk mencapai tujuan tersebut, termasuk melalui pendidikan jasmani yang merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah dasar dan sekolah menengah (UU No.20 Tahun 2006 tentang Sistem pendidikan Nasional pasal 37). Kemendikbud (2010: 1) menjelaskan, bahwa: Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Bucher dalam Rochman (2012: 2) bahwa terdapat empat kategori tujuan pendidikan jasmani, yaitu: (1) Perkembangan fisik; (2) Perkembangan gerak; (3) Perkembangan mental; dan (4) Perkembangan sosial. Dari penjabaran di atas sudah sangat jelas bahwa pendidikan jasmani bertujuan untuk meningkatkan kualitas peserta didik baik aspek psikomotor atau gerak raganya, kognitif atau intelektualnya hingga aspek afektif atau sikapnya.

3 Dengan demikian akan tercipta generasi yang sehat, karya ilmu dan berakhlak mulia. Faktanya, proses pembelajaran pendidikan jasmani yang berlangsung saat ini terjebak dalam tujuan aspek psikomotor saja tanpa membangun karakter peserta didik dan meningkatkan pengetahuan mengenai jasmaninya. Pendidikan jasmani dianggap sebagai pencetak prestasi dalam bidang olahraga. Dalam proses pembelajarannya, guru dituntut dapat meningkatkan keterampilan teknik siswa pada berbagai cabang olahraga yang kemudian dapat diikutsertakan pada perlombaan dan pertandingan yang dilaksanakan sampai tingkat nasional. Kekeliruan ini pun mendapat dukungan penuh dari pihak sekolah maupun orang tua siswa karena secara tidak langsung dianggap dapat memberikan dampak yang positif bagi peserta didik. Hal ini menjadi penyebab sering tidak tercapainya aspek kognitif maupun afektif dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani karena keterampilan gerak dijadikan tujuan pembelajaran bukan menjadi alat pencapai tujuan pendidikan. Berdasarkan hasil observasi di SD Percobaan negeri Setiabudi Bandung, ketika proses pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK), tidak tercapaianannya aspek afektif dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani memberikan dampak buruk pada kepribadian siswa. Hal ini tampak pada semakin lumrahnya para siswa melanggar peraturan sekolah seperti terlambat masuk kelas pelajaran pertama, begitu juga terjadi pada hari senin sehingga tidak semua siswa mengikuti upacara bendera. Pada umumnya mereka beralasan karena kebiasaan bangun kesiangan dan terhambat macet. Kebiasaan membuang sampah sembarangan, merusak tanaman di pekarangan sekolah, mengotori dinding kelas, menggunakan bahasa yang tidak pantas dipergunakan oleh pelajar, berlaku tidak sopan bahkan melawan guru pun sering dilakukan siswa diluar proses pembelajaran maupun ketika pembelajaran berlangsung. Permasalahan lainnya muncul ketika jam pelajaran penjas dimulai, beberapa siswa sering menunda berganti pakaian yang akan digunakan dengan beralasan proses belajar mengajar belum tentu dilaksanakan sesuai jadwal sehingga mereka memilih untuk memastikannya terlebih dahulu. Adapula siswa

4 yang selalu mencari alasan untuk tidak terlibat dalam proses pembelajaran dengan beralasan sakit atau tidak membawa pakaian yang akan digunakan. Siswa kurang tanggap dalam mempersiapkan serta mengembalikan sarana dan prasarana pembelajaran yang akan mereka gunakan, siswa melakukan aktivitas sendiri tanpa mengikuti intruksi dari guru, siswa terbiasa memperolok teman yang tidak mampu melakukan tugas gerak, siswa tidak antusias untuk menyelesaikan tugas-tugas rumit, bahkan ada beberapa siswa yang sengaja merusak sarana dan prasana pembelajaran penjas. Ketika tugas kelompok terlihat banyak siswa yang belum menunjukan keterampilan sosial yang baik, antara lain siswa belum mampu membuat kelompok belajar secara mandiri, dan siswa tidak menunjukkan sikap kerjasama, memberi dukungan, perhatian serta membantu teman satu kelompoknya dalam menyelesaikan tugas. Kurang tegasnya peraturan yang diterapkan di sekolah mengakibatkan siswa tidak merasa jera dan kemudian mengulangi kembali pelanggaranpelanggaran tersebut sehingga menjadi kebiasaan yang terbawa ke lingkungan keluarga maupun masyarakat. Jika terus dibiarkan siswa akan beranggapan bahwa perilakunya bukan perbuatan yang melanggar peraturan dan dapat berdampak buruk pada dirinya atau lingkungannya kelak. Perilaku yang dilakukan oleh para siswa ini termasuk dalam ciri-ciri siswa yang tidak memiliki sikap tanggung jawab. Berdasarkan data tersebut penulis beranggapan bahwa penyimpangan perilaku pelajar disebabkan oleh kurangnya rasa tanggung jawab ini merupakan masalah yang harus segera diatasi. Good dan Brophy dalam Rochman (2013: 4) menjelaskan bahwa pemakaian stategi atau pendekatan pembelajaran yang tepat akan memungkinkan beragam tujuan proses pembelajaran lebih mudah untuk dicapai. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar dengan tujuan pengembangan sikap tanggung jawab siswa yaitu pendekatan pendidikan karakter berbasis nilai atau pendidikan nilai. Pendidikan nilai bukanlah kurikulum tersendiri yang diajarkan lewat beberapa mata pelajaran akan tetapi mencakup seluruh proses pendidikan (diunduh dari: slideshare.net/alimrizqiana). Penanaman nilai ini bertujuan untuk

5 membentuk karakter atau akhlak dengam materi yang menyangkut moralitas dan nilai-nilai (values) dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan pendidikan nilai, siswa diharapkan berpartisipasi dan menyenangi aktivitas untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk mendapatkan penghargaan ekstrinsik, kemudian siswa merefleksikan dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian akan dihasilkan dan terlahir sosok siswa yang aktif dan disiplin dalam mengikuti proses pembelajaran, mandiri serta peduli terhadap lingkungan sekitar dan selalu berusaha memperluas wawasannya dengan berbagai informasi. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan implementasi pendidikan nilai untuk meningkatkan sikap tanggung jawab melalui pengajaran permainan beregu dalam pendidikan jasmani SD. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan berkaitan dengan rendahnya sikap tanggung jawab yang terjadi di lapangan dapat diidentifikasi menjadi beberapa masalah yang harus dihadapi kemudian diatasi oleh pihak sekolah, orang tua (keluarga) maupun masyarakat. Tanggung jawab merupakan sikap mengambil keputusan yang patut dan efektif, patut berarti menetapkan pilihan yang terbaik dalam batas-batas normal sosial dan harapan yang umum diberikan untuk meningkatkan hubungan antar manusia secara positif dalam pencapaian keselamatan, keberhasilan dan kesejahteraan. Melalui berbagai proses pendidikan yang diselenggarakan sekolah diharapkan dapat mengatasi masalah rendahnya sikap tanggung jawab, salah satunya melalui proses pendidikan jasmani. Siswa yang telah memiliki sikap tanggung jawab, diantaranya yaitu: (1) Melakukan tugas rutin tanpa harus diberi tahu; (2) Tidak selalu menyalahkan orang lain secara berlebihan; (3) Mampu menentukan pilihan dari beberapa alternatif; (4) Dapat berkonsentrasi pada tugastugas yang rumit; (5) menghormati dan menghargai peraturan. Pendidikan jasmani merupakan suatu proses interaksi pendidikan antara guru dengan siswa melalui aktivitas jasmani untuk mencapai tujuan tertentu yang

6 tidak berorientasi pada gerak dan pengetahuan saja, tetapi juga pada sikap dan nilai-nilai (Sucipto, 2010: 46-47). Agar seluruh tujuan pendidikan jasmani tercapai, guru perlu mengembangkan dan menerapkan berbagai model dan pendekatan dalam proses pembelajaran. Salah satu diantaranya adalah dengan menerapkan pendekatan pendidikan nilai. Sastraprateja dalam Elmubarok (2009: 12) pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Kemudian Mardimadja beranggapan bahwa pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkan secara integral dalam keseluruhan hidupnya (diunduh dari harniatiaras.blogspot.com). Terdapat 5 tingkatan (level) sikap yang dapat menjadi rujukan titik pengembangan pengalaman belajar siswa, membentuk kesadaran dan merumuskan tujuan, yaitu: (1) Menghargai hak dan perasaan orang lain; (2) Keberupayaan; (3) Penghargaandiri; (4) Membantu orang lain; (5) Merefleksikannya kepada kegiatan diluar penjas. Pada dasarnya pendidikan nilai memiliki sasaran pengajaran untuk tujuan membentuk karakter atau akhlak dengan materi yang menyangkut moralitas dan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dalam pelaksanaannya guru harus mampu menciptakan lingkungan pembelajaran yang sedemikian rupa sehingga kondusif untuk menanamkan karakter-karakter yang baik. Pendidikan nilai tidak akan memiliki dampak besar jika dilaksanakan dalam waktu singkat, karena menumbuhkembangkan karakter individu harus melalui proses pembelajaran yang kontinu dan konsisten. Format rencana pembelajaraanya dapat mengikuti pola orientasi-refleksi-aktivitas jasmani-refleksi yang mengaitkan dengan isu direct teaching dan peer teaching (Abduljabar, 2011: 150). Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan mengajaran permainan beregu dalam penjas untuk mendorong siswa berlatih meningkatkan sikap tanggung jawabnya. Pada dasarnya manusia merupakan mahluk yang senang bermain (Huizinga dalam Nugraha, 2010). Buncher dalam Nugraha (2010) menekankan bahwa memasukan unsur bermain atau permainan pada program pendidikan jasmani merupakan hal yang penting karena mengacu pada fitrah dasar manusia

7 itu sendiri. Permainan beregu merupakan klasifikasi permainan berdasarkan jumlah pemain yang menuntut kerjasama dalam tim. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, rendahnya sikap tanggung jawab menjadi masalah pokok yang akan diteliti. Instrumen yang akan dipakai oleh peneliti yaitu angket sikap tanggung jawab yang disusun oleh Berliana tahun 1998. Diharapkan dengan penelitian implementasi pendidikan nilai melalui pengajaran permainan beregu dalam pendidikan jasmani, masalah rendahnya sikap tanggung jawab siswa akan teratasi sehingga dapat meningkatkan kualitas pengembangan karakter pribadi siswa, khususnya dikelas 5-A SDPN Setiabudi Bandung. C. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan diatas, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh implementasi pendidikan nilai melalui pengajaran permainan beregu dalam pendidikan jasmani untuk meningkatkan sikap tanggung jawab siswa kelas VA SDPN Setiabudi Bandung? 2. Bagaimana pengaruh didaktik pengajaran tanggung jawab melalui permainan beregu di kelas VA SDPN Setiabudi Bandung? 3. Bagaimana interaksi guru siswa dalam pengajaran tanggung jawab melalui permainan beregu di kelas VA SDPN Setiabudi Bandung? D. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini dalam rangka meningkatkan sikap tanggung jawab siswa dengan menerapkan pendidikan nilai melalui permainan beregu dalam pendidikan jasmani. Sedangkan tujuan khususnya yaitu mendeskripsikan pengaruh didatik dan interaksi guru siswa dalam pengajaran tanggung jawab melalui permainan beregu di kelas VA SDPN Setiabudi Bandung.

8 E. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini, diharapkan mempunya manfaat yang baik, baik bagi pnulis maupun bagi pembaca. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Memberikan konsep-konsep baru dalam dunia pendidikan terutama dalam pengembangan penerapan pendidikan nilai dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) untuk meningkatnya sikap tanggung jawab siswa melalui pengajaran permainan beregu. Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberi kontribusi keilmuan terhadap pendidikan dan pengajaran mata pelajaran PJOK, melalui penerapan pendidikan nilai yang dikemukakan dan ditelaah dalam penelitian. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yaitu: a. Bagi guru, memberikan masukan kepada guru agar dapat meningkatkan sikap tanggung jawab siswa dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) sehingga pembelajaran lebih berkualitas; b. Bagi siswa, dapat meningkatkan dan menumbuhkembangkan sikap tanggung jawab dalam proses pembelajaran sehingga dapat menjadi bekal hidup dan siswa mendapatkan inovasi lain untuk mengurangi tingkat kejenuhan dalam proses pembelajaran; c. Bagi sekolah, hasil penelitian dapat digunakan sebagai input atau masukan bagi pihak sekolah untuk memberdayakan penerapan pendidikan nilai dalam proses belajar-mengajar mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK); d. Bagi Peneliti, sebagai pengalaman yang berharga dalam menerapkan pendidikan nilai untuk meningkatkan sikap tanggung jawab siswa melalui

9 permainan beregu dalam pendidikan jasmani di kelas 5A SDPN Setiabudi Bandung; e. Bagi Prodi PGSD Penjas FPOK UPI, hasil penelitian tindakan kelas ini sebagai bahan acuan dan masukan dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran penjas khususnya di sekolah dasar untuk menghasilkan tenaga pendidik yang memiliki kualitas dan kompetensi tinggi sebagai produk dari prodi PGSD Penjas FPOK UPI. F. Pembatasan atau Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian tindakan kelas ini permasalahan dibatasi pada hal-hal yang akan dikembangkan dari substansi masalah yang ingin diketahui agar tidak terjadi salah penafsiran dan permasalahan menjadi melebar tidak terarah. Untuk itu perlu adanya batasan masalah. Adapun masalah-masalah penelitian yang ingin diketahui adalah sebagai berikut : 1. Penelitian difokuskan pada implementasi pendidikan nilai untuk meningkatkan sikap tanggung jawab melalui permainan beregu dalam pembelajaran pendidikan jasmani, 2. Pembelajaran permainan beregu dalam pendidikan jasmani sebagai alat dalam penelitian ini. Permaninan beregu yang akan digunakan yaitu playing for live (permainan untuk hidup) 3. Jumlah populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SDPN Setiabudi Bandung kelas V-A. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi siswa laki-laki 17 orang dan perempuan 17 orang dengan jumlah keseluruhan 34 orang siswa, 4. Penelitian sikap tanggung jawab lebih difokuskan kepada peningkatan sikap tanggung jawab berdasarkan level skala tanggung jawab yang dipopulerkan oleh Don Hellison pada level 1 (self control involvement/kontrol diri) sampai level 4 (caring/peduli). 5. Intrumen penelitian menggunakan observasi guru-siswa, catatan lapangan, studi dokumentasi dan angket, yaitu angket tentang skala tanggung jawab. Angket terdiri atas 20 pernyataan yang disusun oleh Berliana pada tahun

10 1998 dengan beberapa alternatif jawaban yang merujuk pada 5 level sikap tanggung jawab yang dikenalkan oleh Don Hellison. G. Definisi Oprasional Variabel Dalam penelitian ini digunakan beberapa istilah, agar tidak terjadi penafsiran yang salah, maka penulis memberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Pendidikan Nilai, merupakan bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkan secara integral dalam keseluruhan hidupnya (Mardimadja dalam Elmubarok, 2009: 12). Pendidikan nilai juga diyakini sebagai ruh dari pendidikan itu sendiri (Sukanta dalam Elmubarok, 2009: 12). Tujuan pendidikan model nilai ini yakni menumbuhkembangkan keseluruhan karakter yang perlu dimiliki oleh siswa (Abduljabar, 2011). 2. Tanggung Jawab, menurut kamus bahasa Indonesia tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga menurut kamus umum bahasa indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya, dan menanggung akibatnya. Menurut Rissaurus (2012) tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Tanggung jawab sebagai sikap dan perilaku memiliki 3 dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri sebagai makhluk yang mempunyai kata hati, tanggung jawab kepada masyarakat atau kelompok sebagai makhluk sosial dan tanggung jawab terhadap Tuhan YME sebagai pemegang keadilan yang tertinggi (Sunarya, 2008: 34), 3. Permainan Beregu, merupakan klasifikasi permaninan berdasarkan jumlah pemainnya. Permainan beregu adalah aktivitas jasmani yang mengandung unsur kesenangan yang dilakukan dengan cara berkelompok. 4. Peserta didik, menurut UU N0 20 tahun 2003 Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui

11 proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,dan jenis pendidikan tertentu.. 5. Pendidikan Jasmani, Daryl Siedentop, seorang pakar pendidikan jasmani di Amerika Serikat, mengatakan bahwa dewasa ini pendidikan jasmani dapat diterima secara luas sebagi model pendidikan melalui jasmani yang berkembang sebagai akibat dari merebaknya telahan pendidikan gerak pada akhir abad ke-20 ini dan menekankan pada kebugaran jasmani, penguasaan keterampilan, pengetahuan dan perkembangan sosial. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan dari, tentang dan melalui aktivitas jasmani (Abduljabar, 2009).