AWAS! JEBAKAN NUMERIK: PERINGKAT, NEM, DAN IPK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

LAMPIRAN C ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. membuat manusia dituntut untuk mengikuti segala perubahan yang terjadi dengan

HUMOR TENTANG PI. Sumardyono, M.Pd.

SEMINAR NASIONAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan para tenaga ahli yang handal dalam bidangnya masing-masing.

KEMENTERIAN PELAJARAN MALAYSIA DOKUMEN STANDARD PRESTASI PENDIDIKAN MORAL TAHUN 1 MASALAH PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa

Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

PANDUAN PENGISIAN KARTU RENCANA STUDI (KRS) PROGRAM STUDI SISTEM KOMPUTER TAHUN AJARAN GASAL 2017 / 2018

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik. Oleh Karena itu, pendidikan secara terus-menerus. dipandang sebagai kebutuhan yang mendesak.

Ketika Anda memutuskan untuk mendaftar di sebuah perguruan tinggi, berarti Anda sudah tahu konsekwensi yang mesti Anda hadapi. Anda telah memilih

LAMPIRAN. Lampiran 1 Skala Uji Coba Self Regulated Learning. Lampiran 2 Skala Penelitian Self Regulated Learning

BAB I PENDAHULUAN. fenomena ini muncul persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya bidang pendidikan. Untuk menghadapi tantangan berat ini

BAB I PENDAHULUAN. menengah kebawah maupun ke atas. Terlebih lagi ketika seorang siswa yang. bisa belajar di sekolah negeri lebih ketat.

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh dan perubahan yang besar dalam dunia pendidikan. Begitu pula

KOMPILASI 25 CONTOH JAWABAN PERTANYAAN TES WAWANCARA KERJA (JOB INTERVIEW)

BAB I PENDAHULUAN. kreatif mandiri dan bertanggung jawab. pendidikan tersebut ditentukan oleh komponen-komponen dalam pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

Sambutan Presiden RI pada Hari Anak Nasional, 23 Juli 2010 Jumat, 23 Juli 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB 1 PENDAHULUAN. education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya

Judul : PERPINDAHAN MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, agar dapat menciptakan sumber. peningkatan terhadap kualitas pendidikan itu sendiri.

BAB III EVALUASI KEBERHASILAN

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda-beda, antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. ketat, dan pada umumnya para pengguna jasa (stakeholders) menginginkan

TATA CARA SELEKSI CALON PESERTA TUGAS BELAJAR PROGRAM SARJANA DAN PASCASARJANA DI DALAM NEGERI BAGI PEGAWAI SEKRETARIAT NEGARA

LAMPIRAN II KUESIONER

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prestasi akademik yang tinggi pada umumnya dianggap sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

: SN adalah peneliti dan SL adalah informan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dijelaskan

KETETAPAN MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 006/SK/MWA-U1/2004 TENTANG : KURIKULUM PENDIDIKAN AKADEMIK UNIVERSITAS INDONESIA.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi terhadap segala sesuatu yang menarik perhatiannya. 1 Tidak diragukan. pendidikan yang mempengaruhinya. 2

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Dalam Negara manapun remaja adalah penerus. pertanda akan merosotnya akhlak anak bangsa. 1

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan yang dilakukan pada seseorang dapat menciptakan kepribadian

ANGKET UNTUK ORANG TUA / WALI

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

terus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan dapat dirumuskan sebagai tingkat di mana seseorang

BUKU PEDOMAN BEASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

CAT CPNS. Full Simulated TOEFL. Aplikasi Tes Buta warna. Simulasi TPA OTO Bappenas

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB IV ANALISIS KUALITAS SOFT SKILL MAHASISWA PRODI EKONOMI SYARI AH DALAM KESIAPANNYA MENGHADAPI DUNIA KERJA

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pendidikan Indonesia ibarat benang kusut yang terus bertambah.

HASIL KUISIONER TRACER STUDY ALUMNI 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR: 263 /SK/R/UI/2004 Tentang PENYELENGGARAAN PROGRAM DOKTOR DI UNIVERSITAS INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 6 PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Guru yang profesional tentu akan selalu berupaya melaksanakan pembelajaran yang

ANGKET PENDIDIKAN ORANGTUA. Agar penelitian ini lancar, dimohon siswa-siswi yang menjadi sampel dapat menjawab angkat

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin bertambah juga tuntutan-tuntutan

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR : 612/SK/R/UI/2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pendidikan baik formal, non formal, maupun informal memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan

LAMPIRAN C KUESIONER PENELITIAN

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keunggulan suatu bangsa tidak lagi tertumpu pada kekayaan alam,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak usia dini orang tua selalu berharap dan mengajarkan kepada anaknya untuk bisa

BAB II. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. sistematis, rasional, dan kritis terhadap permasalahan yang dihadapi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian

GOSIP DALAM BIARA Rohani, Mei 2013, hal Paul Suparno, S.J.

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN CODING SHEET 2 TRANSKIP INTERVIEW

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan. dalam perkembangan anak (Suryosubroto, 2010).

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA NOMOR : 176/SK/UNISNU/XII/2014 TENTANG : PEDOMAN EVALUASI KEBERHASILAN STUDI MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Motivasi sangat diperlukan dalam kegiatan proses belajar-mengajar di

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju,

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Kuliah dan pekerjaan merupakan dua hal yang saling berkaitan, karena

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR: 263/SK/R/UI/2004. Tentang PENYELENGGARAAN PROGRAM DOKTOR DI UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal. Pendidikan sebagai sistem terdiri dari tiga komponen, yaitu

KUESIONER SURVEI PERILAKU MENONTON DAN PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP PROGRAM JELAJAH DI TRANS TV. : (diisi oleh peneliti)

Transkripsi:

AWAS! JEBAKAN NUMERIK: PERINGKAT, NEM, DAN IPK Oleh: Hendra Gunawan Di pertengahan tahun, anda mungkin sempat mendengarkan dua orangtua murid berbincang-bincang tentang anaknya yang baru saja naik kelas atau lulus SD/SMP/SMU kira-kira sebagai berikut: Bagaimana putra Anda, lulus? Ya... lulus. Putri Anda lulus juga, kan? Lulus dengan peringkat kesatu lho di kelasnya! Wah, selamat ya! Putra saya hanya peringkat kedelapan! Berapa NEM putra Anda? Hanya 47. NEM putri Anda pasti jauh lebih tinggi ya? Ya... 54 kalau saya ngga salah! Wah, hebat ya! Kedua orangtua murid tersebut lalu mengakhiri bincang-bincangnya. Mendengar percakapan seperti itu saya biasanya langsung berpikir. Hebat benar kedua orangtua murid tersebut, dapat bercerita tentang kemampuan anaknya secara numerik. Sepertinya mereka telah sepakat betul dengan makna angka-angka tadi. Sedangkan saya malah bertanya-tanya dalam hati: seberapa pintar anak mereka, kemampuan apa saja yang dimilikinya, dan bagaimana dengan budipekertinya?

Kalau kita menjumpai seorang anak kecil berusia sekitar 6 tahun, biasanya kita bertanya kepada anak tersebut apakah ia sudah sekolah, sudah belajar apa saja, sudah bisa bernyanyi atau belum, sudah bisa berhitung atau belum, sudah bisa menghitung sampai berapa. Namun ketika seorang anak naik kelas atau lulus SD, misalnya, yang sering ditanyakan adalah peringkat atau Nilai Ebtanas Murni-nya. Sedangkan kemampuan khusus yang dimilikinya atau ---yang lebih penting daripada itu--- seberapa baik budi-pekertinya, hampir tidak pernah ditanyakan. Memang, peringkat atau NEM menunjukkan kemampuan si anak secara numerik. Namun apakah benar murid yang memperoleh peringkat kesatu di kelasnya secara kualitas lebih baik daripada teman-teman sekelasnya? Lebih jauh lagi, apakah dua murid yang sama-sama meraih peringkat kesatu di kelasnya masing-masing secara kualitas sama baiknya? Kemudian apakah murid yang memperoleh NEM 54 memang lebih berkualitas daripada murid yang memperoleh NEM 47? Pemeringkatan dan Ebtanas dengan NEM-nya pada kenyataannya telah membuat para orangtua murid dan juga kalangan guru terjebak dengan angkaangka numerik tersebut. NEM, seperti kita ketahui, selama sekian tahun ini dipakai sebagai kriteria utama seleksi masuk sekolah lanjutan baik negeri maupun swasta. Lalu apa yang terjadi? Baik murid, orangtua murid, guru, maupun pihak sekolah berlomba-lomba supaya si murid memperoleh NEM yang tinggi. Dan, seperti kita sering mendengar, cara-cara ilegal pun kalau perlu ditempuh untuk mendapatkan NEM yang tinggi tersebut, supaya si murid dapat melanjutkan sekolahnya di sekolah yang didambakan.

Kita juga sering mendengar orangtua murid yang tidak bisa menerima ketika anaknya tidak naik kelas, misalnya. Lalu ia datang menemui kepala sekolah dan mempertanyakan kenapa anaknya bisa tidak naik kelas, padahal dulu di SD anaknya selalu peringkat kesatu dan lulus dengan NEM tertinggi. Murid yang meraih peringkat kesatu atau NEM tertinggi sesungguhnya belum tentu yang terbaik secara kualitas. Apalagi bila dibandingkan dengan murid dari sekolah lain. Di samping itu, peringkat dan NEM hanya bersifat sementara. Kualitas seorang murid yang bersifat lebih langgeng sering kali lebih banyak ditentukan oleh sikap dan kepribadian murid tersebut. Sayangnya, kedua aspek ini jarang atau bahkan tidak pernah diperhitungkan dalam menilai kualitas seorang murid. Asalkan mempunyai NEM yang tinggi, tidak peduli apakah ia sombong, tidak bisa bergaul, tidak jujur, atau licik, ia akan diterima di sekolah manapun. Di perguruan tinggi, hal serupa juga terjadi. Prestasi seorang mahasiswa sering diukur dengan IPK atau Indeks Prestasi Kumulatif yang dicapainya. Bahkan predikat cum laude pun diberikan kepada mahasiswa yang lulus dengan IPK yang tinggi tanpa banyak pertimbangan mengenai aspek-aspek lainnya. Ketika seorang mahasiswa lulus menjadi sarjana dan kemudian melamar kerja, IPK-nya lah yang pertama-tama akan dipertanyakan oleh instansi atau perusahan yang ia lamar. Untuk menjadi dosen di kebanyakan universitas di Jawa, misalnya, IPK-nya tidak boleh kurang dari 2,75 (skala 4,00). Sementara itu banyak perusahaan swasta di Jakarta mempersyaratkan si pelamar memiliki IPK minimal 3,00.

Tidak mengherankan apabila perguruan tinggi kemudian berlomba meningkatkan IPK lulusannya, supaya lulusannya mudah mencari kerja. Seorang rekan pernah bercanda: apa sulitnya meningkatkan IPK mahasiswa, turunkan saja standar penilaiannya sehingga mahasiswa mudah memperoleh nilai A (= 4,00 bobot mata kuliah) atau B (= 3,00 bobot mata kuliah). Namun apakah betul lulusannya nanti akan mudah memperoleh kerja? Sekarang ini banyak instansi atau perusahaan, khususnya perusahaan asing, yang tidak hanya melihat IPK si pelamar melainkan juga sikap, kepribadian, wawasan, pengalaman berorganisasi, dan sebagainya melalui wawancara. Pihak perusahaan akhirnya tahu juga lulusan perguruan tinggi mana yang pada umumnya baik secara kualitas walaupun IPK-nya tidak terlalu tinggi, atau sebaliknya kurang baik secara kualitas walaupun IPK-nya tinggi. Yang ideal, tentunya, IPK mencerminkan kualitas. Seorang sarjana dengan IPK yang tinggi seharusnya berkualitas baik (tidak hanya kemampuannya melainkan juga wawasan, sikap, dan kepribadiannya), dan sebaliknya mahasiswa yang berkualitas baik seharusnya dapat lulus dengan IPK yang tinggi. Untuk itu proses belajar-mengajar dan sistem evaluasinya tentunya harus baik. Ini yang seharusnya menjadi tujuan sebuah lembaga pendidikan: bukan menghasilkan lulusan dengan IPK yang tinggi, melainkan menyelenggarakan pendidikan dengan proses belajarmengajar dan sistem evaluasi yang baik. Peringkat, NEM, atau IPK hanyalah merupakan salah satu indikator yang berkaitan dengan kualitas seorang lulusan SD/SMP/SMU/PT. Kadang, bahkan

mungkin sering, indikator ini semu dan dapat mengelabui kita. Pengamatan ekstra biasanya diperlukan untuk menilai kualitas seorang lulusan, tidak hanya menyangkut kemampuannya tetapi juga wawasan, sikap, dan kepribadiannya. Makanya ada test psikologi, dan tidak tertutup kemungkinan nanti ada test EQ (Emotional Quotient), baik secara tertulis maupun melalui wawancara. Pada saat melamar pekerjaan atau sekolah lebih lanjut, surat rekomendasi dari seseorang yang mengenal si pelamar dengan baik biasanya diminta pula. Berharap bahwa proses belajar-mengajar dan sistem evaluasi hari esok akan lebih baik, saya membayangkan ada dua orangtua murid berbincang-bincang tentang anak mereka kira-kira sebagai berikut: Saya dengar putra Anda rajin dan tekun, baik tutur-katanya, dan pandai bergaul di sekolah? Ah, putri Anda juga cerdas dan ulet, nilai ulangan matematikanya selalu 10, dan tidak sombong! Katanya putra Anda paling kritis, banyak bertanya di kelas? Ya, dan putri Andalah yang sering kali menjawab pertanyaan-pertanyaan putra saya itu! Putri saya bilang cara gurunya mengajar enak, sehingga anak-anak menyukai pelajaran di kelas, dan nilai anak-anak juga jadi bagus! Bandung, 18 Juni 1997