A. PENDAHULUAN Pemikiran-pemikiran para ahli ekonomi pada suatu waktu diterima. Akan tetapi, kalau dianggap tidak mampu memecahkan masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi, pemikiranpemikiran tersebut perlu diperbaiki, dikembangkan, atau dirombak seluruhnya. Pengalaman sejarah memperlihatkan sudah banyak terjadi perubahan-perubahan dalam pemikiran-pemikiran ekonomi. Perubahan dalam dasar-dasar pandang ekonomi bisa berlangsung smooth dan kerapkali bisa berlangsung secara revolusi melalui suatu perubahan yang radikal. Kenyataan telah menunjukkan bahwa pada tahun-tahun terakhir memasuki era abad ke-xxi ini banyak terjadi perubahan-perubahan tidak terduga dan kadang-kadang sangat mengejutkan. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa perubahan-perubahan, terutama yang bersifat radikal, sering menimbulkan suasana yang tidak menentu dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dalam keadaan tidak menentu tersebut orang sering mempermasalahkan pendekatan ekonomi yang digunakan atau dijadikan sebagai dasar kebijaksanaan pembangunan. Hal seperti ini tetntunya tidak dikehendaki. Menunjuk pada salah satu masa yang sangat dikenal sampai saat ini adalah masa klasik, yang pokok pemikirannya berawal dari pemikiran Adam Smith, dan kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh setelahnya yang mendukung pemikirannya. Salah satu tokoh ekonomi terkenal yang mendukung pemikiran dan mengembangkan pemikiran Adam Smith adalah David Ricardo (1772-1823). David Ricardo banyak berperan dalam mengembangkan teori-teori yang dimunculkan oleh Adam Smith sehingga dapat melahirkan beberapa teori baru yang sangat terkenal pada saat itu. Pernyataan ini diperkuat melalui buku karangannya yaitu The Principles of Political Economy and Taxation (1817) ternyata mendominasi teori-teori ekonomi klasik tidak kurang setengah abad lamanya. Beberapa teori tersebut antara lain adalah teori sewa tanah (land rent) ; teori nilai kerja (labor theory of value) ; teori upah alami (natural wages) ; teori uang ; dan yang paling terkenal adalah teori keunggulan komparatif ( comparative advantage) dari perdagangan internasional. Sesuai dengan judul paper yang diangkat penulis, maka dari beberapa teori yang dikemukakan oleh David Ricardo maka penulis secara khusus hanya membahas tentang teori keuntungan komparatif. B. TEORI KEUNGGULAN KOMPARATIF (COMPARATIVE ADVANTAGE) Teori Keunggulan Komparatif (theory of comparative advantage) merupakan teori yang dikembangkan oleh David Ricardo pada tahun 1817. Teori keunggulan komparatif melihat keuntungan atau kerugian dari perdagangan internasional dalam perbandingan relatif. Hingga saat ini, teori keunggulan relatif merupakan dasar utama yang menjadi alasan negara-negara melakukan perdagangan internasional. 1
David Ricardo berpendapat bahwa meskipun suatu negara mengalami kerugian mutlak (dalam artian tidak mempunyai keunggulan mutlak dalam memproduksi kedua jenis barang bila dibandingkan dengan negara lain), namun perdagangan internasional yang saling menguntungkan kedua belah pihak masih dapat dilakukan, asalkan negara tersebut melakukan spesialisasi produksi terhadap barang yang memiliki biaya relatif terkecil dari negara lain. Dengan kata lain, setiap negara akan memperoleh keuntungan jika masing-masing melakukan spesialisasi pada produksi dan ekspor yang dapat diproduksinya pada biaya yang relatif lebih murah, dan mengimpor apa yang dapat diprosukdinya pada biaya yang relatif lebih mahal. Ini menjelaskan bahwa mengapa suatu negara yang memiliki sumber daya sangat lengkap, negara tersebut memilih mengimpor atau mengekspor daripada memproduksi untuk digunakan sendiri. Untuk mempertegas teorinya, David Ricardo memberlakukan beberapa asumsi, yaitu : 1) Hanya ada 2 negara yang melakukan perdagangan internasional. 2) Hanya ada 2 barang (komoditi) yang diperdagangkan. 3) Masing-masing negara hanya mempunyai 1 faktor produksi (tenaga kerja) 4) Skala produksi bersifat constant return to scale, artinya harga relatif barang-barang tersebut adalah sama pada berbagai kondisi produksi. 5) Berlaku labor theory of value (teori nilai tenaga kerja) yang menyatakan bahwa nilai atau harga dari suatu barang (komoditi) dapat dihitung dari jumlah waktu (jam kerja) tenaga kerja yang dipakai dalam memproduksi barang tersebut. 6) Tidak memperhitungkan biaya pengangkutan dan lain-lain dalam pemasaran. Untuk lebih memahaminya, dapat dilihat contoh berikut ini. Tabel 1 : Produksi dan oleh Indonesia dan Amerika Jam kerja yang dibutuhkan untuk produksi Jumlah Jam Tenaga Kerja Amerika Serikat 1 2 Indonesia 4 6 120 Agar terlihat sederhana, diasumsikan ada dua negara (Amerika dan Indonesia) dan dua output ( sepatu dan pakaian). Keduanya memiliki sumber daya masing-masing 120 jam tenaga kerja (TK) untuk memproduksi sepatu dan pakaian. Namun Amerika mampu memproduksi 1 unit sepatu dengan 2 jam TK dan 1 unit pakaian dengan 4 jam TK. Sedangkan Indonesia membutuhkan 3 jam TK untuk memproduksi 1 unit sepatu dan 6 jam TK untuk pakaian. Sekedar keterangan, Amerika mampu memproduksi keduanya dengan jam TK (input) yang lebih sedikit daripada Indonesia. Menurut teori keuntungan absolut (absolute a dvantage), Amerika seharusnya memproduksi keduanya sendiri. Namun tidak demikian menurut teori 2
keuntungan komparatif. Kita lihat perbandingannya dibawah dengan menggunakan teori keuntungan komparatif. Sebelum Melakukan Perdagangan Sebelum melakukan perdagangan, produksi di kedua negara menghasilkan upah riil yang berbeda bagi TK. Upah riil bagi TK di Amerika adalah 1 sepatu atau 1/2 pakaian. Sementara di Indonesia, upah riil TK hanya 1/4 sepatu atau 1/6 pakaian. Artinya upah di Indonesia lebih rendah dibandingkan di Amerika dan TK di Indonesia memiliki daya beli yang relatif lebih kecil. Ini tentunya juga menimbulkan perbedaan biaya produksi, dan jika pasar adalah persaingan sempurna, harga sepatu dan pakaian akan berbeda di kedua negara. Sementara itu, mari kita lihat berapa total output yang mampu diproduksi kedua negara tanpa melakukan perdagangan. Jika diasumsikan dari total 120 jam TK (input) yang tersedia di tiap negara dibagi dua merata pengalokasiannya dalam memproduksi sepatu dan pakaian, maka total produksi kedua negara adalah sebagai berikut : Tabel 2 : Total Output (unit) masing-masing negara sebelum perdagangan Jumlah Output yang Diproduksi Amerika Serikat 60 30 Indonesia 15 10 TOTAL 75 40 Dengan input 120 jam TK yang dimiliki masing-masing negara, jika dialokasikan separuhseparuh, Amerika mampu memproduksi 60 sepatu (60 jam TK / 1) dan 30 pakaian (60 jam TK / 2). Sedangkan Indonesia mampu memproduksi 15 sepatu (60 jam TK / 4) dan 10 pakaian (60 jam TK / 6). Dengan demikian, total produksi yang dihasilkan kedua negara adalah 115 unit (75 + 40), yang terdiri dari sepatu dan pakaian. Menurut teori keuntungan komparatif, Amerika seharusnya hanya memproduksi sepatu dan Indonesia memproduksi pakaian. Ini karena produksi pakaian relatif lebih mahal bagi Amerika, dengan rasio harga produksi 2 dibandingkan dengan 6/4 atau 3/2 yang mampu diproduksi Indonesia (tabel 1). Sedangkan sepatu relatif lebih mahal bagi Indonesia karena rasio harga produksinya adalah 4/6 dibandingkan dengan 1/2 yang mampu diproduksi Amerika (tabel 1). Jadi, perbandingan dalam teori ini adalah berdasarkan harga relatif di kedua negara, bukan hanya di satu negara. Sebenarnya, jika tidak ada regulasi larangan ekspor-impor, perdagangan antar keduanya akan tercipta secara alamiah. Jika keduanya terus memproduksi sepatu dan pakaian sendiri (tidak melakukan perdagangan), maka akan terjadi perbedaan harga yang akan mendorong 3
arbitrasi. Dengan asumsi biaya transpotasi tidak ada atau relatif sangat kecil, Amerika kemudian akan mengekspor sepatu ke Indonesia dan Indonesia akan mengekspor pakaian ke Amerika. Karena biaya produksi yang lebih murah, harga sepatu Amerika yang diekspor juga akan lebih murah dan ini mendorong harga sepatu di Indonesia turun. Jika harga sepatu di Indonesia terlalu rendah bagi produsen Indonesia, mereka akan menutup produksinya karena tidak menguntungkan lagi. Akhirnya mereka akan beralih ke produksi yang lebih menguntungkan, yaitu pakaian. Sedangkan kebutuhan sepatu di Indonesia akan dipenuhi dengan impor. Hal yang sama juga terjadi terhadap pakaian di Amerika. Pada akhirnya, perbedaan harga akan membuat Amerika hanya memproduksi sepatu dan Indonesia hanya memproduksi pakaian. Setelah Melakukan Perdagangan Setelah melakukan perdagangan, total output kedua negara adalah sebagai berikut : Tabel 3 : Spesialisasi Produksi Jumlah Output yang Diproduksi Amerika Serikat 120 0 Indonesia 0 20 Pada tabel diatas, Amerika menggunakan semua inputnya (120 jam TK) untuk memproduksi pizza saja, sehingga menghasilkan 120 pizza (120 jam TK / 1). Sedangkan Eropa menggunakan semua inputnya untuk memproduksi pakaian saja, sehingga menghasilkan 20 pakaian (120 jam TK / 6). Ternyata total output kedua negara meningkat dengan melakukan spesialisasi produksi ini, yaitu menjadi 140 unit. C. IMPLIKASI TEORI KEUNGGULAN KOMPARATIF Dasar pemikiran Ricardo mengenai penyebab terjadinya perdagangan antarnegara pada prinsipnya sama dengan dasar pemikiran dari Adam Smith (Teori Keunggulan Mutlak), namun berbeda pada cara pengukuran keunggulan suatu negara, yakni dilihat komparatif biayanya, bukan perbedaan absolutnya. Kelemahan-kelemahan dari teori keunggulan komparatif adalah timbulnya ketergantungan dari Dunia Ketiga terhadap negara-negara maju karena keterbelakangan teknologi. Fakta lain, saat ini negara-negara maju pun bisa membuat sendiri apa yang menjadi spesialisasi negara berkembang (misalnya pertanian) dan melakukan proteksionisme. Alih teknologi-produksi yang terjadi, misal barang-barang spesialisasi dari Indonesia yang dijual ke Jepang akan dijual lagi ke Indonesia dengan harga dan bentuk yang lebih bagus, seperti karet menjadi ban ; dan juga membuat negara-negara berkembang sulit bersaing keuntungan. 4
Perusahaan seperti Honda membuat bahan motor di negara-negara spesialisasi. Dengan adanya kelemahan-kelemahan tersebut, teori ini sebenarnya hanya cocok untuk perdagangan internasional antar negara maju. Sebenarnya melalui konteks sejarah kita bisa mengetahui hal tersebut karena Ricardo hanya melihat Inggris dan negara-negara maju plus Amerika Latin dalam penyusunan teorinya tersebut. Pada masa Ricardo, belum ada pengamatan serius dan mendalam yangmengarah pada negara-negara di Dunia Ketiga. Wajar jika ketika negara-negara di Dunia Ketiga mulai masuk dalam struktur ekonomi-politik internasional, ada beberapa hal dari teori perbandingan komparatif Ricardo yang menimbulkan berbagai kerugian di pihak negara-negara Dunia Ketiga. DAFTAR PUSTAKA Deliarnov. 2007. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Edisi Revisi V. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Munir, Sahibul.. Keunggulan Komparatif 5