BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular. Salah satu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. serviks uteri. Kanker ini menempati urutan keempat dari seluruh keganasan pada

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker leher rahim (kanker serviks) masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. daerah leher rahim atau mulut rahim, yang merupakan bagian yang terendah dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit kanker dengan 70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini Indonesia menghadapi beban ganda penyakit atau double

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB I PENDAHULUAN. awal (Nadia, 2009). Keterlambatan diagnosa ini akan memperburuk status

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedua di dunia dimana konstribusinya 13 % dari 22% kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

I. PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga,

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan 18. Infeksi ini

BAB I PENDAHULUAN kematian per tahun pada tahun Di seluruh dunia rasio mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker yang menempati peringkat teratas diantara berbagai penyakit kanker

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dini. 6,8 Deteksi dini kanker serviks meliputi program skrining yang terorganisasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Karibia, Sub-Sahara

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan manusia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Foundation for Woman s Cancer (2013) kanker serviks adalah

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat. Kanker menjadi penyebab kematian nomor 2 di

BAB I PENDAHULUAN. Human Papilloma Virus (HPV). HPV ini ditularkan melalui hubungan

Promotif, Vol.7 No.1, Juli 2017 Hal 51-59

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sedang berkembang, salah satunya Indonesi (WHO, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

BAB 1 : PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN KEIKUTSERTAAN IBU MELAKUKAN IVA TEST DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. 1

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu penyakit yang dianggap sebagai masalah besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker merupakan istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal,

No. Responden: B. Data Khusus Responden

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka kematian karena kanker ini. sebanyak jiwa per tahun (Emilia, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. rahim yang terletak antara rahim uterus dengan liang senggama vagina.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang

BAB I PENDAHULUAN. serviks dan rata-rata meninggal tiap tahunnya (Depkes RI, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. yang menyangkut kesehatan reproduksi ini, salah satunya adalah kanker

BAB I PENDAHULUAN. paling sering terjadi pada kisaran umur antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut WHO kanker leher rahim (serviks) merupakan jenis kanker

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan.

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN DENGAN PELAKSANAAN DETEKSI DINI KANKER SERVIK MELALUI IVA. Mimatun Nasihah* Sifia Lorna B** ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di dunia pada wanita setelah kanker payudara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULAN. kanker serviks (Cervical cancer) atau kanker leher rahim sudah tidak asing lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi wanita merupakan hal yang perlu diperhatikan agar suatu

BAB I PENDAHULUAN. di dunia. Berdasarkan data Internasional Agency For Research on Cancer

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang paling umum yang diakibatkan oleh HPV. Hampir semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker sistim reproduksi meliputi kanker serviks, payudara, indung telur,

KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh : Duwi Basuki, Ayu Agustina Puspitasari STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto

BAB 1 PENDAHULUAN. payudara. Di Indonesia, kanker serviks berada diperingkat kedua. trakea, bronkus, dan paru-paru (8.5%), kanker kolorektal (8.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Papanicolaou smear atau Pap smear adalah metode yang digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. kanker yang paling tinggi di kalangan perempuan adalah kanker serviks. yang paling beresiko menyebabkan kematian.

Kata Kunci : umur, paritas,usia menikah,stadium kanker serviks Daftar Pustaka : 15 buku

Kanker Servix. Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim.

See & Treat untuk Skrining Lesi Prakanker Serviks

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada servix-uterus suatu daerah pada

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal.

Analisis Faktor Prilaku Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode IVA ( Inspeksi Visual Asam Acetat )

BAB I PENDAHULUAN. dan mendekati pola di Negara maju (Dalimartha, 2004). maupun orang-orang yang sama sekali tidak berpendidikan.

FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. leher rahim disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV). Virus. akan tumbuh menjadi kanker (Depkes, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AGE RELATIONSHIP, PARITY AND PERSONAL HYGIENE DIAGNOSIS WITH IVA IN PUSKESMAS BRANGSONG DISTRICT 2 DISTRICT BRANGSONG KENDAL

BAB 1 PENDAHULUAN. organ tubuh, termasuk organ reproduksi wanita yaitu serviks atau leher

Transkripsi:

0 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Indonesia sebagai negara berkembang tengah mengalami transisi epidemiologi, yang ditandai dengan beralihnya pola penyakit dari yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular. Salah satu penyakit tidak menular yang mempunyai kecenderungan meningkat tiap tahunnya adalah kanker (Depkes, 2006). WHO tahun 2005 menyebutkan bahwa kanker merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia setelah kardiovaskuler (Depkes, 2006). Sedangkan di Indonesia berdasarkan SKRT tahun 2001 kanker menempati urutan ke-5 setelah penyakit kardiovaskuler, infeksi, pernapasan dan pencernaan (Depkes, 2010a). Data SKRT 1972, 1980, 1986, 1992, 1995 dan Surkesnas 2001 memperlihatkan kenaikan proporsi kematian akibat kanker yakni 1,3%; 3,4%; 4,3%; 4,8%, 5% dan 6,0% (Depkes, 2010). Sedangkan peringkat kematian kanker untuk SKRT dan Surkesnas di tahun yang sama juga cenderung meningkat dari urutan 11, 9, 8, 10, 9 dan 5 (Rasjidi, 2011). Untuk jenis kanker yang sering terjadi pada perempuan adalah kanker payudara dan kanker serviks. Di seluruh dunia, kanker serviks meliputi kira-kira 12% dari seluruh kanker pada wanita (WHO, 2002). Data IARC tahun 2002 menyebutkan bahwa kanker serviks menduduki urutan ke-2 terbanyak kanker pada wanita di seluruh dunia dengan kasus baru sebanyak 470.000 dan 230.000 kematian tiap tahun, dimana lebih dari 80%

1 penderita dan 50% kematian terjadi di negara berkembang.. Di Indonesia sendiri, menurut data WHO tahun 2013 indonesia menduduki peringkat pertama angka kejadian tertinggi kanker serviks (Depkes, 2013). Data yang dikumpulkan dari 132 laboratorium patologi anatomi selama tahun 1988-1994 menyebutkan bahwa kanker serviks tertinggi di antara kanker lain di Indonesia (Aziz, 2001). Untuk kelompok kanker ginekologik, kanker serviks juga menduduki insidens dan kematian yang tertinggi di negara berkembang khususnya di Indonesia. Frekuensi relatif di Indonesia adalah 18,8% berdasarkan data patologik atau 16% berdasarkan data rumah sakit. Sedangkan untuk kematian adalah 66% diantara kematian penyakit ginekologik (Oemiyati, 2006). Penyakit ini merupakan yang terpenting di antara penyakit alat kandungan lainnya, karena frekuensinya yang tinggi dan mematikan terhadap penderita (FK Unpad). Kanker serviks adalah yang terjadi pada serviks yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang senggama (vagina). Kanker serviks 90% berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim (RS. Kanker Dharmais, 2012a). Insiden puncak terjadi pada usia 45-54 tahun untuk kanker invasif dan 30 tahun untuk lesi pra kanker (De Boer, etal, 2004). Sedangkan di negara berkembang seperti asia pasifik termasuk Indonesia, puncak insiden terdapat pada usia 35-54 tahun (Schellekens, et al, 2004). Kanker serviks diawali dengan perubahan pada sel-sel serviks selama bertahun-tahun menjadi displasia, yang bisa berkembang menjadi sel-sel kanker. Selama jeda tersebut, pengobatan yang tepat akan dapat menghentikan sel-sel yang abnormal. Semakin dini sel-sel abnormal

2 terdeteksi, semakin rendah risiko seseorang menderita kanker serviks. Disinilah alasan mengapa deteksi dini menjadi hal yang penting. Upaya pencegahan kanker serviks diseluruh dunia difokuskan pada screening terhadap wanita yang aktif secara seksual menggunakan sitologi pap smear dalam penemuan lesi pra kanker (Sankaranarayanan, et al, 2001). Bila dibandingkan antara negara maju dengan negara berkembang terdapat perbedaan insidens kanker leher rahim. Pada negara berkembang insidens dan kematian akibat kanker meningkat, namun di negara maju justru cenderung menurun (Handayani, 2005). Penurunan tersebut sangat dipengaruhi oleh keberhasilan deteksi dini dan pengobatan kanker serviks pada masa pra invasif. WHO menyebutkan manfaat screening di negara maju mampu menurunkan angka kematian akibat kanker serviks sebesar 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun (Moechherdiyantiningsih, 2000). Di negara berkembang selain kurangnya program screening, juga diperparah dengan rendahnya kemampuan dan aksesbilitas untuk pengobatan. WHO memperkirakan 40-50% wanita di negara maju pernah melaksanakan screening dan hanya 5% perempuan di negara sedang berkembang yang menjalani pemeriksaan (Denny dan Wright, 2011). Di Indonesia lebih dari 70% penderita kanker serviks datang dalam stadium lanjut, sehingga banyak menyebabkan kematian karena terlambat ditemukan dan diobati (Nuranna, 2001). Di RSCM mencatat selama tahun 2007 2008 sebagian besar pasien datang pada stadium lanjut (IIb IVb) sebanyak 66,4%. Data rumah sakit RS Dharmais menunjukkan hal yang sama, selama tahun 1993 1997 pasien yang datang pada stadium lanjut IIb IV yakni sebanyak 710 kasus baru (65%) (Aziz,

3 2001). Padahal makin tinggi stadium kanker serviks ditemukan makin sedikit penderita dapat bertahan hidup/survive. Penelitian terhadap 11.945 orang penderita kanker serviks ditemukan bahwa probabilitas ketahanan hidup 5 tahun mencapai 95,1 80,1% untuk stadium I, 66,3 63,5% untuk stadium II, 38,7 33,3% untuk stadium III dan 17,1 9,4% stadium IV (Benedet, et. al, 2000). Apabila kanker serviks ditemukan dan mendapat pengobatan dalam masa prainvasif, maka tingkat kesembuhannya bisa mencapai 100% (Price dan Wilson, 2005). Program skrining massal dengan tes pap yang dipraktekkan di negara maju menunjukkan hasil yang memuaskan dengan penurunan angka mortalitas dan morbiditas kanker serviks, tetapi di Indonesia tes Pap belum dapat diterapkan. Hal ini disebabkan berbagai kendala antara lain faktor sumber daya manusia, dana, sarana/prasarana, organisasi pelaksana, keadaan geografi dan wanita yang selayaknyamenjalani skrining. Dipandang dari metodenya, teknik ini kurang praktis, prosedurnya panjang dan kompleks, memerlukan tenaga terlatih, interpretasi hasil lama dan biaya yang relatif mahal (Iswara, 2004). Dengan demikian di negara-negara berkembang, perlu ada metode skrining alternatif sebagai pengganti tes Pap. Dalam banyak studi, menunjukkan bahwa sensitivitas IVA serupa dengan sitologi, sedangkan spesifisitasnya dibawah sitologi. Sensitivitas IVA berkisar antara 66-96% (median 84%) dan spesifitas antara 64-98% (median 82%) (WHO, 2002) Metoda Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) sudah diakui oleh WHO dan dinilai efektif digunakan di negara berkembang. IVA layak dipilih karena memenuhi prasyarat yakni lebih sederhana, artinya cukup dengan hanya

4 mengoleskan asam cuka pada leher 3-5% rahim lalu mengamati perubahannya dalam waktu 10 menit, lesi pra kanker dapat dideteksi bila terlihat bercak putih (aceto white epithelium). Murah, karena hanya memerlukan biaya kurang lebih Rp. 15.000,-/pasien. Nyaman, karena prosedurnya tidak rumit, tidak memerlukan persiapan, dan tidak menyakitkan. Praktis, artinya dapat dilakukan dimana saja, tidak memerlukan sarana khusus, cukup tempat tidur sederhana yang representatif, spekulum dan lampu. Mudah, karena dapat dilakukan oleh bidan dan perawat yang terlatih di puskesmas-puskesmas (Depkes,2011). mencapai cakupan screening yang tinggi, menawarkan satu tes yang efektif dan bisa negara bersumber daya rendah, harus memfokuskan pada tiga faktor kritis yakni Program pencegahan kanker serviks yang efektif yang dapat diterapkan di mana saja. Pelaksanaan program penapisan kanker serviks di Indonesia mulai digalakkan Kementerian Kesehatan bersama profesi terkait dengan menyelenggarakan pilot proyek deteksi dini kanker laher rahim pada akhir tahun 2006 di 6 Kabupaten yaitu Deli Serdang (Sumatera Utara), Gresik (Jawa Timur), Kebumen (Jawa Tengah), Gunung Kidul (DIY), Madiun (Jawa Timur) dan Gowa (Sulawasi Selatan). Selanjutnya kegiatan ini akan dikembangkan di daerah lain di Indonesia (Depkes, 2011). Untuk itu dilakukanlah pemberian pelatihan deteksi dini kanker serviks dengan IVA di masing-masing kabupaten tersebut 1 dokter dan 4 bidan. Selanjutnya mereka diharapkan bisa menjadi pelatih bagi dokter dan bidan lain di wilayah propinsinya. Pelatihan itu difokuskan di daerah karena di

5 kawasan perkotaan seperti Jakarta akses terhadap diagnosis kanker melalui pap smear sudah lebih mudah (Antara, 2010). Seperti kanker lain dan penyakit tidak menular pada umumnya, kanker serviks merupakan penyakit dengan penyebab multifaktorial dan masa invasif yang lama.sebagian besar hasil penelitian epidemiologi beranggapan bahwa kejadian kanker serviks dipengaruhi oleh adanya penularan penyakit melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease). Analisis ini didasarkan pada bukti bahwa kanker serviks jarang ditemukan pada gadis atau biarawati dibandingkan dengan wanita yang sudah kawin atau janda. Infeksi HPV merupakan faktor etiologi yang perlu mendapat perhatian karena sering ditemukan pada kanker dan lesi pra kanker serviks. Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda merupakan faktor risiko kuat untuk terjadinya kanker serviks (Rasjidi, 2011). Faktor risiko lain untuk terjadinya kanker dan lesi pra kanker serviks antara lain paritas, merokok, HIV, defisiensi vitamin dan nutrisi, kelas sosioekonomi yang rendah, penggunaan kontrasepsi, sirkumsisi pasangan (Denny dan Wright, 2011). Hasil assessment faktor risiko kanker serviks dan payudara yang dilakukan Kementerian Kesehatan tahun 2006 di 6 rumah sakit rujukan menemukan adanya hubungan yang signifikan antara hubungan seksual pertama kurang dari 20 tahun dengan terjadinya kanker serviks dengan peningkatan risiko sebesar 2,5 kali, sedangkan untuk jumlah partner seksual lebih dari 1 peningkatan risikonya sebesar 1,5 kali (Subdit Kanker, 2006).

6 Perkembangan seksualitas pada masa remaja ditandai dengan matangnya organ reproduksi. Setelah seorang gadis mengalami menstruasi yang pertama, maka sejak itu fungsi reproduksinya bekerja. Kematangan biologis remaja perempuan pedesaan (haid pertama) biasanya segera diikuti dengan perkawinan usia belia. Disisi lain, kematangan biologis remaja perempuan di perkotaan dibayang-bayangi kemungkinan lebih dininya usia pertama aktif seksual. Dewasa ini hubungan seksual semakin cenderung bebas, berlangsung tidak hanya dengan satu pasangan melainkan dengan lebih dari satu (Kollmann, 2000). Hubungan seksual pada usia muda meningkatkan berisiko untuk mendapatkan kanker serviks, hal ini disebabkan oleh sel-sel serviks yang masih berkembang dan kemudian dipacu oleh sel mani yang berasal dari hubungan seksual (Busmar, 2003). Disamping itu juga diduga ada hubungannya dengan belum matangnya daerah transformasi pada usia tersebut bila sering terekspos (Schiffman, 2006). Jumlah pasangan seksual yang ditunjukkan pula oleh jumlah pernikahan, pisah, atau perceraian merupakan faktor risiko terjadinya kanker serviks. Perilaku seksual berganti-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan infeksi human papilloma virus (HPV) yang akan meningkatkan juga risiko terkena kanker serviks (Moechherdiyantiningsih, 2000). Perkawinan pertama yang dilakukan di Madiun biasanya dimulai pada usia yang masih muda khususnya pihak wanita. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2010 sebanyak 42,8% dari total yang menikah di usia muda terjadi di wilayah Jawa Timur dan Jawa Barat. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Timur

7 menyebutkan jumlah wanita yang menikah di bawah 16 tahun mencapai 35%. mudanya usia pernikahan menyebabkan belum matangnya secara sosial psikologi ditambah dengan belum matang secara ekonomi finansial sehingga memicu terjadinya perceraian. Oleh karena itu upaya pemberdayaan keluarga yang gencar dilakukan di Madiun salah satunya adalah Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) (BKKBN, 2011). Hal ini sejalan dengan data pengadilan agama Kabupaten Madiun yang menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2011 telah menerima pengesahan nikah 508. Untuk perceraian di Kabupaten Madiun juga relatif tinggi, pada tahun 2011 telah diterima kasus cerai talak 259 dan cerai gugat 424 kasus (BPS, 2011). Sedangkan di tahun 2012 telah menerima 270 kasus talak dan 562 kasus gugat (KPA Kabupaten Madiun, 2012). Terkait dengan kejadian kanker serviks, berdasarkan SIRS (2005) Jawa Timur dan menduduki peringkat ke-1 terbanyak disusul Jawa barat dan Jawa Tengah. Khusus di Kabupaten Madiun sebagaimana dilaporkan oleh RSUD Madiun pasien kanker serviks juga relatif tinggi, dimana tahun 2012 tercatat 12 kasus Kanker, 117 kasus lesi pra kanker dan tahun 2012 sampai dengan pertengahan September menimgkat sebanyak 180 kasus (Dinkes Madiun, 2013). Di Kabupaten Madiun sampai dengan Maret 2012 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 20.179 wanita (14,36 %) dari target pemeriksaan yang direncanakan yakni 5 tahun. Dari sejumlah itu 2,3 % terdeteksi positif IVA. Diantara 8 puskesmas di Kabupaten Madiun yang dijadikan percontohan deteksi dini distribusi kasus IVA positif yang terbanyak dalam 2 tahun

8 terakhir berturut-turut ada di Puskesmas Bangunsari, Kabupaten Madiun (Dinkes Kabupaten Madiun, 2013). Kanker serviks merupakan masalah yang terpenting di antara penyakit alat kandungan lainnya, karena frekuensinya yang tinggi dan mematikan terhadap penderita apabila ditemukan dalam stadium lanjut. Deteksi dini salah satunya dengan metode IVA menjadi hal yang penting, sebab jika kanker serviks ditemukan dan mendapat pengobatan dalam masa lesi prakanker, maka tingkat kesembuhannya bisa mencapai 100%. Akan tetapi tidak semua wanita mau dan mengetahui deteksi kanker serviks. Pendidikan ikut berperan dalam perilaku kesehatan seseorang, selain itu wanita yang terlalu banyak memiliki anak beresiko lebih tinggi terkena kanker serviks. Serta wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda merupakan faktor risiko kuat untuk terjadinya kanker serviks. Tingginya kasus kanker serviks yang dilaporkan RSUD Madiun dan ditemukannya IVA positif sebanyak 2,3% pada wanita yang melakukan deteksi dini sebagai tanda adanya kejadian kasus positif lesi pra kanker serviks, ditambah dengan kebiasaan masyarakat madiun yang menikah pada usia muda serta tingginya kasus kawin cerai. Hal ini menjadi dasar ketertarikan peneliti untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan, paritas, dan usia pertama kali berhubungan seksual kejadian lesi pra kanker serviks di Madiun

9 B. Rumusan Masalah 1. Apakah ada hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian lesi pra kanker serviks? 2. Apakah ada hubungan paritas dengan kejadian lesi pra kanker serviks? 3. Apakah ada hubungan usia pertama berhubungan seksual dengan kejadian lesi pra kanker serviks? 4. Apakah ada hubungan tingkat pendidikan, paritas dan usia pertama berhubungan seksual dengan kejadian lesi pra kanker serviks? E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis hubungan tingkat pendidikan, paritas dan usia pertama berhubungan seksual dengan kejadian lesi pra kanker serviks pada wanita yang melakukan deteksi dini menggunakan metode Inspeksi Visual Asetat 2. Tujuan Khusus 1. Mendeskripsikan hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian lesi pra kanker serviks 2. Mendeskripsikan hubungan paritas dengan kejadian lesi pra kanker serviks 3. Mendeskripsikan hubungan usia pertama berhubungan seksual dengan kejadian lesi pra kanker serviks 4. Mendeskripsikan hubungan tingkat pendidikan, paritas dan usia pertama berhubungan seksual dengan kejadian lesi pra kanker serviks

10 F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Akademik Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoritis dalam dunia kademik khususnya faktor risiko utama kanker serviks dalam upaya promosi kesehatan sebagai pencegahan primer. 2. Bagi Instansi kesehatan a. Sebagai sumbangan pengetahuan dan memberikan data dan analisis sebagai informasi mengenai faktor risiko utama kejadian lesi pra kanker serviks di Kabupaten Madiun. b. Sebagai bahan informasi mengenai pentingnya melakukan IVA diwilayah madiun Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memperbaiki kualitas hidup dalam rangka pencegahan penyakit kanker serviks dan kesadaran dalam kemauan deteksi dini.