MOTIF PELAKU DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA MENURUT PASAL 340 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT

BAB V PENUTUP tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Informasi

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, sesuai Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB III PENUTUP. bersifat yuridis adalah pertimbangan yang didasarkan pada fakta - fakta yang

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Pembunuhan anak kandung diterangkan oleh undang-undang. yang penuh, dan belum sempat timbul rasa kasih sayang.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta, Raja Grafindo Persada

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Reni Jayanti B ABSTRAK

DAFTAR PUSTAKA. Andi Hamzah, Asas - Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

DAFTAR PUSTAKA. A. Abidin, Farid, Zainal, 1995, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

I. PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi ditandai dengan semakin tingginya kemampuan

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. atau terjepit maka sangat dimungkinkan niat dan kesempatan yang ada

Ahmad Afandi /D Kata Kunci : Penyertaan Dalam Tindak Pidana Perusakan Hutan

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

BAB I PENDAHULUAN. di gunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari- hari. Sehingga dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji,

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hukum hidup dan berkembang di dalam masyarakat karena hukum

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

Transkripsi:

MOTIF PELAKU DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA MENURUT PASAL 340 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK Penelitian ini berjudul Motif Pelaku Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Menurut Pasal 340 Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Adanya penelitian ini berangkat dari sebuah fenomena perbedaan pendapat dari beberapa ahli hukum di pengadilan dan berbagai media mengenai peran motif pelaku dalam suatu tindakan pembunuhan berencana, masing-masing perbedaan ahli tersebut memiliki dasar yang relevan berdasarkan histologi dan keilmuan. Adanya fakta tersebut menimbulkan keraguan dari berbagai pihak mulai dari orang awam yang mengikuti berita di berbagai media maupun hakim dalam untuk menentukan sikap dalam menjatuhkan pilihan. Disamping itu di berbagai putusan dari Mahkamah Agung yang berkaitan dengan tindak pidana pembunuhan berencana banyak memiliki putusan pidana yang berbedabeda. Permasalahan yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah kejelasan bagaimana peran motif dalam tindak pidanan pembunuhan berencana menurut pasal 340 KUHP dan sejauh mana motif mempengaruhi putusan pidana hakim. Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yaitu suatu riset kepustakaan dengan mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material literatur di bidang hukum terutama yang berkaitan dengan pembahasan. Hasil dalam penelitian ini diharapkan mendapatkan penafsiran yang terarah berdasarkan logika hukum dan berdasarkan literatur yang ada. Diharapkan perbedaan pendapat yang ada dapat di lakukan konsolidasi sehingga terjadi persamaan presepsi yang pada akhirnya dapat di jadikan referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Kata Kunci : Motif, Pembunuhan, Pidana 1. LATAR BELAKANG MASALAH Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan terutama dibidang IT setiap kabar dan berita akan dengan mudah diketahui dari daerah lain, salah satu berita tersebut mengenai tindakpidana pembunuhan.tindak pidana pembunuhan adalah suatu perbuatan yang dengan sengaja maupun tidak sengaja menghilangkan nyawa seseorang, dalam kasus tindak pembunuhan terdapat beberapa macam, antara lain : pembunuhan yang tidak di sengaja, pembunuhan berencana, pembunuhan berantai. Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan direncanakan yaitu kalau pelaksanaan pembunuhan yang 104

dimaksud Pasal 338 itu dilakukan seketika pada waktu timbul niat, sedang pembunuhan berencana pelaksanaan ditangguhkan setelah niat itu timbul, mengatur Pada kasus tindak pidana pembunuhan berencana pelaku tidak hanya membunuh korbannya begitu saja tetapi pelaku sebelumnya sudah mempunyai motif dan perencanaan yang matang untuk membunuh korbannya. Secara morfologi dalam kamus besar bahas indonesia memberikan pengertian motif dan motivasi yaitu Motif merupakan kata benda yang artinya pendorong, sedangkan Motivasi adalah kata kerja yang artinya Mendorong dengan kata lain, motif dapat diartkan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan motivasi merupakan dorongan atau kekuatan dalam diri individu untuk melakukan sesuatu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. 1 Motif atau motivasi dipakai untuk menunjukkan suatu keadaan dalam diri sesorang yang berasal dari adanya suatu kebutuhan yang mengaktifkan atau membangkitkan perilaku untuk memenuhi kebutuhan 2. Sedangkan Sardiman, menyebutkan motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat dikatakan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka 1 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.p hp 2 Davidoff (1991:4) motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan utuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak 3. Berdasarkan definisi dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu pengertian yang mencukupi semua pengerak, alasan atas dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif. Motif-motif manusia dapat bekerja secara sadar dan juga secara tidak sadar bagi diri manusia. Motif adalah hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau alas an seseorang.motif dalam kaitannya dengan Kejahatan berarti dorongan yang terdapat dalam sikap batin pelaku untuk melakukan kejahatan. Dalam kriminologi (diluar konteks hukum pidana), dikenal bermacam-macam motif kejahatan, bahkan ada kriminolog yang mengelompokkan kejahatan berdasarkan motif pelaku, seperti yang dikemukakan oleh Bonger 4 menggolongkan (mengklasifikasi) kejahatan dalam empat golongan yakni: (1) Kejahatan ekonomi (Pencurian, perampokan, penipuan dan lain-lain). (2) Kejahatan seksual (Misalnya perkosaan, penyimpangan seksual dan sebagainya). (3) Kejahatan kekerasan (seperti penganiayaan, pembunhan. Dan 4. Kejahatan politik seperti makar untuk menggulingkan pemerintahan atau pemberontakan bahwa penggolongan kejahatan yang dilakukan oleh Bonger ini adalah 3 Sardiman (2007:73) 4 (SoedjonoDirdjosisworo, 1984:47) 105

penggolongan berdasarkan motif pelaku. 5. Dalam pasal 340 KUHP di sebutkan bahwa Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu dua puluh tahun 6 Dalam pasal 340 KUHP tersebut tidak diharuskan motif. Motif hanya salah satu unsur saja, dia hanya salah satu bahan. Motif ada di niat pelaku melakukan kejahatan semua perbuatan berawal dari motif. Oleh karena itu motif perlu digali untuk menentukan kesengajaan. Jadi kalau tak ada motif tak akan ada niat, dan kalau tak ada motif tidak ada kejahatan, objektifnya di sini. Motif harus relevan dengan perbuatan, karena motif itu bisa tidak pasti 7 Uraian di atas dikatakan bahwa pasal 340 KUHP tidak diharuskan motif. Nah, kata tidak diharuskan bukan berarti tidak memerlukan motif,motif tetap diperlukan. Mengapa motif tetap diperlukan, karena motif adalah bagian yang tak terpisahkan dari niat atau keadaan batin ketika perbuatan yang menimbulkan akibat hilangnya nyawa. Selain itu, Pasal 340 KUHP memerlukan motif dikarenakan pasal 340 KUHP adalah delik materil, yang mana akibat yang timbul dari 5 A.S. Alam (2010:21) 6 Pasal 340 KUHP 7 Masruchin Ruba i, http://www.kompasiana.com/rickyvinandoo o/kasus-mirna-pasal-340-kuhp-butuh-motifkasus-mirna-tanpa-motif-gimana-jadinya perbuatan yang sengaja itu adalah akibat yang dilarang. Motif adalah keharusan dalam pasal 340 KUHP, karena pasal 340 KUHP adalah salah satu perbuatan dolus/opzet/sengaja. Sehingga harus dibuktikan bagaimana sengaja dengan perencanaan yang dilakukan oleh pelaku. Alasan lain yang membuat pasal 340 KUHP memerlukan motif adalah karena perbuatan yang diatur dalam pasal 340 KUHP memuat ancaman hukuman hingga pidana mati sampai pidana seumur hidup. Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja tentu memiliki motif atau alasan tentang mengapa pelaku melakukan perbuatan perencanaan merampas nyawa orang lain. Tidak logis dalam hukum jika seseorang melakukan pembunuhan termasuk pembunuhan berencana tanpa motif yang jelas. Dari penafsiran gramatikal pasal 340 KUHP bisa dipastikan pasal 340 KUHP memerlukan motif selain menggunakan penafsiran gramatikal juga memerlukan logika hukum dalam menafsirkan pasal 340 KUHP. Sehingga dalam pasal 340 KUHP mengharuskan adanya motif. Memang pasal 340 KUHP tidak secara eksplisit seperti pasal 378 KUHP yang memuat motif dikarenakan penerapan pasal 340 KUHP memerlukan kehati-hatian dalam penerapannya karena ancaman hukumannya yang sangat berat, pidana mati sampai pidana semumur hidup. Pasal 340 KUHP memiliki unsur, Pertama ; Unsur dengan sengaja. unsur pertama ini menghendaki diuraikannya dimana letak kesengajaannya. Apa yang menjadi motif utama sehingga perbuatan yang dilakukan dengan sengaja itu dilakukan. Karena tidak mungkin seseorang melakukan pembunuhan berencana (perbuatan 106

materill), apalagi dengan menggunakan racun tanpa ada motif yang jelas. Kedua. Unsur dengan rencana terlebih dahulu. Unsur ini menghendaki diuraikannya proses perencanaan. Seperti pada kasus jesica, Mulai dari apa yang menjadi motif sehingga sianida itu dibeli, sianida itu didapat/diperoleh darimana, bagaimana wujud sianida yang dibeli, dibelinya dimana, kapan belinya (pagi, siang, sore, malam), lalu setelah dibeli, sianida disimpan dimana selama belum digunakan untuk merampas nyawa, setelah disimpan pada saat hendak melakukan perbuatan merampas nyawa, sianida itu dibawa dari rumah menggunakan apa, ditaruh dibagian tubuh mana. Ketiga. Unsur menghilangkan nyawa orang lain 8. Begitupun menurut pendapat Van Bemmelen, bahwa mengetahui motif itu sangat membantu meyakinkan hakim dalam mengambil keputusan 9. Berbeda dengan Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Prof. Eddy O. S. Hiariej menegaskan motif tak perlu ada dalam pembuktian Pasal 340 KUHP. Pasal 340 itu merupakan doluspremeditatus yang menyatakan tiga hal penting dalam pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP. Pertama, pelaku ketika memutuskan kehendak untuk melakukan dalam keadaan tenang. Kedua, ada tenggang waktu yang cukup antara memutuskan kehendak dan melaksanakan perbuatan. Ketiga adalah pelaksanaan perbuatan dilakukan dalam keadaan tenang. Dengan menilik sejarah pembentukan lahirnya Pasal 340 KUHP, Prof. Eddy mengutip pandangan Jan Remmelink, guru besar dan mantan Jaksa Agung Belanda bahwa motif justru dijauhkan dari rumusan delik. Remmelink menulis pembuat Pasal 340 KUHP Belanda menempatkan motif pelaku sejauh mungkin di luar perumusan delik apabila motif tetap di cari, maka motif hanya berada pada hal yang meringankan atau yang memberatkan saja. 10. Dalam hal ini penulis melihat bahwa ada perbedaan keilmuan yang terjadi pada penerapan pasal 340 KUHP, dimana dalam satu sisi pembunuhan berencana membutuhkan motif dan di sisi yang lain berpendapat bahwa pembunuhan berencana tidak perlu pembuktian motif, oleh karenanya penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul MOTIF PELAKU DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA MENURUT PASAL 340 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA 2. IDENTIFIKASI MASALAH DAN RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat diambil beberapa rumusan masalah diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Apakah dalam tindak pidana pembunuhan berencana pasal 340 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) diperlukan motif dari pelaku. 8 http://www.kompasiana.com/rickyvinandoo o/kasus-mirna-pasal-340-kuhp-butuh-motifkasus-mirna-tanpa-motif 9 Van Bemmelen, 1979:16 10 http://www.monitorday.com/detail/40069/ ahli-hukum-pidana-jelaskan-soal-pasalpembunuhan-berencana-tak-perlu-motif 107

2. Apakah Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan pada tindak pidana pasal 340 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) harus memasukkan motif dari pelaku sebagai mempertimbangkan dalam memutuskan perkara. 3 METODEPENELITIAN Untuk memperoleh data-data analitis yang dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research) yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian murni. Penelitian perpustakaan (kepustakaan) di sini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacammacam material yang terdapat di ruang perpustakaan dan mengumpulkan data sekunder di bidang hukum, terutama yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Data sekunder tersebut berupa 11 : 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yang terdiri dari norma dasar atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, dan sebagainya, 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang mempenjelasan mengenai bahan hukum primer yang dapat membantu menganalisis serta memahami bahan hukum primer seperti, RUU, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya, 3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti misalnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya. 11 SoerjonoSoekanto, Sri Mamudji, PenelitianHukumNormatif, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2003, hal. 13 4. Pengertian tindak pidana Istilah tindak pidana merupakan istilah yang secara resmi digunakan dalam peraturan perundang-undangan. Pembentuk Undang Undang kita telah menerjemahkan istilah strafbaar feit yang berasal dari KUHP Belanda ke dalam KUHP Indonesia dan peraturan perundang undangan pidana lainnya dengan istilah tindak pidana. Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata, yaitu straf, baar, dan feit. Straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan. 12 5. Unsur-unsur tindak pidana Dalam hukum pidana dikenal dua pandangan tentang unsur-unsur tindak pidana, yaitu pandangan monistis dan pandangan dualistis. Pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat syarat, untuk adanya pidana harus mencakup dua hal yakni sifat dan perbuatan. Pandangan ini memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa di dalam pengertian perbuatan atau tindak pidana sudah tercakup di dalamnya perbuatan yang dilarang (criminal act) dan pertanggungjawaban pidana atau kesalahan (criminal responbility). 13 Unsur-unsur tindak pidana menurut pandangan monistis meliputi: 14 a. Ada perbuatan; b. Ada sifat melawan hukum; c. Tidak ada alasan pembenar; d. Mampu bertanggung jawab; e. Kesalahan; f. Tidak ada alasan pemaaaf. 12 Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. hlm. 69 13 Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta & PuKAPIndonesia, Yogyakarta, hlm. 38 14 Ibid., hlm. 43. 108

6. Pengertian pembunuhan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa membunuh artinya membuat supaya mati, menghilangkan nyawa, sedangkan pembunuhan berarti perkara membunuh, perbuatan atau hal membunuh. 7. Pembunuhan dengan Keadaan yang Memberatkan Pembunuhan yang dimaksudkan adalah sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 339 KUHP sebagai berikut: Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana lain, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau sementara waktu, paling lama 20 tahun. 8. Motif sebagai unsur delik dalam delik pembunuhan pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP) Motif adalah hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau alasan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Motif dalam kaitannya dengan Kejahatan berarti dorongan yang terdapat dalam sikap batin pelaku untuk melakukan kejahatan. Dalam kriminologi (diluar konteks hukum pidana), dikenal bermacammacam motif kejahatan, bahkan ada kriminolog yang mengelompokkan kejahatan berdasarkan motif pelaku, seperti yang dikemukakan oleh Bonger 15 menggolongkan (mengklasifikasi) kejahatan dalam empat golongan yakni: 15 Soedjono Dirdjosisworo, 1984:47 (1) Kejahatan ekonomi (Pencurian, perampokan, penipuan dan lain-lain). (2) Kejahatan seksual (Misalnya perkosaan, penyimpangan seksual dan sebagainya). (3) Kejahatan kekerasan (seperti penganiayaan, pembunhan. Dan 4. Kejahatan politik seperti makar untuk menggulingkan pemerintahan atau pemberontakan. Menurut bahwa penggolongan kejahatan yang dilakukan oleh Bonger ini adalah penggolongan berdasarkan motif pelaku. 16 9. Motif bukan sebagai unsur delik dalam delik pembunuhan pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP) Dalam doktrin (ilmu pengetahuan hukum pidana), dikenal adanya corak atau gradasi kesengajaan 17 yaitu: A. Sengaja sebagai maksud (Opzet als oogmerk); B. Sengaja sadar atau insyaf akan keharusan atau sadar akan kepastian (Ozet bij noodzakelijkheidsbewustzijn); C. Sengaja sadar akan kemungkinan (Opzet bij mogelijkheidsbewustzijn = dolus eventualis = voorwaardelijk opzet). 10. Kesimpulan Pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP yang rumusannya Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun, Rumusan Pasal tersebut terdiri dari unsur subjektif: dengan sengaja, dengan rencana terlebih 16 A.S. Alam 2010:21 17 Andi Zainal Abidin, 2010:286 109

dahulu dan unsur subyektif perbuatan: menghilangkan nyawa serta objeknya : nyawa orang lain, sedangkan Motif pelaku ada yang bependapat bahwa motif menjadi instrumen untuk membuktikan perbuatan yang disengaja, namun pendapat lain menyatakan bahwa motif justru dijauhkan dari rumusan delik. Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam persidangan dapat melihat alat bukti yang sah, yaitu, surat, keterangan terdakwa, keterangan Saksi, Keterangan Ahli dan Petunjuk, selain itu putusan hakim juga berpedoman pada 3 (tiga) hal yaitu unsur yuridis, yang merupakan unsur pertama dan utama, unsur filosofis, berintikan kebenaran dan keadilan, dan unsur sosiologis, yaitu mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Didalam tindak pidana pembunuhan berencana yang diatur dalam pasal 340 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), hakim menentukan pidana berdasarkan atas unsur unsur yang ada pada pasal 340 tersebut, didalamnya terdiri dari. unsur subjektif: Dengan sengaja, Dengan rencana terlebih dahulu dan unsur subyektif Perbuatan: menghilangkan nyawa serta Objeknya : nyawa orang lain, sedangkan motif diluar dari unsur yang di gunakan hakim sebagai hal yang meringankan atau yang memberatkan 11. Saran Penentuan motif sebagai unsur dalam tindak pidana pembunuhan berencana berdasarkan pasal 340 kitab undang undang hukum pidana terjadi perbedaan penafsiran, dimana penafsiran dilakukan berdasarkan logika hukum dan yang lain berpendapat berdasarkan literatur yang ada. Diharapkan perbedaan pendapat yang ada dapat di lakukan konsolidasi sehingga terjadi persamaan presepsi yang pada akhirnya dapat di jadikan reverensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan Keputusan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana pembunuhan berencana sesuai dengan pasal 340 KUHP yang menyatakan motif berada di luar unsur unsur pada pasal 340 KUHP diharapkan dapat menjadi yurisprudensi di masa yang akan dating. Daftar Pustaka Adami Chazawi,Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2002. Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Tubuh & NyawaPT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2010. Ahmad Rifai. Penemuan hukum. PT. Sinar grafika. Jakarta,Tahun 2010. Amir Ilyas,Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta & PuKAPIndonesia, Yogyakarta, Tahun 2012. Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, Tahun 2011. Kamus Hukum, Citra Umbara: Bandung, Tahun 2008. Leden Marpaung, Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, Tahun 2009. Lilik Mulyadi. Kekuasaan Kehakiman. Bina Ilmu. Surabaya,Tahun 2007. 110

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, Tahun 2008. Muladi dan Barda Nawawi Arif. Teoriteori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung, Tahun 1998. P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Ketiga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1997. P.A.F. Lamintang, Kejahatan terhadap Nyawa, Tubuh & Kesehatan, Tahun 2010. R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politeia, Bogor http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/534/j bptunikompp-gdl-arirochman-26694-8-unikom_a-v.pdf. http://www.hukumpedia.com/muhismet/ motif-dalam-suatu-perbuatanpidanaismet SakarokaronaEko Hariyanto : 2014-10/06/2016, 11:33 http://www.kompasiana.com/rickyvinand ooo/kasus-mirna-pasal-340-kuhpbutuh-motif-kasus-mirna-tanpa-motif http://www.monitorday.com/detail/4006 9/ahli-hukum-pidana-jelaskan-soalpasal-pembunuhan-berencana-takperlu-motif Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta, Tahun 2003. Sudarto. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung, Tahun 1986. Zainal Abidin Farid,, Hukum Pidana 1, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, Tahun 2007 Utrecht an Moch Saleh Djindang. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Sinar Harapan. Jakarta, Tahun 1983. Van Bemmelen, 1979:16, http://www.negarahukum.com/hukum /kaisaruddin-kamaruddin-unsurmotif-dalam-tindak-pidana.html, Masruchin Ruba i, http://www.kompasiana.com/rickyvin andooo/kasus-mirna-pasal-340- kuhp-butuh-motif-kasus-mirnatanpa-motif-gimana-jadinya 111