BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu Sejak lahir makanan pokok bayi adalah Air Susu Ibu. Air Susu Ibu merupakan makanan paling lengkap, karena mengandung zat pati, protein, lemak, vitamin dan mineral. Lebih dari itu, ASI juga mengandung zat kekebalan. Tubuh bayi yang minum ASI lebih kebal terhadap penyakit infeksi dibanding bayi yang minum susu sapi (Nadesul, 1995). Tahun pertama khususnya enam bulan pertama, adalah masa yang sangat kritis dalam kehidupan bayi, bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung dengan cepat tetapi juga pembentukan psikomotor dan akulturasi terjadi dengan cepat. Air Susu Ibu (ASI) harus merupakan makanan utama pada masa ini (Muhtadi, 1995). Telah diketahui sejak lama bahwa bayi yang disusui oleh ibu lebih terjaga dari penyakit infeksi, terutama diare dan mempunyai kemungkinan untuk hidup lebih baik dibanding dengan bayi yang diberi susu botol (Muhtadi, 1995). Khasiat Air Susu Ibu sebagai makanan untuk bayi tidak perlu disangsikan lagi. ASI mengandung berbagai zat penolak yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Zat kekebalan yang terdapat dalam ASI itu antara lain laktoferin, immunoglobulin dan anti bodi yang dapat melindungi tubuh anak terhadap bakteri, virus dan jamur (Moehji, 1988). Beberapa keuntungan yang didapat oleh ibu dan bayi dengan pemberian ASI (Suhardjo, 1992). 1. Air Susu Ibu mengandung anti bodi yang dapat melindungi bayi dari serangan penyakit infeksi. 2. Air Susu Ibu merupakan makanan bayi yang komplit dan sempurna, mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai umur 4 6 bulan.
3. Air Susu Ibu lebih murah daripada susu formula. Makanan tambahan yang diperlukan oleh si ibu biayanya lebih kecil dibandingkan dengan biaya bila digunakan susu formula. 4. Ibu yang memberikan air susunya biasanya mempunyai periode tidak subur lebih panjang dibandingkan dengan ibu yang tidak meneteki bayinya. 5. Bayi yang diteteki resiko menderita diare, kolik, alergi, dan eksim lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang diberikan susu botol. 6. Meneteki bayi segera setelah melahirkan mempengaruhi kontraksi uterus dan membantu memulihkan kondisi ibu lebih cepat (Suhardjo, 1992). Dalam usia 0 4 bulan, bayi sepenuhnya mendapat makanan berupa ASI dan tidak perlu diberi makanan lain, kecuali jika ada tanda-tanda produk ASI tidak mencukupi (Moehji, 1988). B. Pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI) Bila ibu tidak dapat memberikan ASI pada bayi karena alasan medis, maka bayi terpaksa mendapat makanan pengganti ASI. Makanan pengganti ASI yang pertama adalah susu sapi atau susu formula (Nadesul, 1995). Bayi yang diberi susu kaleng perlu dipersiapkan dulu. Ibu harus membuatnya dulu, cara pembuatan susu harus tepat dan bersih, takaran susunya bertambah sesuai dengan bertambahnya umur. Jika cara pembuatan susunya salah dan kurang bersih, bayi menjadi kurus dan mencret. Kemungkinan susu botol tercemar bibit penyakit lebih besar (Nadesul, 1995). Bila usus bayi tidak tahan dengan susu biasa maka ia butuh susu khusus (susu rendah gula atau rendah laktosa), yang lebih mahal dari susu biasa (Nadesul, 1995). Bagi ibu yang terpaksa memberi susu kaleng sebagai pengganti ASI, kolustrum harus tetap diberikan, karena kolustrum besar manfaatnya bagi kekebalan tubuh bayi (Nadesul, 1995).
C. Usia Awal Pemberian MP ASI Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi disamping ASI, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai umur 4 bulan sampai 24 bulan. Bayi membutuhkan zat gizi yang tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Seiring dengan bertambahnya umur anak, kebutuhan gizi juga meningkat. Untuk menyesuaikan kemampuan bayi dengan makanan tersebut maka pemberian makanan pendamping ASI diberikan secara bertahap baik bentuk, jumlah, maupun macamnya (Aritonang, 1996). Bayi berusia enam bulan mulai menunjukkan kesiapan untuk menerima makanan karena gigi mulai tumbuh, dapat duduk, menjangkau benda yang dilihat, dan memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Pada usia ini lambung bayi sudah mulai siap untuk mencerna makanan padat (Roesli, 2001). Apabila pemberian MP ASI diberikan lewat usia 4 bulan dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan anak, contohnya tidak dapat mencapai tinggi yang optimal dan anak kurang cerdas (Depkes Republik Indonesia, 1995). Sedangkan pemberian makanan padat terlalu cepat, dapat mengganggu fungsi usus. Bayi mungkin akan mencret atau akan menolak makanannya sendiri (Nadesul, 1995). D. Pedoman dan Jenis Pemberian MP ASI Disamping kandungan zat gizi ASI sudah menurun seiring dengan bertambahnya umur, pada saat bayi berumur 4 bulan sudah memiliki reflek mengunyah. Oleh karena itu selain ASI masih tetap diberikan anak juga mulai diperkenalkan dan diberi makanan lumat (Aritonang, 1996). a. Umur 0 6 bulan Bayi hanya diberi ASI, lebih sering lebih baik. Segera setelah lahir, ASI berwarna kekuning-kuningan (kolustrum) diberikan pada bayi.
b. Umur 6 9 bulan Bayi terus diberi ASI, pada umur 6 bulan alat cerna sudah berfungsi. Oleh karena itu bayi mulai diperkenalkan dengan MP ASI lumat 2 3 kali sehari. Seperti bubur tepung, bubur encer, pisang lumat dan pepaya yang dilumatkan. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan dapat ditambahkan sayur dan lauk pauk yang dilumatkan. c. Umur 9 12 bulan Bayi masih tetap diberi ASI, dan juga mulai diberikan makanan lunak seperti bubur nasi, bubur kacang ijo, dan lain-lain. Pada umur 10 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan keluarga secara bertahap. Bentuk dan kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara berangsur mendekati bentuk dan kepadatan makanan keluarga. d. Umur 12 24 bulan Bayi terus diberi ASI dan makanan lengkap sekurang-kurangnya 3 kali sehari dengan porsi separuh makanan orang dewasa. Selain itu bayi tetap diberikan makanan selingan 2 3 kali sehari, seperti biskuit, cake, dan lainlain. 1. Pengaturan Makanan a. Pemberian makanan disesuaikan dengan umur bayi. b. Selain untuk mendapatkan gizi pengaturan makanan juga untuk pemeliharaan, pemulihan, pertumbuhan, perkembangan dan aktifitas fisik (Poppy, 2001). 2. Tujuan Pemberian MP ASI a. Melengkapi zat gizi yang kurang pada ASI. b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dan berbagai rasa dan tekstur. c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
d. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi (Sunardi, 2001). 3. Cara Pemberian MP ASI Makanan pendamping ASI dapat diberikan secara efisien, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Diberikan secara hati-hati, sedikit demi sedikit dari bentuk encer, berangsur ke bentuk yang lebih kental. b. Makanan baru diperkenalkan satu persatu dengan memperhatikan bahwa makanan betul-betul dapat diterima dengan baik. c. Makanan yang mudah menimbulkan alergi, yaitu sumber protein hewani diberikan terakhir. Untuk pemberian buah-buahan, tepung-tepungan, dan sayuran, dapat diberikan pada awal perkenalan MP ASI. Cara pemberian makanan bayi mempengaruhi perkembangan emosinya. Oleh sebab itu jangan dipaksa, sebaiknya diberikan saat ia lapar (Sunardi, 2001). 4. Syarat Makanan Pendamping ASI a. Makanan mengandung energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan pada tingkat umurnya. b. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia dan kebiasaan makan. c. Bentuk dan porsi disesuaikan dengan selera serta daya terima bayi. d. Makanan bersih dan bebas dari kuman (Poppy, 2001). 5. Bentuk Makanan Pendamping ASI Pemberian makanan pendamping ASI bertahap dan bervariasi dari mulai bentuk cair ke bentuk bubur kental, dari sari buah ke buah segar, dari makanan lumat ke makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Poppy, 2001). a. Buah-buahan 1) Jeruk diperas, disaring, lalu diencerkan dengan air matang dengan perbandingan sama.
2) Tomat dikupas kulitnya dan direndam dengan air panas, lalu dihaluskan, dan disaring, selanjutnya diencerkan dengan air matang dengan perbandingan sama. 3) Pepaya, alpokat, pisang dikupas, lalu dikerok halus dengan sendok. 4) Buah yang agak asam dapat ditambah dengan gula pasir. b. Makanan lumat Makanan lumat adalah makanan yang berbentuk halus atau setengah cair yang diberikan pada bayi usia di atas 6 bulan dengan frekuensi 1 kali dalam sehari, dan untuk usia 9 12 bulan dengan frekuensi 2 kali sehari. Salah satu contoh makanan lumat adalah bubur susu alami dan bubur susu instant. c. Makanan lembek Makanan lembek adalah bubur saring yang diberikan pada bayi usia 6 9 bulan dengan frekuensi 1 kali dalam sehari dan untuk usia 9 12 bulan dengan frekuensi 2 kali sehari. Contoh makanan lembek adalah bubur campur saring. d. Makanan padat Makanan padat adalah makanan pendamping ASI yang berbentuk padat, yang tidak dianjurkan terlalu cepat diberikan pada bayi, mengingat usus bayi belum dapat mencerna dengan baik sehingga dapat mengganggu fungsi usus. Contoh makanan padat: biskuit, telor, buah. 6. Akibat Pemberian Makanan Pendamping ASI terlalu dini Pemberian makanan pendamping yang terlalu dini dapat menyebabkan: a. Diare/Mencret Mencret/Diare ini terjadi karena bayi tidak mengalami pengenalan makanan setahap demi setahap (Anonim, 2000). b. Anemia defisiensi zat besi Hal ini dikarenakan oleh pengenalan serelia dan sayur-sayuran tertentu dapat mempengaruhi penyerapan zat gizi. Anemia berat dapat
menimbulkan kematian bayi, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan, tidak dapat mencapai tinggi yang optimal dan anak kurang cerdas (Depkes RI, 1995). Defisiensi zat besi yang terjadi pada bayi dan anak akan mengakibatkan gangguan perkembangan motorik, gangguan perkembangan bahasa dan kemajuan belajar, pengaruh pada psikologi dan perilaku, menurunkan aktifitas fisik (De Mayer, 1996). c. Gangguan laktasi Pengenalan makanan selain ASI kepada bayi akan menurunkan frekuensi dan intensitas pengisapan bayi yang merupakan suatu resiko untuk terjadinya penurunan produk ASI. d. Alergi terhadap makanan Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur yang dini, dapat menyebabkan banyak terjadinya alergi terhadap makanan pada masa anakanak (Suhardjo, 1989). e. Beban ginjal yang berlebih dan hiperosmolitas Makanan padat yang dibuat sendiri atau buatan pabrik cenderung mengandung kadar Natrium Klorida (NaCl/garam tinggi) sehingga akan menambah beban ginjal. Bayi yang mendapat makanan padat pada umur yang dini mempunyai osmolitas plasma yang lebih tinggi daripada bayi yang 100% mendapat ASI, sehingga bayi cepat haus karena hiperosmolar dehidrasi. Hiperosmolitas merupakan penyebab haus sehingga menyebabkan penerimaan energi yang berlebihan (Suhardjo, 1989). E. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap pemberian makanan tambahan pada bayi, sehingga berpengaruh pula terhadap pola pemberian makanan tersebut yang akan menentukan status gizi bayi (Moehji, 1988). Pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pendidikan Informal
Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah, lingkungan sekolah, dan juga di dalam kelas. 2. Pendidikan Formal Pendidikan formal ialah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu. Seperti yang terdapat di sekolah atau universitas (IKIP Semarang, 1989). Peningkatan tingkat pendidikan akan meningkatkan pengetahuan kesehatan dan gizi yang selanjutnya akan menimbulkan sikap dan perilaku positif. Keadaan ini dapat mencegah timbulnya perubahan budaya makan dan hidup negatif terhadap kesehatan serta timbulnya masalah gizi yang tidak diinginkan (Winarno, 1987). Besarnya masalah gizi di Indonesia diantaranya disebabkan masalah yang sederhana, yaitu karena ketidaktahuan serta tradisi dan kebiasaan dalam bidang makanan, cara makan, dan cara menyajikan makanan serta menu yang diketahui (Direktorat Gizi, 1990). F. Pengetahuan Ibu tentang MP ASI Selain tingkat pendidikan, pengetahuan tentang cara memelihara gizi anak dan mengatur makanan anak diperlukan untuk menghindari gizi buruk. Memburuknya gizi anak dapat saja terjadi akibat ketidaktahuan ibu mengenai tata cara pemberian ASI kepada anak. Penghentian pemberian ASI atau penyapihan sering dilakukan tanpa persiapan terlebih dahulu, akibatnya anak belum siap untuk menerima makanan pengganti ASI. Anak menolak untuk makan makanan yang diberi ibunya, akibatnya keadaan gizi anak akan memburuk karena tidak memperoleh berbagai zat gizi dalam keadaan cukup (Moehji, 1988). Jika ibu diberi pengertian, maka sejumlah kasus gizi buruk dapat dihindari. Berarti jumlah bayi dan anak kurang gizi akan terselamatkan (Moehji, 1988).
Pengetahuan adalah tanggapan, pengertian dan keputusan yang tetap terjadi dalam jiwa seseorang (Sediaoetama, 1989). Pengetahuan dibagi menjadi 2 yaitu pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan pengetahuan yang didapat dari keterangan. Pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebut pengetahuan pengalaman, sedangkan pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut ilmu pengetahuan (Waridjan, 1991). Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang yang pengetahuan gizinya rendah akan berperilaku memilih makanan yang menarik panca indera dan tidak mengadakan pemilihan berdasarkan nilai gizinya, lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut sehingga seorang ibu dapat menyusun dan mengolah makanan yang bergizi bagi keluarga (Sediaoetama, 1989). Pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara dengan alat bantu kuesioner terbuka dan tertutup, yang isinya menanyakan tentang materi yang akan diteliti. Kategori pengetahuan gizi dibagi dalam tiga kelompok yaitu > 80% dikategorikan baik, 60% 80% dikategorikan sedang, dan bila < 60% dikategorikan kurang dalam menjawab pertanyaan (Khomsan, 2000).
G. Kerangka Teori Faktor yang mempengaruhi pemberian MP ASI Faktor Predisposisi Pendidikan Pengetahuan Persepsi Sikap Faktor Pendukung Pendapatan Keluarga Ketersediaan Waktu Pemberian MP ASI Usia awal dan Jenis Pemberian MP ASI Faktor Pendorong Sikap Petugas Sikap orang tua Gambar 1. Kerangka Teori Sumber Modifikasi Notoadmodjo, (1993) H. Kerangka Konsep Tingkat Pendidikan Ibu Balita Usia Awal Pemberian MP ASI Tingkat Pengetahuan Ibu tentang MP ASI Jenis Pemberian MP ASI Gambar 2. Kerangka Konsep
I. Hipotesis 1. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu balita dengan usia awal pemberian MP ASI pada anak umur 4 24 bulan. 2. Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu balita tentang MP ASI dengan usia awal pemberian MP ASI pada anak umur 4 24 bulan. 3. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu balita dengan jenis pemberian MP ASI pada anak umur 4 24 bulan. 4. Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu balita tentang MP ASI dengan jenis pemberian MP ASI pada anak umur 4 24 bulan.