BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

BAB III Pastikan proses penetapan calon terpilih berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sesuai tingkatannya

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

Sistem Pemilihan Umum

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK NOMOR : 07/Kpts/KPU-Kab /2012 TENTANG

Ringkasan Putusan.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

Disampaikan oleh : Drs. AL MUZZAMIL YUSUF Nomor anggota A-249. Dibacakan pada Raker Pansus PEMILU dengan Pemerintah Kamis, 12 Juli 2007

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

Muchamad Ali Safa at

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

JAKARTA, 11 Juli 2007

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 44/PUU-XV/2017

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

Muchamad Ali Safa at

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

BABAK PENYISIHAN JAWABAN SOAL WAJIB

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU. Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

Kontroversi UU Tanpa Pengesahan Presiden: Tinjauan Hukum dan Politik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adala

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

PENDAPAT FRAKSI PARTAI BINTANG REFORMASI TERHADAP TENTANG RUU TENTANG PEMILU DPR, DPD, DAN DPRD DAN RUU PEMILU PRESIDEN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

TINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG VERIFIKASI PARTAI POLITIK

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH NOMOR 14 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016

PT. Universal Broker Indonesia 1 MARKET OUTLOOK MEI: PILPRES. Oleh: Satrio Utomo PT. Universal Broker Indonesia. 26 April 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN Nomor 108/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

Perolehan Suara Menjadi Kursi

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 111 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Pembagian kursi tahap kedua

RINGKASAN PUTUSAN.

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR. NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

Pembaruan Parpol Lewat UU

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

BAB I PENDAHULUAN. perwakilan. Partai politik melalui anggota-anggotanya yang duduk di lembaga

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanng Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem Pemilihan Umum Indonesia yang serentak. Artinya Pemilu Legislatif dan Eksekutif dilaksanakan bersamaan. Ditegaskan dalam UU ini bahwa Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dalam menyelenggarakan Pemilu, penyelenggara Pemilu harus melaksanakan Pemilu berdasarkan pada asas sebagaimana dimaksud, dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip: mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien. Selain sistem Pemilunya yang serentak, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 juga mengatur adanya konsep Presidential Threshold. Presidential Threshold (PT) sendiri adalah ambang batas untuk pengajuan Presiden dan Wakil Presiden. Ambang batas syarat pencalonan Presiden atau Presidential Threshold ini adalah pengaturan ambang batas dukungan dari DPR, baik dalam bentuk jumlah perolehan suara (ballot) atau jumlah perolehan kursi (seat), yang harus diperoleh partai politik peserta Pemilu agar dapat mencalonkan Presiden dari partai politik tersebut atau dengan gabungan partai politik jika tidak mencapai 1

prosentase tertentu sebagaimana yang telah diatur di dalam Undang-Undang, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Penerapan Presidential Threshold pada Pemilu 2019 yang notabene adalah Pemilu serentak menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana cara menerapkan Presidential Threshold sementara Pemilihan Umum dilaksanakan serentak pada tahun 2019? Logikanya, harusnya Pemilihan Umum dilakukan terpisah, yakni Pemilihan Legislatif dahulu baru kemudian pemilihan Umum Eksekutif dilakukan setelahnya. Hal ini agar dapat diketahui partai mana atau gabungan partai mana saja yang memenuhi syarat untuk mengajukan calon Presiden dan Wakil Presiden, setelah melihat perolehan kursi mereka di parlemen. Jika Pemilihan Umum tahun 2019 tetap menggunakan ambang batas atau Presidential Threshold, maka komposisi perolehan suara di parlemen yang mana yang digunakan? Jika akan menggunakan hasil Pemilu 2014, tentu perlu juga diperhatikan bahwa dalam rentang waktu 2014 hingga 2019, sangat mungkin terjadi perubahan komposisi dan peta politik partai-partai politik yang ada. Maka menjadi diskusi yang hangat tentang argumentasi apa yang dibangun ketika menggunakan hasil Pemilu 2014 untuk dipakai pada Pemilu 2019. Di samping itu juga, konsep Presidential Threshold yang akan dilaksanakan pada Pemilu 2019, tidak dapat disamakan dengan Presidential Threshold pada Pemilu 2014. Walau sama-sama menggunakan konsep ambang batas, namun Pemilu 2014 adalah Pemilu yang terpisah antara legislatif dan eksekutif, sementara Pemilu 2019 adalah Pemilu serentak, sehingga ada perbedaan konseptual dan tentu dalam keadaan yang juga berbeda. Konsep ambang batas dalam Pemilu, digunakan oleh Indonesia setelah berakhir masa Orde Baru, atau di masa Reformasi. Ambang batas diberlakukan dengan harapan mampu menguatkan sistem Presidensial yang dianut oleh Indonesia. Salah satu ambang batas yang pertama kali diterapkan di Indonesia adalah saat Pemilu 1999, yakni Electoral Treshold

(ET). Ambang batas ini dimaknai sebagai syarat perolehan suara maupun kursi bagi partai untuk bisa ikut kembali di Pemilu mendatang. Hal ini tertuang dalam UU No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum. Pasal 39 UU No. 3 Tahun1999 menyatakan : Untuk dapat mengikuti Pemilihan Umum berikutnya, Partai Politik harus memiliki sebanyak 2% (dua per seratus) dari jumlah kursi DPR atau memiliki sekurang-kurangnya 3% (tiga per seratus) jumlah kursi DPRD I atau DPRD II yang tersebar sekurang-kurangnya di 1/2 (setengah) jumlah propinsi dan di 1/2 (setengah) jumlah kabupaten/kotamadya seluruh Indonesia berdasarkan hasil Pemilihan Umum. Aturan Electoral Threshold ini dijalankan dengan tujuan untuk mengimbangi antusiasme pendirian partai politik, sehingga dari sinilah muncul berbagai macam parpol di Indonesia ketika itu. Pada Pemilu 1999 terdapat 48 partai peserta Pemilu, tentu ini sebagai dampak Reformasi yang merupakan pintu bagi pemenuhan hak berserikat dan berpolitik. Namun tetap jumlah partai 48 itu dianggap tidak memenuhi asas penguatan sistem Presidensiil di Indonesia. Untuk memperkuat upaya penyederhanaan partai, setelah penerapan Electoral Threshold, diberlakukan ambang batas parlemen (Parliementary Threshold). Hal ini mengatur syarat perolehan suara minimal bagi partai agar suaranya dapat dikonversikan dalam kursi DPR. Hal ini tertuang dalam Pasal 202 UU No. 10 Tahun 2008 yang berbunyi sebagai berikut : Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma lima per seratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR. Penerapan konsep Presidential Threshold pun dianggap sebagai upaya untuk menguatkan sistem Presidensiil yang dianut Indonesia, selain itu juga untuk meningkatkan kualitas capres dan cawapres yang menjadi opsi pilihan dalam Pemilihan Umum. Undang-

Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) atau biasa disebut UU Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182), yang juga mengatur tentang Presidential Threshold, telah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 21 Juli 2017. Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ini pun telah diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2017 oleh Presiden Jokowi. 1 UU tersebut merupakan penyederhanaan dan penggabungan dari 3 (tiga) buah Undang-Undang sebelumnya, yakni UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, dan UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Setelah pengesahan RUU ini pada sidang paripurna DPR, telah ada beberapa pihak yang mengajukan uji materi atas UU Pemilu ini ke MK, salah satunya adalah Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA). ACTA berargumen bahwa Pasal 222 UU Pemilu yang mensyaratkan parpol atau gabungan parpol pengusung calon Presiden atau Wakil Presiden harus memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu sebelumnya bertentangan dengan Pasal 4, Pasal 6A, Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Ketentuan pada pasal ini dinilai mempermudah Presiden tersandera oleh parpol dan nantinya berpotensi bagi-bagi jabatan kepada para politisi atau parpol pendukung. Aturan ini juga dianggap menyalahi tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 6A UUD 1945. Selain itu pengaturan pada Pasal 222 menimbulkan diskriminasi parpol peserta Pemilu yang semestinya bisa mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Kuasa Hukum ACTA, Hendarsam, menjelaskan bahwa parpol yang baru pertama kali akan ikut Pemilu dan parpol yang 1 Ihsanuddin, Jokowi Teken UU Pemilu, 11 september 2017, http://nasional.kompas.com/read/2017/08/19/13405771/jokowi-teken-uu-pemilu-, (08.27)

perolehan suara pada Pemilu sebelumnya tidak sampai 20 persen kehilangan hak untuk dapat mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presiden. 2 Sementara itu sikap pemerintah yang kokoh mempertahankan konsep Presidential Threshold 20% menurut Menteri dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, adalah karena tiga pertimbangan. Pertama, jumlah Presidensial Threshold tersebut sama dengan pengaturan dalam UU lama, UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres yang prinsipnya sama dengan aturan atau uji materi yang pernah diajukan ke MK tidak membatalkan pasal tentang Presidensial Threshold. Kedua, Presidensial Threshold mendorong peningkatan kualitas capres dan cawapres. Ketiga, Presidensial Threshold memastikan bahwa Presiden atau Wakil Presiden yang terpilih telah memiliki dukungan minimum parpol atau gabungan di parlemen, sehingga Presidensial Threshold memperkuat sistem pemerintahan Presidensil. 3 Pertanyaan yang menarik adalah bagaimanakah sebenarnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) mengatur tentang Presidential Threshold? Selain itu, dengan pengaturan Pemilihan Umum serentak tahun 2019 - sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017- dan adanya ketentuan ambang batas, tentu akan menimbulkan implikasi tertentu dalam aspek yuridis. Pemberlakuan ambang batas dalam sistem Pemilihan Umum serentak yang akan dilaksanakan pada tahun 2019, menurut peneliti adalah suatu persoalan yang menarik untuk dikaji lebih dalam. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian skripsi ini dengan mengangkat judul; Implikasi Presidential Threshold dalam 2 MK Gelar Sidang Perdana Uji Materi UU Pemilu, 11 September 2017, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/08/03/ou3e9z330-mk-gelar-sidang-perdana-uji-materiuu-pemilu, (08.30) 3 Presidential Threshold dan Ancaman Mendagri Tarik Diri dari RUU Pemilu, 11 September 17, https://kumparan.com/muhamad-iqbal/argumentasi-mendagri-ngotot-presidential-treshold-harus-20-persen, (08.30)

Pemilu Serentak 2019 (Studi atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum). B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah tentang bagaimana implikasi dari konsep Presidential Threshold dalam sistem Pemilu serentak tahun 2019. C. TujuanPenelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan apa yang menjadi persoalan dalam fokus kajian skripsi ini, sebagaimana yang tertulis dalam rumusan masalah, yakni: Memahami dan memaparkan implikasi dari penerapan konsep Presidential Threshold terhadap Pemilihan Umum Serentak di Indonesia yang akan dilaksanakan pada tahun 2019. D. Manfaat Penelitian Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Untuk manfaat teoritisnya, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pengetahuan dan khazanah keilmuan dalam kajian tentang konsep Presidential Threshold dalam Pemilu di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang yang berlaku, serta bagaimana implikasinya jika diterapkan dalam Pemilu serentak di Pemilu 2019. 2. Sedangkan secara praktis keseharian, penelitian ini dapat menjadi sumbangan cara pandang dalam berhukum yang baik dan benar dalam kaca mata hukum positif. Terutama dalam melihat problematika yang ada berdasarkan kaca mata hukum serta mengidentifikasi implikasi-implikasi yuridis yang dapat ditimbulkan dari suatu kebijakan hukum yang dibuat.