BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang mikrobial, pelindung terhadap zat-zat kimia, radiasi, panas, dan berperan dalam regulasi suhu tubuh (Florence dan Siepmann, 2009) dan mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk mengeluarkan kotoran (Aiache, dkk., 1993). Kerusakan pada kulit dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satu di antaranya adalah kontak antara kulit dengan panas. Kontak antara kulit dengan panas dalam batas-batas temperatur dan waktu kontak tertentu masih dapat ditoleransi, tetapi panas yang tinggi dan waktu kontak yang cukup lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan kulit. Semakin tinggi temperatur, semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan kulit (Suratman, dkk., 1996). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat, 2003). Absorpsi perkutan adalah absorpsi bahan dari luar kulit ke posisi di bawah kulit tercakup masuk ke dalam aliran darah (Ansel, 1989). Absorpsi perkutan meliputi: (a) disolusi obat dalam pembawanya, (b) difusi obat terlarut dari pembawa ke permukaan kulit, dan (c) penetrasi obat melalui lapisanlapisan kulit, terutama lapisan stratum corneum. Tahap yang paling lambat
dalam proses tersebut biasanya meliputi perjalanan melalui stratum corneum; oleh karena itu, ini merupakan laju yang membatasi atau mengontrol permeasi. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penetrasi dari suatu obat ke dalam kulit adalah: (1) konsentrasi obat terlarut, karena laju penetrasi sebanding dengan konsentrasi; (2) koefisien partisi antara kulit dan pembawa, yang merupakan ukuran afinitas relatif dari obat tersebut untuk kulit dan pembawa; dan (3) koefisien difusi yang menggambarkan tahanan pergerakan obat melalui molekul obat melalui barier pembawa dan pembatas kulit (Martin, dkk, 1993). Pada umumnya, absorpsi perkutan dari bahan obat terdapat pada preparat dermatologi seperti salep, krim, pasta, atau gel (Ansel, 1989). Salep adalah sediaan setengah padat yang yang digunakan sebagai obat luar dan bahan obat harus terdispersi homogen dalam dasar yang cocok (Ditjen POM, 1979). Krim didefenisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe a/m atau m/a yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terdispersi merata dalam bahan dasar yang sesuai (Syamsuni, 2005). Pasta adalah dispersi bahanbahan serbuk yang tidak larut dengan konsentrasi tinggi (20 sampai 50%) dalam suatu basis lemak atau basis yang mengandung air. Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari partikel kecil yang terpisah, maka gel digolongkan sebagai sistem dua fasa. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang
terdispersi cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Ditjen POM, 1995). Gel mengandung cairan dalam proporsi yang tinggi, biasanya air. Oleh karena itu, gel cocok digunakan untuk luka bakar. Pada pemakaian obat secara topikal, obat berdifusi dari pembawanya dan kontak dengan permukaan kulit (stratum corneum dan sebum) serta obat yang selanjutnya menembus epidermis. Kestabilan formulasi obat dapat dideteksi dengan mengamati perubahan penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut (Ansel, 1989). Penyimpanan gel baik dilakukan pada wadah yang tertutup baik, dalam botol mulut lebar, di tempat sejuk. Mengkudu (Morinda citrifolia L.), dikenal secara komersil sebagai noni, banyak tumbuh di seluruh Pasifik dan merupakan salah satu sumber obat tradisional signifikan di antara masyarakat pulau Pasifik. Pohon atau perdu yang selalu hijau ini asli dari Asia (Indonesia) sampai Australia. Mengkudu ditandai dengan toleransinya yang sangat besar terhadap keadaan lingkungan. Mengkudu ditemukan tumbuh alami pada tanah kering atau dataran rendah yang hampir mendekati garis pantai, atau sebagai spesies penting di hutan pulau Pasifik. Seluruh bagian tumbuhan ini memiliki kegunaan tradisional maupun modern, termasuk akar dan kulit batang (pewarna, obat), batang (kayu api, perkakas), dan daun dan buah (makanan, obat). Penggunaan sebagai obat baik tradisional maupun modern, mencakup kondisi dan jenis penyakit, walaupun kebanyakan dari manfaat ini belum didukung secara ilmiah (Nelson, 2006).
Mengkudu mengandung senyawa saponin yang merupakan senyawa polar yang memiliki sifat seperti sabun. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya busa yang mantap sewaktu mengekstrasi tumbuhan atau sewaktu memekatkan ekstrak tumbuhan. Saponin juga dapat diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan kemampuannya menghemolisis sel darah (Harborne, 1987). Saponin merupakan salah satu senyawa yang memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Suratman, dkk., 1996). Saponin juga mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk penyembuh luka terbuka (Robinson, 1995). Penelitian khasiat mengkudu untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu telah banyak dilakukan, seperti sebagai antidiabetes, antimikroba, antioksidan (Nelson, 2006) dan sebagainya, yang diperoleh dari sari mengkudu maupun ekstrak daun mengkudu. Sehingga dalam hal ini, peneliti mencoba untuk menemukan dan mengembangkan khasiat lain, terutama dari buah mengkudu. Berdasarkan hal di atas, perlu dilakukan penelitian untuk membuat sediaan gel yang baik yang mengandung ekstrak buah mengkudu dan meneliti efek penyembuhan luka bakar dari ekstrak buah mengkudu yang diformulasikan dalam bentuk sediaan gel. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang baik? b. Bagaimanakah efek penyembuhan luka bakar dari ekstrak buah mengkudu yang dibuat dalam bentuk sediaan gel? 1.3 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: a. Ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang baik. b. Sediaan gel dari ekstrak buah mengkudu berpengaruh pada efek penyembuhan luka bakar. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang baik. b. Untuk mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari bentuk sediaan gel dari ekstrak buah mengkudu. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: a. Dapat diperoleh sediaan gel dari ekstrak buah mengkudu yang diharapkan dapat digunakan masyarakat sebagai obat luka bakar. b. Dapat memanfaatkan khasiat buah mengkudu menjadi suatu sediaan obat yang bernilai jual tinggi.