BAB III HUBUNGAN HUKUM TURUT SERTA (DEELMENING) MEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERJUDIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

BAB III MENYURUHLAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PASAL55 KUHP DAN MENURUT HUKUM ISLAM. A. Delik Menyuruh lakukan Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana

1. PERCOBAAN (POGING)

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB II PEMBAHASAN. KUHP. Berikut bunyi pasal-pasal mengenai penyertaan dalam KUHP: 1. Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

I. TINJAUAN PUSTAKA. pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan

BAB I PENDAHULUAN. pihak-pihak tertentu yang dilakukan secara bersama-sama, menjadikan bentuk

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

contoh mini legal memorandum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XXV : Perbuatan Curang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

Etika Jurnalistik dan UU Pers

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

Pemutusan Hubungan Kerja

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB II KAJIAN HUKUM TENTANG DELIK PENIPUAN

Penipuan itu terdapat unsur unsur objektif yang meliputi perbuatan. (menggerakkan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu ditujukan pada orang lain

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

P U T U S A N Nomor : 266/Pid.B/2015/PN. Bnj. Umur / Tanggal Lahir : 53 Tahun / 25 Februari 1962;

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN MAKSIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek

Dr. AGUNG IRIANTORO,SH.,MH. Edisi Revisi, Jakarta:Pradnya Paramita, 1996.

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. dan semuanya dapat tercapai apabila berpedoman pada peraturan-peraturan yang

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013. ke rekening pribadinya, agar mendapat previllege dalam pelayanan publik. Kedua

Bab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

P U T U S A N Nomor : 432/Pid.B/2015/PN. Bnj. I. Nama Lengkap : FERY WANDI MARPAUNG Alias CHIES; Umur / Tanggal Lahir : 37 Tahun / 02 Pebruari 1978;

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PRAKTEK KERJA INDUSTRI POLITEKNIK KOTA MALANG

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM

PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN UMUM ANCAMAN PIDANA MAKSIMUM RATA- RATA BERAT ASAS YANG DIPAKAI ADALAH ASAS UNIVERSAL

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS

Peraturan Rektor. Nomor : 01 Tahun Tentang. Peraturan Disiplin Mahasiswa

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB III PROSEDUR PERKARA KONEKSITAS DALAM HUKUM ACARA PERADILAN DI INDONESIA

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

Transkripsi:

BAB III HUBUNGAN HUKUM TURUT SERTA (DEELMENING) MEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERJUDIAN A. Pengertian Deelmening Apabila dalam suatu peristiwa pidana terdapat lebih dari 1 orang, sehingga harus dicari pertaunggungjawaban dan peranan masing-masing peserta dalam persitiwa tersebut. Jadi Delneming adalah tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang, artinya ada orang lain dalam jumlah tertentu yang turut serta, turut campur, turut berbuat membantu melakukan agar suatu tindak pidana itu terjadi, atau dalam kata lain, orang yang lebih dari satu orang secara bersama-sama melakukan tindak pidana, sehingga harus cari pertanggungjawaban dan peranan masing-masing peserta dalam persitiwa pidana tersebut. 22 Hubungan antar peserta dalam menyelesaikan tindak pidana tersebut, adalah: 1. Bersama-Sama Melakukan Kejahatan 2. Seorang mempunyai kehendak dan merencanakan suatu kejahatan sedangkan ia mempergunakan orang lain untuk melaksanakan tindak pidana tersebut. 3. seorang saja yang melaksanakan tindak pidana, sedangkan orang lain membantu melaksanakan tindak pidana tersebut. Penyertaan dapat dibagi menurut sifatnya: 22 Rohman Hasyim, S.H, M.H, Diktat Hukum Pidana, Palembang, 2006, hal 57

1. Bentuk penyertaan berdiri sendiri: mereka yang melakukan dan yang turut serta melakukan tindak pidana. Pertanggung jawaban masing-masing peserta dinilai sendiri-sendiri atas segala perbuatan yang dilakukan. 2. Bentuk penyertaan yang tidak berdiri sendiri: pembujuk, pembantu, dan yang menyuruh untuk melakukan tindak pidana. Pertanggungjawaban dari peserta yang satu digantungkan pada perbuatan peserta lain. Apabila peserta satu dihukum yang lain juga. Di dalam KUHP terdapat 2 bentuk penyertaan: 1. Para Pembuat (mededader) pasal 55 KUHP, yaitu: a. yang melakukan (plegen) b. yang menyuruh melakukan (doen plegen) c. yang turut serta melakukan (mede plegen) d. yang sengaja menganjurkan (uitlokken) 2. Pembuat Pembantu (madeplichtigheid) pasal 56 KUHP Pasal 56 KUHP menyebutkan pembantu kejahatan: a. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktuatausaat kejahatan dilakukan b. mereka yang memberi kesempatan sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan (sebelum kejahatan dilakukan) Dengan demikian dapat diketahui siapa-siapa yang dapat membuat tindak pidana dan siapa-siapa yang terlibat dalam terwujudnya tindak pidana: a. Pembuat tunggal (dader), kriterianya: Dalam mewujudkan tindak pidana tidak ada keterlibatan orang lain baik secara fisik maupun psikis; dia

melakukan perbuatan yang telah memenuhi seluruh unsur tindak pidana dalam uu. b. Para pembuat, dan c. Pembuat Pembantu. Perbedaan antara para pembuat dengan pembuat pembantu adalah: para pembuat (mededader) secara langsung turut serta dalam pelaksanaan tindak pidana, sedangkan pembuat pembantu hanya memberi bantuan yang sedikit atau banyak bermanfaat dalam melaksanakan tindak pidana. Pembuat yang dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) adalah ia tidak melakukan tindap pidana secara pribadi, melainkan secara bersama-sama dengan orang lain dalam mewujudkan tindak pidana. Apabila dilihat dari perbuatan masing-masing peserta berdiri sendiri, tetapi hanya memenuhi sebagian unsur tindak pidana. Dengan demikian semua unsur tindak pidana terpenuhi tidak oleh perbuatan satu peserta, tetapi oleh rangkaian perbuatan semua peserta. B. Jenis-jenis Deelmening. Tujuan deelneming adalah untuk minta pertanggungjawaban terhadap orang-orang yang ikut ambil bagian sehingga terjadinya suatu tindak pidana. Hubungan antar peserta dalam menyelesaikan tindak pidana tersebut, adalah : 1. Bersama-sama melakukan kejahatan. 2. Seorang mempunyai kehendak dan merencanakan suatu kejahatan sedangkan ia mempergunakan orang lain untuk melaksanakan tindak pidana tersebut.

3. Seorang saja yang melaksanakan tindak pidana, sedangkan orang lain membantu melaksanakan tindak pidana tersebut. Di dalam KUHP terdapat 2 bentuk penyertaan: 1. Para Pembuat (mededader) pasal 55 KUHP, yaitu: yang melakukan (plegen) yang menyuruh melakukan (doen plegen): yang turut serta melakukan (mede plegen); yang sengaja menganjurkan (uitlokken) 2. Pembuat Pembantu (madeplichtigheid) 56 KUHP Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktuatausaat kejahatan dilakukan. Dan Mereka yang memberi kesempatan sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan (sebelum kejahatan dilakukan) Pembuat yang dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) adalah ia tidak melakukan tindap pidana secara pribadi, melainkan secara bersama-sama dengan orang lain dalam mewujudkan tindak pidana. Apabila dilihat dari perbuatan masing-masing peserta berdiri sendiri, tetapi hanya memenuhi sebagian unsur tindak pidana. Dengan demikian semua unsur tindak pidana terpenuhi tidak oleh perbuatan satu peserta, tetapi oleh rangkaian perbuatan semua peserta. Apabila dalam suatu tindak pidana tersangkut beberapa orang, maka pertanggungjawaban masing-masing orang yang melakukannya adalah tidak Sama, tergantung pada hubungan peserta tsb terhadap perbuatan yang ilakukannya dalam suatu tindak pidana tersebut. Berdasarkan pendapat dari para ahli, deelneming terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Deelneming yang berdiri sendiri (Zelfstandige deelneming). Artinya orang yang turut melakukan tindak pidana pidana tsb diminta pertanggungjawabannya secara sendiri. 2. Deelneming yang tidak berdiri sendiri (On Zelfstanddige deelneming). Artinya pertangungjawaban orang yang turut melakukan tindak pidana pidana tsb digantungkan kepada orang lain yang turut melakukannya juga. Orang-orang yang melakukannya dapat dibagi atas 4 macam, yaitu : 1. Orang yang melakukan (Pleger). Mereka yang termasuk golongan ini adalah pelaku tindak pidana yang melakukan perbuatannya sendiri, baik dengan memakai alat maupun tidak memakai alat. Dengan kata lain, pleger adalah mereka yang memenuhi seluruh unsur yang ada dalam suatu perumusan karakteristik delik pidana dalam setiap pasal. 2. Orang yang menyuruh untuk melakukan (Doen Pleger). Untuk dapat dikategorikan sebagai doen pleger sedikitnya harus ada dua orang, yaitu ada yang menyuruh (Doen Pleger) dan yang disuruh (Pleger). Sebab Doen Pleger adalah seseorang yang ingin melakukan tindak pidana, tetapi dia tidak melakukannya sendiri melainkan menggunakan atau menyuruh orang lain, dengan catatan yang dipakai atau disuruh tidak bisa menolak atau menentang kehendak orang yang menyuruh melakukan. Dalam posisi yang demikian, Orang yang disuruh melakukan itu harus pula hanya sekedar menjadi alat (instrumen) belaka, dan perbutan itu sepenuhnya dikendalikan oleh orang yang menyuruh melakukan. Sesungguhnya yang benar-benar melakukan tindak pidana langsung adalah orang yang disuruh melakukan,

tetapi yang bertanggung jawab adalah orang lain, yaitu orang yang menyuruh melakukan. Hal ini disebabkan orang yang disuruh melakukan secara hukum tidak bisa dipersalahkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Orang yang disuruh mempunyai "dasar-dasar yang menghilangkan sifat pidana. Sebagaimana diatur dalam Pasal 44, 48, 49, 50 dan 51 KUH Pidana. 3. Orang yang turut melakukan (Medepleger). Turut melakukan berarti bersama-sama melakukan suatu tindak pidana. Sedikitnya harus ada 2 orang, ialah yang melakukan (Pleger) dan orang yang turut melakukan (Medepleger) tindak pidana tsb. Kedua orang ini kesemuanya melakukan perbuatan pelaksanaan suatu tindak pidana tsb. Ada 2 syarat bagi adanya turut melakukan tindak pidana : a. Kerjasama yang disadari antara para pelaku atau dalam kata lain suatu kehendak bersama antara mereka. b. Mereka harus bersama-sama melaksanakan kehendak itu (kerjasama secara fisik). 4. Orang yang membujuk untuk melakukan (Uitlokker). Secara sederhana pengertian uitlokker adalah setiap orang yang menggerakkan atau membujuk orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana. Istilah "menggerakkan" atau "membujuk" ruang lingkup pengertiannya sudah dibatasi oleh Pasal 55 ayat (1) bagian 1 KUH Pidana yaitu dengan cara memberikan atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, memberi

kesempatan, sarana dan keterangan. Berbeda dengan "orang yang disuruh melakukan", "orang yang dibujuk tetap" dapat dihukum, karena dia masih tetap mempunyai kesempatan untuk menghindari perbuatan yang dibujukkan kepadanya. Tanggung jawab orang yang membujuk (uitlokker) hanya terbatas pada tindakan dan akibat-akibat dari perbuatan yang dibujuknya, selebih tanggung jawab yang dibujuk sendiri. Semua golongan yang disebut Pasal 55 KUH Pidana tergolong kepada pelaku tindak pidana, sehingga hukuman buat mereka juga disamakan. Sebaliknya, Pasal 56 KUH Pidana mengatur mengenai orang digolongkan sebagai "orang yang membantu" melakukan tindak pidana (medeplichtig) atau "pembantu". Orang dikatakan termasuk sebagai "yang membantu" tindak pidana jika ia memberikan bantuan kepada pelaku pada saat atau sebelum tindak pidana tersebut dilakukan. Apabilan bantuan diberikan sesudah tindakan, tidak lagi termasuk "orang yang membantu" tetapi termasuk sebagai penadah atau persekongkolan. Sifat bantuan bisa berbentuk apa saja, baik materil maupun moral. Tetapi antara bantuan yang diberikan dengan hasil bantuannya harus ada sebab akibat yang jelas dan berhubungan. Begitupula sifat bantuan harus benarbenar dalam taraf membantu dan bukan merupakan suatu tindakan yang berdiri sendiri. Perbuatan yang sudah berdiri sendiri tidak lagi termasuk "turut membantu" tetapi sudh menjadi "turut melakukan". Inisiatif atau niat harus pula datang dari pihak yang diberi bantuan, sebab jika inisiatif atau niat itu berasal dari orang yang memberi bantuan, sudah termasuk dalam golongan "membujuk melakukan" (uitlokker). Seseorang dengan sengaja membujuk seseorang untuk

melakukan suatu tindak pidana dengan memakai bujuk rayu, pemberian, salah memakai kekuasaan, dsb. Sedikitnya harus ada 2 orang, yaitu yang membujuk dan yang dibujuk. Orang yang sengaja menganjurkan (pembuat penganjur: uitlokkeratauaktor intelektualis), unsur-unsurnya adalah : 1. Unsur obyektif yaitu unsur perbuatan, adalah menganjurkan orang lain melakukan perbuatan, Caranya ialah: a. Memberikan sesuatu b. Menjanjikan sesuatu c. Menyalahgunakan kekuasaan d. Menyalahgunakan martabatataujabatan e. Kekerasan f. Ancaman g. Penyesatan h. Memberi kesempatan i. Memberi sarana j. Memberi keterangan. 2. Unsur subyektif: dengan sengaja. Ada 5 syarat dari seorang pembuat penganjur atau pembujuk : a. Kesengajaan si pembuat penganjur yang harus ditujukan pada 4 hal yaitu Ditujukan pada digunakannya upaya-upaya penganjuran. Ditujukan pada mewujudkan perbuatan menganjurkan beserta akibatnya Ditujukan pada orang lain untuk melakukan perbuatan. Kesengajaan itu harus ditujukan

agar orang lain itu melakukan tindak pidana. Ditujukan pada orang lain yang mampu bertanggung jawab atau dapat dipidana. Hal ini penting untuk membedakan dengan pembuat penyuruh (Doen Pleger) b. Dalam melakukan perbuatan meganjurkan harus menggunakan cara-cara menganjurkan sebagaimana Pasal 55 ayat (1) dan 2. Tidaklah boleh dengan menggunakan upaya lain, misalnya menghimbau. Hal ini yang membedakan antara pembuat penganjur dengan pembuat penyuruh. Pada pembuat penyuruh dapat menggunakan segala cara, asalkan pembuat materiilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. i. Memberikan sesuatu. Sesuatu di sini hrs berharga, sebab kalau tidak tidak berarti apa-apaatautidak dapat mempengaruhi orang yang dianjurkan. Misalnya uang, mobil, pekerjaan dsb. A memberikan uang 10 jt kepada B untuk membunuh C. ii. Menjanjikan sesuatu. Janji adalah upaya yang dapat menimbulkan kepercayaan bagi orang lain, janji itu belum diwujudkan, tetapi janji itu telah menimbulkan kepercayaan untuk dipenuhi. A berjanji kepada B akan memberikan uang jika berhasil membunuh C. iii. Menyalahgunakan kekuasaan. Maksudnya adalah menggunakan kekuasaan yang dimiliki secara salah. Kekuasaan ini adalah kekuasaan dalam hubungannya dengan jabatan atau pekerjaan. Oleh karena itu upaya menyalahgunakan kekuasaan di sini diperlukan 2 syarat Pertama upaya ini digunakan dalam hal yang berhubungan atau dalam ruang lingkup tugas pekerjaan dari pemegang kekuasaan dan orang yang ada di bawah

pengaruh kekuasaan (orang yang dianjurkan). Kedua hubungan kekuasaan itu harus ada pada saat dilakukannya upaya penganjuran dan pada saat pelaksanaan tindak pidana sesuai dengan apa yang dianjurkan. Apabila hubungan kekuasaan itu telah putus, maka tidak terdapat penganjuran, karenanya pelaku mempertanggungjawabkan sendiri perbuatannya. iv. Menyalahgunakan martabat. Martabat di sini misalnya orang yang mempunyai kedudukan terhormat, misalnya tokoh politik, pejabat publik, sperti camat, todat, toga, tomas. Kedudukan seperti itu mempunyai kewibawaan yang dapat memberikan pengaruh pada masyarakat atau orang2, pengaruh tsb dapat disalahgunakan. (menyalahgunakan martabat). v. Menggunakan kekerasan, Menggunakan kekuatan fisik pada orang lain sehingga menimbulkan akibat ketidak berdayaan orang yang menerima kekerasan itu. Tetepi syaratnya adalah berupa ketidakberdayaan yang sifatnya sedemikian rupa sehingga dia masih memiliki kesempatan dan kemungkinan cukup untuk melawan kekerasan itu tanpa resiko yang terlalu besar (menolak segala apa yang dianjurkan). vi. Menggunakan ancaman, Ancaman adalah suatu paksaan yang bersifat psikis yang menekan kehendak orang sedemikian rupa sehingga dia memutuskan kehendak untuk menuruti apa yang dikehendaki oleh orang yang mengancam. Ancaman juga menimbulkan ketidakberdayaan, tetapi tidak bersifat fisik, melainkan psikis, misalnya menimbulkan rasa ketakutan, rasa curiga, was-was. Misalnya akan dilaporkan akan dibuka rahasianya. Ancaman di sini juga harus dapat menimbulkan kepercayaan

bahwa yang diancamkan itu akan diwujudkan oleh pengancam. Sebab kalau tidak ada kepercayaan, misalnya hanya bercanda saja, maka hanya pembuat materiilnya saja yang dipidana. vii. Menggunakan penyesatan (kebohongan). Berupa perbuatan yang sengaja dilakukan untuk mengelabui atau mengkelirukan anggapan atau pendirian orang dengan segala sesuatu yang isinya tidak benar atau bersifat palsu, sehingga orang itu menjadi salah atau keliru dalam pendirian. viii.memberikan kesempatan, maksudnya adalah memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi orang lain untuk melakukan tindak pidana. Ex: A penjaga gudang yang menganjurkan kepada B untuk mencuri di gudang dengan kespakatan pembagian hasilnya, sengaja memberi kesempatan kepada B untuk mencuri dengan berpura-pura sakit sehingga pada malam itu dia absen dari tugasnya. ix. Memberikan sarana, Berupa memberikan alat atau bahan untuk digunakan dalam melakukan tindak pidana. Misalnya A penjaga gudang sengaja menganjurkan pada B untuk mencuri di gudang dengan kesepakatan bagi hasil dengan cara memberikan kunci duplikat. x. Memberikan keterangan, Memberikan informasi, berita-berita yang berupa kalimat yang dapat menarik kehendak orang lain sehingga orang yang menerima informasi itu timbul kehendaknya untuk melakukan suatu tindak pidana, yang kemudian tindak pidana itu benar dilaksanakan. c. Terbentuknya kehendak orang yang dianjurkan (pembuat peklaksananya) untuk meakukan tindak pidana sesuai dengan apa yang dianjurkan adalah

disebabkan langsung oleh digunakannya upaya2 penganjuran oleh si pembuat penganjur. Di sini terjadi hubungan sebab akibat. Sebab adalah digunakan upaya penganjuran, dan akibat adalah terbentuknya kehendak orang yang dianjurkan. Jadi jelaslah inisiatif dalam hal penganjuran selalu dan pasti berasal dari pembuat penganjur. Hal ini pula yang membedakan dengan bentuk pembantuan. Pada pembantuan (pasal 56) inisiatif untuk mewujudkan tindak pidana selalu berasal dari pembuat pelaksananya, dan bukan dari pembuat pembantu. d. Orang yang dianjurkan (pembuat pelaksanaanya) telah melaksanakan tindak pidana sesuai dengan yang dianjurkan. e. Orang yang dianjurkan adalah orang yang memiliki kemampuan bertanggung jawab. C. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perjudian Yang Dilakukan secara Bersama-sama. Berbicara megenai perjudian, sudah tentu akan timbul tanggapantanggapan dari setiap individu dalam masyarakat. Pada umumnya masyarakat memandang perjudian itu bertentangan dengan akhlak manusia. Hal ini memang benar, bahwa pada hakekatnya perjudian adalah bertentangan dengan agama, kesusilaan, kepatuhan dan moral, serta dapat membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Namun melihat kenyataan dewasa ini perjudian dengan segala macam bentuknya masih banyak dilakukan dalam masyarakat. Di tinjau dari segi

kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai dampak negatif, merugikan moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi muda. Meskipun kenyataanya juga menunjukan bahwa hasil perjudian yang diperoleh pemerintah baik pusat maupun daerah dapat di gunakan untuk usaha pembangunan, namun dampak negatifnya lebih besar daripada dampak positifnya. Ditinjau dari segi keagamaan sudah barang tentu perjudian dilarang, namun tidak dapat disangkal lagi bahwa orang yang terlibat ke dalam dunia perjudian sebagian besar dikategorikan memeluk agama masing-masing. Dari hal tersebut diatas perlu dicari beberapa penyebab perjudian, data bahwa faktor- faktor penyebab terjadinya perjudian antara lain adalah sebagai berikut: 1. Faktor Ekonomi Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan selama ini, perjudian masih banyak dilakukan oleh kaum kecilatau masyarakat kelas bawah serta pengangguran dimana kehidupan sehari-harinya masih pas-pasan untuk menyambung hidup, sehingga keadaan ekonomi yang sangat kurang ini waktu luangnya digunakan untuk bermain judi dengan harapan untuk mengadu nasib, siapa tahu akan mendapatkan uang yang banyak, tetapi di samping itu jika kalah uang yang dipertaruhkan untuk judi tersebut sebetulnya dapat digunakan untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rendahnya penghasilan seseorang akan dapat menjadikan seseorang mudah terpengaruh jika ada orang lain menawarkan suatu permainan yang cepat menghasilkan banyak uang dalam

waktu yang relatif singkat, tanpa bekerja keras atau bersusah payah dengan bermodal spekulasi atau keberuntungan. 2. Faktor Lingkungan Mengenai faktor lingkungan ini mempunyai andil yang cukup besar mengingat lingkungan sebagai suatu daerah dimana sekelompok masyarakat itu tinggal. Sebagai mahluk social, manusia tidak bisa melepaskan diri dari pergaulan masyarakat karena sebagai anggota masyarakat perlu juga bergaul dengan masyarakat sekelilingnya, kelompok masyarakat akan membawa pengaruh pada seseorang untuk bertingkahlaku baik, begitu pula jika lingkungan masyarakatnya tidak baik akan membawa pengaruh pada segi kehidupan masyarakat di sekitarnya, termasuk juga mempengaruhi seseorang yang bertingkah laku baik, begitu pula jika di lingkungan masyarakatnya tidak baik maka akan membawa pengaruh kepada seseorang untuk bertingkah laku tidak baik karena manusia mempunyai sifat untuk meniru. Lingkungan bukan hanya meliputi wilayah tempat tinggal saja, melainkan juga termasuk lingkungan pergaulan, lingkungan pekerjaan dan lingkungan keluarga sebagai lingkungan masyarakat yang paling kecil. Pengaruh lingkungan dikatakan kuat terhadap pembentukan tingkah laku seseorang jika pribadi seseorang tersebut lemah dalam arti pendirian atau mentalnya mudah dipengaruhi oleh lingkunganya, sedangkan pengaruh lingkungan dikatakan lemah jika seseorang tidak mudah dipengaruhi oleh lingkunganya dan mempunyai kesadaran yang tinggi.

Demikian juga dengan perjudian, jika lingkunganya adalah lingkungan orang-orang yang gemar bermain judi maka seorang yang bukan penjudi akan terpengaruh masyarakat yang suka bermain judi dan lambat laun akan terbawa kearah kebiasaan berjudi jika tidak mempunyai mental yang tinggi. Mungkin pada mulanya orang hanya mendengar dan melihat orang-orang di lingkungan tempat tinggalnya bermain judi. Lingkungan pergaulan juga merupakan faktor penting dalam menjadikan seseorang dalam hidupnya selalu berhubungan dengan orang lain, kemudian dari hubungan itu timbullah komunikasi diantara mereka dimana komunikasi itu dapat menimbulkan pengaruh yang positif maupun negatif. Jika teman sepergaulanya mempunyai kebiasaan buruk, misalnya: mempunyai kegemaran bermain judi maka kegemaran tersebut dapat mempengaruhi teman lainya, walaupun besar kecilnya pengaruh tergantung pada kepribadian dari pihak yang dipengaruhi. Misalnya pada mulanya hanya ikut ikuatan mengantar temanya untuk bermaian judi dengan pertaruhan uang, karena temanya sering menang maka iapun tertarik untuk coba ikut berjudi dengan harapan dapat melipatgandakan uangnya, jika hal ini berlangsung terus menerus tidak jarang ia sendiri yang lebih kecanduan daripada yang mempengaruhinya. Lingkungan keluarga sebagai masyarakat terkecil juga tidak kalah pentingnya dalam memberi pengaruh pada seseorang khususnya anggota keluarga lainya untuk melakukan permainan judi. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh anak serta anggota keluarga lainya dan dari lingkungan keluarga inilah akan terbentuk sifat dan watak seorang

anak. Apabila dalam lingkungan keluarga ada seorang anggota keluarga yang gemar bermain judi maka lambat laun akan dapat mempengaruhi keluarga lainya. Terlebih lagi apabila yang mempengaruhi (gemar bermain judi) adalah orang yang mempunyai pengaruh dalam keluarga, seperti ayah atau ibu maka anak-anak serta anggota keluarga lainya dapat lebih terpengaruh oleh perjudian, karena biasanya anak-anak dan anggota keluarga lainya yang di jadikan panutan atau tauladan adalah orang tuanya sehingga anak-anak serta keluarga lain lebih mudah terpengaruh. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang terpenting, karena jika lingkungan keluarga tersebut baik maka dapat menjadi benteng dari anggota keluarga tersebut dalam mencegah pengaruh bermain judi dari lingkungan lain. D. Peranan Pembantu Dalam Melakukan Tindak Pidana Perjudian (Pasal 56 KUHP) Perjudian adalah tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya kemungkinan mendapatkan untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir.disitu termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak dibedakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.sedangkan perjudian Toto Gelap itu sendiri adalah Permainan menebak angka. Biasanya angka yang dipasang dan keluar itulah pemenangnya. Kejahatan perjudian yang terdapat dalam Pasal 303 KUHP mengandung unsur tanpa izin. Pada unsur tanpa izin inilah melekat sifat melawan hukum dari

semua perbuatan dalam lima macam kejahatan mengenai perjudian itu. Artinya tidak adanya unsur tanpa izin, atau jika telah ada izin dari pejabat atau instansi yang berhak memberi izin, semua perbuatan dalam rumusan tersebut hapus sifat melawan hukumnya, sehingga tidak dipidana. Untuk itu dimaksudkan agar pemerintah atau pejabat pemerintah tetap melakukan pengawasan dan pengaturan tentang perjudian. Disinilah terdapat peran pembantu dalam melakukan tindak pidana perjudian dengan jenis Toto Gelap maka dari nitu penulis membaginya dalam beberapa bentuk kejahatan. 1. Kejahatan Pertama Kejahatan bentuk pertama ini dimuat dalam huruf a yaitu : Menuntut pencaharian dengan jalan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan untuk main judi, atau sengaja turut campur dalam perusahaan main judi. Unsur-unsur kejahatan ini adalah sebagai berikut : a. Unsur-unsur Objektifnya adalah 1) Perbuatannya adalah: a) menawarkan kesempatan; b) memberikan kesempatan; 2) Objeknya adalah untuk bermain judi tanpa izin; 3) Dijadikannya sebagai mata pencaharian. 4) Dengan sengaja. Dalam kejahatan yang pertama ini, Pelaku tidak melakukan bermain judi, serta tidak ada larangan berjudi. Tetapi perbuatan yang dilarang adalah menawarkan kesempatan bermain judi dan memberikan kesempatan bermain judi.

Menawarkan kesempatan bermain judi maksudnya adalah si Pelaku melakukan perbuatan dengan cara apapun untuk mengundang atau mengajak orang-orang untuk bermain judi dengan menyediakan tempat dan waktu tertentu. Dalam perbuatan ini mengandung pengertian belum ada yang bermain judi, hanya sekedar perbuatan permulaan pelaksanaan dari perbuatan memberikan kesempatan untuk bermain judi. Sedangkan memberi kesempatan bermain judi, maksudnya adalah Pelaku menyediakan peluang yang sebaik-baiknya dengan menyediakan tempat tertentu untuk bermain judi. Jadi, sebelumnya telah ada yang bermain judi. Perbuatan menawarkan bermain judi dan atau memberi kesempatan bermain judi harus dijadikan sebagai pencaharian. Maksudnya, perbuatan tersebut sudah berlangsung lama dan si Pelaku mendapatkan uang yang dijadikannya sebagai pendapatan untuk kehidupannya. Perbuatan itu dikatakan melawan hukum apabila tidak mendapatkan izin terlebih dulu dari Instansi atau Pejabat Pemerintah yang berwenang. Sedangkan maksud dari unsur kesengajaan adalah apabila Pelaku memang menghendaki untuk melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan untuk bermain judi, dan disadarinya perbuatannya itu sebagai mata pencaharian agar mendapat uang untuk biaya hidupnya. Namun kesengajaan Pelaku tidak perlu ditujukan pada unsur tanpa izin, karena unsur tanpa izin dalam rumusan letaknya sebelum unsur kesengajaan. Maksudnya Pelaku tidak perlu menyadari bahwa di dalam melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan itu tidak mendapatkan izin dari instansi yang berwenang.

2. Kejahatan Kedua Kejahatan kedua yang dimuat dalam butir 1, adalah melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha permainan judi. Adapun unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : a. Unsur Objektifnya adalah : 1) perbuatannya adalah turut serta; 2) objeknya adalah dalam suatu kegiatan usaha permainan judi tanpa izin b. Unsur Subjektifnya adalah dengan sengaja. Dalam kejahatan jenis kedua ini, perbuatannya adalah turut serta. Maksudnya, Pelaku ikut terlibat dalam permainan judi, bisa sebagai Pelaku peserta (medepleger), juga termasuk Pelaku pembantu (medeplichtige). Sedangkan unsur kesengajaan pada bentuk kedua harus ditujukan pada unsur perbuatan turut serta dalam kegiatan usaha permainan judi. Maksudnya, Pelaku menghendaki untuk melakukan perbuatan turut serta dan disadarinya bahwa keikutsertaannya itu dalam kegiatan permainan judi. 3. Bentuk Ketiga. Kejahatan bentuk ketiga adalah melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi. Adapun unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: a) Unsur-unsur Objektifnya adalah: 1) Perbuatannya adalah Menawarkan dan Memberi kesempatan; 2) Objeknya adalah kepada khalayak umum;

3) Untuk bermain judi tanpa izin; b) Unsur-unsur Subjektifnya adalah dengan sengaja. Kejahatan perjudian bentuk ketiga ini hampir sama dengan kejahatan perjudian bentuk pertama, yakni pada perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan. Sedangkan perbedaannya, meliputi: i. pada bentuk pertama, perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan tidak disebutkan kepada siapa, oleh karena itu bisa termasuk seseorang atau beberapa orang tertentu. Tetapi bentuk ketiga, disebutkan ditujukan pada khalayak umum. Oleh karena itu bentuk ketiga tidak berlaku, jika kedua perbuatan itu hanya ditujukan pada satu orang tertentu. ii. pada bentuk pertama secara tegas disebutkan bahwa kedua perbuatan itu dijadikan sebagai mata pencaharian. Sedangkan pada bentuk ketiga, tidak disebutkan unsur dijadikan sebagai mata pencaharian. Unsur kesengajaan pada bentuk ketiga ini maksudnya Pelaku menghendaki untuk mewujudkan kedua perbuatan itu, dan sadar bahwa perbuatan dilakukan di depan khalayak umum adalah untuk bermain judi. Akan tetapi unsur kesengajaan ini tidak perlu ditujukan pada unsur tanpa izin. 4. Bentuk Keempat. Kejahatan perjudian bentuk keempat dalam ayat (1) Pasal 303, adalah larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan perjudian tanpa izin. Adapun unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : a. Unsur-unsur Objektifnya adalah :

1) Perbuatannya adalah turut serta; 2) Objeknya adalah dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin; b. Unsur Subjektifnya adalah dengan sengaja. Kejahatan bentuk keempat ini hampir sama dengan kejahatan bentuk kedua. Perbedaannya hanyalah pada bentuk kedua, perbuatan turut sertanya itu ada kegiatan usaha perjudian yang dijadikan sebagai mata pencaharian, sehingga kesengajaannya juga ditujukan pada mata pencaharian itu. Namun, pada bentuk keempat ini, perbuatan turut sertanya ditujukan pada kegiatan usaha perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian. Demikian juga kesengajaan Pelaku dalam melakukan turut sertanya ditujukan pada kegiatan usaha bukan sebagai mata pencaharian. 5. Bentuk Kelima. Kejahatan bentuk kelima ini adalah melarang orang yang melakukan perbuatan turut serta dalam permainan judi tanpa izin yang dijadikannya sebagai mata pencaharian. Adapun unsur-unsur adalah sebagai berikut : a. Perbuatannya adalah turut serta; b. Objeknya adalah dalam permainan judi tanpa izin; c. Sebagai mata pencaharian. Pengertian perbuatan turut serta sama dengan kejahatan bentuk kedua, yakni Pelaku ikut terlibat dalam permainan judi bersama orang lain, dan bukan terlibat bersama Pelaku yang melakukan kegiatan usaha perjudian yang orang ini tidak ikut bermain judi.