BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA Penegakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian memiliki perjalanan yang panjang. Hal ini dikarenakan perjudian telah dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar walaupun di dalam masyarakat itu sendiri ada yang merasakan dampak negatif serta memberikan ancaman terhadap keamanan mereka. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa perjudian membentuk karakter manusia yang pemalas, yang menggantungkan hidupnya pada harapan-harapan yang belum pasti. Oleh karena itu hukum pidana yang salah satu fungsinya merupakan kontrol sosial harus mampu memberikan kontrol terhadap anggota masyarakat untuk patuh terhadap norma-norma hukum yang berlaku. Sejarah mencatat ternyata perjudian khususnya di Indonesia tidak mudah diberantas. Bahkan beberapa hasil perjudian didapat oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang pada saat itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Contohnya saja yaitu Judi Porkas yang digunakan untuk pembangunan sarana olahraga pada masa Orde Baru. Akan tetapi, terlepas dari pada itu, akibat negatif dari perjudian lebih banyak daripada hal-hal positif yang ditimbulkannya sehingga pemerintah harus mengambil tindakan tegas agar masyarakat menjauhi dan berhenti melakukan perjudian. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka dalam rangka menanggulangi masalah perjudian diperlukan adanya kebijakan hukum pidana (penal policy). Kebijakan tersebut harus dikonsentrasikan pada dua arah yaitu kebijakan bagaimana memaksimalkan peraturan perundang-undangan yang telah

2 ada saat ini dan kebijakan untuk memperbaharui hukum pidana khususnya dalam rangka mengatasi perjudian di masa yang akan datang. A. Ketentuan Tindak Pidana Judi Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara. Berbicara tentang hukum pidana tidak lepas kaitannya dengan subjek dari hukum pidana itu sendiri. Subjek dari hukum pidana adalah manusia selaku anggota masyarakat. Manusia sebagai subjek hukum pidana dalam melakukan aktivitasnya dalam bermasyarakat seringkali melakukan penyimpangan. Hal ini tidak hanya bisa membahayakan dirinya akan tetapi juga dapat merugikan orang lain. Agar terciptanya suatu tatanan masyarakat yang aman dan tertib maka dibutuhkan norma-norma serta ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk mengatur bagaimana anggota masyarakat melaksanakan aktivitasnya tanpa mengganggu kepentingan anggota masyarakat lainnya. Ketentuan-ketentuan tersebut haruslah memiliki sanksi yang bersifat memaksa. Artinya, ketika seseorang melanggar ketentuan yang telah dibuat maka pelanggar akan diberikan hukuman. Berat ringannya hukuman tergantung dari jenis pelanggaran yang dilakukannya. Hukum Pidana dalam usahanya untuk mencapai tujuannya tidaklah semata-mata hanya dengan menjatuhkan sanksi pidana akan tetapi juga dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan. Oleh sebab itu hukum pidana merupakan bagian dari politik kriminal yaitu usaha-usaha rasional dalam mencegah terjadinya kejahatan. Demikian juga terhadap perjudian yang merupakan salah satu bentuk kejahatan yang memenuhi rumusan KUHP yang diatur melalui Pasal 303 dan 303 bis. Sesudah dikeluarkannya Undang-undang

3 No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, ancaman pidana bagi pelaku perjudian diperberat dengan rincian sebagai berikut: 1. Ancaman pidana dalam Pasal 303 (1) KUHP diperberat menjadi pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah. 2. Pasal 542 KUHP diangkat menjadi suatu kejahatan dan diganti sebutan menjadi Pasal 303 bis KUHP, sedangkan ancaman pidananya diperberat yaitu ayat (1) menjadi pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah. Ayat (2) menjadi pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas juta rupiah. Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa larangan perjudian dalam KUHP sekarang ini adalah dalam Pasal 303 dan 303 bis. Pasal 303 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat izin: a. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha itu; b. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam kegiatan usaha itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara; c. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian. (2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu. (3) Yang disebut dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada keberuntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau turut bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

4 Objek hukum pidana dalam hal ini adalah permainan judi (hazardspel). Tidak semua permainan dikategorikan judi. Permainan yang dikategorikan judi (hazard) adalah segala permainan yang kalah menangnya bukanlah karena kemampuan dari pemainnya akan tetapi hanya bergantung kepada nasib pemain. Dapat dikatakan bahwa seseorang yang kemungkinan menang dalam hazardspel hanyalah semata karena keberuntungan atau kebetulan semata walaupun kemungkinan untuk menang itu dapat bertambah besar dengan latihan dan kepandaian pemain. Namun, KUHP tidak memuat tentang bentuk-bentuk permainan judi tersebut secara rinci. Sebagaimana dijelaskan oleh R. Soesilo, tidak semua permainan dapat dikategorikan judi, tetapi hanya permainan-permainan yang mempertaruhkan segala sesuatu yang bernilai dan kemenangannya atau keuntungannya didasarkan pada kebetulan nasib, peruntungan yang tidak dapat direncanakan dan diperhitungkan, seperti dalam permainan dadu, selikuran, roulette, bakarat, kocok, tombola, termasuk juga totalisator pada pacuan kuda, pertandingan sepak bola dan sebagainya. 55 Menurut Adam Chazawi dalam rumusan kejahatan Pasal 303 KUHP tersebut di atas, ada lima macam kejahatan mengenai hal perjudian (hazardspel), dimuat dalam ayat (1): butir 1 ada dua macam kejahatan; 2. butir 2 ada dua macam kejahatan; dan 3. butir 3 ada satu macam kejahatan. Sedangkan ayat (2) memuat tentang dasar pemberatan pidana, dan ayat (3) menerangkan tentang pengertian permainan judi yang dimaksudkan oleh ayat (1). 55 R. Soesilo, Op.cit, Hal Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Raja Grafindo, Jakarta, 2005, Hal

5 Lima macam kejahatan mengenai perjudian tersebut mengandung unsur tanpa izin. Dalam unsur tanpa izin inilah melekat sifat melawan hukum dari semua perbuatan dalam lima kejahatan mengenai perjudian itu. Artinya tiadanya unsur tanpa izin, atau jika ada izin dari pejabat atau instansi yang berhak memberi izin, semua perbuatan dalam rumusan tersebut tidak lagi atau hapus sifat melawan hukumnya sehingga tidak dipidana. Dimasukkannya unsur tanpa izin ini oleh pembentuk undang-undang terkandung suatu maksud yaitu agar pemerintah atau pejabat pemerintah tertentu dapat melakukan pengawasan dan pengaturan tentang permainan judi. 1. Kejahatan Pertama Kejahatan bentuk pertama dimuat dalam butir 1 yaitu kejahatan yang melarang orang yang tanpa izin yang dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian. Dengan demikian jenis kejahatan ini, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: Unsur-unsur objektif: a. perbuatannya menawarkan atau memberikan kesempatan; b. objeknya adalah untuk bermain judi tanpa izin; c. dijadikannya sebagai mata pencaharian. Unsur subjektif: d. dengan sengaja. Dalam bentuk kejahatan yang pertama ini, si pembuat tidak melakukan permainan judi. Di sini tidak ada larangan main judi, tetapi perbuatan yang dilarang adalah menawarkan kesempatan bermain judi dan/atau memberikan

6 kesempatan bermain judi. Sementara itu, orang yang bermain judi dapat dipidana berdasarkan kejahatan yang dirumuskan pada Pasal 303 bis. Arti menawarkan kesempatan bermain judi ialah si pelaku melakukan perbuatan dengan cara apapun untuk mengundang atau mengajak orang-orang untuk bermain judi dengan menyediakan tempat dan waktu tertentu. Perbuatan ini mengandung pengertian belum ada orang yang bermain judi, hanya sekedar permulaan pelaksanaan dari perbuatan memberi kesempatan untuk bermain judi. Perbuatan memberi kesempatan bermain judi yang merupakan perbuatan kedua, ialah pembuat menyediakan peluang yang sebaik-baiknya dengan menyediakan tempat tertentu untuk bermain judi. Jadi di sini telah ada orang yang bermain judi. Misalnya menyediakan sebuah kamar atau bahkan rumah untuk orang-orang yang bermain judi. Perbuatan menawarkan kesempatan bermain judi haruslah dijadikannya sebagai pencaharian. Artinya perbuatan itu dilakukan tidak seketika melainkan berlangsung lama dan dari perbuatan si pelaku tersebut dia mendapatkan uang yang dijadikannya sebagai pendapatan untuk kehidupannya. Perbuatan itu baru bersifat melawan hukum apabila tidak mendapatkan izin terlebih dahulu dari instansi atau pejabat pemerintah yang berwenang. Dalam kejahatan bentuk pertama terdapat unsur kesengajaan. Artinya si pelaku memang menghendaki untuk melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan untuk bermain judi. Si pelaku sadar bahwa yang ditawarkan atau yang diberi kesempatan itu adalah orang-orang yang akan bermain judi, dan disadarinya bahwa perbuatannya dijadikannya sebagai

7 pencaharian, artinya dia sadar bahwa dari perbuatannya itu dia mendapatkan uang untuk biaya hidupnya. Sementara itu, unsur kesengajaan ini tidak harus ditujukan terhadap unsur tanpa izin. Artinya dalam hal si pelaku melakukan dua perbuatan yang dilarang itu tidak menjadikan syarat tentang bagaimana sikap batinnya terhadap tanpa izin. Tidak disyaratkan bahwa dia harus menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan bermain judi tanpa mendapatkan izin dari instansi atau pejabat yang berwenang. Hal ini dikarenakan letak unsur tanpa izin berada sebelum unsur kesengajaan tersebut dalam rumusan kejahatan. 2. Kejahatan Kedua Kejahatan kedua yang juga dimuat dalam butir 1, ialah melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan atau usaha permainan judi. Dengan demikian terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: Unsur-unsur objektif: a. perbuatannya: turut serta; b. objek: dalam suatu kegiatan usaha permainan judi tanpa izin. Unsur subjektif: c. dengan sengaja. Pada kejahatan jenis kedua ini, perbuatan adalah turut serta (deelnemen). Artinya ikut terlibat bersama orang lain dalam usaha permainan judi yang disebutkan pada bentuk pertama. Apabila dihubungkan dengan bentuk-bentuk penyertaan yang ditentukan menurut Pasal 55 dan 56 KUHP, pengertian turut serta menurut pasal ini lebih luas daripada sekedar turut serta sebagai orang yang turut serta melakukan (medepleger). Pengertian dari perbuatan turut serta atau

8 menyertai di sini selain orang yang melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh orang yang turut serta melakukan (medepleger) menurut Pasal 55 KUHP, juga termasuk orang yang membantu melakukan (medeplictige) dalam Pasal 56 KUHP. Bentuk orang yang menyuruh (doen pleger) dan penganjur (uit lokker) tidak dikategorikan dalam hal ini dikarenakan kedua bentuk ini tidak terlibat secara fisik dengan orang lain yang melakukan perbuatan yang dilarang. Keterlibatan secara fisik orang yang turut serta dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin, yang dimaksudkan pada bentuk pertama, terdiri dari perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan kepada orang untuk bermain judi sehingga orang tersebut mendapatkan uang atau penghasilan sebagai pencaharian. Jadi yang dimaksud dengan kegiatan usaha permainan judi adalah setiap kegiatan yang menyediakan tempat dan waktu (memberikan fasilitas) kepada orang-orang untuk bermain judi, yang dari kegiatan usaha tersebut ia mendapatkan uang atau penghasilan. Dalam kejahatan jenis kedua ini juga terdapat unsur kesengajaan. Kesengajaan di sini harus ditujukan pada unsur perbuatan turut serta dan disadarinya bahwa keturutsertaannya itu adalah dalam kegiatan permainan judi. 3. Kejahatan Ketiga Kejahatan bentuk ketiga ialah melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi. Dengan demikian terdapat unsur-unsur: Unsur-unsur objektif: a. perbuatan: menawarkan dan memberi kesempatan; b. objek: kepada khalayak umum;

9 c. untuk bermain judi tanpa izin. Unsur subjektif: d. dengan sengaja. Kejahatan bentuk ketiga ini, memiliki persamaan dengan kejahatan bentuk pertama. Persamaannya adalah pada unsur tingkah laku, yakni pada perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan. Perbedaaannya adalah sebagai berikut: a. Pada bentuk pertama, perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan tidak disebutkan kepada siapa, oleh karena itu bisa termasuk seseorang atau beberapa orang tertentu. Sedangkan pada bentuk ketiga, tidak ditujukan kepada satu orang tertentu saja melainkan secara umum. b. Pada bentuk pertama secara tegas disebutkan bahwa kedua perbuatan itu dijadikan sebagai mata pencaharian. Sedangkan pada bentuk ketiga, tidak disebutkan unsur dijadikan sebagai mata pencaharian. Khalayak umum artinya kepada siapapun, tidak ditujukan pada orang perorangan atau orang tertentu. Siapapun juga dapat menggunakan kesempatan untuk bermain judi. Pada bentuk ketiga terdapat pula unsur kesengajaan, yang harus ditujukan pada: (a) melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan/atau perbuatan memberi kesempatan; (b) khalayak umum, dan (c) bermain judi. Artinya, si pelaku melakukan kedua perbuatan itu di depan khalayak umum untuk bermain judi. Akan tetapi kesengajaan pelaku tidak perlu ditujukan pada unsur tanpa izin, dikarenakan seperti bentuk pertama, unsur tanpa izin dalam rumusan

10 letaknya sebelum unsur kesengajaan. Artinya si pelaku tidak perlu menyadari bahwa dalam melakukan kedua perbuatan tersebut ia tidak mendapatkan izin dari instansi yang berwenang. 4. Bentuk Keempat Kejahatan perjudian bentuk keempat dalam Pasal 303 ayat (1), adalah larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan usaha perjudian tanpa izin. Unsur-unsurnya adalah: Unsur objektif: a. perbuatannya: turut serta; b. objek: dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin. Unsur subjektif: c. dengan sengaja. Kejahatan bentuk keempat ini hampir sama dengan kejahatan perjudian bentuk kedua. Perbedaannya hanyalah pada kegiatan usaha perjudian yang dijadikan sebagai mata pencaharian. Pada bentuk keempat ini, keturutsertaan si pelaku ditujukan pada kegiatan usaha perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian. Demikian juga unsur kesengajaan turut sertanya ditujukan pada kegiatan dalam melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan bermain judi kepada khalayak umum. 5. Bentuk Kelima Bentuk kelima kejahatan mengenai perjudian ialah melarang orang yang melakukan perbuatan turut serta dalam permainan judi tanpa izin yang dijadikannya sebagai mata pencaharian. Dengan demikian, dalam kejahatan bentuk kelima ini terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

11 a. perbuatannya: turut serta; b. objek: dalam permainan judi tanpa izin; c. sebagai mata pencaharian. Perbuatan materiil turut serta (deelnemen) terdapat pada kejahatan bentuk kedua, keempat dan kelima. Pada bentuk kelima, unsur dalam menjalankan kegiatan usaha tidak dimuat lagi. Artinya si pelaku di sini tidak ikut serta dalam menjalankan usaha permainan judi. Menjalankan usaha adalah berupa perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan bermain judi. Pada bentuk kelima ini, si pelaku ikut terlibat bersama dengan orang lain yang bermain judi, dan bukan kepada orang yang melakukan usaha perjudian. Si pelaku dalam bermain judi tanpa izin haruslah dijadikannya sebagai mata pencaharian, artinya dari permainan judi tersebut dia mendapatkan penghasilan untuk keperluan hidupnya. Jadi tidak dipidana apabila ia bermain judi hanya sebagai hiburan belaka. Pasal 303 bis (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah: a. barangsiapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar Pasal 303; b. barangsiapa ikut serta main judi di jalan umum atau di pinggiran jalan umum ataupun di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali jika ada izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan perjudian itu. (2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah. Tindak pidana yang dimaksudkan dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif sebagai berikut: 1. Barangsiapa

12 2. menggunakan kesempatan untuk bermain judi 3. yang sifatnya melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 303 KUHP. Unsur objektif kedua yakni menggunakan kesempatan untuk bermain judi merupakan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP. Pengertian dari menggunakan kesempatan untuk bermain judi tersebut bukan pemakaian kesempatan yang terbuka karena ada orang yang memberikan kesempatan untuk bermain judi, misalnya berjualan di tempat dimana kesempatan untuk bermain judi itu telah diberikan oleh seseorang, melainkan hanya pemakaian kesempatan untuk bermain judi saja. Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP adalah yang sifatnya melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 303 KUHP. Yang dimaksudkan dengan yang sifatnya melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 303 KUHP adalah bukan bertindak sebagai orang yang memberikan kesempatan untuk berjudi melainkan sebagai orang yang memakai kesempatan untuk melakukan permainan judi. Tindak pidana yang dimaksudkan dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP terdiri dari unsur-unsur objektif sebagai berikut: 1. Barangsiapa 2. ikut serta bermain judi 3. di jalan umum atau di pinggiran jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk dikunjungi oleh umum

13 Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang diatur dalam ketentuan pidana dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 2 di atas adalah ikut serta bermain judi. Kata-kata ikut serta atau deelnemen jangan diartikan sebagai keikutsertaan atau deelneming seperti yang dimaksudkan dalam ketentuanketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP melainkan harus diartikan dalam pengertiannya secara umum menurut bahasa sehari-hari. Artinya, orang tersebut secara in concreto berjudi sehingga dapat disebut ikut serta dalam permainan judi. Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang diatur dalam ketentuan pidana dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 2 adalah di jalan umum atau di pinggiran jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk dikunjungi oleh umum. Yang dimaksudkan dengan jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan sebagai lalu lintas umum. Untuk dapat disebut sebagai jalan umum, tidaklah perlu suatu jalan tersebut harus dibuat oleh atau atas nama pemerintah, bahkan tidak perlu dibuat atas biaya dari pemerintah, akan tetapi juga dapat merupakan jalan milik seseorang atau yang terdapat di atas tanah seseorang, yang oleh pemiliknya telah memperuntukkan jalan tersebut untuk dilalui secara umum. Dari rumusan di atas jelaslah bahwa ada niat yang serius dari pemerintah untuk menanggulangi perjudian dengan memberikan pemberatan terhadap bandar judi dan juga pemain yang ikut dalam perjudian pasca keluarnya Undang-undang No. 7 Tahun 1974.

14 B. Ketentuan Tindak Pidana Judi menurut Perundang-undangan Lainnya 1. Ketentuan Tindak Pidana Judi menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, maka perlu terlebih dahulu kita menelaah pertimbanganpertimbangan dikeluarkannya undang-undang tersebut, yang pada pokoknya adalah sebagai berikut: a. Bahwa perjudian pada pokoknya bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan moral Pancasila serta membahayakan penghidupan dan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. b. Bahwa oleh karena itu perlu diadakan usaha-usaha untuk menertibkan perjudian, membatasinya sampai kepada lingkungan yang sekecilkecilnya, untuk akhirnya menuju penghapusannya sama sekali dari seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Bahwa ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi tertanggal 7 Maret tahun 1912 (Stb Nomor 230), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 31 Oktober tahun 1935 (Stb Nomor 526), telah disesuaikan dengan perkembangan keadaan. d. Bahwa ancaman hukuman dalam pasal-pasal KUHP mengenai perjudian dianggap tidak sesuai lagi, sehingga perlu diusahakan ada perubahan untuk memperberatnya. e. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas perlu disusun Undang-undang tentang Penertiban Perjudian. Judi ataupun perjudian dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian disebut sebagai tindak pidana perjudian dan

15 identik dengan kejahatan, tetapi pengertian dari tindak pidana perjudian pada dasarnya tidak disebutkan secara jelas dan terinci baik dalam KUHP maupun dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. 57 Lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian merupakan ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang menetapkan dan merubah beberapa ketentuan yang ada dalam KUHP. Adapun perumusan dan penetapan ketentuan sanksi pidana oleh pembentuk undangundang diatur dalam Pasal 303 dan 303 bis, yang kedua pasal tersebut adalah kejahatan. Kejahatan yang dimaksudkan di atas dirumuskan dalam Pasal 303 KUHP yang selengkapnya adalah sebagai berikut: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat izin: a. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha itu; b. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam kegiatan usaha itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya suatu tata cara; c. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian. 57 Wantjik Saleh, Perlengkapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976, Hal. 69.

16 (2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu. (3) Yang disebut dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada keberuntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya. Perbuatan yang dianggap sebagai bentuk tindak pidana kesusilaan dalam hal perjudian adalah menggunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar Pasal 303 bis yang rumusannya sebagai berikut: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah; a. barang siapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan Pasal 303; b. barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau dipinggir jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali jika ada izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan perjudian itu. (2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, dapat

17 dikenakan pidana penjara paling lama enam tahum atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah. 58 Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian disebutkan adanya pengklasifikasian terhadap segala macam bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, dan memberatkan ancaman hukumannya. Ancaman hukuman yang berlaku sekarang ternyata sudah tidak sesuai lagi dan tidak membuat pelaku perjudian merasa jera. Salah satu ketentuan yang merumuskan ancaman terhadap tindak pidana perjudian adalah dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Dengan adanya ketentuan dalam KUHP tersebut maka permainan perjudian dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu: a. Perjudian yang bukan merupakan tindak pidana kejahatan apabila pelaksanaannya telah mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Hal ini beberapa kali terjadi di Indonesia antara lain: Casino dan petak sembilan di Jakarta dan Sari Empat di Jalan Kelenteng Bandung. Toto (totalisator) Grey Hound di Jakarta (ditutup 1 Oktober 1978 oleh Pemerintah DKI). Undian harapan yang sudah berubah menjadi undian sosial berhadiah, pusatnya ada di Jakarta. Di Surabaya ada undian Sampul Rezeki, 58 Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Penerbit Alumni, Bandung, 1983, Hal. 32.

18 Sampul Borobudur di Solo, Sampul Danau Toba di Medan, Sampul Sumber Harapan di Jakarta, semuanya berhadiah 80 juta rupiah. 59 Dari jenis perjudian tersebut bukan merupakan kejahatan karena sudah mendapat izin dari Pemerintah Daerah dengan berlandaskan Undangundang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian. Pasal 1 ayat (1) dan 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian menyatakan sebagai berikut: Pasal 1 ayat (1): Barangsiapa mengadakan undian harus lebih dahulu mendapat izin dari yang berwajib berdasarkan peraturan-peraturan dalam pasal-pasal berikut, kecuali yang ditetapkan dalam Pasal 2. Pasal 2: Undang-undang ini tidak berlaku untuk undian yang diadakan: a. Oleh negara b. Oleh suatu perkumpulan yang diakui sebagai badan hukum, atau oleh suatu perkumpulan yang telah berdiri sedikitnya satu tahun, di dalam lingkungan yang terbatas pada para anggota, untuk keperluan sosial, sedang jumlah harga nominal dari undian tidak lebih dari Rp ,- (tiga ribu rupiah). Undian ini harus diberitahukan kepada instansi Pemerintah yang berwajib, dalam hal ini Kepala Daerah. Artinya undian yang dapat diadakan itu ialah oleh: 1) Negara 2) Oleh suatu perkumpulan yang diakui sebagai badan hukum, atau oleh suatu perkumpulan yang terbatas pada para anggota untuk keperluan sosial, sedang jumlah harga nominal dan undian tidak lebih dari Rp ,- 59 Kartini Kartono, Op.cit, Hal. 61.

19 Undian ini harus diberitahukan kepada Instansi Pemerintah yang berwajib, dalam hal ini izin dari Kepala Daerah untuk mengadakan undian yang hanya dapat diberikan untuk keperluan sosial yang bersifat umum. b. Perjudian yang merupakan tindak pidana kejahatan, apabila pelaksanaannya tanpa mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang, contohnya bermain dadu. Bentuk permainan ini sifatnya hanya untung-untungan saja, karena hanya menggantungkan pada nasib baik atau buruk. Dalam Pasal 303 bis KUHP menyebutkan unsur-unsurnya sebagai berikut: a. Menggunakan kesempatan untuk main judi b. Dengan melanggar ketentuan Pasal 303 KUHP Perlu diketahui rumusan Pasal 303 bis KUHP tersebut sama dengan Pasal 542 KUHP yang semula merupakan pelanggaran dengan ancaman pidana pada ayat (1)nya maksimal satu bulan pidana kurungan atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah. 2. Ketentuan Tindak Pidana Judi Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Sebelum dikeluarkannya Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, tindak pidana perjudian diatur dalam Pasal 303 dan Pasal 542 KUHP. Dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian seperti telah dibahas menyebutkan adanya pengklasifikasian terhadap segala bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, serta memperberat ancaman hukuman bagi pelaku yang dianggap sudah tidak sesuai lagi pada saat itu dan juga untuk memberikan efek jera bagi para pelaku. Setelah keluarnya

20 Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, maka perjudian di dalam KUHP diatur di dalam Pasal 303 dan 303 bis. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi di dunia memberikan dampak yang cukup besar terhadap perkembangan kejahatan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut tidak diimbangi dengan perkembangan hukum positif yang ada di Indoensia. Perkembangan teknologi informasi berdampak pada revolusi bentuk kejahatan yang sudah biasa menjadi lebih modern. Salah satu perkembangan teknologi di bidang informasi adalah internet. Internet merupakan media dimana orang-orang melakukan kegiatan di dunia maya. Dengan internet, maka pelaku kejahatan dapat melakukan kejahatan dengan resiko yang lebih kecil karena susah diusut, diproses serta diadili dikarenakan belum adanya aturan-aturan yang mengatur tentang kejahatan yang terjadi di dunia maya. Salah satu kejahatan yang sering dilakukan di dunia maya adalah perjudian yang dilakukan melalui internet (internet gambling), yang dapat dilakukan melalui kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal ini melalui penyalahgunaan internet. Maraknya perjudian dengan sarana internet di era globalisasi saat ini didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi yang telah menjadi bagian dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam dunia kita saat ini, komputer bukan hanya sekedar alat hitung, tetapi media yang juga dapat menyebarkan informasi dan memberikan layanan multi guna. Telepon genggam yang memiliki berbagai fitur layanan bukan hanya sekedar alat telekomunikasi, tetapi juga sarana untuk mengekspresikan diri dan mencari informasi Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw ; Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT Tatanusa, Jakarta, Hal. 101.

21 Untuk mengatasi kejahatan-kejahatan yang berada di dunia maya, Pemerintah membuat aturan-aturan baru agar pelaku kejahatan dapat dihukum akibat perbuatannya di dunia maya tetapi memberikan efek merugikan bagi orang lain di dunia nyata. Oleh karena itu Pemerintah menerbitkan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya disebut UU ITE yang di dalamnya diatur mengenai berbagai kegiatan di dunia maya termasuk hal-hal yang dilarang karena melanggar hukum dan mengandung unsur pidana. Walaupun tindak pidana judi di dunia maya tidak diatur secara khusus dalam suatu peraturan tetapi di dalam UU ITE tindak pidana judi melalui internet telah diatur dalam Pasal 27 ayat (2) sebagai perbuatan yang dilarang, yaitu: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. Pengaturan pasal 27 UU ITE juga mengacu pada KUHP yaitu pasal 303 dan 303 bis KUHP. Setidaknya ada beberapa materi yang terdapat di dalam pasal 303 dan 303 bis KUHP yang tercakup di dalam pasal 27 ayat (2) UU ITE. Berdasarkan pasal 27 ayat (2) UU ITE, dapat kita temukan unsur-unsur esensial perjudian dengan sarana internet, yaitu unsur subjektif dan objektif. a. Unsur Subjektif 1) Setiap orang Yang dimaksud dengan orang adalah orang perseorangan, baik Warga Negara Indonesia, Warga Negara Asing, maupun badan hukum. Dalam penerapannya menegaskan bahwa UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum yang diatur dalam undang-undang

22 ini baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia yang memiliki akibat hukum di wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. 2) Dengan sengaja dan tanpa hak Unsur sengaja mengandung makna mengetahui dan menghendaki dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang oleh UU ITE, atau mengetahui dan menghendaki terjadinya suatu akibat yang dilarang oleh UU ITE. Pemahaman kesengajaan dalam UU ITE mengacu pada teori-teori kesengajaan yang berlaku di Indonesia, yaitu: a) Kesengajaan sebagai maksud b) Kesengajaan sebagai kepastian c) Kesengajaan sebagai kemungkinan 61 b. Unsur Objektif 1) Mendistribusikan Yang dimaksud dengan mendistribusikan adalah mengirimkan informasi atau dokumen elektronik kepada seorang atau beberapa pihak atau tempat melalui atau dengan sistem elektronik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan mengirimkan surat elektronik ( ), SMS, MMS kepada banyak penerima. 2) Mentransmisikan 61 Moeljatno, Op.cit, Hal. 177

23 Yang dimaksud dengan mentransmisikan adalah mengirimkan atau meneruskan informasi atau dokumen elektronik dari satu pihak atau dari satu tempat kepada pihak atau tempat yang lain. 3) Membuat dapat diaksesnya Yang dimaksud dengan membuat dapat diaksesnya memiliki makna membuat inforasi atau dokumen elektronik dapat diakses oleh orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan suatu tautan atau referensi (link) yang dapat digunakan oleh pengguna internet untuk mengakses lokasi atau dokumen, memberikan kode akses (password) sehingga para pelaku perjudian online dapat mudah menemukan tautan-tautan yang berkaitan dengan perjudian secara online dengan mudah dan cepat. 4) Informasi atau dokumen elektronik Pasal 1 UU ITE memberikan defenisi Informasi Elektronik sebagai berikut: Satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya Sedangkan pengertian dokumen elektronik menurut Pasal 1 UU ITE adalah: Setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, eletromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas oleh tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang

24 memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Esensi perbedaannya antara informasi dan dokumen elektronik adalah bahwa informasi elektronik pada dasarnya adalah konten, sedangkan dokumen elektronik merupakan media dari konten itu sendiri sesuai dengan bentuk di atas yaitu analog, digital, elektromagnetik, atau optical. 5) Muatan perjudian Unsur yg terakhir adalah adanya muatan perjudian. Secara sederhana, yang dimaksud dengan adanya muatan perjudian adalah di dalam website perjudian terdapat bursa taruhan yang dibangun oleh seseorang. Akan tetapi, jika mengacu pada unsur perjudian maka yang dimaksud dengan muatan perjudian tidak hanya sekedar website dan bursa taruhan yang ada di dalam website, akan tetapi harus ada bagian penting lainnya yaitu harus adanya yang memasang taruhan dan adanya hasil dari taruhan tersebut, baik menang atau kalah. 3. Ketentuan Tindak Pidana Judi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian Maraknya praktek perjudian di masa lalu telah menyadarkan pemerintah bahwa perlu adanya suatu peraturan-peraturan yang jelas dan upaya penanggulangan kejahatan perjudian tidak hanya cukup dituangkan di dalam undang-undang saja melainkan juga harus diikuti dengan adanya peraturanperaturan lainnya yang mendukung pemberantasan tindak pidana perjudian. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian merupakan salah satu produk peraturan yang dikeluarkan

25 pemerintah dengan pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, dirasa perlu untuk melarang pemberian izin penyelenggaran perjudian. Hal ini dapat dilakukan dengan penghapusan segala jenis dan bentuk perjudian yang pada prakteknya terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian berbunyi sebagai berikut: a. Pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian dilarang, baik yang diselenggarakan di kasino, di tempat-tempat keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan yang lain. b. Izin penyelenggaran perjudian yang sudah diberikan, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi sejak tanggal 31 Maret Dalam Pasal 1 di atas dinyatakan dengan jelas bahwa segala izin terhadap penyelenggaran perjudian semenjak peraturan pemerintah tersebut dikeluarkan telah dilarang walau dengan alasan apapun. Pada ayat (2) juga ditegaskan bahwa setiap izin yang telah dikeluarkan sebelumnya atas penyelenggaraan perjudian dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama pemberantasan perjudian hingga dihapuskan sama sekali dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Peraturan Pemerintah ini, selain mengatur tentang tidak berlakunya lagi izin yang telah diberikan atas penyelenggaran perjudian serta dilarangnya pemberian izin terhadap pelaksanaan perjudian dengan alasan apapun, juga menegaskan bahwa segala jenis peraturan yang bertentangan dengan peraturan pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian.

26 Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian disebutkan bahwa pelarangan adanya izin terhadap pelaksanaan perjudian adalah terhadap segala jenis dan bentuk perjudian. Jenis dan bentuk yang dimaksud di dalam pasal tersebut terdapat dalam penjelasan peraturan pemerintah tersebut, diterangkan bahwa bentuk dan jenis perjudian yang dimaksud di dalam Pasal 1 tersebut adalah sebagai berikut 62 : a. Perjudian di kasino, antara lain: Roulette, Blackjack, Baccarat, Creps, Keno, Tombola, Super ping-pong, Lotto fair, Satan, Paykyu, Slot machine (Jackpot), Ji Sie Kie, Big Six Wheel, Chuc a Luck, Lempar paser/bulu ayam pada paser atau sasaran yang berputar, Pachinko, Poker, Twenty one, Hwa-hwe, dan kiu-kiu. b. Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain terdiri atas: Lempar paser/bulu ayam pada sasaran yang tidak bergerak, lempar gelang, lempar koin, kim, pancingan, menembak sasaran yang tidak berputar, lempar bola, adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu domba/kambing, pacu kuda, karapan sapi, pacu anjing, hailai, mayong/macak dan erek-erek. c. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain misalnya kebiasaan antara lain: adu ayam, adu sapi, adu kerbau, karapan sapi, pacu kuda, adu domba/kambing. Namun, dalam Peraturan Pemerintah ini juga masih terdapat adanya sedikit celah yaitu jika jenis perjudian yang dijelaskan pada bagian (c) di atas merupakan kebiasaan dalam upacara keagamaan maka jenis-jenis kegiatan di atas dapat dilakukan. Akan tetapi di dalam Peraturan Pemerintah ini juga telah dicantumkan suatu langkah preventif yakni bahwa peraturan ini tetap akan berlaku terhadap setiap jenis dan bentuk perjudian yang mungkin akan muncul di masa mendatang sehingga akan mencegah berkembangnya jenis dan bentuk permainan baru yang bisa saja mencari celah untuk melaksanakan permainan judi. 62 Penjelasan Pasal demi Pasal Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP )

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP ) BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Judi 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP ) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO.

PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO. Bentuk: Oleh: PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) Tanggal: 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO. 3192 Tentang: Indeks: PELAKSANAAN PENERTIBAN

Lebih terperinci

Dari pengertian diatas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi. Yaitu adanya unsur :

Dari pengertian diatas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi. Yaitu adanya unsur : 1.2. Pengertian Judi Dalam Ensiklopedia Indonesia[1] Judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan atau kejadian yang hasilnya tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN A. Pengertian Tindak Pidana Perjudian Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana perjudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. norma yang ada, melanggar kepentingan orang lain maupun masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. norma yang ada, melanggar kepentingan orang lain maupun masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu masyarakat terdapat nilai-nilai yang merupakan suatu rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar kelompok

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2 PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah substansi (materi pokok) dari Pasal 303

Lebih terperinci

PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN Perjudian merupakan suatu bentuk permainan yang telah lazim dikenal dan diketahui oleh setiap orang. Perjudian ini diwujudkan

Lebih terperinci

BAB III PERJUDIAN MENURUT HUKUM POSITIF

BAB III PERJUDIAN MENURUT HUKUM POSITIF BAB III PERJUDIAN MENURUT HUKUM POSITIF 3.1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjudian 3.1.1. Pengertian Perjudian Judi atau permainan judi atau perjudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Permainan

Lebih terperinci

http://www.warungbaca.com/2016/12/download-undang-undang-nomor-19-tahun.html UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.251, 2016 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan

Lebih terperinci

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan Selain masalah HAM, hal janggal yang saya amati adalah ancaman hukumannya. Anggara sudah menulis mengenai kekhawatiran dia yang lain di dalam UU ini. Di bawah adalah perbandingan ancaman hukuman pada pasal

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF. harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, perlombaan dan kejadiankejadian

BAB II TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF. harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, perlombaan dan kejadiankejadian BAB II TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF A. Sejarah Perjudian Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TENTANG LARANGAN TERHADAP PERJUDIAN. ditanggulangi karena sudah ada sejak adanya peradaban manusia.

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TENTANG LARANGAN TERHADAP PERJUDIAN. ditanggulangi karena sudah ada sejak adanya peradaban manusia. 56 BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TENTANG LARANGAN TERHADAP PERJUDIAN A. Pengertian Tindak Pidana Judi Perjudian pada hakikatnya bertentangan dengan norma agama, kesusilaan dan moral Pancasila serta membahayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pula pada dinamika kehidupan masyarakat. Perkembangan dalam kehidupan masyarakat terutama yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan suatu hal yang masih di persoalkan. Banyaknya kasus yang berhasil di temukan oleh penegak hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK 2 tahun ~ paling lama Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA. PERJUDIAN DALAM UU No. 7 TAHUN A. Latar Belakang Munculnya UU No.

BAB III KETENTUAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA. PERJUDIAN DALAM UU No. 7 TAHUN A. Latar Belakang Munculnya UU No. BAB III KETENTUAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM UU No. 7 TAHUN 1974 A. Latar Belakang Munculnya UU No. 7 Tahun 1974 Perjudian di Jakarta pada Tahun 1969 menghasilkan pemasukan 2,7

Lebih terperinci

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik Akhirnya Rancangan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) disetujui DPR menjadi Undang-Undang dua hari lalu. UU ini, dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ TAHUN 2010 TENTANG KONTEN MULTIMEDIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ TAHUN 2010 TENTANG KONTEN MULTIMEDIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ 2010. TAHUN 2010 TENTANG KONTEN MULTIMEDIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA MEMAHAMI UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) DAN PENERAPANNYA PADA DOKUMEN ELEKTRONIK SEPERTI E-TICKETING DI INDONESIA Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM 5540180013 Dosen DR.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perjudian pada hakekatnya bertentangan

Lebih terperinci

MAKALAH UU ITE DI REPUBLIK INDONESIA

MAKALAH UU ITE DI REPUBLIK INDONESIA MAKALAH UU ITE DI REPUBLIK INDONESIA Oleh : Agung Trilaksono / 2110121017 Adi Nugroho H.Q / 2110121022 POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA TEKNIK INFORMATIKA 2015-2016 UU ITE di Republik Indonesia BAB

Lebih terperinci

MELINDUNGI PENGGUNA INTERNET DENGAN UU ITE

MELINDUNGI PENGGUNA INTERNET DENGAN UU ITE MELINDUNGI PENGGUNA INTERNET DENGAN UU ITE DIREKTORAT PEMBERDAYAAN INFORMATIKA DIREKTORAT JENDERAL APLIKASI INFORMATIKA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA 1 The World We Are Facing Today A Borderless,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB II PENEGAKAN HUKUM DALAM RANGKA MENANGGULANGI PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN MASYARAKAT

BAB II PENEGAKAN HUKUM DALAM RANGKA MENANGGULANGI PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN MASYARAKAT 33 BAB II PENEGAKAN HUKUM DALAM RANGKA MENANGGULANGI PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN MASYARAKAT A. Sanksi Hukum Terhadap Perjudian Adapun ketentuan tentang bobot sanksi pidana yang akan dikenakan terhadap

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Judi Dalam KUHP Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI Universitas Mercu Buana Yogyakarta Program Studi : 1. Teknik Informatika

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI Universitas Mercu Buana Yogyakarta Program Studi : 1. Teknik Informatika FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI Universitas Mercu Buana Yogyakarta Program Studi : 1. Teknik Informatika Alamat: Kampus I, Jl. Wates. Km. 10 Yogyakarta. 55753. Telp.(0274) 649212,649211,Fax.(0274)-649213.

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara Pasal-pasal Delik Pers KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA I. Pembocoran Rahasia Negara Pasal 112 Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey, mengatakan bahwa Teknologi Informasi semakin dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya perkembangan di seluruh aspek kehidupan yaitu ekonomi, budaya, hukum,

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI 41 BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI A. Menurut Peraturan Sebelum Lahirnya UU No. 44 Tahun 2008

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTIFITAS PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA SERTA PENGAWASAN DAN PENERAPAN SANKSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTIFITAS PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA SERTA PENGAWASAN DAN PENERAPAN SANKSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTIFITAS PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA SERTA PENGAWASAN DAN PENERAPAN SANKSI Oleh William Dwi K. P. Marbun I Ketut Sudjana Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perbuatan hanya dapat dikenakan pidana jika perbuatan itu didahului oleh ancaman pidana dalam undang-undang. Artinya bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Dalam konteks itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum berfungsi untuk mengatur seluruh

Lebih terperinci

15 Februari apa isi rpm konten

15 Februari apa isi rpm konten 15 Februari 2010 http://www.detikinet.com/read/2010/02/15/125757/1299704/399/seperti apa isi rpm konten MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

BAB III HUBUNGAN HUKUM TURUT SERTA (DEELMENING) MEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERJUDIAN

BAB III HUBUNGAN HUKUM TURUT SERTA (DEELMENING) MEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERJUDIAN BAB III HUBUNGAN HUKUM TURUT SERTA (DEELMENING) MEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERJUDIAN A. Pengertian Deelmening Apabila dalam suatu peristiwa pidana terdapat lebih dari 1 orang, sehingga harus dicari pertaunggungjawaban

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PROSTITUSI MELALUI MEDIA ONLINE

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PROSTITUSI MELALUI MEDIA ONLINE BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PROSTITUSI MELALUI MEDIA ONLINE A. Pengaturan Hukum Pidana Tindak Pidana Prostitusi Melalui Media Online Dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak terhadap perilaku sosial masyarakat, termasuk juga perkembangan jenis kejahatan di dalamnya.

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa kemudahan

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN. 1. Pengertian umum tentang Perjudian

BAB III KETENTUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN. 1. Pengertian umum tentang Perjudian BAB III KETENTUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN A. Pengertian dan Ruang Lingkup Perjudian 1. Pengertian umum tentang Perjudian Perjudian merupakan salah satu permainan tertua di dunia hampir di seluruh Negara

Lebih terperinci

bidang HUMANIORA HETTY HASSANAH Program Studi Ilmu Hukum Universitas Komputer Indonesi

bidang HUMANIORA HETTY HASSANAH Program Studi Ilmu Hukum Universitas Komputer Indonesi bidang HUMANIORA TINDAK PIDANA PERJUDIAN MELALUI INTERNET (INTERNET GAMBLING) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK HETTY HASSANAH Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara

LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara 76 LAMPIRAN 1 Pedoman Wawancara 1. Sudah berapa lama berkecimpung dengan dunia sabung ayam? 2. Bagaimana cara membibitkan ayam jago yang baik? 3. Bagaimana cara merawat ayam jago? 4. Dari umur berapa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh belahan dunia. Tidak hanya negara maju saja, namun negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh belahan dunia. Tidak hanya negara maju saja, namun negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi telah menjadi pendorong lahirnya era perkembangan teknologi informasi. Fenomena kecepatan perkembangan teknologi ini telah merebak di seluruh belahan

Lebih terperinci

Bab XXV : Perbuatan Curang

Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

Lebih terperinci

Muatan yang melanggar kesusilaan

Muatan yang melanggar kesusilaan SKRIPSI HUKUM PIDANA Pasal 27 Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE: Distribusi, membuat dapat diaksesnya konten tertentu yg Ilegal - Author: Swante Adi Pasal 27 Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE: Distribusi, membuat

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN 1 Oleh : Christy Prisilia Constansia Tuwo 2

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN 1 Oleh : Christy Prisilia Constansia Tuwo 2 PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN 1 Oleh : Christy Prisilia Constansia Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial

Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial Drs. Rusmanto, M.M. rusmanto@gmail.com Narasumber DPR RI: Pembahasan RUU ITE 2008 Pemimpin Redaksi Majalah InfoLINUX 2001-2013 Dosen STT-NF & Pengajar NF Computer

Lebih terperinci

Jenis Kelamin. Umur : tahun

Jenis Kelamin. Umur : tahun 73 Nama Alamat Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Pendidikan : : : : Umur : tahun : :. Berilah tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang saudara anggap sesuai dengan pendapat saudara, apabila jawaban

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA 00.00 (zero hour rules) tidak diberlakukannya prinsip berlaku surut sejak pukul 00.00 (zero hour rules); [Pasal 3 b.] 1 (satu) Tahun ~paling

Lebih terperinci

Bab VI : Pelanggaran Kesusilaan

Bab VI : Pelanggaran Kesusilaan Bab VI : Pelanggaran Kesusilaan Pasal 532 Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah: 1. barang siapa di muka umum menyanyikan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG - UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG - UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 DAN UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK UNDANG - UNDANG

Lebih terperinci

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ayat (4) dari UU No. 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian, telah

BAB I PENDAHULUAN. ayat (4) dari UU No. 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian, telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjudian merupakan fenomena yang tidak dapat dipungkiri ditemukan di masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman, perjudian dapat dilakukan dengan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita bahkan kita sendiri pernah melakukan

I. PENDAHULUAN. sangat sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita bahkan kita sendiri pernah melakukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana perjudian merupakan suatu perbuatan yang banyak dilakukan orang, karena hasil yang akan berlipat ganda apabila menang berjudi. Perjudian merupakan tindak

Lebih terperinci

Terdakwa tidak didampingi oleh Penasihat Hukum ;

Terdakwa tidak didampingi oleh Penasihat Hukum ; P U T U S A N Nomor 343/Pid.B/2014/PN.Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa pelacuran merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena juga diartikan sebagai berikut : a. Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena juga diartikan sebagai berikut : a. Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Fenomena Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, fenomena diartikan sebagai hal-hal yang dinikmati oleh panca indra dan dapat ditinjau secara ilmiah (Kamus Lengkap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2005 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PERJUDIAN TOGEL MELALUI MEDIA INTERNET

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PERJUDIAN TOGEL MELALUI MEDIA INTERNET BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PERJUDIAN TOGEL MELALUI MEDIA INTERNET A. Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No.831/Pid.B/2013/PN.SDA

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 51/Pid.B/2016/PN Bnj

P U T U S A N Nomor 51/Pid.B/2016/PN Bnj 1 P U T U S A N Nomor 51/Pid.B/2016/PN Bnj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek

BAB I PENDAHULUAN. berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apa yang sering dihasilkan oleh kemajuan teknologi, tentu mempunyai berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek penyalahgunaannya. Dari

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kepolisian 1. Kepolisian a. Pengertian Menurut Erma Yulihastin dalam bukunya berjudul: Bekerja Sebagai Polisi, kata polisi dapat merujuk kepada tiga hal, yaitu

Lebih terperinci

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Pasal 359 Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PERJUDIAN DI KOTA MEDAN. A. Keberadaan Tindak Pidana Judi Diwilayah Kecamatan Medan Timur

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PERJUDIAN DI KOTA MEDAN. A. Keberadaan Tindak Pidana Judi Diwilayah Kecamatan Medan Timur 28 BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PERJUDIAN DI KOTA MEDAN A. Keberadaan Tindak Pidana Judi Diwilayah Kecamatan Medan Timur Perjudian sesungguhnya bukan merupakan suatu masalah sosial yang baru. Dalam sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bangsa Indonesia sejak lama di kenal sebagai Bangsa yang memiliki Adat Istiadat yang serba sopan dan moral yang sopan. Walaupun demikian ternyata budaya atau kepribadian Indonesia semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum dimana salah satu ciri negara hukum adalah adanya pengakuan hak-hak warga negara oleh negara serta mengatur kewajiban-kewajiban

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SERAH SIMPAN KARYA CETAK, KARYA REKAM, DAN KARYA ELEKTRONIK

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SERAH SIMPAN KARYA CETAK, KARYA REKAM, DAN KARYA ELEKTRONIK DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SERAH SIMPAN KARYA CETAK, KARYA REKAM, DAN KARYA ELEKTRONIK PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

Pelanggaran Kode Etik Dalam Dunia Informatika Universitas Mercubuana Yogyakarta

Pelanggaran Kode Etik Dalam Dunia Informatika Universitas Mercubuana Yogyakarta Pelanggaran Kode Etik Dalam Dunia Informatika Universitas Mercubuana Yogyakarta Oleh: Gerson Dullosa Utama 14111053 Daftar Isi Daftar Isi... 2 BAB I... 3 1.1 Informasi Berita Pelanggaran Kode Etik di Dunia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1954 TENTANG UNDIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1954 TENTANG UNDIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1954 TENTANG UNDIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu diadakan peraturan baru mengenai undian sesuai dengan keadaan sekarang; Mengingat

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 337/Pid.B/2014/PN.Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PETIKAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PENGELOLAAN DATA SISTEM ELEKTRONIK KABUPATEN MUKOMUKO

Lebih terperinci