BAB III ASOSIASI PEDAGANG BUKU

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN PEMANTAUAN KASUS PENGGUSURAN PEDAGANG BUKU BEKAS & BUKU MURAH DI LAPANGAN MERDEKA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. antar aktor dalam proses negosiasi dan resolusi konflik Pasar Kranggan Yogyakarta. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan negara. Pembangunan menghasilkan manfaat di segala bidang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KABUPATEN CILACAP

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada

Narasumber : Dadan Abdul Kohar Jabatan : Kepala Seksi Perizinan Bangunan di Dinas Tata Kota dan Bangunan kota Depok Waktu : 21 Mei 2008, jam 09.

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

Presiden Seumur Hidup

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. dan Toko Modern, memberikan pengertian Pasar Tradisional sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAGIAN I PEREMPUAN DI GARIS DEPAN

BAB VII SETIAP MASALAH ADA JALAN KELUAR

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 26/PUU-VI/2008

Warga Kalijodo Keluhkan Lambatnya Proses Pemindahan. Ke Rusunawa Marunda

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB V PENUTUP. upaya pemerintah dalam meningkatkan transportasi penerbangan untuk kawasan Jawa

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Penarikan Tarif Retribusi Parkir Wisata

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, di Kantor Presiden, tanggal 1 April 2014 Selasa, 01 April 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Ini Dia Kronologis Kebakaran Hutan Yang Habiskan Lahan Riau

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah negara agraria yang kaya akan sumber daya alamnya. Kekayaan

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan

SURAT KRONOLOGIS. Saya yang bertanda tangan di bawah ini : : Kristiana. No KTP :

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya.

BAB IV BENTUK REAKSI DAN RESPON ADANYA PONDOK PESANTREN RAUDLATUL ULUM. A. Respon adanya Pondok Pesantren Raudlatul Ulum

Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP I. KESIMPULAN

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 10 Tahun 2002 Seri: C

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 2 TAHUN 2002 IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 29/PUU-X/2012

BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 53/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XV/2017

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO Nomor 7 Tahun 2008

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

BAB III PENUTUP. maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pun sejajar dan bersifat

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU

PEMERINTAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN HARMONISASI PERATURAN DAERAH DKI JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG ASPIRATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Hutan negara yang masih rimba alam, dibiarkan begitu saja selama bertahun-tahun

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KOTA TANGERANG

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 106/PUU-XIII/2015

P U T U S A N NOMOR : 61/PID/2015/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

:Ahmad Bakhori Nasution, S.T, M.T (Sekretaris PP Kota. Tempat/Tanggal :MPC PP Kota Medan/22 Maret 2016

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 27/PHPU.D-X/2012

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BAB III PENYAJIAN DATA. memperoleh data yang berhubungan dengan Bagaimana tanggapan pedagang kaki

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN DAN PENYELENGGARAAN PEMAKAMAN JENAZAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB III PELAKSANAAN DAN HASIL KEGIATAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab XXV : Perbuatan Curang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB III ASOSIASI PEDAGANG BUKU 3.1 Peran Asosiasi Pedagang Asosiasi adalah persatuan antara rekan usaha atau persekutuan dagang yang mempunyai kepentingan bersama 13. Menurut Menurut Herskovtis (dalam Prof Harsojo 217:1988) Asosiasi bebas yang tidak dibangun atas dasar kekerabatan, meliputi berbagai bentuk pengelompokan berdasarkan seks, umur dan dalam arti yang lebih luas, strukur sosial itu juga meliputi relasi sosial yang mempunyai karakter politik berdasarkan atas daerah tempat tinggal dan status. Harsojo (1988:114) Hidup dalam bermasyarakat berarti mengorganisasikan berbagai kepentingan, kebutuhan para individu serta pengaturan sikap manusia yang satu terhadap yang lain dan pemusatan manusia dalam kelompok tertentu untuk melakukan tindakan bersama. Relasi sosial yang timbul dari hidup bermasyarakat itu dapat kita lihat sebagai suatu rencana atau sistem yang dapat disebut struktur sosial. Jadi strukur sosial suatu masyarakat manusia meliputi berbagai tipe kelompok atau asosiasi dan institusi dalam mana orang banyak itu mengambil bagian. Dengan perkataan lain asosiasi sesungguhnya adalah kelompok yang diorganisasikan. Kriteria organisasi yang menjadi ciri asosiasi adalah: 1. Mempunyai tujuan dan fungsi yang jelas dan tertentu. 2. Ada norma asosiasi. 3. Ada status asosiasi. 13 KBBI 35

4. Ada otoritas. 5. Percobaan menjadi anggota atau ada sistem calon anggota. 6. Ada sistem hak milik 7. Mempunyai nama atau lambang identitas. Fungsi asosiasi adalah: 1. Asosiasi dibentuk untuk melakukan tujuan tertentu seperti misalnya tujuan politik, ekonomi sosial dan kebudyaan. 2. Sering juga bahwa suatu asosiasi mempunyai lebih dari satu fungsi Dalam kasus pedagang buku bekas Lapangan Medeka terdapat dua asosiasi yang menaungi pedagang buku bekas Lapangan Merdeka, yakni asosiasi pedagang buku bekas Lapangan Merdeka dan persatuan pedagang buku bekas Lapangan Merdeka. Masing masing organisasi ini memeiliki peran dan fungsi sendiri terhadap anggotanya dalam hal menyikapi kebijakan relokasi Pemko Medan. 3.1.1 Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapanagan Merdeka (ASPEBLAM) Asosiasi pedagang buku bekas Lapangan Merdeka adalah salah satu asosiasi pedagang buku yang menaungi pedagang buku bekas disisi timur Lapangan Merdeka, ASPEBLAM adalah suatu asosiasi pedagang buku yang sepakat direlokasi kejalan penggadaian, pada saat penggusuran pedagang buku sisi timur Lapangan Merdeka berlangsung, seluruh anggota ASPEBLAM dikoordinir oleh pengurus untuk tidak ikut melakukan perlawanan dengan pedagang buku yang lain dan segera membereskan buku yang ada dikios dan 36

memindahkannya kekios yang sudah disediakan dijalan penggadaian. Menurut Donald, Ketua Aspeblam: Kami asosiasi pedagang buku bekas Lapangan Merdeka (ASPEBLAM) sepakat untuk direlokasi kejalan penggadaian, saya selagi ketua mempertimbangkan hal ini dengan anggota saya dan mempunyai kesepakatan untuk bersedia direlokasi dengan landasan asosiasi pedagang buku bekas Lapangan Merdeka (ASPEBLAM) percaya akan kebijakan dari pemerintahan Kota Medan merelokasi pedagang buku ke Jalan Penggadaian untuk kepentingan dan kebaikan pedagang buku. Kami berpikir bahwasannya mereka yang lebih paham tentang kebijakan atau memang bidang mereka bicara tentang kebijakan, kami pedagang buku tidak tau menau akan persoalan kebujakan pemerintahan Kota Medan, kalau misalnya kami melawan dan menolak untuk direlokasi pastilah kebijakan dari Pemerintahan Kota Medan tidak bisa digugat lagi. 3.1.2 Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) adalah salah satu Asosiasi Pedagang Buku yang menaungi pedagang buku bekas sisi timur Lapangan Merdeka P2BLM berperan sebagai wadah atau tempat berkumpul pedagang buku untuk melakukan konsolidasi atau tempat pedagang melakukan diskusi antar sesama pedagang. P2BLM juga salah satu asosiasi pedagang buku bekas yang menolak direlokasi ke Jalan Penggadaian, P2BLM sepakat untuk melakukan suatu gerakan perlawan sampai tuntutan mereka terhadap Pemerintahan Kota Medan direalisasikan. P2BLM selalu melakukan kegiatan yang bersinggungan dengan penolakan mereka ke Jalan Penggadaian, beberapa kali melakukan aksi demonstrasi seperti aksi jalan dari stasiun kereta api menuju ke Kantor Walikota Medan dan DPRD bahkan tidak hanya sekali, tapi sampai berkali-kali mereka melakukan aksi itu, melakukan panggung rakyat di Lapangan Merdeka dan setiap minggu melakukan bersih-bersih disisi timur Lapangan Merdeka dengan mengundang LSM dan 37

organisasi mahasiswa sekota Medan. Setiap melakukan agenda konsolidasi P2BLM selalu mengundang LSM yang bergerak dibidang Hukum dan Ham seperti KontraS Sumut dan pernah juga mengundang Komnas HAM untuk meminta bantuan mewujudkan aspirasi dari Persatuan Pedagang buku Bekas Lapangan Merdeka. Senan mengatakan: Kami membentuk P2BLM sebagai wadah agar perjuangan dalam menolak relokasi bisa dilakukan secara teroganisir, jadi pedagang buku yang tidak sepakat direlokasi ke Jalan Penggadaian tidak berjuang sendiri-sendiri untuk mewujudkan haknya karena kami mempunyai tujuan yang sama untuk tidak direlokasi ke Jalan Penggadaian, maka para pedagang sepakat untuk membentuk P2BLM. Hal ini sama seperti yang dikatakan R. Firth. Asosiasi dibentuk untuk melakukan tujuan tertentu seperti misalnya tujuan politik, ekonomi sosial dan kebudyaan 14. Jadi terbentuknya P2BLM atas dari kesadaran dan tujuan bersama antar pedagang buku yang tidak sepakat kebijakan Pemerintahan Kota Medan merelokasi pedagang buku. 3.2 Dualisme Asosiasi Pedagang Pedagang buku pada saat berjualan di Titi Gantung memiliki paguyuban sesama pedagang buku bekas yaitu Asosiasi Pedagang Buku Bekas. Asosiasi tersebut dibentuk dengan tujuan untuk melakukan perlawanan menolak relokasi dari Titi Gantung ke sisi Timur Lapangan Merdeka. Pedagang buku direlokasi dikarenakan Titi Gantung merupakan cagar budaya Kota Medan yang harus dijaga dan dilestarikan keindahannya. 14 R. Firth (dalam Prof Harsojo 114:1988). Pengantar Antropologi. Binacipta. 38

Mendengar adanya rencana Pemko Medan akan kembali merelokasi, pedagang buku bekas akhirnya sepakat untuk membentuk organisasi pedagang buku bekas yaitu Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (ASPEBLAM). ASPEBLAM dibentuk juga berdasarkan paguyuban yang berasal dari Titi Gantung dan merubah nama karena lokasinya yang juga sudah berbeda yaitu di sisi timur Lapangan Merdeka. Pedagang menolak direlokasi dengan alasan Jalan Mandala by Pass bukan merupakan pusat inti Kota Medan dan lokasinya sangat jauh yang dikhawatirkan akan menurunkan omset penjualan buku bekas. Sainan mengatakan: Di tahun 2012 itu ada respon dari Pemko Medan untuk merelokasi kami ke Jalan Mandala by Pass, kami tidak menerima relokasi tersebut. Sejak itulah kami pedagang buku melakukan musyawarah dan rembukan untuk membentuk kelompok pedagang buku yang namanya ASPEBLAM yaitu, Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan. Itu terbentuk karena adanya Pemko Medan mau merelokasi kami ke Jalan Mandala. Tujuan dibentuknya ASPEBLAM yang itu untuk melakukan satu penelitian maksud dan tujuan Pemko Medan merelokasi apakah itu menguntungkan pedagang atau tidak. ASPEBLAM adalah organisasi yang dibentuk oleh pedagang buku bekas untuk menolak relokasi yang akan dilakukan Pemerintah Kota Medan dan memiliki tugas untuk melakukan kajian apakah relokasi tersebut menguntungkan pihak pedagang atau tidak. Keinginan semua pedagang pada saat akan direlokasi yaitu, mengambil komitmen untuk tetap bertahan disisi timur Lapangan Merdeka. Hal ini disepakati pada rapat pedagang buku di Parapat. Hasil rapat tersebut memutuskan bahwa pedagang buku akan bertahan dan menolak relokasi oleh Pemko Medan. Alasan pedagang menolak adalah lokasi tersebut kurang strategis dan merupakan pinggiran Kota Medan. Pedagang juga mengatakan 39

karena lahan tersebut merupakan lahan PT. KAI, bukan aset dari Pemko Medan. Ada kemungkinan kios tersebut menggunakan sistem sewa dan pedagang dibebankan untuk membayar uang sewa kios sebesar Rp. 850 ribu per tahun. Setelah mendapatkan hasil keputusan hasil rapat di Parapat, para pedagang yang awalnya menolak relokasi ketika berada di Medan pengurus menyetujui untuk direlokasi tanpa memberitahukan kepada anggota pedagang buku bekas lainnya. Dengan alasan pedagang buku harus mengikuti aturan Pemko Medan. Karena hal ini sesuai dengan aspirasi anggota ASPEBLAM dan lokasi tempat yang akan digunakan sudah representatif serta Pemko Medan menyetujui hal tersebut. Ukuran kios 2x2 meter lebih besar dibandingkan di Lapangan Merdeka. Ukuran tempat dan lokasi usaha sejajar, berbeda dengan yang ada di Lapangan Merdeka, kios ada yang bertempat dibelakang dan ada yang berada didepan. Kesepakatan syarat yang diajukan pengurus adalah : 1) Biaya relokasi dan pembangunan kios di lokasi baru ditanggung oleh Pemko Medan atau pihak yang ditunjuk Pemko. 2) Perpindahan dilaksanakan secara bersamaan. 3) Lokasi baru bagi pedagang harus sah secara hukum. Usulan dan syarat disepakati oleh Pemko Medan dan Dinas Perumahan dan Permukiman agar menyiapkan dengan segera alas hukum lokasi yang akan ditempati pedagang buku bekas. Kebijakan pengurus yang awalnya menolak dan tiba-tiba sepakat untuk pindah mulai menimbulkan kecurigaan dan kekecewaan dari beberapa pedagang buku karena telah mengingkari hasil keputusan dirapat. Berdasarkan penuturan Bapak Fadli Syahputra sebagai berikut : Setelah pulang dari Parapat terjadi perbedaan kebijakan yang menyatakan kepengurusan rela di relokasi, karena alasan 40

pengurus sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah jadi kita harus mengikuti pemerintah, kita awalnya bertahan nah kenapa tiba-tiba jadi kita setuju sama relokasi itu, awalnya disinyalir adalah sesuatu yang tidak bisa kita pastikan. Yang jelas komitmen itu berubah dari awalnya bertahan hingga setuju untuk pindah. Kesepakatan tersebut ternyata hanya janji-janji belaka, karena Pemko Medan dianggap mengingkari hasil kesepakatan dengan pedagang. Hal tersebut dikarenakan tidak kunjung jelas alas hukum lokasi kios yang akan dipakai dan sudah diberi surat pemberitahuan untuk mengosongkan kios. Hal ini menimbulkan amarah dan kekecewaan pedagang. Realisasi dari kekecewaan pedagang buku untuk kembali menolak relokasi yaitu, adanya aksi turun ke jalan dan melakukan demonstrasi. Aksi tersebut diikuti oleh pedagang buku, agar aspirasi mereka didengarkan pedagang memblokir Jalan. Stasiun, seputaran Lapangan Merdeka, Medan. Aksi ini dengan membakar ban bekas serta kayu untuk dibakar. Aksi ini untuk menolak relokasi ke Jl. Pegadaian dan segera membuat alas hukum bagi pedagang jika akan di relokasi. Kecurigaan dan ketidak percayaan anggota terhadap pengurus memuncak dengan adanya rencana Pemko Medan untuk membangun pondasi di lapangan merdeka. Bangunan pondasi tersebut harus menghancurkan tempat pedagang sebanyak 20 kios. Pengurus pada saat itu menyepakati hak tersebut dengan syarat perusahaan pengembang menyatakan akan membayar ganti rugi biaya harian yaitu sebesar Rp.50.000, - (lima puluh ribu rupiah) perhari kepada 20 pedagang yang kiosnya akan dirusak dan apabila pada tanggal tersebut pelaksanaan pembangunan 180 kios belum selesai maka perusahaan akan memberikan tambahan biaya harian 41

tersebut sebanyak 10 kali lipat dari biaya harian yang telah disepakati yaitu menjadi Rp.500.000, - (lima ratus ribu rupiah) per hari. Namun, para pedagang 20 kios tersebut hanya menerima biaya harian selama 21 hari sebanyak Rp. 700.000, (tujuh ratus ribu rupiah) yaitu 19 Desember 2012 s/d 10 Januari 2013, selebihnya yaitu sampai dengan Maret 2013 para pedagang ini tidak lagi menerima uang harian tersebut. Sampai dengan 18 Maret 2013 dan lokasi berjualan mereka belum kunjung selesai juga dibangun di Jalan Pegadaian serta alas hukum yang belum jelas. Hal ini berdasarkan penuturan dari Bapak M. Hasrah Siregar yang kiosnya termasuk dihancurkan di awal menyatakan : Awalnya 20 kios ini akan dijanjikan dengan ganti rugi Rp.50.000 per hari oleh pihak developer (pengembang) dan dibantu oleh kepengurusan masa itu. Alasan kami untuk meminta ganti rugi ya mau makan apa kami, belum lagi anak, istri kami, kalo cuman segitunya pendapatan kami. Maka dari itu, kami terima kios kami dihancurkan dengan catatan, apabila sampai dengan 21 hari kios kami belum selesai dan seluruh pedagang belum juga pindah maka ganti ruginya 10 kali lipat per hari jadi nya Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per hari. Logikanya kan gini gak mungkin kami bisa cari makan di pegadaian 20 kios ini sedangkan yang rame itu di masih di Lapangan Merdeka. Pedagang yang 20 kiosnya dihancurkan mengadukan nasib mereka kepada pengurus, tetapi tidak direspon dengan baik. Pedagang dijanjikan oleh pengurus apabila dalam jangka waktu yang dekat tidak juga dibayar maka pedagang buku akan melakukan demonstrasi. Hal itu tidak kunjung terjadi, tuntutan ganti rugi pedagang buku berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan dari pihak pengembang. Berdasarkan kejadian tersebut memicu pedagang buku untuk membuat organisasi baru, karena merasa aspirasi mereka sudah tidak didengarkan lagi oleh pengurus ASPEBLAM. Awal pertemuan anggota yang tidak sepakat berawal di Taman Sri 42

Deli dengan diam-diam tanpa diketahui oleh pengurus ASPEBLAM. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Bapak Didi Siswanto yang mengatakan bahwa : Pengurus ASPEBLAM ini udah gak betul, karena udah melanggar kesepakatan yang ada di ASPEBLAM itu. Berarti ini ada udang di balik peyek kan gitu istilahnya kan pada saat itulah kami dan kawan-kawan yang tidak sepaham dengan aspeblam mengadakan pertemuan di Taman Sri Deli dengan tujuan membicarakan ketidak setujuan kami dengan keputusan ASPEBLAM tadi. Itulah awal mulanya terbentuk (Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka) P2BLM. Kondisi ini sesuai dengan apa yang dikatakan Balridge sebagai fase pragerakan (premovement stage). Pedagang buku sebagai individu merasakan adanya tekanan struktur dari Pemko Medan dan dari pengurus ASPEBLAM agar segera setuju untuk direlokasi. Fase pragerakan ditandai dengan berkumpulnya beberapa pedagang yang memiliki minat yang sama untuk berkumpul, yang merasakan kebencian, diskriminasi dan membentuk organisasi P2BLM sebagai awal gerakan. Terdapat dua penyebab terbentuknya Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka yaitu : 1) Kecewa dengan kebijakan pengurus ASPEBLAM yang menyetujui relokasi ke Jalan Pegadaian, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun, serta mengingkari hasil rapat di Parapat. 2) Anggota menganggap pengurus tidak bertanggung jawab atas ganti rugi terhadap penghancuran 20 kios awal yang diperuntukkan untuk pondasi awal sky bridge. 3) Anggota pedagang buku ingin tetap berjualan di sisi timur Lapangan Merdeka. Kondisi ini dipertegas dengan pernyataan Ibu Isdawati yang mengatakan kecewa terhadap pengurus ASPEBLAM dan tidak ada tanggung jawab dari 43

pengurus untuk mengakomodir suara anggota pedagang buku. Berikut kutipan pernyataan beliau: Pengurus selalu mengambil keputusan sendiri, tidak ada kompromi dengan anggota. Pengurus semacam punya ambisi dan membodohi anggota yang lainnya. Seharusnya setiap dia ketemu dengan siapapun kalo mengambil suatu keputusan dan lain-lain mereka tidak berhak mengambil keputusan sendiri, harus melalui keputusan anggota kalau sudah keputusan anggota kan berarti keputusan yang akurat. ketidak cocokan pemikiran itu yang membuat kita pecah, karena sebenarnya yang anggota mau bagaimana organisasi ini berjalan dengan prosedur yang ada tanpa ada embelembel dan maksud tertentu. Karena ada keganjalan-keganjalan dalam organisasi itu maka kami memisahkan diri. Karena kita positif kalau kita lihat (pengurus) keluar jalur kita lebih bagus membangun organisasi yang baru dari hati ke hati bukan dari ambisi. Tidak ada kecocokan pengurus dan anggota lainnya. Dibentuknya P2BLM itu adalah wadah yang betul-betul menjalankan wadah organisasi itu yang sebenarnya. Karena tidak adanya kepercayaan anggota ASPEBLAM kepada Pengurus ASPEBLAM maka dengan kesadaran pedagagang buku yang tidak sepakat dengan kebijakan ASPEBLAM membentuk suatu organisasi yaitu Serikat Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (SP2BLM). 3.3 Konflik Antar Asosiasi Munculnya dualisme pedagang (ASPEBLAM dan P2BLM) menyebabkan konflik antara 2 asosiasi pedagang. Konflik ini berawal dari kebijakan Pemko Medan yang ingin merelokasi pedagang buku dari sisi timur Lapangan Merdeka ke Jalan Pengadaian dikarenakan sisi timur Lapangan Merdeka akan dijadikan lahan parkir dan dibangun skybridge 15. Hal inilah yang menjadi akar konflik antara ASPEBLAM dan P2BLM. 15 Sky bridge adalah jembatan penyebrangan jalan dari sisi Timur Lapangan Merdeka ke stasiun Kereta Api 44

Dari awal terbentuknya P2BLM ini adalah salah satu langkah kongkrit sebuah perlawanan yang dilakukan P2BLM terhadap ASPEBLAM, Yang dari awalnya pedagang buku hanya dinaungi satu asosiasi ini menjadi terpecah menjadi dua kubu, P2BLM asosiasi pedagang yg komitmen menolak untuk direlokasi ke Jalan Pengadaian, sedangkan ASPEBLAM asosiasi yang bersedia untuk direlokasi. Bisa ditarik kesimpulan dua ideologi yang berbeda inilah yang menyebabkan dua asosiasi ini berseteru dalam hal apapun, hal ini sama yg dikatakan menurut Fisher et al. (2000) adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan, konflik adalah suatu kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan. Berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya diselesaikan tanpa kekerasan dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik sebagaian besar atau semua pihak yang terlibat. Konflik ini berdampak sampai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pedagang buku, misalnya P2BLM melakukan aksi untuk Pemko Medan segera merealisasikan apa yang menjadi kebutuhan P2BLM, disisi lain ASPEBLAM hanya melihat aksi P2BLM dan tidak ikut terlibat melainkan ada dari beberapa individu yang dikatakan oleh Fadly : Waktu kami (P2BLM) melakukan aksi pada saat kios kami digusur secara paksa ASPEBLAM tidak ikut bergabung dengan kami melakukan perlawanan oleh aparat pemerintah, walaupun alat berat seperti beko(alat berat) pemko yang menjadi lawan kami, P2BLM tetap berkomitmen untuk menolak direlokasi, dan pada saat itu juga secara sengaja ada dari beberapa pengurus ASPEBLAM hadir dilokasi itu namun mereka gak ikut bergabung melakukan perlawanan tapi malah mengolok-ngolok kami P2BLM dengan kata macem bisa aja kelen lawan pemerintah, kami P2BLM menganggap ASPEBLAM 45

sebagai sahabatnya pemko medan yg artinya mereka juga jadi lawan kami. Disisi lain penulis melihat suatu pandangan yang sama terhadap ASPEBLAM pada saat ASPEBLAM melakukan suatu kegiatan maka sebaliknya juga seperti itu P2BLM mengolok-ngolok ASPEBLAM seperti dua sisi mata uang yang berbeda tapi mempunyai satu fungsi yg sama, Yusuf mengatakan: Pada saat ASPEBLAM melalukan pengemasan buku dikios sisi timur lapangan merdeka atau membereskan buku mau pindah ke jalan penggadaian anggota P2BLM yang ada ditempat mencibir ASPEBLAM sering kali terdengar kata-kata pedagang penghianat, penjilat pemerintah, padahal kami menganggap kebijakan pemerintah tidak bisa diganggu gugat lagi, karena keputusan pemerintah mereka yg lebih tau atau lebih paham. Lagi pula pastilah kebijakan mereloksi pedagang buku pastinya sudah dipertimbangan dengan matangmatang relokasi ini pasti untuk kebaikan pedaganng buku juga. Dan konflik ini berkelanjutan sampai sekarang seperti beranggapan bahwa masing-masing asosiasi adalah asosiasi yang paling benar menurut pandangan para pedagang yang ada diasosiasi masing-masing asosiasi. Hal ini berdampak buruk terhadap P2BLM yg menolak direlokasi dengan adanya perpecahan antara dua pedagang buku pastilah Pemerintahan Kota Medan mempunyai pemahaman berbeda lagi dengan menanggapi perpecahan ini, dari Dinas Perumahan dan Pemukiman, Mukhyar, mengatakan: Itu Sainan anggapannya semua kios nanti milik dia itu, semua lahan dia yang punya, dia yang jamin sama pedagang lain bahwa itu hak mereka, amanlah itu. Itu dia yang bilang hasil perjuangan dia itu, kan gak bisa gitu, bisa jadi dijual nanti atas nama Sainan. Melihat pandangan Pemerintahan Kota Medan seperti ini wajar saja apabila P2BLM berpikir mereka seperti didiskriminasi, Sainan mengatakan : 46

Pemerintah khususnya Pemerintahan Kota Medan seharusnya bijak dalam menanggapi pedagang buku, mereka yang seharusnya mengayomi masyarakat bukan sebaliknya menjadi akar konflik dari pedagang buku, karena P2BLM menolak direlokasi kami dianggap seperti penghalang bagi Pemko Medan untuk merealisasikan pekerjaan mereka. Pada hal kami cuma ingin hak kami sebagai pedagang buku diberikan tempat yang layak dan pemerintah harus menanggung jawapinya bukan asal gusur dan relokasi saja, kami pedagang juga punya hak untuk hidup disini. Pemerintah adalah simbol dari cerminan suatu negara. Pemerintah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang besar terhadap kesejahteraan rakyatnya, hal ini sangatlah jauh dari apa yang diharapkan oleh P2BLM, Pemerintahan Kota Medan yang seharusnya menjadi suatu lembaga yang mengayomi pedagang buku, ini menjadi suatu akar konflik dari perseturuan antara ASPEBLAM dan P2BLM. Pemerintah Kota Medan seharusnya menanggapi hal ini secara bijak mereka seharusnya hadir sebagai wadah penengah (seharusnya) tapi melihat apa yang dilakukan oleh Pemerintahan Kota Medan, Pemerintahan Kota Medan seperti tidak perduli dengan kondisi konflik yang terjadi antara ASPEBLAM dan P2BLM. Pemerintahan Kota Medan seperti membuangkan masalah ini terhadap pedagang buku. Sederhananya saya mengatakan bahwa Pemko membuang bola panas kepada ASPEBLAM dan P2BLM dan mereka tidak mau terlibat konflik dari pedagang buku seperti buang badan padahal mereka yang menimbulkan konflik yang terjadi terhadap ASPEBLAM dan P2BLM. 3.4 Kondisi Pasca Kebijakan Revitalisasi Kondisi pasca perjanjian antara Pemerintahan Kota Medan dengan para pedagang buku semakin menimbulkan konflik baru bagi para pedagang buku. 47

Karena dari awal saja Pemerintahan Kota Medan seperti melemparkan bola panas ke padagang buku mengambil sikap tidak perduli terhadap permasalahan antar sesama pedagang dan lebih parahnya lagi Pemerintahan Kota Medan adalah akar konflik kesesama pedagang buku karena kebijakannya merelokasi pedagang buku banyak yang menolak dengan anggapan tidak berpihak ke pedagang buku, pasca merelokasi pedagang buku Pemerintahan Kota Medan akhirnya menyepakati dan merealisasikan apa yang menjadi kebutuhan pedagang buku membangun kembali kios pedagang buku disisi timur Lapangan Merdeka dan informasi ini disambut dengan rasa yang sangat gembira P2BLM karena hampir selama dua tahun lamanya perjuangan P2BLM yang menghabiskan banyak waktu, tenaga dan materi sudah terbalaskan dengan direalisasikan apa yang menjadi tuntutan mereka seperti apa yang dikatakan Frans: Saya sangat senang dengan disepakati dan kemudian direalisasikan oleh pemerintahan kota medan apa yang menjadi tuntutan kami P2BLM dengan didirikanya kembali kios pedagang buku disisi timur lapangan merdeka, ini menjadi sebuah balasan yang sangat adil bgai P2BLM, selama lebih kurang dua tahun lamanya kami berjuang untuk menolak direlokasi dan meminta kepada pemko medan untuk membangun kembali kios pedagang buku disisi timur lapangan merdeka akhirnya terjadi juga, kami P2BLM pun sudah tidak was-was lagi mencari pekerjaan baru, tidak pusing lagi memikirkan mau makan apa anak-anak pedagang buku ini, memikirkan biaya sekolah yg mahal bagaimanalah nasib anak kami kalau kami tidak berjualan lagi, tapi memang betul tidak ada perjuangan yang sia-sia selama niatan kita baik, pasti ada aja jalannya untuk diberikan kebaikan. Hal ini sama seperti apa yang dikatakan oleh Turner dan Killian dalam Suryadi (2007) mendefinisikan gerakan sosial secara luas sebagai suatu usaha bersama untuk meningkatkan suatu penentangan perubahan dalam masyarakat dimana usaha tersebut memainkan peran. Dimana usaha para pedagang tersebut 48

berhasil memainkan perannya dengan mendominasi dan mengawal relokasi pedagang buku sisi timur Lapangan Merdeka sampai tujuan mereka tercapai. Karena adanya kesepakatan perjanjian dengan Pemerintahan Kota Medan dan direalisasikannya bangunan kios pedagang buku disisi timur Lapangan Merdeka maka P2BLM tidak melakukan sikap perlawanan lagi dengan Pemerintahan Kota Medan. Mereka hanya tinggal mengawal kinerja Pemerintah Kota Medan untuk segera menyelesaikan bangunan kios pedagang buku, namun hal ini ternyata tak semudah apa yang dibayangkan P2BLM, setelah pihak P2BLM mempertanyakan terkait bangunan kios pedagang buku sisi timur Lapangan Merdeka, Pemerintahan Kota Medan melakukan konfirmasi ke pedagang buku. Pada saat itu Pemerintahan Kota Medan mengatakan hanya bersedia membangun kios pedagang buku berjumlah 180 kios. Seperti apa yang dikatakan bapak Gunawan: Pemerintahan Kota Medan akan merevitalisasi pedagang buku dengan membangun kios pedagang buku sisi timur Lapangan Merdeka berjumlah 180 kios. Jumlah kios yang dibangun Pemerintahan Kota Medan sesuai dengan jumlah para pedagang pemilik kios yang terdaftar di Pemerintahan Kota Medan, dan Pemerintah Kota Medan juga membangun fasilitas lainya seperti mushola dan kamar mandi. Revitalisasi memang sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab Pemerintahan Kota Medan terhadap pedagang buku, tapi akan lebih baik lagi ketika Pemerintah Kota Medan lebih bijak dalam menanggapi suatu kondisi misalnya langsung mengambil sikap akan merevitalisasi pedagang buku sisi timur Lapangan Merdeka dan menyelesaikan konflik yang terjadi antara ASPEBLAM dan P2BLM, bukan menjadi akar masalah bagi para pedagang. 49

3.4.1 Perspektif ASPEBLAM Pasca Revitalisasi Revitalisasi yang dilakukan oleh Pemerintahan Kota Medan sangatlah menguntungkaan bagi pedagang buku (ASPEBLAM). Pedagang buku (ASPEBLAM) berjumalah 120 pedagang dan secara keseluruhan pedagang buku (ASPEBLAM) adalah pemilik kios, artinya secara keseluruhan pedagang buku (ASPEBLAM) mempunyai hak kepemilikan kios disisi timur Lapangan Merdeka setiap individunya. Dari awal pedagang buku (ASPEBLAM) mempercayai kebijakan Pemerintah Kota Medan, ASPEBLAM meyakini apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan pastilah mempunyai pertimbangan yang matang dan tentunya untuk kepentingan bersama, Donald mengatakan: Apa yang dilakukan oleh Pemko Medan tentang relokasi dan revitalisasi adalah kebijakan yang sangat bijak. Dari awal ASPEBLAM mempercayai kebijakan yang dilakukan oleh Pemko Medan terkait pedagang buku pasti untuk kepentingan bersama, sudah terbukti sekarang ASPEBLAM tidak pernah menolak direlokasi ke pengadaian toh Pemko Medan merevitalisasi juga, P2BLM itu ribut supaya dapet kiosnya orang itu. Orang itukan gak semuanya pemilik kios, mana semua orang itu terdaftar di Pemko Medan, sibuk berjuang sama-sama diri sendiri aja selamat uda syukur. Kami dikios yang baru gak mau diganggu gugat, prosedurnya kan sudah ada, pedagang yang terdaftar di Pemko Medan yang berhak memiliki kios, kan sudah jelas ASPEBLAM dapet 120 kios dari 180 kios yang dibangun disisi timur Lapangan Merdeka, orang itu yang gak dapat ya orang itulah yg berurusan dengan Pemko Medan, jangan diganggu-ganggunya kios kami ASPEBLAM. ASPEBLAM sangat mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Pemko Medan. Revitalisasi adalah bentuk kongkrit Pemko Medan untuk memperjuangkan rakyatnya dan tetap menjaga cagar budaya Kota Medan, karena sudah menjaga keadaan pedagang buku bekas disisi timur lapangan merdeka. 50

3.4.2 Perspektif P2BLM Pasca Revitalisasi Revitalisasi sangat dikecewakan oleh pihak dari P2BLM, karena kalau dijumlahkan pedagang buku ASPEBLAM dan P2BLM itu berjumlah 244 orang. Sementara jumlah pedagang buku yang ada di P2BLM berjumlah 124 orang. Dari 124 orang itu tidak semuanya pedagang buku terdaftar di Pemko Medan, karena dari 124 hanya 80 orang yang terdaftar di Pemerintahan Kota Medan. 124 pedagang buku yang ada di P2BLM terdiri dari pemilik kios, penyewa kios dan agen buku. Sementara pedagang yang ada di ASPEBLAM adalah pedagang yang secara keseluruhan pemilik kios dan tentunya sudah pasti pedagang buku ASPEBLAM terdaftar di Pemerintahan Kota Medan. Revitalisasi yang dilakukan Pemerintahan Kota Medan menjadi babak baru yang menimbulkan pergesekan atau konflik baru antara P2BLM dan SP2BLM. Konflik babak baru ini bukan pertarungan berbeda ideologi lagi seperti yang penulis jelaskan sebelumnya, bukan lagi perbedaan pandangan antara pedagang yang sepakat melakukan relokasi dan tidak sepakat atau menolak relokasi, tapi melainkan pergesekan atau konflik yang diakibatkan merebutkan kios yang telah dibangun oleh Pemerintahan Kota Medan, P2BLM dalam pandangannya revitalisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Medan sudah benar namun dari beberapa anggota P2BLM sangat mengecawakan, seperti apa yang dikatakan Benuk: Saya sangat kecewa sama Pemerintah Kota Medan, merevitalisasi kok kayak gitu hanya sebagian aja yang dapat (pemilik kios) jadiin kami anggota P2BLM yang dari awal memperjuangkan menolak direlokasi dan memperjuangkan kios tetap ada di sisi timur Lapangan Merdeka, seharusnya kami yang berjuang ini dipertimbangkan sama Pemko Medan, hampir dua tahun kami berjuang untuk kios ini, tapi sikitpun tidak dipertimbangkan orang itu (ASPEBLAM) tidak menolak direlokasi tidak juga ikut berjuang 51

untuk direlokasi kami berjuang melawan Kota Medan orang itu jualan, coba pikirkanlah hampir dua tahun orang awak berjuang orang itu enak-enak jualan, orang itu yang dapat kede (kios). Pemko Medan seharusnya mempertimbangkan juga pedagang buku yang berjuang untuk berjualan kembali disisi timur Lapangan Merdeka, karena mereka juga salah satu cagar budaya yang ada di Kota Medan. Kehadiran mereka sangatlah berperan terhadap masyarakat menegah kebawah untuk meraih pendidikan murah, dimana lagi masyarakat Kota Medan dapat pendidikan yang terjangkau selain buku bekas. 52

BAB IV PERJUANGAN ASOSIASI DAN PEDAGANG BUKU 4.1 Kebijakan Pemerintah Kota Medan terhadap Pedagang Buku Pemerintah Kota (Pemko) Medan merelokasi pedagang buku yang masih bertahan disisi timur Lapangan Merdeka. Hal ini dilakukan untuk melanjutkan pembangunan Sky Bridge yang sudah terlantar hampir satu tahun, dimana Sky Bridge akan menjadi penghubung antara lokasi parkir dengan City Check In yang terletak di Stasiun Kereta Api Medan. Pemko mengatakan Sky Bridge itu kan proyek dan kepentingan nasional, jadi harus diutamakan, relokasi pedagang buku adalah harga mati. Dampak dari pembangunan City Check In ini, bakal menggusur para pedagang buku yang berdagang di Lapangan Merdeka Medan dengan alasan pembangunan nasional. Dengan alasan pembangunan para pedagang buku dipaksa direlokasi menuju Jalan Pegadaian. Pembangunan ini dilaksanakan berkaitan dengan adanya proyek pembangunan jalur Kereta Api ke Bandara Kuala Namu termasuk adanya proyek jalan tol. Program pembangunan ini tepat berada pada lokasi berjualan pedagang buku bekas disisi Timur Lapangan Merdeka. Lokasi sisi timur Lapangan Merdeka tersebut dekat dengan lokasi stasiun Kereta Api Medan, maka sudah dipastikan dibutuhkan lahan parkir yang luas. Pada tahun 2012, Pemko Medan melalui Dinas Pemukiman dan Perumahan sebagai pelaksana teknis berencana merelokasi kembali pedagang buku bekas dan buku murah disisi Timur Lapangan Merdeka. Pemko Medan menjelaskan kepada pedagang bahwa pada kawasan tersebut akan dibangun 53

proyek sky bridge, city check in dan lahan parkir yang akan terintegrasi dengan Bandara Kuala Namu. Pembangunan ini menggunakan lahan dengan panjang 244 meter dan lebar 39 meter yang saat itu masih berdiri kios pedagang buku. Hal ini seperti yang dikatakan Pak Chairul Abidin dari Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan : Karena adanya bandara Kuala Namu dibangun, jadi dari Kota Medan lah pusat Kota untuk akses ke Bandara Kuala Namu salah satu alternatif roda transportasi itu kan di kereta api. Ada pihak dari kementerian dan program dari pusat meminta untuk terintegrasi sarana transportasi tadi dimohon ke pihak Pemko Medan untuk segera dibangun jembatan penyeberangan sekaligus city check in. City check in itu kita mau ke bandara Kuala Namu jadi sebelum ke Kuala Namu kita bisa check in keberangkatan dulu itu sebenarnya tujuan pertama. Untuk menghubungkan kan diperlukan areal parkir yang mau berangkat ke kuala namu atau untuk menurunkan penumpang jadi integrasinya itu disitu. Pihak dari kementrian menginstruksikan kepada Pemko Medan agar dengan segera menyelesaikan proyek Sky bridge, city check in dan lahan parkir, di karenakan Bandara Kuala Namu International akan segera dioperasikan. Program pembangunan tersebut merupakan program dari pusat dan harus terintegrasi semua sarana transportasi untuk mendukung Bandara Kuala Namu. Sinergitas transportasi pembangunan nasional menjadi dasar bagi pihak Pemerintah Kota Medan wajib melaksanakan program tersebut disisi timur Lapangan Merdeka. Lokasi tersebut merupakan tempat berjualan pedagang buku bekas. Pemerintah memiliki design lokasi relokasi yaitu, masterplan untuk merelokasi pedagang buku awalnya ke Jalan Mandala dan merupakan tanah dari PT. KAI. Program pembangunan tersebut terkendala dengan keengganan pedagang buku untuk pindah kelokasi tersebut. Terdapat beberapa alternatif lokasi yang juga ditawarkan 54

kepada pedagang buku seperti ke Taman Budaya, Perisan hingga ke Jalan Pegadaian. Pedagang buku tidak ingin pindah ke Jalan Mandala dikarenakan lokasi tersebut jauh dari pusat inti kota. Tidak seperti di Lapangan Merdeka yang merupakan pusat kota dan lokasi di Jalan Mandala sulit untuk dijangkau masyarakat. Penolakan relokasi ini ditanggapi sebagai hal yang wajar dalam proses pembangunan. Mengenai aspek legalitas hukum mengapa pedagang buku yang notabene berjualan buku sah secara hukum direlokasi dari sisi timur Lapangan Merdeka harus direlokasi, pihak dari Dinas Perkim menyatakan semua ada aturan dan landasan. Pemerintah melakukan pendekatan dengan cara sosialisasi dengan surat peringatan sebanyak 3 kali dan melakukan pertemuan untuk mengakomodasi keinginan pedagang. Keinginan untuk pindah ke Jalan Pegadaian adalah merupakan keinginan dari pihak pedagang melalui organisasi Asosiasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (ASPEBLAM). ASPEBLAM dikatakan sebagai pedagang yang menurut dan mengikuti kemauan pemerintah. Pedagang yang bertahan dan menolak relokasi diberikan label negatif oleh pihak pemerintah. Stigmatisasi ini bertujuan untuk mendiskreditkan Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) terisolasi secara sosial. Kekerasan kultural yang termasuk didalamnya adalah steriotip mengenai gerakan perlawanan pedagang buku bahwa ketua dari P2BLM hanya ingin mendapatkan kios yang banyak untuk keuntungan secara pribadi. 55

4.1.1 Kepentingan Dinas Perumahan Dan Permukiman Pada tahun 2012, Pemko Medan melalui Dinas Perkim sebagai pelaksana teknis berencana merelokasi kembali pedagang buku bekas dan buku murah disisi Timur Lapangan Merdeka. Pemko Medan menjelaskan kepada pedagang bahwa pada kawasan tersebut akan dibangun proyek sky bridge, city check in dan lahan parkir yang akan terintegrasi dengan Bandara Kuala Namu. Pembangunan ini menggunakan lahan dengan panjang 244 meter dan lebar 39 meter yang saat itu masih berdiri kios pedagang buku. Hal ini seperti yang dikatakan Pak Chairul Abidin dari Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan : Karena adanya bandara Kuala Namu dibangun, jadi dari Kota Medan lah pusat Kota untuk akses ke Bandara Kuala Namu salah satu alternatif roda transportasi itu kan dikereta api. Ada pihak dari kementerian dan program dari pusat meminta untuk terintegrasi sarana transportasi tadi dimohon ke pihak Pemko Medan untuk segera dibangun jembatan penyeberangan sekaligus city check in. City check in itu kita mau ke Bandara Kuala Namu jadi sebelum ke Kuala Namu kita bisa check in keberangkatan dulu itu sebenarnya tujuan pertama. Untuk menghubungkan kan diperlukan areal parkir yang mau berangkat ke Kuala Namu atau untuk menurunkan penumpang jadi integrasinya itu disitu. Pihak dari kementerian menginstruksikan kepada Pemko Medan agar dengan segera menyelesaikan proyek sky bridge, city check in dan lahan parkir, dikarenakan Bandara Kuala Namu International akan segera dioperasikan. Pedagang berjualan berdasarkan aset Pemko berdasarkan Pemerintahan Walikota sebelumnya yaitu, Bapak Drs. Abdillah. Program pembangunan tersebut merupakan program dari pusat dan harus terintegrasi semua sarana transportasi untuk mendukung Bandara Kuala Namu. Sinergitas transportasi pembangunan nasional menjadi dasar bagi pihak Pemerintah Kota Medan wajib melaksanakan program tersebut di sisi timur Lapangan Merdeka. Lokasi tersebut merupakan 56

tempat berjualan pedagang buku bekas. Pemerintah memiliki design lokasi relokasi yaitu, masterplan untuk merelokasi pedagang buku awalnya ke Jalan Mandala dan merupakan tanah dari PT. KAI. Program pembangunan tersebut terkendala dengan keengganan pedagang buku untuk pindah kelokasi tersebut. Terdapat beberapa alternatif lokasi yang juga ditawarkan kepada pedagang buku seperti ke Taman Budaya, Perisan hingga ke Jalan Pegadaian. Pedagang buku tidak ingin pindah ke Jalan Mandala dikarenakan lokasi tersebut jauh dari pusat inti kota. Tidak seperti di Lapangan Merdeka yang merupakan pusat kota dan lokasi di Jalan Mandala sulit untuk dijangkau masyarakat. Penolakan relokasi ini ditanggapi sebagai hal yang wajar dalam proses pembangunan. Mengenai aspek legalitas hukum mengapa pedagang buku yang notabene berjualan buku sah secara hukum direlokasi dari sisi timur Lapangan Merdeka harus direlokasi, pihak dari Dinas Perkim menyatakan semua ada aturan dan landasan. RTRWK bisa dirubah dengan persetujuan anggota dewan. Ini sesuai dengan pernyataan Pak Mukhyar : Sky bridge udah dibuat di perda kita dibangun disitu masalahnya sekarang harus menelusuri Bapeda. Masterplan kereta api orang tu bangunnya dimana kadang-kadang masterplan kami disini, kereta api disini kan kami harus bersinergi jadi bukan kitab suci yang tidak bisa dirubah, tiap saat bisa berubah namanya produk manusia, siapa bilang RTRWK gak bisa dirubah, ya boleh boleh aja. Kita kan harus ikuti orang itu kereta api. Saya sekedar melanjutkan, di dalam buku perdanya kami bangun disitu, kalo gak kami bangun ngelanggar perda, APBD Kota Medan yang harus kita kerjakan dibahas di anggota dewan. Kalo dia gak tau berarti kan dia gak baca. Dinas Perkim tidak ingin menjawab pertanyaan secara detail landasan hukum pembangunan sky bridge yang seharusnya di Jalan. Jawa, Kecamatan Medan Timur karena bukan merupakan bagian tugas dari mereka, Dinas Perkim 57

ditegaskan hanya sebagai pelaksana teknis. Pemerintah melakukan pendekatan dengan cara sosialisasi dengan surat peringatan sebanyak 3 kali dan melakukan pertemuan untuk mengakomodasi keinginan pedagang. Keinginan untuk pindah ke Jalan Pegadaian adalah merupakan keinginan dari pihak pedagang melalui organisasi Asosiasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (ASPEBLAM). ASPEBLAM dikatakan sebagai pedagang yang menurut dan mengikuti kemauan pemerintah. Pedagang yang bertahan dan menolak relokasi diberikan label negatif oleh pihak pemerintah. Stigmatisasi ini bertujuan untuk mendiskreditkan Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) terisolasi secara sosial. Kekerasan kultural yang termasuk didalamnya adalah stereotip mengenai gerakan perlawanan pedagang buku bahwa ketua dari P2BLM hanya ingin mendapatkan kios yang banyak untuk keuntungan secara pribadi. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Pak Muhkyar: Itu Sainan anggapannya semua kios nanti milik dia itu, semua lahan dia yang punya, dia yang jamin sama pedagang lain bahwa itu hak mereka, amanlah itu. Itu dia yang bilang hasil perjuangan dia itu, kan gak bisa gitu, bisa jadi dijual nanti atas nama Sainan. Penggusuran secara paksa dilakukan untuk mempercepat proses pembangunan tersebut. Dinas Perkim menyatakan tidak bisa lagi melakukan penggusuran secara paksa karena melanggar Hak Asasi Manusia. Batalnya penggusuran secara paksa untuk menjadi kekondusifan masyarakat karena berkaitan dengan Pemilu Legislatif untuk menjaga keamanan masyarakat Kota Medan dan dipilih dengan cara negosiasi. Pada saat proses pembangunan pekerja proyek pembangunan dipukul oleh pedagang buku. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan pejabat pembuat komitmen, Pak Mukhyar : 58

Kita ajaklah berembuk, kan jamannya pemilu legislatif suasana politik kan memanas, jadi lurah, camat, Dinas Perkim, Satpol PP kan menjaga suasana tetap kondusif. Berapa kali kita mau menggusur gak jadi. Pedagang yang mukuli pekerja yang disitu dipukulin perempuan yang mukul diadu kepolisi asin ceritanya. Indonesia kan ini boleh petugas dipukuli tapi coba masyarakat dipukuli, ini orang gak tau hak dan kewajiban pada saat sedang dibangun. pakar-pakar hukum kita membela itu. Datang satpol pp digusur disorot media dibilang pemerintah kejam kan jadi dilema kita antara hak dan kewajiban. 4.2 Reaksi Pedagang Buku Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang bagaimana reaksi pedagang buku (P2BLM) menghadapi kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kota Medan. Pedagang buku (P2BLM) pada fase ini mempunyai sikap perlawanan terhadap kebijakan Pemerintah Kota Medan, pedagang buku (P2BLM) beranggapan kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kota Medan tidak bijak dalam mengambil keputusan, pemerintah seharusnya memberikan fasilitas dan wadah untuk mensejahterakan khususnya pedagang buku (P2BLM), artinya yang diinginkan pedagang buku hanyalah kebijakan yang dilakukan Pemerintahan Kota Medan untuk kepentingan bersama bukan hanya milik dari segelintir pihak. Frans mengatakan: Saya pedagang buku sadar akan posisi saya sebagai masyarakat Kota Medan haruslah mengikuti peraturan yang diberlakukan oleh Pemerintah Kota Medan, kami (P2BLM) pun sebenarnya takut menolak kebijakan dari Pemko Medan yang ingin merelokasi kami, pemko medan punya kuasa untuk membuat apa saja sedangkan pedagang buku pedagang buku (P2BLM) kami cuma rakyat biasa yang ingin memperjuangkan hak kami sebagai masyarakat, mau tidak mau kami harus memperjuangkan hak kami sebagai pedagang buku (P2BLM), pedagang buku (P2BLM) juga punya hak untuk melangsungkan hidup, bagaimana kalau pedagang buku tidak berjualan lagi, sementara jualan buku adalah satu-satunya mata pencarian kami. 59

Ini sama yang dikatakan oleh Ralp Linton bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasan-batasan, penulis beranggapan pedagang buku adalah suatu kelompok yang telah lama bersamasama berjualan buku, sehingga mereka mempunyai kesadaran untuk membentuk suatu asosiasi, asosiasi ini dibentuk untuk menjadi suatu wadah bersosialiasi antar sesama pedagang buku dan juga menjadi suatu wadah yang mengayomi pedagang buku untuk memperjuangkan hak-haknya. Reaksi pedagang buku (P2BLM) dalam menanggapi kebijakan Pemerintah Kota Medan adalah menolak untuk direlokasi sebelum adanya revitalisasi. Pedagang buku menolak untuk direlokasi karena tempat yang disediakan oleh pihak Pemerintah Kota Medan dianggap tidak efektif untuk pedagang berjualan buku, lokasi yang disediakan oleh Pemerintah Kota Medan sangatlah susah diakses oleh pembeli buku (konsumen) kemudian lokasi yang disediakan oleh Pemerintah Kota Medan bukan lahan milik Pemerintah Kota Medan melainkan lahan dari PT. KAI (Kereta Api Indonesia), jarak tempuh dari lokasi sebelumnya disisi timur Lapangan Merdeka berjarak +1 km kalau berjalan kaki bisa memakan waktu 15 menit sedangkan kalau menaiki kendraaan hanya sekitar 5 menit. Hal ini dijadikan salah satu landasan pedagang buku (P2BLM) untuk menolak direlokasi dan meminta pemerintah Kota Medan merevitalisasi pedagang buku, Pemerintah Kota Medan terlihat seperti ingin menggusur pedagang buku secara halus dengan cara direlokasi ketempat lain tetapi lokasi tersebut bukan milik dari Pemerintah Kota Medan, penulis melihat hal ini dilakukan untuk melepaskan tanggung jawab 60

Pemerintah Kota Medan terhadap pedagang buku, apabila terjadi suatu pembangunan kembali dilokasi relokasi pedagang buku, Pemerintah Kota Medan sudah bisa melepaskan tanggung jawabnya karena lokasi yang ditempati pedagang buku bukan lahan milik Pemerintah Kota Medan. Pedagang buku juga sama beranggapan seperti itu, Sainan mengatakan: Dari awal Pemerintah Kota Medan menyosialisasikan kebijakan Pemerintah Kota Medan kepedagang buku, kami pedagang buku yang tidak sepakat untuk disuruh pindah mempunyai sikap bertahan disisi timur Lapangan Merdeka. Karena kami yakin kami pasti tidak akan digusur kami legal disini ada surat ijinnya kok, DPRD juga dulu mengeluarkannya sampai rapat parnipura, berarti kamikan sah disini. Kemudian Pemerintah Kota Medan merelokasi kami ke Jalan Pengadaian dan sepengatahuan kami lokasi itu bukan lahan dari Pemerintah Kota Medan itu punya PT. KAI, akes pembeli buku juga kesana minim berjalan kaki jauh naik kereta harus putar arah karena satu jalan, makanya juga kami menolak untuk direlokasi kesana, tapi kalau sementara ya gak papa yang penting kami pedagang dikembalikan kesisi timur Lapangan Merdeka. Kemudian kami pedagang buku ini seperti ingin dibola-bola sama Pemko padahal kami legal disini, seharusnya yang dipertanyakan keberadaan Centre Point kan disana seharusnya lahan parkirnya kenapa kami yang digusur, Pemko harus bertanggung jawab sama pedagang buku karena kami legal disini jangan buang badan kami yang dibola-bola. Namun reaksi penolakan relokasi pedagang buku (P2BLM) itu tidak disambut baik oleh pihak pemerintahan kota medan, banyak tindakan-tindakan yang mengancam keselamatan pedagang buku pada saat proses penggusran berlangsung, penulis melihat adanya sikap arogansi yang dilakukan pemerintahan kota medan terhadap pedagang buku (P2BLM) yang menolak direlokasi sampai pemerintah kota medan bersedia merevitalisasi pedagang buku (P2BLM). 4.3 Tindakan Diskriminasi Penghancuran Kios Terhadap Pedagang Buku Pada hari Kamis, tanggal 19 September 2013 telah terjadi peristiwa pengrusakan dan pengancaman (intimidasi) yang diduga dilakukan oleh Supriadi 61

dan kawan-kawan yang mengaku disuruh Pemko Medan. Oknum yang mengklaim disuruh oleh Pemko Medan ini membawa martil, cangkul dan sejumlah alat berat lainnya. Pada hari itu pedagang buku seperti biasa sedang membuka aktifitas transaksi jual beli buku disisi timur Lapangan Merdeka. Saat pedagang buku memulai usaha mereka, terdapat sekelompok orang yang bernama Supriadi dengan membawa cangkul, martil dan alat berat lainnya masuk kelokasi kios pedagang buku. Pedagang pada saat itu mengira bahwa mereka adalah pekerja proyek bangunan sky bridge yang lokasinya bersebelahan dengan kios pedagang buku. Sekitar pukul 11.36 wib, tiba-tiba Supriadi menyuruh kawan-kawan merusak salah satu kios pedagang buku, dimana peristiwa pengrusakan tersebut membuat para pedagang terkejut dan panik lalu beramai-ramai mendatangi salah satu kios yang dirusak tersebut, sehingga sejumlah orang yang diperintah oleh Supriadi tersebut berhenti menghancuri kios. Para pedagang menanyakan kenapa kalian (Supriadi dan kawan-kawan) merusak kios, lantas dijawab para perusak tersebut bahwa mereka melakukan pengrusakan karena disuruh oleh Supriadi dan mereka juga menyampaikan bahwa Supriadi sebagai koordinator lapangan yang memberi perintah untuk menghancurkan kios. Para pedagang yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Lapangan Merdeka (P2BLM) menemui Supriadi yang juga berada ditempat kejadian perkara dan mengatakan kenapa dan/atau apa dasar kalian untuk merusak kios pedagang buku, lalu dijawab Supriadi atas dasar perintah Pemko, lalu kembali ditanya salah seorang pedagang kalau memang benar ini atas dasar suruhan Pemko mana bukti surat perintah tugas untuk menghancurkan kios ini, Supriadi tidak bisa menjawab. 62

Para pedagang kemudian meminta kepada Supriadi dan kawan kawan supaya menghentikan pengrusakan. Sekitar pukul 12.10 wib, Supriadi dan kawan-kawan selanjutnya mengambil posisi mundur dan menghentikan aksi penghancuran kios milik Yuan Pasaribu, begitupun dikarenakan sikap yang sangat tidak manusiawi (melakukan pengrusakan) yang dilakukan para perusak menimbulkan perasaan yang sama dari para pedagang untuk mempertahankan hak untuk mencari kehidupannya dan selanjutnya para pedagang tetap mengawasi serta berjaga untuk menghindari aksi pengrusakan susulan. Sekitar Pukul 14.17 WIB, Supriadi dan kawan - kawan kembali melakukan penghancuran salah satu kios, sehingga membuat para pedagang secara spontan mendatangi dan menghadang lalu meminta kepada Supriadi dan kawan-kawan agar supaya menghentikan pengrusakan, lalu salah seorang suruhan Supriadi memerintahkan kepada kawan-kawanya untuk masuk kedalam proyek yang bersebelahan dengan kios para pedagang buku bekas Lapangan Merdeka Medan. Terjadi bentrok dengan aksi saling dorong antara pedagang buku dengan oknum yang mengaku dari Pemko Medan. Kejadian tersebut beradasarkan pernyataan Fadli Syahputra : Pada saat itu pihak Kontraktor pernah melakukan memanggil orang bayaran untuk menghancurkan atau mengahantam kami pedagang P2BLM. Itu dengan turunya sekian ratus orang yang di fasilitasi sama pihak Kontraktor dengan menggunakan jasa tukang batu untuk memasuki lahan dan menghancurkan kios. Itu sempat terjadi kontak dengan pedagang. Kami mennyikapinya secara spontanitas aja. Cara masuk orang itu pun tidak diketahui sama pedagang. Orang itu gak sekalian datang banyak, satu- satu, ya kita pikir mereka itu pekerja yang udah diambil lahan ama pengembang itu 17,5 meter. P2BLM ini tidak mau memulai, walaupun pun sudah dicurigai, tapi dibilang waktu itu ama ketua kita belum ada tindakan 63

jangan pernah membuat tindakan. Kita sabar, lalu tiba-tiba banyak berani mereka hancurkan kios, udah ada satu itu yang dipukul mereka kek, martil, linggis, godam, ketauan sama pedagang ya ributlah. Menjerit pedagang, kumpul semua pedagang, bentrok belum sempat puku-pukulan cuman tolak-tolakan aja, gak lama itu datang pihak kepolisian medan barat di tengahi sama mereka yang sedikit beratnya ke kontraktor. Berdasarkan kejadian tersebut pedagang buku membuat laporan pengaduan kepihak kepolisian. Pihak pelapor sebagai korban pengancaman dan pengrusakan kios pedagang buku yang tergabung dalam Pesatuan Pedagang Buku Lapangan Merdeka (P2BLM) merupakan tempat korban berjualan/berdagang/jual beli buku untuk mencari nafkah. Bersama dengan Kuasa Hukum P2BLM yaitu, Taufik Umar Dhani, pedagang memberikan surat pengaduan laporan. Pedagang menyatakan bahwa mereka yang cenderung untuk diperiksa dan diproses. Pihak Kepolisian secara tidak langsung membela oknum pihak Pemko atau Kontraktor, Supriadi. Ini sesuai dengan yang dikatakan Bapak Sainan : Kita yang melapor malah kita yang diperiksa sama pihak kepolisian dan penyidik, kita jumpa langsung dengan Polsek Medan Barat, sewaktu jaman Pak Nico. Malah kita yang diproses dan disidik. Nah pada saat itu untungnya kita membawa tim advokasi kita yaitu bang Taufik Umar Dhani. Nah, diliiatnya pembicaraan itu sudah tidak mengarah lagi kepada kita membuat pengaduan, malah kita yang di proses, dihentikan Dia terus. Awalnya kan kita mau ngadu kios kita di rusak, lama-lama kenapa kita yang disidik, kita langsung keluar dan gak mau lagi kami buat surat laporan lagi. Nah, disitu kan nampak bahwa pihak kepolisian membantu pihak pengembang. 4.4 Strategi Perjuangan Peadagang Buku Pedagang buku (P2BLM) dalam mencapai tuntutannya pastinya pedagang buku mempunyai rencana-rencana untuk mendukung tujuan dari pedagang buku (P2BLM) yaitu revitalisasi, rencana-rencana pedagang buku (P2BLM) diambil dari keputusan bersama oleh pedagang buku (P2BLM) didalam rapat harian 64