EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU)TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI TIONGKOK KE INDONESIA DI BIDANG INVESTASI: STUDI IMPLIKASI PENGIRIMAN TENAGA KERJA ASING DISUSUN OLEH: NOVIANTI PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2017 1
A. Latar Belakang Menteri BUMN, Rini Soemarno, menandatangani MoU terkait bantuan pendanaan terhadap sejumlah BUMN di Indonesia. Pemerintah Kabinet Kerja di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo melakukan pinjaman luar negeri sebesar US$40 Milyar ke Tiongkok dengan alasan investasi. Utang luar negeri tersebut dinilai sebagai kompensasi dimana Tiongkok mengirimkan 10 juta warga negaranya untuk bekerja di Indonesia. Pilihan utang luar negeri ke Tiongkok dan negara lain karena kemampuan anggaran pemerintah untuk membiayai pembangunan yang sebagian besar bersumber dari pajak terbatas; target penerimaan pajak tidak tercapai. Tahun 2015 target penerimaan pajak Rp.1.489 Triliun (naik 29,8 % dari realisasi 2014), namun realisasi hanya 11 % yakni Rp.1.240 T. Tahun 2016 target Rp. 1.539 Tri;iun ( 24,11 % dari realisasi 2015, namun pencapaian hanya Rp. Rp 1.180.7 Triliun atau 4,78 % dari realisasi 2015/diluar penerimaan tax amnesty 103 Triliun), pada tahun 2017 pemerintah kembali membuat target penerimaan pajak yang tinggi (26,68 % dari realisasi 2016, yakni Rp. 1.498 Triliun). Namun, dalam mewujudkan nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia - Tiongkok tersebut beimplikasi memunculkan isu strategis terutama bagi Indonesia. yakni mengenai pengiriman tenaga kerja dari Tiongkok yang terkait dengan investasi besar Tiongkok di Indonesia. Pengiriman warga Tiongkok tersebut banyak menimbulkan dampak negatif bagi tenaga kerja lokal khususnya tenaga kerja setempat. Saat ini MoU sudah menjadi tren yang umum berlaku di Indonesia. Berbagai perjanjian internasional yang dilakukan oleh Indonesia termasuk dalam perjanjian pinjaman luar negeri antara Indonesia dengan Tiongkok di bidang investasi juga dilakukan dalam bentuk nomenklatur MoU. Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan kedudukan atau status dari perjanjian pinjaman luar negeri atau nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia Tiongkok di bidang investasi yakni tidak adanya penegasan secara juridis baik dalamundang- Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara maupun PeraturanPemerintah No. 2 Tahun 2006 (apakah perjanjian pinjaman ini masuk dalam kategoriperjanjian internasional publik atau perjanjian perdata internasional biasa.undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional hanya mengaturtentang perjanjian pinjaman per definisi Undang-Undang ini yaitu perjanjian Governed by International Law. Sehingga untuk perjanjian pinjaman kategoriini, ketentuan Konvensi Wina 1969 dan 1986 serta Undang-Undang No. 24 Tahun2000 tentang Perjanjian Internasional diberlakukan. 2
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Memorandum of Understanding (MoU) Pinjaman Luar Negeri Tiongkok ke Indonesia di bidang investasi: Study Implikasi Pengiriman Tenaga Kerja Asing?. Adapun pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kedudukan dan nomenklatur MoU tentang pinjaman luar negeri Tiongkok ke Indonesia di bidang investasi dalam sistem hukum nasional? 2. Bagaimana implikasi MoU tentang pinjaman luar negeri Tiongkok ke Indonesia di bidang investasi terkait dengan pengiriman tenaga kerja asing? Penelitian tentang Memorandum of Understanding (MoU) Pinjaman Luar Negeri Tiongkok ke Indonesia di bidang investasi: Study Implikasi Pengiriman Tenaga Kerja Asing merupakan penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dimaksudkan terdiri dari bahan hukum primer (primary sources) dan bahan hukum sekunder (secondary sources). sedangkan data primer didapat dengan melakukan wawancara pihak-pihak yang berkompeten di instansi terkait, baik di tingkat pusat maupun di daerah, antara lain Kementrian Luar Negeri, Bapennas, Kementrian Keuangan, Pemerintah Daerah, Kanwil Hukum dan HAM, Akademisi, Dinas Tenaga Kerja, LSM, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.. Adapun waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Oktober 2017. Penelitian ini dilakukan di daerah Provinsi Bali dan Provinsi Sumatra Barat. B. Hasil Penelitian 1. Kedudukan dan Bentuk Nomenklatur MoU tentang Pinjaman Luar Negeri Indonesia ke Tiongkok Di Bidang Investasi MoU merupakan bagian dari perjanjian internasional yang didasarkan pada Konvensi Wina 1969 yang mengatur mengenai Perjanjian Internasional Publik antar Negara sebagai subjek utama hukum internasional. kedudukan MoU itu sendiri tidak diatur secara spesifik baik dalam hukum nasional maupun hukum internasional sehingga dalam penerapannya melahirkan penafsiran yang berbeda. Dalam hukum nasional berdasarkan UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional pada penjelasan umum undang-undang ini maka perjanjian internasional dalam prakteknya dapat disamakan antara lain dengan: (a) Treaty (Perjanjian); (b) Convention (Konvensi/Kebiasaan internasional); (c) Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman. Dengan demikian MoU tentang Pinjaman Luar Negeri Tiongkok ke Indonesia di bidang investasi merupakan perjanjian internasional dimana yang menjadi subjek hukum dalam 3
perjanjian tersebut adalah antar negara yakni Indonesia dengan Tiongkok sehingga dalam implementasinya berlaku kaidah-kaidah hukum internasional publik. Walaupun judul suatu perjanjian dapat beragam, namun apabila ditelaah lebih lanjut, pengelompokan perjanjian internasional dalam nomenklatur tertentu dimaksudkan dan diupayakan untuk menunjukkan kesamaan materi yang diatur. Selain itu terdapat kecenderungan dalam praktek negara-negara, sekalipun tidak konsisten, bahwa nomenklatur tertentu menunjukkan bahwa materi perjanjian tersebut memiliki bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya dengan perjanjian internasional lainnya, atau untuk menunjukkan hubungan antara perjanjian tersebut dengan perjanjian internasional lainnya. Sekalipun Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional tidak mempermasalahkan judul atau nomenklatur, namun praktek Indonesia pada umum mengarah pada kristalisasi penggunaan nomenklatur tertentu untuk ruang lingkup materi tertentu, misalnya lebih cenderung menggunakan Agreement sebagai instrumen payung dan kemudian MOU serta arrangements untuk instrumen turunannya. 2. Implikasi MoU Tentang Pinjaman Luar Negeri Tiongkok ke Indonesia di Bidang Investasi Terkait dengan Pengiriman Tenaga Kerja Asing a. Implikasi MoU tentang Pinjaman Luar Negeri implikasi dari perjanjian pinjaman, yaitu: perjanjian internasional publik Governed by International Law seperti yang dimaksud oleh Konvensi Wina 1969 dan 1986 serta Undang- Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, dan; perjanjian perdata internasional biasa yang Governed by other than International Law yang tidak membutuhkan prosedur seperti yang dimaksud oleh Konvensi Wina dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Indonesia terkait masalah perjanjian pinjaman ini adalah tidak adanya penegasan secara juridis baik dalamundang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara maupun PeraturanPemerintah No. 2 Tahun 2006 (bahkan dalam Rancangan Undang-UndangPinjaman/Hibah Luar Negeri) apakah perjanjian pinjaman ini masuk dalam kategori perjanjian internasional publik atau perjanjian perdata internasional biasa. Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional hanya mengaturtentang perjanjian pinjaman per definisi Undang-Undang ini yaitu perjanjian Governed by International Law. Sehingga untuk perjanjian pinjaman kategoriini, ketentuan Konvensi Wina 1969 dan 1986 serta Undang-Undang No. 24 Tahun2000 tentang Perjanjian Internasional diberlakukan. Akibat 4
tidak adanyapenegasan juridis dari Rancangan Undang-Undang, akan terjadi konflik kewenangan antara substansi dan format yaitu Menteri Keuangan yang memiliki kewenangan atas pinjaman luar negeri dengan kewenangan Menteri Luar Negeri yang memiliki wewenang untuk membuat perjanjian internasional itu sendiri. Dalam praktek Indonesia, perjanjian pinjaman dapat merupakan perjanjian internasional dan juga dapat berupa perjanjian perdata internasional. Loan Agreements yang dibuat oleh Indonesia selama ini adakalanya memuat klausula tentang governing law yang merujuk pada hukum nasional sehingga dengan demikian secara juridis teoritis perjanjian ini bukan termasuk kategori perjanjian seperti dimaksud oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Implikasinya adalah mekanisme ratifikasi menurut hukum perjanjian internasional tidak diperlukan karena perjanjian ini tunduk pada hukum nasional bukan hukum internasional. b. Implikasi MoU Terhadap Pengiriman TKA Asal Tiongkok Mou antara Indonesia dengan Tiongkok juga berimplikasi terhadap pengiriman Tenaga kerja asal Tiongkok. Menteri BUMN, Rini Soemarno, menandatangani perjanjian kerjasama bantuan pendanaan yakni dengan melakukan pinjaman sebesar US$40 Milyar ke Tiongkok dengan alasan investasi. Hutang luar negeri ini dinilai sebagai nilai kompensasi dimana Tiongkok mengirimkan 10 juta warga negaranya untuk bekerja di Indonesia. TKA asal Tiongkok ini banyak menimbulkan dampak negatif bagi tenaga kerja lokal khususnya tenaga kerja setempat. Sedikit penduduk asli setempat yang dapat bekerja di proyek-proyek infrastruktur terutama di Provinsi Sumatra Barat dan Provinsi Bali. Kedatangan tenaga kerja asing tersebut dianggap menyingkirkan buruh lokal. Dilain hal, mereka juga tidak dibekali dengan kemampuan berbahasa asing. Dalam Pasal 102 PP 31 Tahun 2013 dinyatakan dengan tegas bahwa tenaga kerja asing yang boleh bekerja di Indonesia adalah tenaga ahli dan konsultan bukan pekerjaan non-teknis. C. Penutup 1. Kesimpulan a. Kedudukan MoU tidak diatur secara spesifik baik dalam hukum nasional maupun hukum internasional. Namun, MoU merupakan bagian dari perjanjian internasional yang didasarkan pada Konvensi Wina 1969 yang mengatur mengenai Perjanjian Internasional Publik antar Negara sebagai subjek utama hukum internasional..nomenklatur tertentu baik dalam bentuk MoU menunjukkan bahwa materi perjanjian tersebut memiliki bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya dengan perjanjian internasional lainnya. namun 5
praktek Indonesia pada umum mengarah pada kristalisasi penggunaan nomenklatur tertentu untuk ruang lingkup materi tertentu, b. implikasi dari perjanjian pinjaman, yaitu: perjanjian internasional publik Governed by International Law seperti yang dimaksud oleh Konvensi Wina 1969 dan 1986 serta Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, dan; perjanjian perdata internasional biasa yang Governed by other than International Law yang tidak membutuhkan prosedur seperti yang dimaksud oleh Konvensi Wina dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Sedangkan terkait dengan implikasi Mou terhadap pengiriman tenaga kerja asal Tiongkok, tenaga kerja asing seharusnya bekerja dibatasi pada level jabatan dan kepentingan seperti tingkat manajer atau direksi dengan level pendidikan dan expertise tinggi. Perusahaan-perusahaan baik asing maupun lokal di Indonesia seharusnya mempekerjakan tenaga kerja lokal dengan level buruh UMR terlebih dahulu. 6
DAFTAR PUSTAKA Adolf, Huala, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, edisi Revisi, Refika Aditama, Bandung, 2008. H. Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2009. Fuadi, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Penerbit: PT. Citra Aditya, Bandung Tahun 2001. Juwana, Hikmahanto, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, Penerbit: Lentera Hati, Jakarta Tahun 2002 Hartono, Sunaryati, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke XX (Bandung: Alumni, 1994). Rinanda Siregar, Reva,Konsep Bantuan Luar Negeri Cina ke Indonesia sebagai Kedok Investasi (Studi Kasus: Implikasi Pengiriman Tenaga Kerja Asing Cina, Jurnal Hubungan Internasional, Vo.5, Edisi 1, April 2016. Rustam, Rinaldi, Implementasi Pinjaman Luar negeri Cina Indonesia di Bidang Investasi Terkait dengan Pengiriman Tenaka Kerja Asing, Makalah Disampaikan oleh Rinaldi Rustam dalam rangka Fokus Group Discussion (FGD) di DPR RI, Tanggal 10 Maret 2017. Rajagukguk, Erman,Kontrak Dagang Internasional dalam Praktik di Indonesia, Penerbit: Universitas Indonesia, Jakarta Tahun 1994. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Implikasi Kerjasama Cina Indonesia Masuknya Ribuan Pekerja Cina,http://www.kompasiana.com/lahagu/implikasi-kerjasama-cina-indonesia-masuknya-ribuanpekerja-cina 559792bad67e619d07b176dc, diakses Tanggal 16 Februari 2017. 7