BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari laporan keuangan adalah sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban perusahaan atas sumberdaya yang telah dipercayakan oleh pemegang saham yang berisi tentang informasi akuntansi yang dapat digunakan oleh pemegang saham untuk mengambil keputusan. Laporan keuangan harus disajikan sesuai dengan fakta atau biasa disebut dengan andal sehingga tidak menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Sehingga dibutuhkan pihak ketiga yang independen untuk menilai kewajaran suatu laporan keuangan. pihak ketiga bertugas menilai kualitas atau kewajaran suatu laporan keuangan tersebut adalah akuntan publik atau biasa disebut dengan auditor. Akuntan Publik adalah seorang akuntan yang mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan guna memberikan layanan jasa akuntan publik di Indonesia. Ketentuan ini telah diatur Permenkeu No 17/PMK01/2008 mengenai Jasa Akuntan Publik. Dalam melaksanakan audit, auditor bukan hanya semata untuk kepentingan klien, namun juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan, seperti calon investor, investor, kreditor, badan pemerintah, masyarakat, dan pihak lain yang terkait untuk menilai dan mengambil keputusankeputusan strategik yang berhubungan dengan perusahaan. Dalam hal ini, akuntan publik bertanggung jawab untuk memberi keyakinan memadai dan opini tentang kewajaran laporan keuangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa selain 1
2 memiliki keahlian audit seorang auditor juga harus memiliki tingkat independensi yang tinggi. Kasus Enron dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen merupakan salah satu kasus yang disebabkan oleh adanya hubungan kerja yang panjang antara KAP dan klien yang memungkinkan timbulnya excessive similiarty (keakraban yang berlebihan) hingga dapat mempengaruhi independesi dan tingkat obyektivitas sebuah KAP, harga saham perusahaan enron menurun dan akhirnya mengalami kebangkrutan setelah diketahui bahwa laba yang diungkapkan selama ini merupakan manipulatif. KAP Arthur Andersen tidak mampu menjaga independensi yang dimilikinya sehingga menyebabkan KAP tersebut menjadi pihak yang menanggung akibatnya. Akibat dari peristiwa tersebut, KAP Arthur Andersen akhirnya ditutup. (Prastiwi & Wilsya, 2009). Oleh karena itu, perlu diadakannya auditor switching (pergantian auditor) untuk menghindari kasus seperti itu terjadi lagi. Menurut Sumarwoto (2006) pergantian KAP memiliki dua sifat, yaitu sukarela (voluntary) dan wajib (mandatory). Pergantian KAP yang bersifat sukarela (voluntary) terjadi karena inisiatif klien dan atau KAP akibat beberapa faktor sedangkan pergantian KAP yang bersifat wajib (mandatory) adalah kewajiban pergantian kantor akuntan publik dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah. Di Indonesia sendiri pergantian KAP wajib dilakukan secara berkala. Pemerintah telah mengatur kewajiban tentang pergantian auditor dalam
3 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2 tentang Jasa Akuntan Publik. Peraturan ini menyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik) paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Peraturan tersebut lalu disempurnakan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik dengan kewajiban mengganti Kantor Akuntan Publik setelah melaksanakan audit selama 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun berturut-turut (pasal 3 ayat 1). Pergantian auditor secara mandatory tidak akan menimbulkan pertanyaan seperti mengapa terjadi pergantian auditor? Apa penyebab digantinya auditor?. Akan tetapi apabila pergantian auditor terjadi secara voluntary pertanyaanpertanyaan tersebut akan timbul terutama untuk pihak-pihak yang mempunyai kepentingan seperti investor dan hal itu dapat menyebabkan munculnya kecurigaan. Sehingga dalam hal ini peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor yang menyebabkan auditor switching terutama secara voluntary. Beberapa peneliti telah melakukan pengujian faktor apa yang mempengaruhi auditor switching yaitu ( Rasmini & Juliantari, 2013; Ardianingsih, 2014; Astuti & Rahmantha, 2014, Ismiyaca et al, 2015 dan Wea & Murdiati (2015)) yang telah menguji pengaruh pergantian manajemen, opini audit, financial distress, dan ukuran KAP dan memiliki hasil yang berbeda-beda satu sama lain. Sehingga,
4 pada penelitian ini peneliti akan menguji kembali pengaruh pergantian manajemen, opini audit, financial distress, dan ukuran KAP terhadap auditor switching. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rasmini & Juliantari (2013), Ismiyaca et al. (2015) menyatakan bahwa pergantian manajemen tidak mempengaruhi adanya auditor switching karena pergantian CEO tidak selalu diikuti oleh perubahan kebijakan perusahaan sehingga perusahaan tetap menggunakan auditor yang lama, sedangkan penelitian Wea & Murdiawati (2015) menunjukkan bahwa pergantian manajemen memiliki pengaruh signifikan terhadap adanya auditor switching. Hal ini menunjukkan bahwa pergantian manajemen yang dilakukan oleh perusahaan akan menimbulkan adanya perubahan dalam kebijakan perusahaan termasuk kebijakan dalam pemilihan KAP. Jadi, jika terdapat pergantian manajemen yang dilakukan oleh perusahaan, akan mendorong terjadinya auditor switching karena manajemen perusahaan cenderung mencari KAP yang selaras dalam pelaporan dan kebijakan akuntansinya. Penelitian yang telah dilakukan oleh Rasmini & Juliantari (2013), Wea & Murdiawati (2015) menyatakan bahwa opini audit tidak mempunyai pengaruh terhadap auditor switching karena perusahaan yang menggunakan auditor baru akan menerima opini yang sama, atau opini yang tidak jauh berbeda dari opini yang diberikan auditor sebelumnya, karena auditor baru akan mencari informasi atas opini yang akan diberikan melalui auditor lama. Penelitian yang dilakukan
5 oleh Ismiyaca et al. (2015) memiliki hasil yang berbeda yaitu opini audit memiliki pengaruh terhadap auditor switching hal ini dikarenakan klien akan berpindah KAP karena opini yang diberikan KAP lama berbeda dengan apa yang diharapkan atas laporan keuangan perusahaan. Fenomena auditor switching yang dilakukan perusahaan pada tahun berikutnya diharapkan mampu memberikan opini audit yang diinginkan perusahaan. Penelitian yang telah dilakukan Astuti & Ramantha (2014) menunjukkan bahwa financial distress tidak mempunyai pengaruh terhadap auditor switching karena perusahaan yang mengalami fina.ncial d.istress, cen.derung untuk tidak mela.kukan perg.antian audi.tor, untuk menjaga kepercayaan pemegang saham dan kreditur, jika perusahaan sering melakukan pergantian auditor akan timbul anggapan yang negatif. Berbeda dengan penelitian lainnya penelitian Wea & Murdiawati (2015) yang menyatakan bahwa financial distress memiliki pengaruh terhadap auditor switching karena biaya audit yang tinggi dibebankan kepada perusahaan sementara kondisi perusahaan sedang tidak stabil pada saat mengami financial distress. Perusahaan lebih memilih untuk beralih ke Kantor Akuntan Publik baru yang bisa memberikan pelayanan audit dengan biaya yang tidak terlalu tinggi sehingga masih bisa dijangkau oleh perusahaan. Faktor selanjutnya yang memiliki pengaruh terhadap auditor switching adalah ukuran KAP yang didukung oleh penelitian Wea & Murdiawati (2015), Rasmini & Juliantari (2013) yang menyatakan bahwa ukuran KAP berpengaruh terhadap auditor switching. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan yang menggunakan
6 jasa KAP yang tidak berafiliasi dengan the Big Four memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan auditor switching secara voluntary. Hal ini bisa dikarenakan bahwa perusahaan ingin mencari KAP yang memiliki kualitas audit yang lebih tinggi misalkan dalam hal pemberian opini. Penelitian Ardianingsih (2014) dan Ismiyaca et al. (2015) menunjukkan hasil yang berbeda yaitu ukuran KAP tidak berpengaruh terhadap auditor switching hal ini didasarkan pada kode etik auditor dan system pengendalian mutu KAP menyebutkan bahwa KAP harus senantiasa menjaga integritas, obyektifitas dan independensinya. Artinya besar ataupun kecil ukuran KAP mereka harus secara professional dalam memberikan jasa audit kepada kliennya. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya serta adanya ketidakseragaman hasil penelitian, maka peneliti ingin meneliti kembali faktor apa yang mempengaruhi auditor switching. Pada penelitian ini peneliti akan menguji pengaruh 4 variabel independen yaitu pergantian manajemen, opini audit, financial distress, dan juga ukuran KAP terhadap variabel dependen yaitu auditor switching. Pergantian manajemen bisa saja mempengaruhi pergantian auditor. Hal ini dikarenakan adanya perubahan struktur organisasi yang ada dalam perusahaan tersebut akan mempengaruhi kebijakan akuntansi, pemilihan KAP, dll. Sehingga perusahaan akan lebih memilih KAP yang sesuai dengan kebijakan manajemen perusahaan yang baru.
7 Opini auditor mencerminkan bagaimana kualitas laporan keuangan perusahaan. Setiap perusahaan yang diaudit pasti menginginkan opini wajar tanpa pengecualian. Manajemen akan memberhentikan auditornya atas opini yang tidak diharapkan perusahaan atas laporan keuangannya dan berharap untuk mendapatkan auditor yang lebih lunak/more pliable (Carcello & Neal, 2003). Perusahaan yang terancam bangkrut atau mengalami kesulitan keuangan cenderung mempunyai kesempatan melakukan pergantian auditor yang besar. Kemungkinan terjadinya auditor switching disebabkan karena ketidakmampuan perusahaan untuk membayar biaya audit kepada KAP. Sehingga perusahaan akan mencari KAP dengan biaya audit yang lebih murah (Damayanti & Sudarma, 2007). Perusahaan tentunya menginginkan kualitas audit yang baik sehingga mendorong perusahaan untuk memilih KAP yang kredibilitasnya tinggi. Mardiyah (2002) berpendapat bahwa Expertise KAP merupakan salah satu atribut dalam servis KAP besar. Adanya faktor expertise itu akan menentukan perubahan auditor oleh perusahaan sehingga perusahaan lebih memilih KAP besar. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul Pengaruh Pergantian Manajemen, Opini Audit, Financial Distress, dan Ukuran KAP terhadap Auditor Switching pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2015.
8 B. Perumusan Masalah Setiap perusahaan go public diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan akan dijadikan dasar oleh investor untuk pengambilan keputusan. Independensi auditor merupakan kunci utama bagi profesi akuntan publik, termasuk untuk menilai kewajaran suatu laporan keuangan, setiap auditor diharuskan untuk memiliki independensi yang tinggi yang artinya tidak mudah terpengaruh dalam melaksanakaan pekerjaannya. Salah satu cara untuk menjaga independesi auditor dan menjaga kepercayaan publik adalah dengan melakukan pergantian auditor. Di Indonesia, pergantian auditor diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik dengan kewajiban mengganti Kantor Akuntan Publik setelah melaksanakan audit selama 6 (enam) tahun berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama 3 (tahun) berturut-turut (pasal 3 ayat 1). Pergantian auditor terjadi secara wajar apabila telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Namun apabila pergantian KAP dilakukam kurang dari 6 tahun maka akan timbul pertanyaan hal apa yang mendasari pergantian auditor tersebut?. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti faktor apa yang mempengaruhi auditor switching pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI (Bursa Efek
9 Indonesia) pada tahun 2011-2015. Faktor-faktor yang diuji pada penelitian ini adalah pergantian manajemen, opini audit, financial distress, dan ukuran KAP. Dari penjelasan diatas maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah apakah pergantian manajemen, opini audit, financial distress, dan ukuran KAP mempengaruhi auditor switching?. C. Batasan Masalah Menurut Sumarwoto (2006), pergantian KAP memiliki dua sifat, yaitu sukarela (voluntary) dan wajib (mandatory). Pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 17/PMK.01/200 dijelaskan bahwa perusahaan diwajibkan untuk melakukan pergantian KAP setiap 6 tahun dan pergantian akuntan publik setiap 3 tahun. Jadi, dapat disimpulkan pergantian auditor dapat dikatakan secara wajar apabila telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Dari penjelasan tersebut maka peneliti akan berfokus pada voluntary auditor switching (masa penugasan KAP kurang dari 6 tahun). D. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk menguji pengaruh pergantian manajemen, opini audit, financial distress, ukuran KAP terhadap auditor switching.
10 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis 1) Memberi kontribusi bagi literatur mengenai auditor switching yang berbasis pada pergantian manajemen, opini audit, financial distress, dan ukuran KAP. 2) Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan yang sama. b. Manfaat Praktis 1) Memberikan informasi kepada auditor dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi auditor switching, sehingga nantinya dapat menjadi salah satu sumber bagi pembuat regulasi yang berkenaan dengan praktik perpindahan KAP oleh perusahaan go public. 2) Memberikan informasi bagi investor mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap auditor switching secara empiris, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum melakukan investasi.
11