BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung batang (Hartono,

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

I. TINJAUAN PUSTAKA. toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik.

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlalu keras dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Ulat api Setothosea Asigna dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

PENDAHULUAN. ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Perkebunan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Ulat Pemakan Daun Kelapa dan Cara Mengendalikannya. Oleh. Ramadhani Kurnia Adhi. Widyaiswara Muda

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. transparan (Gambar 1). Telur diletakkan berderet 3 4 baris sejajar dengan

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

Oleh Syahnen dan Ida Roma Tio Uli Siahaan. Gambar 1. Ulat api Setothosea asigna Sumber : Purba, dkk. (2005)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

Pengorok Daun Manggis

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

setelah peletakan dan menetas pada umur hari. Dalam penelitian yang telah

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian serangga hama. Silvikultur Fisik mekanik Hayati : (predator, parasitoid, patogen) Genetik Kimiawi Perundangan PHT

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

I. P E N D A H U L U A N. empat bibit kelapa sawit dibawa dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Transkripsi:

2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga bekas gigitannya mengering dan berlubang. Daun yang mengering akan digunakan sebagai bahan pembuat Ulat Kantong tersebut (Susanto, 2012). Ulat Kantong telah banyak menimbulkan masalah yang berkepanjangan dengan terjadinya eksploitasi dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan kehilangan daun (defoliasi) tanaman yang berdampak langsung terhadap penurunan produksi. Kehilangan daun (defoliasi) yang mencapai hampir 100% pada TM berdampak langsung terhadap penurunan produksi hingga 70% (1 kali serangan) dan 93% (terjadi serangan ulang pada tahun yang sama). Hal ini menerangkan betapa seriusnya serangan Ulat Kantong yang tidak dapat dikendalikan (Pahan, 2012). Adapun klasifikasi dari hama Ulat Kantong (M. plana) adalah : Kingdom Sub Kingdom Phylum Sub Phylum Klas Sub Klas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Bilateria : Arthropoda : Mandibulata : Insecta : Dicondylia : Lepidoptera : Acrolophidae : Metisa : Metisa plana 4

2.2. Siklus Hidup dan Morfologi Ulat Kantong (M. plana) Ciri khas utama dari Ulat Kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang berasal dari potongan-potongan daun, tangkai, dan bunga tanaman inang di sekitar daerah serangan. Ciri khas yang lain dari Ulat Kantong yaitu pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies Ulat Kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina menarik serangga jantan (Utomo, 2007). Daun yang diserang Ulat Kantong (M. plana) dapat menjadi kering seperti terbakar karena ulat pada saat memakan daun mengeluarkan cairan yang bersifat racun. Data morfologi dan biologi dari Ulat Kantong hampir sama dengan (Crematopsyhe pendula). Kupu-kupu jantan saja yang bersayap dengan rentangan sayap 17-20 mm, berantena panjang dan berbulu. Sayapnya cokelat hampir hitam. Kupu betina bentuknya seperti ulat. Ulatnya mencapai panjang 12 mm, hidup dalam kantong yang panjangnya 16-17 mm. (SPO PT. Perkebunan Nusantara IV, 2007). Berikut ini adalah siklus hidup hama Ulat Kantong (M. plana). Telur menetas menjadi larva dalam kantong dan aktif untuk membuat kantong dengan liurnya Ulat berkepompong menjadi pupa didalam kantong Ngengat betina tanpa bersayap bertelur dalam kantong 100-300 butir telur Ngengat jantan memiliki sayap, sedangkan ngengat betina tetap akan menjadi ulat dan berada didalam kantong Gambar 2.1. Siklus Hidup Hama Ulat Kantong (M. plana) 5

2.2.1. Telur Telur berwarna kuning pucat dan berbentuk seperti tong yang mempunyai lapisan korion yang halus. Telur akan berubah warna menjadi kecokelatan menjelang penetasan dan masa inkubasinya adalah 19,7 ± 0,3 hari. Produktivitas betina pada pembiakan di laboratorium lebih tinggi daripada betina yang hidup di alam bebas (158 ± 10,3 vs 99,9 ± 5,7 telur per betina), masih lebih rendah daripada spesies Famili Psychidae yang lain (Basri dan Kevan dalam Susanto, 2012). Seekor ngengat betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama hidupnya. Telur menetas dalam waktu 18 hari. Pada akhir perkembangannya dapat mencapai panjang sekitar 12 mm, dengan panjang kantong 15-17 mm. Kantong terbuat dari potongan kecil daun Kelapa Sawit. Pada waktu berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya, beukuran panjang sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun (Sulistyo, 2010). Gambar 2.2 Telur M. plana 2.2.2. Larva Larva yang baru menetas berwarna putih kecokelatan. Dengan benang air liurnya, larva akan keluar dari kantong dan bergantungan mencari sasaran, kadang-kadang larva tetap berkelompok disekitar kantong induknya. Pembentukan kantong hampir sama pada semua instar. Setelah penetasan, instar pertama berada pada kantong pupa induk dan keluar dari bagian 6

anterior kantong. Kemudian larva tersebut memotong jaringan dari permukaan daun, kemudian dikaitkan satu sama lain dengan sutra. Seperti halnya dengan Ulat Kantong yang lain, pengenalan instar dibuat dengan mengukur lebar kapsul kepala larva (Basri dan Kevan dalam Susanto, 2012). Adapun ciri khas masing-masing instar menurut (Basri dan Kevan dalam Susanto, 2012) adalah sebagai berikut : 1. Instar I, permukaan kantong relatif lembut 2. Instar II,sedikit kecil dan sekeliling potongan daun yang terikat dengan longgar pada bagian ujung anterior kantong 3. Instar III, lebih besar, potongan daun-daun berbentuk persegi panjang (sampai 6 potong) terikat pada bagian ujung posterior kantong 4. Instar IV, lebih banyak potongan daun berbentuk bulat sampai pesegi panjang yang terikat dengan longgar, terlihat seperti semak 5. Instar V, kebanyakan potongan daun yang longgar menempel kebawah, terlihat halus dan terdapat tanda putih yang menyempit 6. Instar VI, semua potongan daun yang longgar menempel kebawah dan tanda putih melebar sampai seperempat panjang kantong 7. Instar VII, sama dengan instar VI, hanya saja tanda putih lebih besar dan lebih panjang (sepertiga panjang kantong) Foto : Susanto 2.2.3. Pupa Gambar 2.3. Instar Larva Metisa plana Keterangan : (a) Instar I, (b) Instar II, (c) Instar III, (d) Instar IV, (e) Instar V, 7

Ulat berkepompong menjadi pupa. Pada masa kepompong kantung ini menggantung di permukaan bawah helaian daun dengan benang penggantungnya berbentuk kait pada Ulat Kantong (M. plana). Siklus hidupnya 3 bulan dimana stadia telur 18 hari, ulat 50 hari (4-5 instar) dan berkepompong 25 hari. Tingkat populasi kritis pada pelepah daun adalah 5-10 ulat/pelepah (Lubis, 2008). Pada waktu pupa, kantong keliatan halus permukaannya, berukuran panjang sekitar 15 mm. Pupa Ulat Kantong tetap berada didalam kantong berwarna kuning kecokelatan. Dimorphisme seksual juga tercatat pada ukuran pupa (jantan lebih kecil daripada betina), panjang pupa jantan lebih pendek dibandingkan betina (± 8-12 mm vs ± 11-15 mm). Pupa jantan menggantung seperti kait pada permukaan bawah daun. Waktu perkembangan pupa jantan 21,7 hari sedangkan pupa betina 10,4 hari. Waktu perkembangan pada betina yang lebih pendek dapat dihitung dari karakteristik morfologi betina yang sederhana (Basri dan Kevan dalam Susanto, 2012). Foto : Susanto Gambar 2.4. Pupa Metisa plana; (a) Pupa Jantan, (b) Pupa Betina 8

2.2.4. Imago/Dewasa Imago jantan dewasa hama Ulat Kantong mempunyai sayap seperti kupukupu, sehingga dapat terbang. Sedangkan imago betina tidak mempunyai sayap, sehingga tetap tinggal didalam kantong. Imago betina dapat hidup selama 7 hari dan dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir serta akan mati setelah telur menetas. Sedangkan imago jantan memiliki rentang sayap hingga 12-20 mm dan dapat terbang. Sayap berwarna cokelat kehitaman dan dapat hidup selama 1-2 hari dalam kondisi laboratorium untuk melakukan kopulasi. Imago jantan akan mendatangi imago betina untuk melakukan perkawinan (Susanto, 2012). Secara umum waktu yang dibutuhkan M. plana dalam menyelesaikan hidupnya sekitar 70-90 hari. Penetasan telur membutuhkan waktu 19-20 hari. Masa perkembangan larva sekitar 50-60 hari, sedangkan fase pupa betina membutuhkan waktu 9-10 hari dan jantan membutuhkan waktu 21 hari. Imago jantan dapat hidup 1-2 hari. Terdapat perbedaan jumlah hari pada siklus hidup betina dan jantan pada M. plana (Susanto, 2012). Foto : Susanto Gambar 2.5. Imago Metisa plana 9

2.3. Gejala Kerusakan Hama Ulat Kantong (M. plana) 2.3.1. Gejala Proses Serangan Serangan Ulat Kantong ditandai dengan kenampakan tajuk tanaman yang kering seperti terbakar dan menunjukkan bahwa kehilangan daun dapat mencapai 46,6%. Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan Ulat Kantong, tetapi lebih cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran Ulat Kantong pada tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan (Utomo, 2007). Hama Ulat Kantong mulai menyerang dari tengah daun sehingga daun berlubang-lubang, kerusakan yang disebabkannya dalam bentuk bercakbercak nekrotis (hangus), karena banyak daun menjadi kering. Ulatnya kecil tetapi serangannya lebih berat karena ulat memakan dan cepat berpindah-pindah (Husairi, 2002) Serangan hama seperti Ulat Kantong di tandai dengan kenampakan tanaman yang kering seperti terbakar. Serangan intensif ulat-ulat Kantong dapat meniadakan seluruh helaian daun, sehingga yang tersisa hanya pelepah daun, tulang daun utama, dan tulang anak (lidi). Berkurangnya atau musnahnya helaian daun dengan sendirinya menurunkan prodiktivitas buah, tetapi selain itu pertumbuhan tanaman pun terhambat, dan membutuhkan waktu cukup lama sebelum pertumbuhan kembali normal (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2000) 10

Foto : Susanto Gambar 2.6. Gejala Serangan Metisa plana 2.3.2. Kriteria Serangan Kriteria serangan digunakan untuk mengetahui tingkat serangan dari hama dan juga untuk menentukan tindakan pengendalian yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat serangan. Adapun kriteria tingkat serangan Ulat Kantong M. plana menurut (Sulistyo, 2010) adalah : 1. Ringan : bila terdapat <3 ekor Ulat Kantong perpelepah 2. Sedang : bila terdapat 3-5 ekor Ulat Kantong perpelepah 3. Berat : bila terdapat >5 ekor Ulat Kantong perpelepah 2.3.3. Kerugian Serangan Hama Ulat Kantong Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) merupakan hama utama pada perkebunan Kelapa Sawit dan menimbulkan kerugian. Serangan Ulat Kantong (M. plana) mengakibatkan Kelapa Sawit kehilangan daun dan akhirnya akan menurunkan produksi Kelapa Sawit. Hasil simulasi percobaan kerusakan daun yang dilakukan pada Kelapa Sawit berumur 8 tahun, diperkirakan mengalami penurunan produksi sebesar 30%-40% dalam 2 tahun setelah terjadinya kehilangan daun sebesar 50%. Pada tanaman Kelapa Sawit yang berumur 2 tahun dan 1 tahun, masing-masing akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar 12%-24% dan <4% pada 2 tahun pasca serangan (Prawirosukarto, 2002). 11

2.4. Metode Pengendalian Hama Ulat Kantong (M. plana) Ulat Kantong termasuk hama yang relatif sulit dikendalikan karena larva berada didalam kantong sehingga apabila tidak tepat waktu,aplikasi insektisida akan terhalang oleh kantong tersebut. Selain itu kesulitan yang terjadi adalah banyaknya insektisida yang sudah dilarang. Oleh karena itu teknik pengendalian harus tepat waktu. Perkembangan Ulat Kantong dipantau dari kantong dengan melihat sebagian pelepah yang terserang Ulat Kantong. persebaran Ulat Kantong yang relatif lama, maka strategi yang ditempuh biasanya dilakukan pengendalian yang dimulai dari bagian luasan terluar yang terserang hama ini, dan selanjutnya menuju pusat serangan Ulat Kantong (Susanto, 2012). 2.4.1. Pengendalian secara Biologis Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Hindari penyemprotan gulma secara blanket (Clean Weeding), karena apabila penyemprotan tersebut dilakukan, maka hal ini akan mengurangi keragaman predator dan parasitoidnya yang akan memicu ledakan hama Ulat Kantong. b. Pengaplikasian agen hayati dan konservasi musuh alami dengan penanaman tanaman berguna, seperti Cassia spp, Crotalaria usaramoensis dan Euphorbia heterophylla yang mempunyai peranan penting sebagai sumber pakan bagi imago berbagai jenis serangga parasitoid M. plana seperti Dolichogenidea metesae. c. Melakukan introduksi dan augmentasi (menambahkan populasi musuh alami) pada areal serangan UPDKS dilapangan. 12

2.4.2. Pengendalian secara Mekanis Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan cara memungut ulat satu per satu (Handpicking), mengumpulkannya, terutama pada tanaman yang masih muda yang tingginya masih terjangkau oleh tangan. Agar populasi ulat terkendali, pemungutan harus dilakukan secara rutin dua kali seminggu (Hadi, 2004). 2.4.3. Pengendalian secara Kimiawi Pengendalian ulat pemakan daun Kelapa Sawit, khusus Ulat Kantong memiliki perilaku yang khusus. Hal ini dikarenakan Ulat Kantong memiliki kantong yang menyelimutinya. Kantong tersebut berguna untuk melindungi ulat dari ancaman predator. Jadi, jika hendak melakukan pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan racun yang bersifat sistemik. Racun sistemik adalah racun yang diserap melalui sistem organisme misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan tanaman yang akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga mengakibatkan peracunan bagi hama. Pengendaliannya dapat menggunakan Injeksi batang, Mist Blower dan Fogger (Susanto dkk., 2012). Pada penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengendalian Ulat Kantong (M. plana) yaitu dengan metode injeksi batang. 2.5. Injeksi Batang Injeksi batang dapat dilaksanakan jika tanaman telah berumur >7 tahun. Apabila dosis >10-25 cc/pkk dibuat 2 buah lubang yang berlawanan (kiri/kanan) dengan alat bor. Apabila dosis insektisida <10cc/pkk cukup dibuat 1 lubang. Lubang dibuat 1 m dari permukaan tanah dengan kemiringan 45 0 arah vertikal. Injeksi batang dapat dilaksanakan 8-12 kali per siklus tanaman (sekali 2 tahun) (SPO PT. Perkebunan Nusantara IV, 2007). 13

Cara Kerja : a. Tim terdiri dari 2 orang, 1 orang (laki-laki) sebagai operator alat dan 1 orang (perempuan) sebagai aplikator insektisida dengan menutup lubang menggunakan daun Kelapa Sawit setelah aplikasi insektisida. b. Lubang bor dibuat pada ketinggian ±50 cm (tergantung dari umur tanaman dengan kemiringan lubang 45 0. Untuk tanaman yang berumur <7 tahun, insektisida diaplikasikan dalam 2 lubang yang berseberangan. c. Pada saat tanaman sudah berumur di atas 7 tahun, kanopi sudah tinggi sehingga aplikasi insektisida dengan cara penyemprotan tidak bisa dilakukan. Pengaplikasian insektisida dengan cara injeksi batang akan member hasil yang lebih efektif dan efisien. Sumber : Dokumentasi pribadi Gambar 2.7. Metode Injeksi Batang 14