BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA

dokumen-dokumen yang mirip
HAKIKAT BANGSA DAN NEGARA. M.Mamun Salman, M.Pd.I

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

Hukum Laut Indonesia

Heni Susila Wardoyo, S.H., M.H

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

Perkembangan Hukum Laut Internasional

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

KONSEPSI NEGARA HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

M. Individu. M. Sosial

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

Nitaria Angkasa, SH, S.Pd

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

Waktu: 8 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Standar Kompetensi: Memahami Hakikat Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

TINJAUAN MATA KULIAH...

NAVIGASI. Pengertian Lintas (Art. Art. 18 LOSC) SELAT SELAT REZIM HAK LINTAS. Dalam arti geografis: Dalam arti yuridis: lain.

PERLINDUNGAN HUKUM NEGARA TERHADAP KEDAULATAN WILAYAH LAUT

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI NEGARA KEWARGANEGARAAN

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang

KEWARGANEGARAAN WAWASAN NUSANTARA : GEOPOLITIK-GEOSTRATEGI. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: 11Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

MATERI KULIAH ILMU NEGARA MATCH DAY 5 UNSUR-UNSUR NEGARA

Konvensi Montevideo 1933

Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

KEDAULATAN NEGARA PANTAI (INDONESIA) TERHADAP KONSERVASI KELAUTAN DALAM WILAYAH TERITORIAL LAUT (TERRITORIAL SEA) INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM LAUT. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi.

JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION)

ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI. Retno Windari Poerwito

BAB III PENUTUP. tahun 2006 tentang tim nasional pembakuan rupa bumi. Saat ini ada

Masalah Penetapan Batas Landas Kontinen dan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Oleh : Danar Widiyanta 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Laut yang pada masa lampau didasari oleh kebiasaan dan hukum

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]

Pendidikan Kewarganegaraan

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

Wawasan Nusantara KELOMPOK 1 CIVIC EDUCATION

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2

MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat

maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298.

Transkripsi:

BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA Menurut Konvensi Montevideo tahun 1933, yang merupakan Konvensi Hukum Internasional, Negara harus mempunyai empat unsur konsititutif, yaitu : a. Harus ada penghuni (rakyat, penduduk, warga Negara) atau bangsa (staatvolk). b. Harus ada wilayah atau lingkungan kekuasaan. c. Harus ada kekuasaan tertinggi (penguasa yang berdaulat) atau pemerintahan yang berdaulat. d. Kesanggupan berhubungan dengan Negara-negara lain. A. WILAYAH Merupakan landasan material atau landasan fisik Negara. Secara umum dapat dibedakan menjadi 1. Wilayah Daratan Batas wilayah suatu negaradengan Negara lain di darat, dapat berupa : Batas Alamiah Batas Buatan Batas Secara geografis 2.Wilayah Lautan Negara yang tidak memiliki lautan disebut land locked. Sedangkan Negara yang memiliki wilayah lautan denganpulau-pulau di dalamnya disebut archipelagic state Dewasa ini, yang dijadikan dasar hukum masalah wilayah kelautan suatu Negara adalah Hasil Konferensi Hukumlaut nternasional III tahun 1982 di Montigo Bay (Jamaika) yang diselenggarakan oleh PBB, yaitu UNCLOS (United Nations Conference on The Law of the Sea). Batas Lautan : 1) Laut Teritorial (LT) 2) Zona Bersebelahan (ZB) 3) Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) 4) Landas Kontinen (LK)Pemerintah RI pada tanggal 17 Februari 1969, Telah mengeluarkan Deklarasi tentang Landas Kontinen dengan kebiasaan praktik Negara dan dibenarkan pula oleh Hukum Internasional bahwa suatu Negara pantai

mempunyaipenguasaan dan yurisdiksi yang ekslusif atau kekayaan mineral dan kekayaan lainnya dalam dasar laut dan tanahdi dalamnya di landas kontinen. Contoh hasil perjanjian landasan kontinen : a. Perjanjian RI Malaysia tetang Penetapan garis Batas Landas Kontinen Kedua Negara (di Selat Malaka danlaut Cina Selatan) ditandatangani 27 Oktober 1969 dan mulai berlaku 7 November 1969. b. Perjanjian RI Thailand tentang Landas Kontinen Selat Malaka Bagian Utara dan Laut Andaman,ditandatangani17 Desember 1971 dan mulai berlaku 7 April 1972. c. Persetujuan RI Australia tentang Penetapan Atas Batas-Batas Dasar Laut Tertentu di daerah Laut Timor dan laut Arafuru sebagai tambahan pada persetujuan tanggal 18 Mei 1971, dan berlaku mulai 9 Oktober 1972. 5). Landas Benua (LB) 3.Wilayah Udara Pasal 1 Konvensi Paris 1919 : Negara-negara merdeka dan berdaulat berhak mengadakan eksplorasi dan eksploitasidii wilayah udaranya, misalnya untuk kepentingan radio, satelit, dan penerbangan. Konvensi Chicago 1944 (Pasal 1) : Setiap Negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan ekslusif di ruang udara di atas wilayahnya UU RI No. 20 tahun 1982, batas wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geo- stationer adalah setinggi35.671km. 4.Wilayah Ekstrateritorial Wilayah suatu Negara yang berada di luar wilayah Negara itu. Menurut Hukum Internasional, yang mengacu padahasil Reglemen dalam Kongres Wina(1815) dan Kongres Aachen (1818), perwakilan diplomatik suatu Negara di Negara lain merupakan daerah ekstrateritorial Daerah Ekstrateritorial, mencakup : (1) Daerah perwakilan diplomatik suatu Negara (2) Kapal yang berlayar di bawah bendera suatu Negara

B. RAKYAT Berdasarkan hubungannya dengan daerah tertentu, dibedakan atas dua jenis yaitu : 1. Penduduk Mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah Negara (menetap) untuk jangka waktu yang lama. 2. Bukan Penduduk Mereka yang bearada di dalam suatu wilayah Negara hanya untuk sementara waktu (tidak menetap). Berdasarkan hubungannya dengan pemerintah, rakyat dapat dibedakan menjadi : 1. Warga Negara Mereka yang berdasarkan hukum tertentu merupakan anggota dari suatu Negara, dengan status kewarganegaraan warga Negara asli atau warga Negara keturunan asing. 2. Bukan Warga Negara Mereka yang berada di suatu Negara tetapi secara hukum tidak menjadi anggota Negara yang bersangkutan, namun tunduk pada Pemerintah dimana mereka berada. C. PEMERINTAH YANG BERDAULAT Kata kedaulatan atau daulat berasal dari kata daulah (Arab), souvereignty (Inggris), Souvereiniteit (Perancis), supremus (Latin), yang berarti kekuasaan tertinggi. Kekuasaan yang dimiliki pemerintah mempunyai kekuatan yang berlaku kedalam (interne-souvereiniteit ) dan keluar (extrene-souvereiniteit). Menurut Jean Bodin (1500-1596) kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatunegara. Kedaulatan mempunyai sifat-sifat pokok sebagai berikut Asli Kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi. Permanen kekuasaan itu tetap ada selama Negara itu berdiri sekalipun pemegang kedaulatan berganti-berganti. Tunggal (Bulat) Kekuasaan itu merupakan satu-kesatuan tertinggi dalam Negara yang tidak diserahkan atau dibagi-bagikan kepada badan lain.

Tidak terbatas ( absolute) kekuasaan itu tidak dibatasi oleh kekuasaan lain. Bila ada kekuasaan lain yang membatasinya, maka kekuasaan tertinggi yang dimilikinya akan lenyap. D. PENGAKUAN DARI NEGARA LAIN 1). Pengakuan secara de facto Diberikan kalau suatu Negara baru sudah memenuhi unsur konstitutif dan juga telah menunjukkan diri sebagaipemerintahan yang stabil. Pengakuan de facto adalah pengakuan tentang kenyataan (fakta) adanya suatu Negara. Pengakuan de facto bersifat sementara Pengakuan yang diberikan oleh suatu Negara tanpa melihat bertahan tidaknya Negara tersebut di masa depan. Kalau Negara baru tersebut kemudian jatuh atau hancur, Negara itu akan menarik kembali pengakuannya. Pengakuan de facto bersifat tetap Pengakuan dari Negara lain terhadap suatu Negara hanya bisa menimbulkan hubungan di bidang ekonomi danperdagangan (konsul). Sedangkan dalam hubungan untuk tingkat Duta belum dapat dilaksanakan. 2). Pengakuan secara de jure Pengakuan de jure bersifat tetap Pengakuan dari Negara lain berlaku untuk selama-lamanya setelah melihat adanya jaminan bahwa pemerintahan Negara baru tersebut akan stabil dalam jangka waktu yang cukup lama. Pengakuan de jure secara penuh Terjadinya hubungan antara Negara yang mengakui dan diakui meliputi hubungan dagang, ekonomi, dan diplomatic. Negara yang mengakui berhak menempatkan Konsuler atau Kedutaan.

Sesuai dengan Konvensi Montevideo tahun 1933, menurut Mahfud MD syarat terbentuknya Negara disebut unsur konstitutif, sementara tambahan lainnya adalah unsur deklaratif (Pengakuan dari negara lainnya). Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak dimiliki, maka tidak bisa disebut negara 1. Rakyat (unsur konstitutif) 2. Wilayah (unsur konstitutif) 3. Pemerintah yang Berdaulat (unsur konstitutif) 4. Pengakuan dari Negara Lain (unsur deklaratif) Sumber: http://www.scribd.com/doc/34169341/5/unsur-unsur-terbentuknya- NEGARA