BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA. IV.1 Sakralnya Pusat Pulau Dalam Pemahaman Orang Abubu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

MAKNA MEJA GANDONG. ( Suatu Studi Antropologi-Budaya terhadap Adat Perkawinan. di Paperu Kabupaten Maluku Tengah Propinsi Maluku ) TESIS

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB IV SOSIAL NEGERI HARIA DAN SIRI SORI ISLAM PASCA KONFLIK DI MALUKU. Louleha adalah sebuah hubungan kekerabatan. Louleha merupakan sebuah

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN RITUAL TIRIS SOPI BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT ROMKISAR. A. Mendeskripsikan Upacara Perkawinan Adat Ritual Tiris Sopi

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV ESMAKETDALAM PERSPEKTIF SAKRAL DAN PROFAN. A. Analisis Tentang Esmaket Pada Masyarakat Desa Mepa

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum

BAB V PENUTUP. masih dijalankan dalam masyarakatnya. Di Nagari Batu Gajah salah satu tradisi

BAB IV ANALISIS LAHATOL SEBAGAI NILAI PEREKAT SOLIDARITAS MASYARAKAT HARIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB IV ANALISIS DATA

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang. 1.1 Identifikasi Masalah. Maluku dengan Ibukota Ambon adalah salah satu provinsi yang terletak di

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN. 1. Solidaritas Sosial sebagai Kekuatan dalam Hubungan Kekerabatan dan

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. akan berubah entah itu memerlukan proses yang lambat ataupun cepat.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Kegiatan Gotong Royong. beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

BAB V PENUTUP. 1. Tradisi Piring Nazar sebagai sebuah kenyataan sosio-religius dapat dijadikan sebagai

BAB V PENYAJIAN DATA. 5.1 Strategi Komunikasi Tokoh Rekonsiliasi dalam menjaga stabilitas keamanan di Halmahera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

Oleh: Rivzal Putra Sakti Mahasiswa Program Studi PPKn, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB II PENDEKATAN ANTROPOLOGIS TERHADAP PELAKSANAAN MAKAN BERSAMA. Potlatch yang merupakan sebuah bentuk kebiasaan atau sebuah tradisi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra yang tercipta merupakan hasil dari proses kreativitas pengarang. Pengarang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

I. PENDAHULUAN. tidak hilang seiring dengan kemajuan zaman, karena budaya merupakan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja gandong, hubungan persekutuan keluarga yang harmonis harus terpelihara. Bahkan meja gandong menjadi media untuk memulihkan hubungan persaudaraan yang sementara mengalami masalah. jadi sebenarnya nilai/makna adat meja gandong ini bukan terletak pada persoalan makan, minum, atau berapa besar biaya pelaksaan adat ini, melainkan hubungan keluarga/gandong terpelihara dengan baik. Nilai persaudaraan yang lahir dari adat meja gandong ini, bagi saya merupakan sebuah sumbangsih yang patut untuk diterapkan dalam membangun bingkai kebersamaan ketika ada dalam persekutuan bermasyarakat, konflik, perselisihan, perbedaan pemahaman bukan hanya mewarnai hubungan persekutuan keluarga/gandong saja tetapi juga persekutuan bermasyarakat apalagi dalam hidup bermasyarakat, masalah perbedaaan lebih kompleks lagi. Perbedaan yang harmonis, persaudaraan yang mampu melihat dan menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan penting sekali untuk menjadi bagian hidup bermasyarakat. Sebab bagaimana mungkin masyarakat sebagai sebuah persekutuan dapat bertumbuh dan berkembang apabila tidak dilandasi rasa kekeluargaan yang saling memberi dan menerima, layaknya yang terjadi dalam proses meja gandong?

Dengan demikian makna meja sebagai media persekutuan keluarga mesti juga lahir dalam persekutuan bermasyarakat. Apalagi dalam hidup bermasyarakat yang heterogen, tidak dapat dipungkiri, ada perbedaan antara satu dengan yang lain. Diharapkan bahwa rasa persaudaraan mampu untuk menjadikan perbedaan sebagai sebuah kekayaan. A. Makna Meja Gandong Ada dua hal penting yang akan saya ungkapkan dalam penggalian makna terhadap ritual meja gandong atau kasih makan gandong. Pertama, meja gandong mengarah kepada hubungan kekeluargaan sebagai orang basudara atau segandong. Dalam meja tersebut, anak laki-laki akan dengan tulus mengakui semua perilakunya dihadapan semua saudara gandong. Pengakuan tersebut mengarah kepada perilaku selama hidup bersama keluarga (belum menikah). Misalnya jika pernah berbuat salah, atau selama perjalanan hidup ada buat kesalahan, sering tatoki atau bentrok atau berkelahi (bakalai) satu dengan yang lain. Maka melalui persekutuan meja tersebut, semua hal diungkapkan sehingga diselesaikan di meja makan tersebut. Meja makan ini mengarah kepada perekat hubungan orang basudara. Dalam meja persekutuan ini, sekaligus anak laki-laki juga memperkenalkan istrinya kepada orang basudara. Perkenalan tersebut sekaligus juga mengarah kepada penerimaan sang istri kedalam persekutuan orang basudara atau masuk dalam mata rumah laki-laki. Meja gandong juga dalam memahami secara mendalam beberapa informasi yang saya dapatkan menjurus kepada ada kesepakatan hati dari semua orang basudara untuk turut 73

mendoakan kelangsungan kehidupan keluarga yang baru dibentuk itu. Ketika semua hal diungkapkan sebelum makan dalam meja persekutuan tersebut, maka semua hal tersebut dianggap selesai atau lunas. Sehingga kehidupan keluarga yang akan dibina oleh anak laki-laki tersebut akan terhindar dari berbagai halangan dan rintangan hidup nantinya. Sebab akan sangat mungkin terjadi dalam pemahaman orang Paperu, jika meja gandong ini tidak dibuat maka akan membawah dampak yang buruk nantinya. Apalagi selama hidup (sebelum menikah) anak laki-laki tersebut pernah melakukan kesalahan terhadap saudara segandong baik kepada keluarga dari mata rumah ayahnya maupun ibunya. Karena itu, dalam meja gandong ini semua hal dianggap lunas atau selesai. Dengan demikan anak laki-laki tersebut dan istrinya dapat melangsungkan kehidupan keluarganya tanpa beban. Oleh karena itu, dalam pandangan orang Paperu kasih makan gandong adalah bentuk tanggung jawab adat yang terakhir bagi anak laki-laki. Meja gandong ini sangat penting, sebab orang Paperu pun beranggapan bahwa sebelum anak laki-laki harus menghidupi dan bertanggungjawab sendiri terhadap keluarga yang baru dibentuknya, maka sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kehidupan orang basudara segandong diwajibkan untuk membuat meja gandong. Pemahaman ini yang hingga kini menjadi bagian penting dan keharusan bagi anak negeri yang laki-laki untuk tetap membuat meja gandong di Paperu, di manapun ia berada kedua, meja gandong atau kasih makan gandong adalah kewajiban semua anak lakilaki Paperu. Meskipun ia berada di perantauan, kewajiban ini semestinya dilakukan. Jika tidak, mereka percaya bahwa perjalanan kehidupan keluarga yang akan mereka 74

jalani akan ditimpah masalah atau kesulitan. pemahaman ini sejalan dengan penelitian Cooley yang mengatakan bahwa masyarakat Maluku pada umumnya merupakan persekutuan yang terdiri dari orang-orang hidup dan juga orang mati. Dikatakan demikian karena melalui adat, orang-orang yang masih hidup dan arwah para leluhur dipersatukan. Penyatuan ini didasarkan pada kepentingan menjaga adat. Para leluhur adalah mereka yang menciptakan adat dan manusia yang hidup sekarang adalah pelaksana adat. Mereka yang memenuhi adat akan berhasil, sedangkan yang tidak peduli akan ditimpa kesulitan. Karena itu Melalui meja gandong, orang Paperu beranggapan bahwa para leluhur atau tete nene moyang mereka menyatu di meja tersebut. Sehingga tanggung jawab membuat meja gandong bukan sekedar tuntutan atau tanggungjawab anak lakilaki kepada semua basudara segandong semata, namun lebih dari pada itu terdapat kepercayaan yang kuat bahwa para leluhur mata rumah mereka akan juga menyatu dengan kehidupan mereka kelak. Sehingga akan menjaga dan melindungi mereka dari berbagai macam kesulitan hidup. apabila anak laki-laki yang telah menikah berencana untuk membuat meja gandong, maka harus dibuat. Bahkan bukan hanya merencanakan hanya memikirkan saja, maka harus dibuat. Jika tidak maka akan ada berbagai kemalangan ataupun kesulitan hidup. Misalnya sakit sampai mengalami kematian. Orang Paperu sangat percaya bahwa kesulitan hidup itu datangnya dari para leluhur mereka. Oleh karena itu, meja gandong haruslah menjadi kewajiban bagi setiap anak laki-laki Paperu. 75

Meja gandong merupakan sebuah tuntutan adat yang harus dilakukan. Dalam pandangan orang paperu ketika upacara adat meja gandong ini tidak dilakukan maka akan berdampak pada kehidupan mereka berupa penderitan sakit sampai mengalami kematian. Meja gandong atau kasih makan gandong adalah sebuah warisan dari para leluhur yang harus dilakukan. Dalam adat meja gandong ada makna yang didapat yaitu 1. Rasa kebersamaan sebagai orang bersaudara. Dengan membuat adat meja gandong, secara sadar bahwa mereka telah dimasukan kedalam persekutuan besar keluarga. Hal ini sangat penting sekali, sebab ketika dalam perjalanan hidup anak laki-laki dengan kelurga yang baru dibentuknya nanti ada masalah, maka sudah menjadi kewajiban dari saudara segandong untuk turut membantu dan meringankan beban tersebut. Orang paperu sebetulnya cukup menyadari betul bahwa perjalanan kehidupan keluarga yang baru dibina, akan diterpa oleh berbagai kesulitan hidup nantinya. Karena itu, persekutuan meja gandong ini sebetulnya menandakan adanya tekad bersama untuk bersama menanggung kesusahan keluarga yang bersangkutan sebagai persekutuan keluarga 2. persekutuan dan membangun relasi saling mengasihi, relasi kekeluargaan tidak hanya pada pelaksanaan adat meja gandong namun terlihat dalam hidup keseharian mereka, karena dalam adat tersebut semua orang disatukan dalam ikatan kekeluargaan dan memiliki tanggung jawab bersama dalam hubungan orang basudara. Dalam ikatan kekeluargaan, masyarakat negeri Paperu tidak hanya sekedar berkumpul dan bersatu secara fisik, tetapi mereka pun solider 76

satu dengan yang lain. Solidaritas itu nampak dalam sikap saling menghargai, tolong menolong, saling menghormati. 3. gotong royong, hal ini terlihat jelas ketika seluruh keluarga orang saudara saling membantu dan gotong royong dalam menyiapkan proses adat mulai dari pemasangan tenda, mengambil kayu bakar di hutan, mengangkat air masak sampai pada akhir acara yaitu pembongkaran tenda dan sebagainya, hal ini telihat jelas bahwa orang paperu memilki rasa kebersamaan yang sangat tinggi sebagai orang basudara. Selain adat meja gandong yang merupakan ritual jamuan makan bersama antar orang saudara dan para leluhur atau tete nene moyang yang juga ikut ambil bagian dalam acara meja gandong, maka seperti yang sudah penulis paparkan dalam bab II mengenai tradisi makan bersama yang dilakukan oleh salah satu suku Indian di Amerika yang dikenal dengan Nama Potlach. Potlatch juga merupakan ritual makan bersama yang dilakukan oleh suku Indian dengan cara makan dan minum bersama untuk menjaga dan melestarikan warisan dari leluhur. Dalam ritual ini masyarakat membangun kebersamaan diantara mereka. Walaupun pemerintah Amerika telah mengelurkan undang-undang penghapusan ritual ini, namun masyarakat suku Indian tetap melaksanakan ritual adat ini, ini bukti dari pelestarian budaya dari para leluhur namun juga dengan melakukan ritual ini maka ada nilai kebersamaan yang dibangun diantara mereka. Dari hasil penelitian dilapangan mengenai meja gandong dan pendekatan teoritik pada bab II mengenai makan bersama dalam suku Indian di Amerika Utara, 77

ternyata ada persamaan antara keduanya. Pertama, Potlach dan meja gandong merupakan proses ritual adat makan bersama yang dilakukan dalam acara perkawinan (meja gandong), pesta kematian, kelahiran (Potlach) kedua ritual ini punya makna yang sangat mendasar bagi masyarakat baik paperu maupun masyarakat suku Indian, maknanya bagi mereka adalah berkumpul dan saling mengenal namun lebih dari itu dapat mempererat hubungan kekeluargaan diantara mereka. Kedua, baik Potlach maupun Meja gandong keduanya sama-sama merupakan warisan dari leluhur yang dilakukan karena merupkan perjanjian dngan para leluhur, konsekuensinya jika adat ini tidak dilakukan maka akan berdampak terhadap kehidupan mereka. Selain persamaan antara keduanya maka ada juga perbedaan antara keduanya. Pertama,meja gandong hanya dilakukan oleh orang laki-laki sedangkan pada ritual Potlach tidak demikian namun satu keluarga atau tuan rumah yang melakukan ritual ini. Kedua, dalam ritual meja gandong tidak ada larangan dari pemerintah sedangkan dalam ritual Potlach ada larangan dari pemerintah disebabkan karena dalam proses pelaksanaan potlatch biaya yang diperlukan cukup besar. Ketiga, meja gandong dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab laki-laki terhadap adat sedangkan Potlach dilakukan untuk mengukuhkan status dalam masyarakat. Keempat. Meja gandong dan Potlach merupakan institusi religius namun Potlach lebih menekankan pada aspek religius dimana dalam ritual tersebut mereka menceritakan asal-usul keluarga sampai mengadakan perjanjian dengan Supranatural. Dalam perspektif penulis, pemahaman orang Paperu tentang Meja gandong dapat dikatakan sebagai sebuah sesuatu yang hadir sebagai suatu kenyataan hidup 78

komunitas ini. Dalam arti, pemahaman ini berasal dari para leluhur (orang tatua tete nene moyang) yang menggambarkan tentang kenyataan dari pola hidup mereka di masa dulu, atau realitas yang sudah ada sejak lama. Uraian-uraian pada bab sebelumnya telah memperlihatkan hal ini; realitas orang paperu dengan meja gandong yang pada masa dulu sering dipakai dan dijadikan sebagai media komunikasi dengan para leluhur kemudian dimaknai kembali oleh orang Paperu sebagai komunitas yang telah ada di masa selanjutnya, yang memandang Adat ini sebagai yang sakral. Meja gandong dengan keberadaannya kemudian berfungsi sebagai pemaknaan kembali identitas sekaligus merupakan simbol pengikat komunitas di Paperu secara dalam membangun interaksi dan solidaritas sosial dengan hidup berkekeluargaan antara satu dengan yang lainnya sebagai orang bersaudara. Bagi orang Paperu, leluhur merupakan sumber kebaikan tertinggi, yang daripadanya mengalir kebajikan-kebajikan atau seperangkat keputusan atau aturan yang membingkai tatanan kehidupan bersama penduduk dalam suatu totalitas yang harmonis dan utuh. Segala ketetapan yang diberikan dan ditinggalkan oleh leluhur merupakan suatu kebijaksanaan, sebuah keutamaan untuk mengadakan peraturan dalam berbagai tindakan yang menyangkut kebajikan bersama. Dalam hal ini, Meja Gandong dengan segala keberadaanya mempunyai kekuatan dan pengaruh yang sangat mengikat karena ia berasal atau bersumber dari para leluhur, oleh karena itu ia sakral dan pelanggaran terhadapnya akan menimbulkan sangsi. Penduduk Paperu adalah komunitas yang hidup dalam suatu wilayah yang kental akan sejarah dan budaya atau mereka hidup berdasarkan pada tatanan nilai 79

budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur. Tatanan nilai budaya itu mengambil bentuk dalam adat, tradisi atau kebiasaan juga berkaitan dengan religi yang mereka percaya sebagai warisan leluhur yang telah mendasar dan mengukuhkan persatuan semua masyarakat. Mereka menyadari bahwa ada kekuatan lain yang lebih berkuasa atas dirinya, dan suatu kekuatan itu bersifat sakral. Pengakuan terhadap kuasa Tuhan hadir dalam setiap pandangan mereka, akan tetapi kekuatan lain selain itu ialah kekuatan yang berasal dari roh para leluhur sebagai bagian dari kehidupan yang pernah ada sebelum mereka ada sebagaimana yang dikenal lewat adanya Meja gandong. Bagi mereka, segala unsur yang ada di adat ini baik itu berupa kain Putih, Pakaian hitam, berupa benda-benda yang ditinggalkan para leluhur memiliki kekuatan-kekuatan supernatural dan diyakini menjadi media kehadiran roh-roh leluhur. Selanjutnya, Potlach juga merupakan ritual yang sarat akan nilai-nilai sakral dan riligius, ritual yang dilakukan oleh masyarakat suku Indian penuh dengan nuansa religius, karena didalamnya mereka menceriatakan asal-usul keluarga sampai mengadakan perjanjian dengan Mahkluk supranatural yang telah memberi makanan maupun kedudukan karena itu bagi mereka ritual ini tetap dilakukan untuk mengingat kembali akan pengorbanan dari makluk supranatural. Dalam kerangka itu maka Potlach tidak sepenuhnya memilki kesamaan dengan meja gandong, dalam pelaksanaan keduanya sama-sama melakukan ritual makan secara bersama namun dalam Potlach dilakukan untuk mengukuhkan status seseorang dalam Msyarakat sedangkan dalam Meja gandong ritual dilakukan untuk 80

memperkenalkan istri dan mempererat hubungan persaudaraan. Selanjutnya juga baik Potlach maupun Meja gandong keduanya dilakukan secara religius namun bedanya Potlach dilakukan karena ada perjanjian antara para leluhur dengan Mahkluk supranatural sedangkan pada ritual adat Meja gandong tidak dilakukan berdasarkan perjanjian namun merupakan tuntutan ada bagi orang Paperu maka mereka wajib untuk melakukan ritual ini bagi orang paperu jika mereka tidak melakukan ritual meja gandong maka mereka akan mengalami penderitaan sedangkan dalam ritual Potlach jika mereka tidak melakukan ritual ini mereka tidak mengalami penderitaan. B. Sikap Orang Paperu terhadap Adat Meja Gandong Bagi masyarakat Paperu pelaksanaan adat meja gandong merupakan suatu ketentuan adat yang harus dilaksanakan oleh seluruh anak laki-laki Paperu yang telah menikah. Orang paperu adalah bagian dari salah satu kelompok komunitas yang begitu menghargai para leluhur bahkan mereka sangat takut kepada para leluhur, mereka percaya bahwa jika adat ini tidak dilakukan, mereka akan mengalami musibah dan sebagainya. Menurut informasi yang saya dapatkan dilapangan bahwa ketika adat ini tidak dilakukan anak mereka akan sakit dan sebagainya mereka percaya akan hal ini karena para leluhur biasanya datang kepada mereka melalui mimpi untuk mengingatkan mereka. Hal inilah yang membuat orang paperu sangat takut dan percaya kepada leluhur mereka. Selain takut kepada para leluhur, sikap orang paperu juga sangat menghormati dan menghargai, karena ketika mereka melakukan adat meja gandong mereka tidak 81

hanya melakukan kewajiban sebagai komunitas adat tetapi mereka juga belajar untuk mengucap syukur. Para leluhur mewariskan adat meja gandong sehingga mengajarkan masyarakat adat untuk hidup dalam kebersamaa, kedamaian, kesederajatan dan sikap atau moral yang baik. Selain itu juga sikap masyarakat Paperu merupakan bagian fungsi mereka sebagai Mahkluk sosial, sehingga nilai kasih itu selalu ada dan nyata dalam kehidupan bermasyarakat untuk saling membantu, mengasihi, menghargai pemberian orang lain bahkan sikap saling memberi dan menerima diantara mereka. Dalam hubungan dengan dengan adat meja gandong persekutuan tidak hanya terbatas pada proses memberi dan menerima namun ada relasi yang baik dalam membangun kebersamaan diantara orang paperu. Hal ini sedikit berbeda dengan tradisi Potlach dalam masyarakat suku Indian. Meja gandong dalam proses pelaksanaannya semua orang gandong duduk dan makan secara bersama dalam satu meja, makan pada piring, gelas, sendok dan makanan yang sama. Itu berarti bahwa dalam masyarakat paperu tidak ada perbedaan kelas dan status sosial, mereka semua sederajat. Namun dalam tradisi Potlach makanan yang diberikan sesuai dengan status dan kedudukan sosial mereka. Itu berarti bahwa dalam tradisi potlatch mereka masih membeda-bedakan status sosial secara hierarkhi. 82