BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang semuanya mengandung. rumah sakit yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (Anonim, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya infeksi silang atau infeksi nosokomial. penting di seluruh dunia dan angka kejadiannya terus

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB 1 PENDAHULUAN. penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

BAB VIII INFEKSI NOSOKOMIAL

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial terjadi di seluruh negara di dunia, salah satunya adalah Indonesia.

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI BAKTERI UDARA PADA INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU. Rosa Dwi Wahyuni

BAB 1 PENDAHULUAN. di udara, permukaan kulit, jari tangan, rambut, dalam rongga mulut, usus, saluran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter

Volume VII Nomor 2, Mei 2017 pissn eissn

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian di dunia.salah satu jenis infeksi adalah infeksi

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (kontak langsung, melalui makanan minuman maupun udara). Penyakit menular

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

I. PENDAHULUAN. Air susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bayi pada awal usia kehidupan, hal

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sanitasi rumah sakit akan terkait erat dengan unsur pelayanan teknis medis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Pseudomonas adalah bakteri oportunistik patogen pada manusia, spesies

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB 2. Tinjauan Teori. yang menyebabkan infeksi didapat dari orang lain (pasien, tenaga

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh sejenis mikroba atau jasad renik. Mikroba ini

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron.

KERANGKA ACUAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RSIA ANUGRAH KUBURAYA

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan kesehatan. Rumah sakit memiliki resiko untuk terjadi Health care Associated

BAB I PENDAHULUAN. banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. infeksi tersebut. Menurut definisi World Health Organization. (WHO, 2009), Healthcare Associated Infections (HAIs)

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari spesimen-spesimen yang diperiksa. Petugas laboratorium merupakan orang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

BAB I PENDAHULUAN. Dan untuk mengenang jasanya bakteri ini diberi nama baksil Koch,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perhatian terhadap infeksi daerah luka operasi di sejumlah rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN

Lingkungan Fisik dan Angka Kuman Udara Ruangan di Rumah Sakit Umum Haji Makassar, Sulawesi Selatan

Transkripsi:

1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi nosokomial merupakan permasalahan yang sering terjadi di rumah sakit yang mengindikasikan rendahnya kualitas mutu pelayanan kesehatan. Hal ini berkaitan dengan konsep keselamatan pasien yang belum dilaksanakan sepenuhnya. Konsep ini sudah lama ada sejak zaman Hipocrates, namun konsep ini menjadi sorotan dunia pada tahun 1999 setelah Institute of Medicine (IOM) mempublikasikan laporan penelitian dengan judul To Err is Human: Building A safer Health System tentang banyaknya pasien yang meninggal akibat medical error di rumah sakit (Kohn et al., 2000). Depkes RI pada tahun 2004 melakukan penelitian, proporsi kejadian infeksi nosokimal di rumah sakit pemerintah sebesar 55.1% sedangkan untuk rumah sakit swasta sebesar 35.7%. Penyebaran infeksi nosokomial umumnya terjadi melalui tiga cara yaitu udara, percikan dan kontak langsung (Schaffer et al., 2000). Sebagai contoh, infeksi nosokomial terjadi karena mikroba pathogen yang bersumber terutama dari penderita penyakit menular. Pasien rawat inap beresiko sangat tinggi untuk terjadinya infeksi nosokomial. Mereka cenderung lebih rentan terhadap infeksi karena kondisi penyakit yang mendasari. Selain itu, kondisi ruangan rawat inap harus memenuhi syarat kesehatan, baik kualitas udara, konstruksi bangunan maupun fasilitas. Kualitas udara dalam ruang tidak hanya dipengaruhi oleh pencemaran kimia tetapi juga oleh faktor lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban, pencahayaan dan luas ruangan. Apabila ruangan tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan, penyakit dapat menular melalui peralatan, bahan-bahan yang digunakan, makanan dan minuman. Petugas kesehatan dapat pula menjadi sumber penularan, disamping keluarga pasien yang lalu lalang, peralatan medis, dan lingkungan rumah sakit itu sendiri (Darmadi, 2008). Data dari Rumah Sakit Khusus Penyakit Menular Jakarta menunjukkan bahwa dari 167 spesimen hapus tangan dan kuku petugas yang diperiksa terdapat 85,1% yang tidak steril yang mengandung 31,6% kuman batang berspora; 17,9% bakteri Coliform; 12,9% Staphylococcus epidermidis; 7,9% Pseudomonas aeruginosa; 7,3% Clostridium spp.; 6,2% Klebsiella spp.; 5,1% Streptococcus haemolyticus; 4,5% Clostridium welchii; 1

2 2,8% Proteus spp.; 2,3% E. coli; 1,1% Staphylococcus aureus; dan 0,6% Pseudomonas spp. Selama ini diketahui bahwa berbagai obyek di kamar pasien di rumah sakit merupakan kawasan perkembangbiakan potensial bakteri atau kuman yang menyebabkan infeksi. Untuk itu dengan menurunkan angka kuman di sekeliling pasien maka resiko infeksi juga menurun secara signifikan (Schmidt,2011). Schmidt (2011) memantau kondisi kebersihan rumah sakit Memorial Sloan Kettering Cancer Center di New York, Medical University of South Carolina, dan Ralph H. Johnson VA Medical Center di Charleston. Schmidt memperhatikan obyek seperti pegangan pada ranjang, permukaan meja makan di ranjang, tombol pemanggil suster di dinding, dan tiang infus. Kemudian mengganti peralatan-peralatan tersebut dengan alat serupa namun yang menggunakan bahan tembaga antimikrobial. Hasilnya, dari pengujian laboratorium, terungkap bahwa jika dibersihkan secara reguler, alat-alat yang menggunakan bahan tembaga antimikrobial itu mampu membunuh lebih dari 99,9% bakteri MRSA, VRE, Staphylococcus eureus, Enterobacter aerogenes, Pseudomonas aeruginosa, dan E. coli. Mengingat begitu luasnya lingkup pelayanan di rumah sakit yang ada kaitannya dengan berbagai program pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua karyawan rumah sakit secara koordinatif. Penelitian Qudiesat et al. (2009) menjelaskan ada beberapa penjelasan terkait hal ini, di antaranya usia bangunan rumah sakit, jumlah tempat tidur pasien, jumlah pengunjung, prosedur desinfeksi serta sistem ventilasi. Untuk mengatasi kualitas udara butuh banyak perhatian dan surveillance. Salah satu bentuk upaya penurunan angka kuman sebagai salah satu indikator pencegahan infeksi misalnya dengan melakukan pembersihan lingkungan. Yang paling besar peranannya dalam pencegahan infeksi yaitu Petugas Cleaning Services (CS). Petugas CS tersebut memiliki peran penting dalam pemutusan rantai infeksi. Ada tiga hal mendasar yang harus diperhatikan dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial yaitu pengetahuan, perubahan sikap dan cara kerja petugas di lingkungan rumah sakit. Rumah sakit harus memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait hal ini. Matlow et al. (2012) melakukan penelitian mengenai keyakinan, dan prilaku petugas CS mengenai pekerjaannya dengan menggunakan teori planned behavior sebagai 2

3 kerangka acuan. Manajemen pembersihan lingkungan yang efektif membutuhkan program yang dibangun, diimplementasikan dan diawasi secara benar dan tepat (Malik et al.,2003). Kejadian infeksi nosokomial belum diimbangi dengan pemahaman tentang bagaimana mencegah infeksi dan implementasi secara baik. Kondisi ini memungkinkan angka infeksi nosokomial cenderung meningkat. Penelitian Qudiesat et al. (2009) menjelaskan paling tinggi angka kuman terletak di ruang rawat inap, sedangkan paling sedikit angka kuman yaitu di ruang operasi dan ruang bayi. Untuk mengantisipasi terjadinya infeksi nosokomial yang salah satu penyebabnya adalah keberadaan kuman di rawat inap yang melebihi angka maksimum, maka Depkes RI melalui PERMENKES No. 1204/MENKES/SK/X/2004 mengeluarkan peraturan tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit menyatakan bahwa indeks angka kuman maksimum di ruang rawat inap adalah 200-500 CFU/m 3 dan bebas kuman patogen (Depkes RI,2004). RSIA Adina Wonosobo memiliki data angka kuman di ruang rawat inap meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2013 memiliki angka kuman 879 CFU/m 3, tahun 2014 memiliki angka kuman 296 CFU/m 3 dan tahun 2015 memiliki angka kuman 1200 CFU/m 3 dan terdapat beberapa kuman patogen. Kondisi ini bertentangan dengan PERMENKES tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan kinerja petugas CS rumah sakit. RSIA Adina memiliki 12 orang petugas CS yang statusnya sebagai karyawan tetap rumah sakit. Petugas CS RSIA Adina mempunyai tugas membersihkan lantai dan permukaanpermukaan lingkungan sekitar pasien agar kebersihan senantiasa terjaga. Upaya pengendalian kuman yang selama ini dilakukan yaitu desinfeksi dan sterilisasi dengan sinar ultraviolet selama 2 jam dengan besar kapasitas lampu 18 watt sebanyak 8 buah. Desinfeksi dilakukan 2 kali sehari, sedangkan sterilisasi dilakukan pada saat pasien pulang atau kondisi ruang rawat inap kosong. Namun upaya ini belum maksimal mengingat masih tingginya angka kuman di ruang rawat inap. Selama ini RSIA Adina belum pernah melakukan evaluasi kepada petugas CS tentang bagaimana cara membersihkan ruang rawat inap, apakah sudah benar atau belum. Selain itu, belum ada SOP yang lengkap mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi di RSIA Adina. Penelitian Rutala et al. (2007) menjelaskan bahwa suatu proses pembersihan lingkungan 3

4 yang adekuat tidak dinilai dari suatu produk desinfektan namun dinilai dari penerapan atau pelaksanaannya. Untuk itu langkah awal yang akan dilakukan yaitu dengan mengadakan pelatihan kepada petugas CS terkait pengendalian infeksi, khususnya bagaimana cara membersihkan ruang rawat inap/ bangsal di suatu rumah sakit. Dengan harapan, setelah mendapatkan pelatihan, petugas CS melakukan pekerjaannya sesuai dengan tatacara yang benar, dan memiliki kepatuhan dalam mengerjakan tugasnya sehingga ruang rawat inap pasien terbebas dari kuman udara. Berdasarkan hal di atas, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pengaruh pelatihan pembersihan bangsal kepada petugas CS dalam upaya menurunkan angka kuman udara di RSIA Adina Wonosobo. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, didapatkan rumusan masalah, apakah terdapat pengaruh pelatihan pembersihan bangsal kepada petugas CS dalam upaya menurunkan angka kuman udara yang tinggi di RSIA Adina? C. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh pelatihan pembersihan bangsal kepada petugas CS dalam upaya menurunkan angka kuman udara yang tinggi di RSIA Adina. Tujuan Khusus Penelitian Adapun tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut : a. Menilai kepatuhan petugas CS dalam membersihkan bangsal. b. Menilai pengaruh pelatihan pembersihan bangsal terhadap kepatuhan petugas CS. c. Menilai pengaruh kepatuhan petugas CS dalam membersihkan bangsal terhadap angka kuman udara. 4

5 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Manajemen Rumah Sakit 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengambil kebijakan dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan penanggulan infeksi di rumah sakit, seperti pengadaan alat kebersihan sesuai standar. 2. Hasil penelitian ini dapat memperbaiki SOP yang telah ada sebagai standar pengendalian infeksi di bangsal rumah sakit. 3. Penelitian ini dapat dijadikan pengantar untuk melakukan penelitian lanjutan yang lebih besar di setiap unit RSIA Adina, Wonosobo. 4. Penelitian ini dapat membangkitkan semangat semua pihak untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada keselamatan pasien di RSIA Adina, Wonosobo. 2. Bagi Perguruan Tinggi a. Pengamalan tridarma perguruan tinggi sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, penelitian, dan pengabdian bagi masyarakat. b. Sebagai apresiasi dalam mengkaji ilmu yang berkaitan dengan manajemen infeksi rumah sakit untuk kegiatan akademis dan penelitian selanjutnya. c. Meningkatkan hubungan kerjasama antara pendidik dan mahasiswa. d. Meningkatkan kualitas penelitian perguruan tinggi dalam rangka menyukseskan pencapaian visi Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (MMR UGM). E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian Michael G. Schmidt, (2011) Dalam melakukan penelitiannya di rumah sakit, Michael G. Schmidt memperhatikan obyek seperti pegangan pada ranjang, permukaan meja makan di ranjang, tombol pemanggil suster di dinding, dan tiang infus yang ada di ruang rawat inap. Kemudian mengganti peralatan-peralatan tersebut dengan alat serupa namun yang menggunakan bahan tembaga antimikrobial. Hasilnya, dari pengujian laboratorium 5

6 dijelaskan bahwa jika dibersihkan secara reguler, alat-alat yang menggunakan bahan tembaga antimikrobial itu mampu membunuh kuman. Penelitian yang saya lakukan yaitu membersihkan bagian dalam bangsal termasuk obyek yang ada didalamnya. Namun obyek tersebut tidak diganti alatnya sesuai dengan bahan tembaga antimikrobial, namun tetap sesuai dengan bahan asalnya. 2. Penelitian Matlow et al., (2012) Petugas cleaning services berperan penting dalam pemutusan rantai infeksi karena lingkungan merupakan salah satu reservoir dari kuman pathogen. Matlow et al meneliti keyakinan dan prilaku dari para petugas cleaning services mengenai pekerjaannya dengan menggunakan teori planned behavior sebagai kerangka acuan dengan menggunakan kuesioner dan focus group discussion. Peneliti melakukan penelitian pada alat-alat yang sering disentuh. Kultur mikroba pada alat tersebut diambil sebelum dan sesudah petugas cleaning services melakukan pembersihan. Data dihitung secara kuantitatif. Kemudian, dilakukan intervensi melalui edukasi, prilaku, keyakinan, niat pengetahuan serta kontaminasi bakteri kembali. Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa prilaku dan keyakinan para petugas cleaning services mengenai pekerjaan mereka dapat memberi dampak bagi perkembangan kebersihan lingkungan. 3. Penelitian Qudiesat et al. (2009) Qudiesat et al meneliti kualitas udara dan jumlah kuman udara di rumah sakit pemerintah maupun swasta di Kota Zarqa, Jordan. Ada 3 faktor yang mempengaruhi angka kuman, yaitu jenis rumah sakit, tipe kamar/unit, dan waktu pengambilan sampel. Ada 9 bakteri yang diidentifikasi. Di Rumah Sakit Pemerintah, Staphylococcus aureus (16.2%) yang paling banyak ditemukan, lalu Micrococcus luteus (13.3%) dan coagulasenegative Staphylococcus (13%). Sedangkan di rumah sakit swasta, yang paling banyak ditemukan baketri coagulase-negative Staphylococcus (17.2%), diikui Staphylococcus aureus (16.8%) dan Micrococcus luteus (10.7%). Udara di semua ruangan rumah sakit pemerintah lebih terkontaminasi dibanding udara di rumah sakit swasta. Paling tinggi angka kuman terletak di ruang rawat inap, 6

7 sedangkan paling sedikit angka kuman yaitu di ruang operasi dan ruang bayi. Waktu kunjungan pasien menunjukkan rata-rata kuman yang paling tinggi di rumah sakit pemerintah, namun rumah sakit swasta tidak menunjukkan hal ini. Ada beberapa penjelasan terkait hal ini, di antaranya usia bangunan rumah sakit, jumlah tempat tidur pasien, dan jumlah pengunjung, prosedur desinfeksi serta sistem ventilasi. Pada kesimpulan penelitian ini, untuk mengatasi kualitas udara butuh banyak perhatian dan surveillance. Penelitian yang saya lakukan adalah meneliti kualitas udara dan jumlah kuman udara di rumah sakit, yaitu dengan cara menilai pengaruh pelatihan pembersihan bangsal terhadap kepatuhan petugas cleaning services dalam melakukan pekerjaannya terhadap angka kuman udara. Selain aspek pelatihan, peneliti juga menjelaskan faktor-faktor lain yang menyebabkan kuman udara tersebut tinggi, seperti kelembapan, suhu, pencahayaan, kepadatan hunian, dan konstruksi bangunan. 7