BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan. Pengeluaran utama negara adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membiayai pembangunan dan pengeluaran rutin lainnya di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan peningkatan dalam penerimaan pajak. pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan lainnya yaitu penerimaan migas maupun penerimaan bukan pajak,

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan suatu Negara sangatlah bergantung kepada besarnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pajak, dengan menjaring wajib pajak baru (

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, antara lain dengan cara menggali, mendorong, dan. mengembangkan sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri agar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Pendapatan Negara. PERKEMBANGAN PENDAPATAN NEGARA Tahun (dalam milyaran rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus. dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari pajak juga perlu ditingkatkan karena pajak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah (dalam triliun) Persentase (%) No Tahun Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya

BAB I PENDAHULUAN. adalah dari hasil penerimaan pajak (Sutanto 2013). Kontribusi pajak dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan Negara Indonesia berasal dari bermacam-macam sektor,

I. PENDAHULUAN. maupun eksternal. Upaya untuk mengurangi ketergantungan sumber

BAB I PENDAHULAN. perundang undangan. Setiap wajib pajak dituntut untuk memahami. semua aturan perpajakan yang berlaku. Tetapi tidak semua semua wajib

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya pinjaman luar negeri. Arum

2015 PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan perekonomian di Indonesia, tidak menutup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negera hukum yang menetapkan pajak. Pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya. Pengaruh Kesadaran..., Dhio, Fakultas Ekonomi 2015

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. internal adalah pajak, sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang ikut mendorong pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari sektor migas lainnya merosot di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan serta pembiayaan pengeluaran pemerintah (Pratiwi dan. Putu, 2014). Dengan besarnya penerimaan pajak

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar, semuanya dapat terwujud jika adanya bantuan dari sumber

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mengandalkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (APBN) yang menjelaskan besarnya penerimaan perpajakan: Tabel 1.1 Ringkasan APBN, (miliar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Salah satu sumber penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

Abstrak. Kata kunci: kemudahan pengisian SPT, pengetahuan peraturan perpajakan, kualitas pelayanan, kepatuhan wajib pajak.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki


BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat kecil baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak adalah salah satu kekuatan untuk membangun kemandirian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber utama penerimaan yang potensial untuk negara dalam. membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. (APBN) sangat penting bagi penerimaan Negara karena pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB 1 PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional. Pajak yang bertujuan meningkatkan. kesejahteraan seluruh rakyat melalui perbaikan dan penambahan

BAB I PENDAHULUAN. upaya perwujudannya melalui pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia sebagai salah satu negara yang dikategorikan berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara Indonesia saat ini bersumber dari dalam negeri yaitu pajak. yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1,019 trilyun atau sebesar 79% ( berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjadi Negara yang lebih maju, Indonesia sebagai negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spirituil. Untuk dapat. mendapatkan dukungan dari masyarakat (Waluyo dan Ilyas, 2000: 1)

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang. Perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. objek pajaknya, seiring dengan meningkatnya perekonomian dan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara serta untuk meningkatkan kesejahteraan hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kontribusi terbesar penerimaan negara Indonesia saat ini berasal dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Theresia Woro Damayanti (2010:1)

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting. Pendapatan tersebut nantinya digunakan untuk pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di berbagai bidang guna mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun diubah/disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Susanto,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber penerimaan terbesar negara saat ini salah satunya berasal dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional Indonesia merupakan suatu proses yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pembiayaan belanja negara yang semakin lama semakin bertambah

BAB I PENDAHULUAN. non migas. Siti Kurnia Rahayu (2010) mengungkapkan bahwa Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut P.J.A. Andriani dalam Ikatan Akuntan Indonesia, pajak adalah:

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran. Adriani (dalam Kangtoshi, 2010), pajak adalah iuran masyarakat kepada

BAB I PENDAHULUAN. nasional secara bertahap, terencana, dan berkelanjutan. Untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan roda pemerintahan, kesejahteraan rakyat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang didapat dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang merupakan Kantor Pelayanan Pajak pemekaran dari Kantor Pelayanan Pajak Bandung Karees (yang sekarang bernama Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees) yang berlokasi di Jalan H.Ibrahim Adjie (Kiaracondong) Nomor 372 Bandung dan hingga saat ini Kantor KPP Pratama Sumedang masih berbagi tempat dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang meliputi seluruh Kecamatan dan Kelurahan yang ada di Kabupaten Sumedang. Pemilihan objek dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang. Responden dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas yang terdaftar pada KPP Pratama Sumedang, Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan terdiri dari dua jenis, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha adalah Orang Pribadi yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang yang tak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean sedangkan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas adalah Orang Pribadi yang memiliki keahlian sebagai usahanya dan tidak terikat dengan pemberi kerja contohnya adalah Akuntan, Pengacara, Dokter dan Penyanyi. Penulis memilih KPP Pratama Sumedang sebagai objek penelitian karena setelah dilakukan perbandingan antara KPP Pratama Sumedang dengan KPP Pratama Bandung Karees penulis menemukan bahwa terdapat perbedaan yang cukup jauh pada angka rasio kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non 1

Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas. Padahal, KPP Pratama Sumedang dan KPP Pratama Bandung Karees sama-sama merupakan bagian dari Kantor Wilayah Jawa Barat I. Berikut ini adalah tabel perbandingan rasio kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada KPP Pratama Sumedang dengan KPP Pratama Bandung Karees: Tabel 1.1 Perbandingan Rasio Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan Yang Melakukan Usaha Dan Pekerjaan Bebas Di KPP Pratama Sumedang Dengan KPP Pratama Bandung Karees 2012 2013 2014 2015 2016 KPP Pratama 0.09 0.3 0.15 0.31 0.27 Sumedang KPP Pratama 0.54 1.15 0.45 0.56 0.61 Bandung Karees Sumber: Seksi PDI KPP Pratama Sumedang dan Bandung Karees (2017) Rasio kepatuhan adalah proksi dari jumlah Wajib Pajak terdaftar dibagi dengan jumlah SPT yang masuk dikali 100%. Rasio kepatuhan digunakan untuk menunjukkan persentase dari kepatuhan Wajib Pajak. Dari tabel 1.1 menunjukkan bahwa tingkat rasio kepatuhan pada tahun 2012 KPP Pratama Sumedang sebesar 0.09 persen sedangkan pada KPP Pratama Bandung Karees sebesar 0.54 persen, pada tahun 2013 rasio kepatuhan KPP Pratama Sumedang sebesar 0.3 persen sedangkan pada KPP Pratama Karees sebesar 1.15 persen, pada tahun 2014 rasio kepatuhan pada KPP Pratama Sumedang 0.15 persen sedangkan rasio kepatuhan pada KPP Pratama Karees sebesar 0.45 persen, pada tahun 2015 rasio kepatuhan KPP Pratama Sumedang sebesar 0.31 persen sedangkan rasio kepatuhan pada KPP Pratama Karees sebesar 0.56 persen, pada tahun 2016 rasio kepatuhan KPP Pratama Sumedang sebesar 0.27 persen sedangkan rasio kepatuhan KPP Pratama Karees sebesar 0.61 persen, melihat perbandingan yang cukup jauh penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada KPP Pratama Sumedang cenderung rendah. 2

1.2 Latar Belakang Penelitian Sumber penerimaan negara dibagi menjadi dua sektor, yaitu sektor internal dan sektor eksternal. Penerimaan sektor internal adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri salah satu contohnya adalah pajak, sedangkan penerimaan dari sektor eksternal adalah penerimaan yang berasal dari luar negeri salah satu contohnya adalah dana pinjaman luar negeri namun pajak menjadi sumber penerimaan terbesar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya, adalah penerimaan dari sektor pajak terus meningkat setiap tahunnya berikut ini adalah data mengenai proporsi penerimaan pajak terhadap APBN dalam lima tahun sejak 2012 sampai dengan 2016. Tabel 1.2 Penerimaan Pajak Nasional (Dalam Miliaran Rupiah) PENDAPATAN PENDAPATA PERSENTASE TAHUN PENDAPATAN NEGARA N NEGARA PENERIMAA ANGGARAN NEGARA BUKAN DARI PAJAK N PAJAK PAJAK 2012 1332.3 980.5 351.8 73% 2013 1497.5 1148.3 349.1 77% 2014 1667.1 1280.4 386.7 77% 2015 1793.6 1201.7 410.3 67% 2016 1822.5 1546.7 273.8 75% Sumber : Kemenkeu.go.id dan data diolah penulis (2017) Pendapatan negara dibagi menjadi 2 macam pendapatan negara dari pajak dan pendapatan negara bukan pajak. Berdasarkan data yang ditunjukkan dari tabel 1.2 dapat dilihat presentase penerimaan pajak nasional pada tahun 2012 sebesar 73%, pada tahun 2013 sebesar 77%, pada tahun 2014 sebesar 77%, pada tahun 2015 sebesar 67% dan pada tahun 2016 sebesar 75%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kontribusi pajak terhadap APBN sangat besar dan selalu mencapai angka di atas 50 persen setiap tahunnya sehingga pemerintah sangat perlu untuk meningkatkan usaha penerimaan dari sektor pajak. 3

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) wajib melakukan upaya untuk memaksimalkan penerimaan dari sektor pajak mengingat begitu besarnya penerimaan APBN yang berasal dari pajak. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan reformasi perpajakan (Budi, 2013). Reformasi perpajakan yang terjadi pada tahun 1983 telah banyak menghasilkan perubahan dalam DJP, salah satu perubahan yang terjadi adalah sistem pemungutan pajak yang pada awalnya menggunakan official assesment system diubah menjadi self assesment system. Menurut Mardiasmo (2016:9) self assesment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Hal tersebut mendorong Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya secara sukarela sehingga menjadikan kepatuhan menjadi kunci untuk mencapai keberhasilan penerimaan pajak (Waluyo, 2010). Dengan diterapkannya self assesment system maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dituntut untuk melayani pelaporan SPT tahunan dengan kinerja yang baik dalam rangka mencapai target kepatuhan pelaporan SPT (Nurhakim, 2015). Selain reformasi perpajakan cara lain yang dapat dilakukan oleh DJP untuk memaksimalkan penerimaan pajak adalah intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, hal tersebut dilakukan dengan cara perluasan obyek dan subyek pajak dengan cara menjaring Wajib Pajak baru juga melakukan perbaikan pada sistem pemungutan dan penyesuaian pada tarif pajak. Wajib Pajak Orang Pribadi dibagi menjadi dua, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan dan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan, Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan menurut PER-32/PJ/2015 adalah Orang Pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis dan tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan jabatan dalam negeri. Dengan catatan pegawai tersebut tidak melakukan kegiatan 4

usaha dan atau pekerjaan bebas. Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan terdiri dari dua jenis, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Usaha dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas. Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang melakukan usaha adalah Orang Pribadi yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang yang tak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean sedangkan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Pekerjaan Bebas adalah Orang Pribadi yang memiliki keahlian sebagai usahanya dan tidak terikat dengan pemberi kerja contohnya adalah Akuntan, Pengacara, Dokter dan Penyanyi (Arum, 2012). Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas lebih rentan terhadap pelanggaran pajak daripada Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Hal tersebut dikarenakan mereka melakukan pembukuan atau pencatatan sendiri atas usaha mereka. Pembukuan atau pencatatan yang dilakukan dapat dilaksanakan sendiri maupun mempekerjakan orang yang ahli dalam akuntansi. Namun kebanyakan dari pelaku kegiatan usaha dan pekerjaan bebas tersebut beranggapan bahwa akan kurang efisien apabila mempekerjakan 6 orang untuk melakukan pembukuan atau pencatatan, terutama dalam hal biaya. Dengan demikian, yang bersangkutan lebih memilih untuk menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan sendiri, sehingga menimbulkan kemungkinan kesalahan maupun ketidakjujuran dalam pelaporan pajaknya (Arum, 2012). Menurut data Ditjen Pajak, Wajib Pajak Orang Pribadi umumnya tidak membuat pembukuan atas harta yang dimilikinya. Wajib Pajak Orang Pribadi pribadi juga kerap tidak melakukan pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran atas harta tersebut. Berdasarkan catatan aparat pajak, para Wajib Pajak Orang Pribadi umumnya juga melakukan transaksi secara tunai. Oleh karena itu, banyak transaksi maupun investasi yang sebenarnya terjadi tapi tidak tercatat (www.pajakpribadi.com/2012). 5

Berikut ini penulis akan menampilkan tabel mengenai data Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada KPP Pratama Sumedang yang dimulai dari tahun 2012 hingga 2016. Tabel 1.3 Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan Yang Melakukan Usaha Dan Pekerjaan Bebas Di KPP Pratama Sumedang TAHUN JUMLAH WP OP JUMLAH TINGKAT NON REALISASI SPT KEPATUHAN WP KARYAWAN OP NON TERDAFTAR KARYAWAN 2012 17828 1138 6% 2013 19133 2385 12% 2014 15418 1159 8% 2015 15418 1395 9% 2016 16501 1351 8% Sumber: Seksi PDI KPP Pratama Sumedang dan data diolah penulis (2017) Tabel 1.3 di atas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas yang terdaftar pada KPP Pratama Sumedang dari tahun 2012 sampai dengan 2016 sangat rendah dan dari tahun ke tahun tingkat kepatuhan WPOP Non karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas masih fluktuatif. Pada tahun 2012 hanya terdapat 6% tingkat kepatuhan dari 7828 jumlah WPOP Non karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas yang terdaftar, sedangkan pada tahun 2013 terdapat 12% tingkat kepatuhan dari 19133 jumlah WPOP Non karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas yang terdaftar, jumlah tersebut meningkat 6% dari tahun 2012. Pada tahun 2014 hanya terdapat 8% tingkat kepatuhan dari 15418 jumlah WPOP Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas yang terdaftar, jumlah tersebut menurun sebesar 4% dari tahun 2013. Pada tahun 2015 hanya terdapat 9% tingkat kepatuhan dari 15418 jumlah WPOP Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan 6

Bebas yang terdaftar, jumlah tersebut meningkat sebesar 1% dari tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2016 hanya terdapat 8% tingkat kepatuhan dari 16501 jumlah WPOP Non karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas yang terdaftar, jumlah tersebut menunjukkan penurunan 1% dari tahun 2015. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa jumlah SPT yang masuk tidak sesuai dengan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas yang terdaftar, semakin rendah tingkat penyampaian SPT maka mengindikasikan rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (Lestari, 2014). Dengan kata lain Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas yang terdaftar pada KPP Pratama Sumedang cenderung tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, mereka hanya cenderung mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak namun melalaikan kewajibannya sebagai Wajib Pajak yang taat pajak. Kenaikan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar dan kepatuhan Wajib Pajak disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya 1) Kesadaran Wajib Pajak yang meningkat karena beberapa bank mewajibkan NPWP sebagai salah satu persyaratan untuk membuka rekeningnya dan orang yang membuka lapangan kerja atau usaha wajib memiliki NPWP. 2) Keberhasilan ekstensifikasi dan sosialisasi yang rutin dilakukan oleh KPP Pratama Sumedang 3) Turunnya Sanksi kepada Wajib Pajak. Sedangkan penyebab penurunan jumlah Wajib Pajak Terdaftar dan Kepatuhan Wajib Pajak diantaranya menurunnya kesadaran Wajib Pajak karena laporan perpajakan mereka tidak dikolektifkan oleh perusahaan dan pada akhirnya mereka harus mengurus sendiri masalah perpajakannya sehingga mereka tidak peduli akan masalah perpajakannya (Mirza, Karyawan Seksi PDI KPP Pratama Sumedang, 3 April 2017). Kepatuhan Wajib Pajak menjadi salah satu faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak, hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Amin Laili yang merupakan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, yaitu kepatuhan Wajib Pajak adalah faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak. Semakin tinggi kepatuhan Wajib Pajak, maka penerimaan 7

pajak akan semakin meningkat, demikian pula dengan sebaliknya. Oleh karenanya menumbuhkan kepatuhan Wajib Pajak sudah seharusnya menjadi agenda utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) (www.pajak.go.id/2013). Sedangkan menurut Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan, Pelayanan Dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, kepatuhan di Indonesia sampai saat ini hanya 60 persen, itupun hanya dari jumlah Wajib Pajak yang terdaftar sedangkan masih banyak Wajib Pajak potensial yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak, hal tersebut terjadi karena corruption mindset atau pandangan perilaku korupsi (www.klinikpajak.co.id/2016). Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak, salah satunya adalah Sanksi Perpajakan. Sanksi Perpajakan diterapkan agar para Wajib Pajak yang melanggar peraturan perpajakan jera sehingga pada kedepannya diharapkan Wajib Pajak dapat mematuhi peraturan perpajakan, selain itu sanksi perpajakan diterapkan agar seluruh Wajib Pajak mematuhi Undang-Undang dan segala peraturan perpajakan yang berlaku dan takut untuk melanggarnya. Mardiasmo (2016:62) menyatakan sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan Peraturan Perundang-Undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006). Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Jotopurnomo dan Mangoting (2013) pada penelitian tersebut ditemukan bahwa Sanksi Pajak berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak namun menurut penelitian Maryati (2014) Sanksi Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Selain sanksi perpajakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah Kualitas Pelayanan, Supadmi (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa salah satu upaya dalam meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak adalah memberikan pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak. Peningkatan kualitas pelayanan dan kuantitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada Wajib Pajak sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan. Tetapi hingga saat ini masyarakat masih mempunyai kesan negatif 8

terhadap Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mengakibatkan ketidakpatuhan masyarakat sudah terlanjur menganggap Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintah yang tidak jujur. Masyarakat memiliki pandangan negatif terhadap DJP sehingga segala upaya DJP dalam membuktikan perubahan dalam sistem birokrasinya tidak dianggap oleh masyarakat. Masyarakat menganggap bahwa ketidakjujuran di tubuh DJP sudah mendarah daging sehingga mustahil untuk diperbaiki. Pendapat tersebut seolah-olah terbukti dengan adanya berita penangkapan beberapa oknum DJP yang sedang menerima sejumlah uang dari pengusaha, peristiwa tersebut terjadi dalam kurun waktu yang berdekatan. Bahkan setelah melakukan reformasi perpajakan ternyata masih ada pegawai DJP yang tidak jujur (www.pajak.go.id/2012). Dari pernyataan tersebut DJP harus sesegera mungkin memperbaiki kualitas pelayanannya karena jika tidak diperbaiki tingkat kepatuhan Wajib Pajak akan menurun. Pada penelitian Utama (2013) menemukan bahwa Kualitas Pelayanan berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak namun menurut penelitian Rukmana (2013) Kualitas Pelayanan tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Pengetahuan Wajib Pajak juga dianggap salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak karena tanpa adanya Pengetahuan Wajib Pajak mengenai perpajakan, maka sulit bagi Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya (Arahman, 2012). Sedangkan menurut Budi (2013) pengetahuan mengenai perpajakan menjadi hal yang penting, karena tanpa memiliki pengetahuan yang benar mengenai perpajakan akan membuat Wajib Pajak salah dalam melakukan prosedur perpajakan sehingga dapat mengakibatkan Wajib Pajak mendapatkan sanksi perpajakan, karena mendapat sanksi tersebut Wajib Pajak akan beranggapan bahwa prosedur pajak yang ada telah mempersulit Wajibajak sehingga menurunkan kepatuhan terhadap perpajakan. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tahu peraturan perpajakan maka semakin tahu pula mengenai sanksi yang akan didapat apabila melalaikan kewajiban perpajakannya, sedangkan orang yang tidak tahu terhadap peraturan perpajakan cenderung tidak menjadi Wajib Pajak yang taat. Rendahnya pengetahuan Wajib Pajak disebabkan karena pembelajaran mengenai pengetahuan 9

perpajakan belum menyentuh dunia pendidikan secara komprehensif. Tidak memperolehnya pengetahuan tentang peran dan manfaat pajak sejak sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi mengakibatkan rendahnya kepatuhan Wajib Pajak di masyarakat (Supriyati dan Hidayati, 2008). Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Santoso, Susilo dan Sulasmiyati (2015) yang menyatakan bahwa Pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Sedangkan menurut penelitian Handayani (2013) menyatakan bahwa Pengetahuan berpengaruh negatif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti akan melakukan penelitian dengan mengambil judul Pengaruh Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan, Dan Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan Yang Melakukan Usaha Dan Pekerjaan Bebas Di KPP Pratama Sumedang Tahun 2017). 1.3 Perumusan Masalah Kepatuhan Wajib Pajak adalah pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan negara. Kepatuhan Wajib Pajak menjadi aspek yang sangat penting mengingat setiap tahun nya pemasukan APBN terbesar diperoleh dari sektor pajak sehingga pemerintah dalam hal ini DJP sangat perlu untuk memaksimalkan penerimaan dari sektor pajak. Pada KPP Pratama Sumedang jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas cenderung meningkat tiap tahun nya namun tidak diimbangi dengan jumlah realisasi SPT yang masuk, hal tersebut berdampak pada rendahnya rasio kepatuhan pada KPP Pratama Sumedang. Sehingga akan diteliti faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas, faktor-faktor tersebut antara lain Sanksi Perpajakan (X 1 ), Kualitas Pelayanan (X 2 ) dan Pengetahuan Wajib Pajak (X 3 ). Sanksi Perpajakan (X 1 ) adalah jaminan bahwa ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti atau ditaati atau dipatuhi (Mardiasmo, 2016:62). 10

Kualitas pelayanan (X 2 ) adalah ukuran seberapa baik pelayanan yang diberikan dan diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan, dalam hal ini Wajib Pajak (Megawati, 2015) dan Pengetahuan Wajib Pajak (X 3 ) adalah segala sesuatu yang diketahui dan dipahami sehubungan dengan hukum pajak, baik hukum pajak formil maupun hukum pajak materiil (Mardiasmo, 2016:7). 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan, Pengetahuan Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang tahun 2017? 2. Apakah pengaruh penerapan Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Pengetahuan Wajib Pajak memiliki pengaruh secara simultan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang tahun 2017? 3. Apakah Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Pengetahuan Wajib Pajak memiliki pengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, yang diuraikan sebagai berikut: a. Apakah Sanksi Perpajakan berpengaruh secara parsial terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang tahun 2017. b. Apakah Kualitas Pelayanan berpengaruh secara parsial terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang tahun 2017. 11

c. Apakah Pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh secara parsial terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang tahun 2017. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian di atas yaitu: 1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Pengetahuan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas. 2. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan dari penerapan Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Pengetahuan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas. 3. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial: a. Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang. b. Kualitas Pelayanan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang. c. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang. 12

1.6 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak, yang dapat dikelompokkan dalam dua aspek yaitu: 1.6.1 Aspek Teoritis 1. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan wawasan mengenai kegiatan perpajakan khususnya dalam hal Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas. 2. Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan referensi bagi peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas. 1.6.2 Aspek Praktis Kegunaan praktis berhubungan dengan pengembangan ilmu pengetahuan oleh karena itu manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain: 1. Bagi Aparat Pajak Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dalam upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui peningkatan kualitas pelayanan dan pemberian sanksi perpajakan. 2. Bagi Wajib Pajak Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai cerminan bagi Wajib Pajak untuk menjadi Wajib Pajak yang patuh terhadap ketentuan perpajakan di Indonesia. 13

1.7 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan sampel Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang penelitian ini menggunakan satu variabel terikat (variabel dependen) dan tiga variabel bebas (variabel independen). variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Pengetahuan Wajib Pajak. Data penelitian ini diperoleh langsung dari seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang selain itu data didapatkan langsung dari kuesioner yang disebarkan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan Bebas yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sumedang dan didukung oleh data dari website Kementerian Keuangan www.kemenkeu.go.id. 1.7.1 Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih pada penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Sumedang yang berkantor di Jalan H.Ibrahim Adjie (Kiaracondong) Nomor 372 Bandung dan objek penelitian yang digunakan adalah sanksi, kualitas pelayanan dan kepatuhan Wajib Pajak. 1.7.2 Waktu dan Periode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada Wajib Pajak Orang Pribadi non-karyawan yang terdaftar pada KPP Pratama Sumedang pada bulan Agustus 2017. 14

1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir Pembahasan dalam tugas akhir ini akan dibagi menjadi lima bab yang terdiri dari beberapa sub-bab. Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang penelitian, pertanyaan penelian, tujuan penelitian, manfaat penilitian secara teoritis dan praktis, ruang lingkup penelitian serta sistematika penulisan secara umum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Pada bab ini membahas mengenai teori yang menjadi dasar bagi penelitian, hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan, kerangka pemikiran dan perumusan hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai pendekatan, metode dan teknik yang digunakan dalam mengumpulkan dan menganalisis data yang dapat menjawab atau menjelaskan masalah penelitian, meliputi uraian tentang jenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan secara sistematis sesuai dengan perumusan masalah kemudian dianalisis dengan metode analisis data yang telah ditentukan dan dilakukan penbahasan tentang analisis yang telah dilakukan tersebut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran dari implikasi hasil penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan juga disertakan saran dari penulis yang berguna untuk penelitian selanjutnya. 15

16 HALAMAN SENGAJA DIKOSONGKAN