RELOKASI DAN KLASIFIKASI GEMPABUMI UNTUK DATABASE STRONG GROUND MOTION DI WILAYAH JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
Relokasi Gempabumi di Wilayah Laut Maluku Menggunakan Metode Double Difference (Hypodd)

RELOKASI SUMBER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE MARET Oleh ZULHAM SUGITO 1, TATOK YATIMANTORO 2

ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018)

Persebaran Hiposenter Maluku Selatan Menggunakan Metode Double Difference

PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI Oleh ZULHAM SUGITO 1

Analisis Daerah Dugaan Seismic Gap di Sulawesi Utara dan sekitarnya

ANALISIS HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE FEBRUARI 2018 (GEMPABUMI PIDIE 08 FEBRUARI 2018) Oleh ZULHAM SUGITO 1

RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI JAWA BARAT DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN METODE MJHD

RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI WILAYAH SUMATRA BARAT MENGGUNAKAN METODE MODIFIED JOINT HYPOCENTER DETERMINATION

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan...

APLIKASI METODE DOUBLE DIFFERENCE UNTUK RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI HALMAHERA 15 NOVEMBER 2014 DAN SUSULANNYA

Penentuan Hiposenter Gempabumi dan Model Kecepatan Lokal di Wilayah Jawa Timur Menggunakan Metode Double Difference

RELOKASI HIPOSENTER GEMPA BUMI DENGAN MAGNITUDO 5,0 DI WILAYAH SUMATERA UTARA PERIODE TAHUN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang

RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN METODE DOUBLE DIFFERENCE (DD)

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON

STRUKTUR KECEPATAN GELOMBANG P REGIONAL SATU DIMENSI WILAYAH PERAIRAN BANDA VELOCITY MODEL OF REGIONAL P WAVE ONE DIMENSIONS OF OCEAN AREA OF BANDA

Bambang Sunardi *, Supriyanto Rohadi, Masturyono, Sri Widiyantoro, Sulastri, Pupung Susilanto, Thomas Hardy, Wiko Setyonegoro 1

ANALISIS COULOMB STRESS GEMPA BUMI DELI SERDANG 16 JANUARI 2017

Analisis Bahaya Kegempaan di Wilayah Malang Menggunakan Pendekatan Probabilistik

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode Single Event Determination(SED), alur kedua

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

ANALISIS PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM DENGAN MENGGUNAKAN RUMUSAN ESTEVA DAN DONOVAN (Studi Kasus Pada Semenanjung Utara Pulau Sulawesi)

BAB I PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik, serta lempeng mikro yakni lempeng

Estimasi Zona Sesar Segmen Aceh Dengan Metode Relokasi Double Difference Dan Metode Local Earthquakes Tomography

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

PEMETAAN DAERAH RENTAN GEMPA BUMI SEBAGAI DASAR PERENCANAAN TATA RUANG DAN WILAYAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT

ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR

MODEL KECEPATAN 1-D GELOMBANG P DAN RELOKASI HIPOSENTER GEMPA BUMI DI BENGKULU MENGGUNAKAN METODE COUPLED VELOCITY HIPOCENTER

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMA PERNYATAAN KATAPENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I.

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda?

Analisis Kejadian Rangkaian Gempa Bumi Morotai November 2017

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 5, No. 3, Juli 2016, Hal

KEGEMPAAN DI NUSA TENGGARA TIMUR PADA TAHUN 2016 BERDASARKAN MONITORING REGIONAL SEISMIC CENTER (RSC) KUPANG

Analisis Percepatan Tanah Maksimum Wilayah Sumatera Barat (Studi Kasus Gempa Bumi 8 Maret 1977 dan 11 September 2014)

DEAGREGASI SEISMIC HAZARD KOTA SURAKARTA`

BAB I PENDAHULUAN. komplek yang terletak pada lempeng benua Eurasia bagian tenggara (Gambar

Analisis Seismotektonik dan Periode Ulang Gempabumi.. Bambang Sunardi dkk

RELOKASI HIPOSENTER GEMPA BUMI DI SULAWESI TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEIGER DAN COUPLED VELOCITY-HYPOCENTER

STUDI POLA KEGEMPAAN PADA ZONA SUBDUKSI SELATAN JAWA BARAT DENGAN METODE SEGMEN IRISAN VERTIKAL

ANALISIS PERUBAHAN POLA DEKLINASI PADA GEMPA BUMI SIGNIFIKAN (M 7.0) WILAYAH SUMATERA

ANALISA RESIKO GEMPA DENGAN TEOREMA PROBABILITAS TOTAL UNTUK KOTA-KOTA DI INDONESIA YANG AKTIFITAS SEISMIKNYA TINGGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

RELOKASI HIPOSENTER GEMPA BUMI UTAMA DAN GEMPA BUMI SUSULAN MENGGUNAKAN METODE MODIFIED JOINT HYPOCENTER DETERMINATION DI BALI

Analisis Karakteristik Prakiraan Berakhirnya Gempa Susulan pada Segmen Aceh dan Segmen Sianok (Studi Kasus Gempa 2 Juli 2013 dan 11 September 2014)

KORELASI ANTARA MAGNITUDO GEMPABUMI LOKAL DENGAN PERIODE DOMINAN GELOMBANG P DI WILAYAH SUMATRA BARAT

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA

ANALISA TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPABUMI DI WILAYAH NUSA TENGGARA BARAT SKRIPSI MELKI ADI KURNIAWAN NIM

PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODA GUIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SEISMISITAS

INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA

ANALISIS PERIODE ULANG DAN AKTIVITAS KEGEMPAAN PADA DAERAH SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA

RELOKASI HIPOSENTER DAN ESTIMASI MODEL KECEPATAN SERTA KOREKSI STASIUN DI DAERAH SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN METODE COUPLED VELOCITY-HYPOCENTER

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA TENGGARA DENPASAR BALI 22 MARET 2017

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

ANALISA TINGKAT BAHAYA DAN KERENTANAN BENCANA GEMPA BUMI DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR (NTT)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Gempa di Pulau Jawa Bagian Barat. lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST

FORMULA EMPIRIS PENENTUAN MAGNITUDO MENGGUNAKAN TIGA DETIK PERTAMA GELOMBANG P (STUDI KASUS STASIUN CISI, GARUT JAWA BARAT)

Ground Motion Modeling Wilayah Sumatera Selatan Berdasarkan Analisis Bahaya Gempa Probabilistik

Aplikasi Metode Double-Difference Pada Data Microearthquake dengan Program berbasis MATLAB

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

*

ESTIMASI MODEL KECEPATAN LOKAL GELOMBANG SEISMIK 1D DAN RELOKASI HIPOSENTER DI DAERAH SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN HYPO-GA DAN VELEST33

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia termasuk dalam daerah rawan bencana gempabumi

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun

PEMETAAN GROUND ACCELERATION MENGGUNAKAN METODE PROBABILISTIC SEISMIC HAZARD ANALYSIS DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARATPADA ZONA MEGATHRUST

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 2015 ISSN

RELOKASI HIPOSENTER GEMPA BUMI 18 AGUSTUS 2012 (MAGNITUDO 6,2 MB) DAN SUSULANNYA DI DAERAH PALU, SULAWESI TENGAH MENGGUNAKAN METODE MJHD

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

ANALISIS SEISMISITAS DAN PERIODE ULANG GEMPA BUMI WILAYAH SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN B-VALUE METODE LEAST SQUARE OLEH :

LAPORAN GEMPABUMI Manokwari, 4 Januari Pusdatin Geofisika Tim Penyusun

RESPONS SPEKTRA GEMPA BUMI DI BATUAN DASAR KOTA BITUNG SULAWESI UTARA PADA PERIODE ULANG 2500 TAHUN

ANALISIS RESPONS SPEKTRA GELOMBANG SEISMIK HASIL REKAMAN ACCELEROGRAM DI STASIUN SEISMIK KARANGKATES

Karakteristik mikrotremor dan analisis seismisitas pada jalur sesar Opak, kabupaten Bantul, Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Deagregasi Hazard Kegempaan Provinsi Sumatera Barat

BAB III METODOLOGI. Ms = 1.33 Mb (3.1) Mw = 1.10 Ms 0.64 (3.2)

ANALISIS TINGKAT SEISMISITAS DAN PERIODE ULANG GEMPA BUMI DI SUMATERA BARAT PADA PERIODE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009

Relokasi Hiposenter Gempa Bumi di Sumatera Selatan dengan Menggunakan Hypo71

HIPOSENTER RELOKASI DI WILAYAH JAWA

Integrasi Jaringan InaTEWS Dengan Jaringan Miniregional Untuk Meningkatan Kualitas Hasil Analisa Parameter Gempabumi Wilayah Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Transkripsi:

RELOKASI DAN KLASIFIKASI GEMPABUMI UNTUK DATABASE STRONG GROUND MOTION DI WILAYAH JAWA TIMUR Rian Mahendra 1*, Supriyanto 2, Ariska Rudyanto 2 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta 2 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta *Email : reemyan@gmail.com ABSTRAK Pembuatan database strong ground motion merupakan bagian penting dalam perkiraan tingkat bencana seismik. Ground Motion Prediction (GMPE) membutuhkan database gempabumi yang akurat untuk mendapatkan hasil yang optimal. Relokasi terhadap database gempabumi diharapkan mampu memberikan parameter lokasi dan magnitude gempa yang lebih baik. Metode Double Difference dipilih sebagai metode dalam relokasi lokasi episenter dan kedalaman. Parameter lain yang digunakan dalam database ground motion adalah tipe gempabumi, yaitu interface, intraslab, dan crustal. Klasifikasi tipe gempabumi dilakukan dengan melihat posisi hiposenter terhadap model slab subduksi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kejadian gempabumi dengan batasan wilayah 6 12 LS dan 106 118 BT dan M 5 pada periode 2009-2015. Melalui relokasi dengan Double Difference diperoleh nilai Root Mean Square yang lebih kecil dibandingkan sebelum relokasi, sehingga parameter gempabumi yang diperoleh bisa dikatakan lebih baik. Klasifikasi tipe gempabumi dengan cara manual menunjukkan bahwa sebagian besar gempabumi di database merupakan gempabumi intraslab. Kata Kunci: Double Difference, Intraslab, Interface, Crustal ABSTRACT Constructing strong ground motion database has become the important part of seismic hazard assessment. A precise earthquake database is necessary for obtaining optimal result of Ground Motion Prediction (GMPE). Relocation of earthquake database is expected to bring better location and magnitude of earthquake. Double Difference method is chosen to relocate location of epicenter and depth. Other parameter is necessary in constructing ground motion database, that is type of earthquake which is categorized as interface, intraslab, and crustal. Classification of earthquake s type is conducted by analyzing position of hypocenter to slab subduction model. Data used in this research consist of earthquake with the restriction of 6 12 S and 106 118 E and M 5 in the period 2009 up to 2015. Through the relocation using Double Difference, smaller Root Mean Square is acquired which indicated better earthquake s parameter. Classification type of earthquake indicate that most of earthquake are categorized as intraslab Keywords: Double Difference, Intraslab, Interface, Crustal 1. PENDAHULUAN Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena adanya tiga lempeng besar yang saling bertemu. Kondisi Indonesia yang sangat rawan memerlukan penelitian tentang perkiraan tingkat bencana seismik sebagai upaya untuk mitigasi kerusakan akibat gempabumi. Persamaan atenuasi atau Ground Motion Prediction Equation (GMPE) adalah persamaan matematis yang 46

dikembangkan untuk memperkirakan nilai strong ground motion di suatu tempat. Persamaan ini diperoleh dari analisa empiris dengan mempertimbangkan beberapa parameter seperti magnitudo, jarak hiposenter, dan kedalaman yang semuanya dikumpulkan dalam database strong motion. Database strong motion yang akurat diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal dalam perumusan GMPE. Penelitian sebelumnya tentang database srong ground motion oleh Rudyanto (2013) hanya menggunakan parameter gempabumi dari katalog ISC, USGS, GFZ, dan BMKG yang dianggap memiliki hasil yang cukup akurat. Penelitian terbaru tentang GMPE oleh Rini (2015) juga masih menggunakan katalog dari USGS dan BMKG. Katalog dari BMKG memiliki kelemahan yaitu adanya beberapa gempabumi dengan fixed depth 10 km. Pentingnya data jarak hiposenter dan kedalaman memerlukan relokasi dari posisi hiposenter. Metode yang akan digunakan dalam relokasi gempabumi ini adalah algoritma double-difference (Waldhauser dan Ellsworth, 2000). Metode ini mengasumsikan bahwa jarak persebaran hiposenter antara dua gempabumi sangat kecil dibandingkan jarak antara stasiun dengan sumber gempabumi, sehingga ray path kedua gempabumi tersebut dianggap sama. Parameter lain yang diperlukan dalam database adalah tipe gempabumi. Dalam analisa GMPE terdapat tiga kategori gempabumi, yaitu interface, intraslab, dan crustal. Klasifikasi tipe gempabumi diperoleh melalui analisa posisi hiposenter dan mekanisme patahan terhadap model slab subduksi. 2. DATA DAN METODE Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data sekunder parameter gempabumi berupa origin time, lokasi episenter, magnitudo, kedalaman, di wilayah Jawa Timur dengan batas koordinat 6 12 LS dan 106 118 BT dan magnitudo 5 pada periode 2009-2015 dari katalog BMKG, ISC, dan USGS. 2. Data arrival time dari repogempa BMKG. Gambar 1. Peta persebaran gempabumi dalam penelitian 3. Data sekunder magnitudo momen dan mekanisme fokal yang diperoleh dari katalog Global CMT. 4. Data model slab subduksi dari USGS Dalam penelitian ini, metode relokasi yang digunakan adalah algoritma double difference. Metoda double-difference secara teoritis merupakan pengembangan pengembangan dan modifikasi metoda Geiger dengan menggunakan perbedaan waktu tempuh pasangan gempabumi, baik data katalog, maupun data cross-correlation bentuk gelombang (Utama dkk., 2013). Residual relatif waktu tempuh antara dua hiposenter yang saling berdekatan dalam suatu kelompok dapat dinyatakan dengan: (1) Dimana, adalah waktu tempuh gelombang gempabumi i ke stasiun k, dan adalah waktu tempuh gelombang gempabumi j ke stasiun k. Sebagaimana metode Geiger, maka persamaan double-difference dapat dituliskan dalam bentuk (2) Maka persamaan double-difference untuk tiap stasiun dapat dituliskan dengan matriks: = (3) Dimana G merupakan matriks partial derivative residual waktu tempuh terhadap parameter hiposenter. Matriks ini berdimensi M x 4N. 47

M adalah jumlah persamaan yang mungkin dibentuk dari semua pasangan hiposenter dalam satu cluster, dan N adalah jumlah hiposenter dalam satu cluster. m adalah data vektor perubahan posisi relatif antar pasangan hiposenter terhadap posisi posisi relatif hiposenter dugaan (awal) [dx, dy, dz, dt] T pada satu cluster, sedangkan d adalah residual double-difference seluruh pasangan hiposenter. W adalah matrik diagonal untuk pembobotan tiap persamaan. Matriks W digunakan karena besar signal to noise ratio berbeda untuk tiap event pada tiap stasiun. Matriks W memberikan bobot untuk tiap persamaan berdasar kualitas pick tiap event. Klasifikasi tipe gempabumi dilakukan dengan cara melihat posisi hiposenter terhadap model slab. Menurut Astiz (1988) gempabumi intraslab dapat terjadi pada 3 lokasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2 sedangkan gempabumi interface berada pada zona megathrust dengan mekanisme thrusting. Gempabumi pada zona crustal memiliki kedalaman yang sangat dangkal dan berada jauh dari zona subduksi. Diagram alir dari penelitian ini ditunjukkan pada gambar 3. Gambar 3. Klasifikasi tipe gempabumi menurut Astiz (1988) (Rini, 2015) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Relokasi dengan HypoDD Kualitas dari relokasi dengan hypodd dapat dilihat dari histogram residual waktu tempuh dari gempabumi yang telah terelokasi. Residual waktu tempuh yang semakin kecil menunjukkan bahwa parameter gempabumi semakin mendekati kondisi sebenarnya. Analisis statistik dengan histogram ditunjukkan seperti pada gambar 4. Histogram residual waktu tempuh setelah relokasi memiliki frekuensi lebih banyak pada nilai 0 dibandingkan histogram sebelum relokasi yang memiliki banyak residual relatif tinggi. Gambar 2. Diagram alir penelitian Gambar 4. Distribusi frekuensi residual waktu tempuh sebelum dan sesudah relokasi 48

Gambar 6. Pergerseran episenter gempa (km) terhadap azimuth Gambar 5. Diagram frekuensi pergeseran per azimuth Dari 109 event yang digunakan pada penelitian hanya 57 yang mampu terelokasi. Jumlah pergeseran episenter pada rentang azimuth tertentu setelah direlokasi dapat dilihat di gambar 5. Parameter gempabumi yang tidak terelokasi diperbaiki dengan menggunakan data katalog ISC. Menurut Rudyanto (2013) katalog ISC memiliki keakuratan tertinggi dibandingkan katalog gempabumi lainya. Gambar 5 menunjukkan bahwa sebagian besar episenter gempabumi berpindah dengan azimuth 180-240. Perpindahan episenter terbanyak terjadi pada azimuth 195-210 dengan jumlah lebih dari 20 event. Nilai pergeseran episenter dan perubahan kedalaman gempabumi setelah direlokasi dengan hypodd dan katalog ISC ditunjukkan pada gambar 6 dan 7. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 6, sebagian besar pergeseran terjadi pada azimuth 180-240 dengan rata- rata jarak 20-50 km. Jarak pergeseran terbesar sekitar 60 km dan terkecil adalah 0 km. Hal yang sama juga terjadi pada nilai perubahan kedalaman seperti yang ditunjukkan gambar 7. Sebagian besar perubahan kedalaman bernilai kurang dari 40 km dengan perubahan terbesar sekitar 80 km. Nilai pergeseran episenter dan kedalaman yang cenderung kecil menunjukkan bahwa data sebelum direlokasi sudah cukup baik, namun perbedaan kecil pada lokasi episenter akan sangat mempengaruhi perhitungan GMPE. Gambar 7. Pergerseran kedalaman (km) terhadap azimuth 3.2 Klasifikasi tipe gempabumi Data mekanisme fokal yang diperoleh dari Global CMT berjumlah 45 event. Persebaran gempabumi yang memiliki nilai mekanisme fokal dari Global CMT dapat dilihat di gambar 8. Penentuan tipe gempabumi dilakukan dengan cara membuat cross section sebanyak 5 lintasan guna melihat posisi hiposenter dan mekanisme patahan gempabumi. Hasil cross section dari lintasan A- A, lintasan B- B, lintasan C- C, lintasan D- D, dan lintasan E- E diperlihatkan pada gambar 9. Gambar 8. Persebaran gempabumi dan lintasan cross section (a) 49

(b) (e) Gambar 9. Cross section dan persebaran gempabumi lintasan a) A- A, b) B- B, c) C- C, d) D- D, dan e) E- E (c) (d) Dari analisa terhadap gambar 9 serta menggunakan teori Astiz (1988) dan Youngs (1997) diperoleh klasifikasi tipe gempa yang sama dengan Rudyanto (2013). Gempabumi crustal berlokasi di lempeng benua pada jarak lebih dari sama dengan 200 km dari zona penunjaman dan kedalaman kurang dari 40 km. Gempabumi intraslab diklasifikasikan sebagai gempabumi dengan kedalaman lebih dari sama dengan 40 km, gempabumi dengan jarak kurang dari 200 km dan kedalaman kurang dari 40 km, dapat dikategorikan sebagai tipe gempabumi interface atau intraslab dengan menggunakan informasi mekanisme fokusnya. Apabila mekanisme fokus berupa patahan naik, maka dikategorikan sebagai gempabumi interface, sebaliknya apabila patahan turun, maka gempabumi dikategorikan sebagai gempabumi intraslab. Pada beberapa gempabumi yang tidak diketahui mekanisme fokalnya maka diasumsikan tipe gempabumi tersebut sama dengan tipe gempabumi di dekatnya yang sudah diidentifikasi. Hasil klasifikasi secara manual ditampilkan oleh gambar 9 yang menunjukkan bahwa sebagian besar gempabumi dalam database merupakan gempa intraslab yaitu sebanyak 71 event. Gempabumi crustal dan interface memiliki jumlah yang hampir sama yaitu 20 dan 18. Secara umum gempabumi yang terjadi di sekitar Jawa Timur diakibatkan oleh interaksi di zona subduksi dan hanya sedikit yang berada di crustal. 50

Gambar 9. Grafik jumlah gempabumi per tipe gempabumi 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian tentang relokasi dan klasifikasi gempabumi untuk database GMPE di wilayah Jawa Timur adalah sebagai berikut: Database strong motion yang telah direlokasi dengan HypoDD memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi dan gempabumi dengan kedalaman tertentu telah terelokasi sehingga memiliki nilai yang lebih sesuai dengan lokasi hiposenter sebenarnya. Sebagian besar database strong motion Jawa Timur terjadi pada zona subduksi khususnya intraslab. Rudyanto, A., 2013, Development of Strong Motion Database For The Sumatra- Java Region, Tesis, Program Master Filosofi, The Australian National Universirty, Australia. Waldhauser, F., dan Ellsworth, W. L., 2000, A Double-Difference Earthquake Location Algorithm: Method and Application to the Northern Hayward Fault: Bull. Seism. Soc. Am., 90, 1353-13. Utama, M. R. J.,2013, Studi Kegempaan Regional Center Ix Bmkg Maluku Berdasarkan Hasil Relokasi Hiposenter Dengan Menggunakan Hypodd, Tugas Akhir, Program Sarjana Teknik, Institus Teknologi Bandung. Sumber pustaka dari situs internet : http://globalcmt.org/cmtsearch, pada 21 Februari 2016. diakses http://www.isc.ac.uk, diakses pada 23 Februari 2016. http://ig.utexas.edu, diakses pada 23 Februari 2016. http://repogempa.bmkg.go.id, diakses pada 11 Februari 2016. DAFTAR PUSTAKA Astiz, L., Lay, T., dan Kanamori, H., 1988, Large Intermediate- Depth Earthquakes and the Subduction Process, Phys. Earth Planet. Interiors 53, 80 166. Rini, V. S., Subakti, H., dan Rudyanto, A., 2015, Kajian Awal Persamaan Prediksi Percepatan Tanah di Zona Subduksi Wilayah Bali dan Sekitarnya, Skripsi, Program Sarjana Terapan, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. 51