BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Oleh Syahnen dan Ida Roma Tio Uli Siahaan. Gambar 1. Ulat api Setothosea asigna Sumber : Purba, dkk. (2005)

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Ulat api Setothosea Asigna dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

PENDAHULUAN. ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Perkebunan

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlalu keras dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung

TINJAUAN PUSTAKA. transparan (Gambar 1). Telur diletakkan berderet 3 4 baris sejajar dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

I. TINJAUAN PUSTAKA. toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik.

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. spesies, komposisi genetiknya, dan komunitas, ekosistem dan bentang alam di

I. P E N D A H U L U A N. empat bibit kelapa sawit dibawa dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

Ulat Api, Si Cantik yang Berbahaya

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

KELIMPAHAN POPULASI ULAT API (LEPIDOPTERA: LIMACODIDAE) DAN ULAT KANTUNG (LEPIDOPTERA: PSYCHIDAE) SERTA PREDATOR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. transparan (Gambar 1). Telur diletakkan berderet 3 4 baris sejajar dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

BAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika

Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat

setelah peletakan dan menetas pada umur hari. Dalam penelitian yang telah

Ulat Pemakan Daun Kelapa dan Cara Mengendalikannya. Oleh. Ramadhani Kurnia Adhi. Widyaiswara Muda

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

TINJAUAN PUSTAKA. S. asigna van Ecke termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum. Arthropoda, kelas Insecta, ordo Lepidoptera, family Limacodidae, genus

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious),

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. diantaranya yaitu adanya gangguan hama dan penyakit. Beberapa jenis hama penting

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit Kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman yang berasal dari Nigeria, Afiika Barat, akan tetapi

A. Ulat Api Pada Tanaman Kelapa Sawit. Ulat api termasuk ke dalam famili Limacodidae, ordo Lepidoptera (bangsa

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

TINJAUAN PUSTAKA. dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung batang (Hartono,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat dan jagur serta menghasilkan produksi yang tinggi dibutuhkan kisaran kondisi lingkungan tertentu (disebut juga syarat tumbuh kelapa sawit) kondisi iklim, tanah, dan bentuk wilayah merupakan faktor lingkungan utama yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan tanaman kelapa sawit, disamping faktor lainnya seperti bahan tanam (genetis) dan perlakuan 3 kultur teknis yang diberikan (Sulistyo, 2010). Kerugian yang ditimbulkan ulat api S. asigna yaitu terjadi penurunan produksi sampai 69% pada tahun pertama setelah serangan dan kurang lebih 27% pada tahun kedua setelah serangan, bahkan jika serangan berat tanaman kelapa sawit tidak dapat berubah 1-2 tahun berikutnya. Umumnya gejala serangan S. asigna dimulai dari daun yang paling bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian-bagian yang tersisa hanya tulang daun saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 cm daun sawit setiap hari (Susanto dkk, 2012). Tanaman yang terserang hama ulat api S. asigna dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1 Tanaman Terserang Ulat api S. asigna Sumber: Foto lapangan 2.1 Hama Ulat Api Ulat api merupakan salah satu jenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian besar di perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Jenis ulat api yang paling banyak ditemukan adalah S. asigna, S. nitens, D. trima, D. diducta dan D. bradleyi. Dan yang jarang ditemukan adalah Thosea vestus, B. bisura, Sisuca malayana dan Birthamula chara. Ulat api S. asigna (Lepidoptera: lima codideae), S. nitens dan D. trima merupakan salah satu jenis ulat api yang terpenting yang harus dikendalikan pada tanaman kelapa sawit di Indonesia. Ulat api ini merupakan hama yang dapat menyebabkan kerusakan berat serta sangat merugikan di Indonesia (Norman & Basri, 1992 dalam Susanto, 2012). Ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) merupakan hama utama pada perkebunan kelapa sawit, dan sering menimbulkan kerugian. Serangan hama tersebut mengakibatkan kelapa sawit kehilangan daun, dan akhirnya akan menurunkan produksi kelapa sawit (Sulistyo, 2010). Disebut dengan ulat api karena punggungnya berbulu kasar kaku dan beracun. Racunnya keluar dari bulu kasar tersebut, yaitu berupa cairan yang jika terkena tangan terasa gatal dan panas (Susanto dkk, 2012).

2.2 Biologi Dan Morfologi Hama Ulat Api S. asigna Phylum : Arthoropoda Kingdom : Animalia Ordo : Lepidoptera Family : Limacodidae Genus : Setothosea Species : Setothosea asigna 2.3 Siklus Hidup Ulat Api S. asigna 2.3.1 Telur Berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval sangat berukuran tipis dan transparan. Telur di letakkan berderet 3-4 baris sejajar pada permukaan daun bagian bawah, biasanya pada pelepah daun ke-6 dan ke-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir, dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 300-400 butir telur menetas setelah di letakkan (Prawirasukarto, 2003). Telur ulat api S. asigna dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut : Gambar 2.2 Telur S. asigna Sumber: Foto lapangan 2.3.2 Larva Larva instar 2-3 memakan helaian daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Selama perkembangannya larva mengalami pergantian instar sebanyak 7-8 kali atau 8-9 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas

400cm². Warna larva dapat berubah-ubah sesuai dengan instarnya, semakin tua umurnya akan menjadi semakin gelap. larva instar terakhir (instar ke 9) beukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, sedangkan apabila sampai instar ke-8 ukurannya sedikit lebih kecil. Menjelang berpupa, ulat menjatuhkan diri ke tanah. Stadia larva ini berlangsung selama 49-50,3 hari. Pupa berada di dalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah. Berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap, terdapat di bagian tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa jantan dan betina masing-masing berukuran berlangsung selama ±39,7 hari (Susanto dkk, 2012). Gambar ulat api S. asigna dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut : Gambar 2.3 Ulat api S. asigna Sumber : Foto lapangan 2.3.3 Pupa Pupa S. asigna berada didalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap, terdapat di bagian tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit.

Dengan demikian perkembangan dari telur sampai menjadi ngengat berkisar antara 92,7-98 hari, tetapi pada keadaan kurang menguntungkan dapat mencapai 115 hari. Pupa S. asigna dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut : Gambar 2.4 Pupa S. asigna Sumber : Susanto, 2012 2.3.4 Imago Betina dan jantan masing-masing lebar rentangan sayapnya 51 mm dan 41 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintikbintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda. Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan (Sulistyo dkk, 2010). Siklus hidup masing-masing ulat api bebeda. S. asigna mempunyai siklus hidup 106-138 hari. Sedangkan S. nitens memiliki siklus hidup yang lebih pendek dari S. asigna yaitu 42 hari (Hartley, 1979 dalam Susanto, 2012). Imago S. asigna dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut :

Imago betina Gambar 2.5 Imago S. asigna Sumber: Susanto, 2012 Imago jantan Siklus hidup ulat api S. asigna dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1 Siklus hidup S. asigna Stadia Lama (hari) Keterangan Telur 6 Jumlah telur 300-400 butir Larva 50 Terdiri dari 9 instar, konsumsi daun 300-500 cm² Pupa 40 Habitat di tanah Imago 7 Jantan lebih kecil dari betina Total 103 Tergantung pada lokasi dan lingkungan Sumber: Susanto, 2012. 2.4 Gejala Dan Kerusakan Hama Ulat Api S. asigna Serangan yang disebabkan S. asigna di lapangan umumnya mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk seperti melidi. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sangat berat umumnya serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun saja.

Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 cm² daun sawit per hari. Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama tersebut di lapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian (Lubis U, 2008). Kerugian yang di timbulkan S. asigna, yaitu terjadi penurunan produksi sampai 69% pada tahun pertama setelah serangan dan ±27% pada tahun kedua setelah serangan, bahkan jika serangan berat, tanaman kelapa sawit tidak dapat di rubah selama 1-2 tahun berikutnya (Sipayung & Hutauruk, 1982 dalam Susanto, 2012). Pengendalian hama dilakukan untuk menurunkan populasi hama sampai pada tingkat ambang batas sehingga tidak merugikan secara ekonomi dan tidak melampaui batas kritis. 2.4.1 Kriteria Serangan Hama Ulat Api Kriteria serangan digunakan untuk mengetahui tingkat serangan dari hama dan juga untuk menentukan tindakan pengendalian yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat serangan (Lubis U, 2008). Kriteria tingkat serangan ulat api S. asigna yaitu: - Ringan : bila terdapat <5 ekor ulat api per pelepah - Sedang : bila terdapat 5-10 ekor ulat api per pelepah - Barat : bila terdapat >10 ekor ulat api per pelepah Sumber : Pusat penelitian kelapa sawit. Tingkat populasi kritis S. asigna dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Tingkat populasi kritis S.asigna NO Jenis UPDKS Populasi Kritis (Jumlah ulat/ pelepah daun kelapa sawit) 1 S. asigna 5-10 Sumber: Prawirasukarto, 1992. 2.5 Metode Pengendalian Hama Ulat Api S. asigna. Beberapa cara yang dilakukan dalam pengendalian hama ulat api S. asigna : 2.5.1 Pengendalian Secara Hayati dalam pengendalian hama ulat api di perkebunan kelapa sawit. Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan mikro organisme Entomopetogenetik, yaitu virus Nudaurelia, Multtriplenucleopoly hedrovirus (MNPV), dan jamur Cordyceps militaris. Virus Nurelia dan MNPV efektif untuk mengendalikan hama pada stadium ulat, sedangkan jamur C. militaris efektif untuk stadium kepompong. Jenis organisme entomopatogenik yang dapat digunakan adalah: 1. Virus ß Nudaurelia dan Multi Nucleo Polyhydro Virus (MNPV) Untuk mengendalikan ulat api tersebut. 2. Jamur C. militaris efektif untuk mengendalikan pupa/kepompong hama tersebut. 3. Dan musuh alami untuk ulat api S.asigna yaitu predator Euchantecona furcelleta (Hempiptera: Pentatomidae) dan Sycanus leucomesus (Hemiptera: Reduviidae). Jamur C. militaris dan Predator S. leucomesus dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut :

Gambar 2.6 Jamur C. militaris Sumber : Susanto (2012) Selain beberapa entomopatogen di atas, populasi ulat api dapat stabil secara alami di lapangan dengan adanya musuh alami yaitu predator dan parasitoid. Predator yang sering ditemukan adalah Eochantecona furcelleta (Hemiptera: Pentatomidae) dan Sycanus leicomesus (Hemiptera: Reduvidae). Parasitoid pada larva S. asigna adalah Brachimeria lasus, Spinaria spinator Apanteles aluella, Chlorocyptus purpuratus. Sedangkan parasit pada telur S.asigna adalah Trichogrammatoidea thosea (Sudharto dkk, 1990 dalam Susanto, 2012). Gambar Sycanus leicomesus dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut : Gambar 2.7 Predator S. leucomesus Sumber : Foto lapangan Parasitoid dapat diperbanyak dan di konservasi di perkebunan kelapa sawit dengan menyediakan makanan bagi imago parasitoid tersebut seperti Turnera subulata, Turnera ulmifolia, Euphorbia heterophylla, Cassia tora, Borerea

alata dan Elephantopus tomentosus. Oleh karena itu tanaman-tanaman tersebut hendaknya tetap ditanam dan jangan dimusnahkan, dan tanaman penutup tanah dapat juga mengurangi populasi hama ulat api karena adanya tanaman tersebut populasi musuh alami akan meningkat (Lubis, 2008). gambar tanaman-tanaman sumber pakan dan tempat berlindung parasitoid serta predator dapat dilihat pada gambar 2.8, 2.9, dan 2.10 berikut : Gambar 2.8 Bunga T. subulata (Bunga pukul delapan) Sumber: Foto lapangan

Gambar 2.9 Bunga T. ulmifolia (Bunga pukul delapan) Sumber: Foto lapangan Gambar 2.10 Bunga A. leptosus (Air mata pengantin) Sumber : Foto lapangan Pedoman dan pengendalian hama ulat pemakan daun kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Pedoman dan pengendalian hama UPDKS menurut Pahan & Gunawan, 1997. UmurTanaman Metode Pengendalian < 3 tahun Bila rata-rata larva < 10 ekor perpelepah dan areal terbatas maka dilakukan hand picking. Bila rata-rata populasi> 10 ekor perpelepah maka dilakukan penyemprotan insektisida atau virus dengan knapsack sprayer atau mist blower. 3-7 tahun Semprot insektisida atau virus menggunakan Mist blower atau Fulsfog.

Infus akar dengan insektisida sistemik bila areal serangan terbatas. 7 15 tahun Semprot insektisida atau virus menggunakan Fulsfog. Infus akar dengan insektisida sistemik bila areal serangan terbatas. >15 tahun Semprot insektisida atau virus menggunakan Fulsfog. Infus akar atau Injeksi batang dengan insektisida sistemik bila areal serangan terbatas. 2.5.2 Pengendalian Kimiawi Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara umum dilakukan di perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi ledakan populasi ulat. Pengendalian (UPDKS) dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara umum yang dilakukan di perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi ledakan populasi ulat. Ulat api dikendalikan dengan penyemprotan (Fogging) atau dengan injeksi batang (Trunk injection) menggunakan insektisida. Insektisida yang paling banyak digunakan untuk pengendalian ulat api saat ini adalah Deltametrin, Sipermetrin, dan Lamda sihalothrin dan bahan aktif lain dari golongan pirethroid (Manik, 2012). Sedangkan pengendalian dengan alat power sprayer menggunakan insektisida Cyperin 250 EC yang berbahan aktif 250 g/l Sipermetrin, yang bersifat racun kontak dan lambung, yang di aplikasikan pada daun kelapa sawit. Dalam Pradipta (2015) cara kerja insektisida di bagi menjadi 4 yaitu dengan cara sebagai berikut: 1. Racun Sistemik Insektisida sistemik adalah jenis insektisida yang akan membunuh serangga. Racun ini diserap oleh organ-organ tanaman, baik lewat akar,

batang dan juga daun. Contoh insektisida sistemik seperti Orthene 75 Sp,Dafat 75 Sp bahan aktif Asefat 75%, dan insektisida Spontan 400 Sl, Sandimas 400 Sl dengan bahan aktif Dimehipe 400 g/l. 2. Racun lambung Racun lambung adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan contoh insektisida racun lambung adalah, Dipel Sc bahan aktif Bacillus thuringiensis serotype 3a-3b, strain Hd-7:16.000 lu/mg dan insektisida Florbac Fc dengan bahan aktif Bacillus thuringiensis var.aizawa serotype 7:7500 lu/mg. 3. Racun Kontak Insektisida racun kontak adalah insektsida yang efektif membunuh hama bila insektisida tersebut terkena langsung pada tubuh hama tanpa perlu memakannya. Insektisida tersebut akan masuk ke dalam tubuh organisme target dan menyebabkan kematian. Insektisida yang kuat racun kontaknya adalah Insektisida Buldof 25 Ec dengan bahan aktif Betasiflutrin 25 g/l. 4. Racun kontak dan lambung Racun Kontak adalah salah satu insektisida yang dapat masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit bersinggungan langsung (kontak langsung). Racun Lambung (Racun Perut) adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Insektisida Decis 25 Ec, Delkis 25 Ec dengan bahan aktif Deltametrin 25g/l, dan Amcothene 75 Sp berbahan aktif Asefat 75,05%, Cyperin 250 EC dengan bahan aktif Sipermetrin. Dosis adalah jumlah pestisida yang dicampurkan dengan air digunakan untuk menyemprot hama atau penyakit tanaman dengan luas tertentu. Dosis anjuran

pemakaian pestisida sebaiknya di patuhi, pemakaiannya secara berlebihan bisa menyebabkan tanaman merana dan merusak lingkungan. Konsentrasi ada tiga macam yaitu: konsentrasi formulasi, konsentrasi bahan aktif, dan konsentrasi larutan. Konsentrasi formulasi adalah banyaknya pestisida di hitung dalam cc atau gram bahan pestisida per liter air yang dicampurkan. Sedangkan konsentrasi bahan aktif adalah persentase bahan aktif yang terdapat dalam larutan jadi (larutan yang sudah dicampur air). Konsentrasi larutan adalah presentase kandungan pestisida yang terdapat dalam larutan jadi. 2.5.3 Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Pengendalian ulat api di dasarkan pada hasil atau semua yang telah dilakukan secara garis besar mengikuti konsep pengendalian hama terpadu (PHT) (Sulistyo dkk, 2010). Penerapan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap UPDKS menunjukkan hasil yang baik dan diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Dalam sistem ini Pengenalan terhadap biologi hama sasaran di perlukan sebagai dasar penyusunan taktik pengendalian. Tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi. Dan hanya dilakukan apabila populasi hama tersebut melampaui padat populasi kritis yang ditentukan serta mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit (Prawirosukarto, 2002). Monitoring populasi adalah langkah awal di dalam system pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap UPDKS dan merupakan dasar untuk memutuskan perlu atau tidaknya dilakukan tindakan pengendalian. Dinamika populasi suatujenis hama adalah merupakan hasil interaksi antara hama dengan faktor-faktor lingkungan, baik yang mendukung maupun menghambat perkembangannya. Diketahui bahwa pada awal kehadirannya,

populasi UPDKS adalah berupa kelompok - kelompok kecil, kemudian akan membesar pada generasi berikutnya dan akhirnya kelompok hama tersebut akan saling menyatu dan memenuhi hamparan tanaman kelapa sawit yang luas (Susanto dkk, 2012). Untuk memperjelas tentang system pengendalian hama terpadu (PHT) dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut : Hama Faktor lingkungan Penghambat musuh lami,dll Pendorong Monitoring Populasi Populasi kritis Tindakan pengendalian? Sensus Ulang (Evaluasi) Tidak Pengendalian Ya Ulang Ya Gambar 2.10 Mekanisme Sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Sumber: Susanto, 2012.

2.5.4 Strategi Aplikasi Insektisida Strategi aplikasi insektisida berkaitan dengan aspek tepat sasaran, tepat dosis/konsentrasi, tepat waktu, tepat cara penggunaan dan pemilihan alat yang tepat. Berkaitan dengan hal tersebut, alat yang digunakan akan berhubungan langsung dengan faktor- faktor tersebut (Susanto dan Hartanta, 2014). Tepat sasaran artinya sasaran harus diketahui jenis (species) nya secara cepat. Dengan demikian dapat ditentukan pestisida yang tepat. Yang perlu digunakan apabila OPT yang menyerang adalah serangga maka dipilih insektisida. Tepat dosis adalah banyaknya pestisida atau larutan semprot yang digunakan dalam setiap satuan luas, sedangkan konsentrasi pestisida adalah takaran pestisida yang harus dilarutkan dalam setiap liter air (bahan pelarut). Tepat waktu penggunaan berdasarkan konsepsi PHT harus dilakukan berdasarkan hasil pemantauan/pengamatan rutin, yaitu jika populasi hama atau kerusakan yang ditimbulkan telah mencapai ambang ekonomi. 2.6 Alat Power Sprayer Power sprayer merupakan komponen yang berfungsi untuk mensirkulasikan refrigeran ke semua komponen refrigerasi. Alat ini juga berfungsi memastikan bahwa temperatur gas refrigeran yang di salurkan kekondenser harus lebih tinggi dari temperatur condesing medium. Akibatnya temperatur refrigeran dapat di pindahkan walaupun tekanannya tetap. Bagian bagian dari alat semprot ini adalah unit ruang tekan dan isap, unit pompa, selang, laras dan nozzle. Sebagai tempat cairan semprot maka digunakan drum dengan kapasitas 100-200 liter. untuk mengoperasikan alat penyemprot dibutuhkan tenaga 3-4 orang dengan pembagian kerja, yaitu satu orang menjaga dan mengatur mesin dan drum yang berisi cairan semprot, satu orang mengatur selang semprot, selang yang digunakan 25-50 meter,sedangkan satu orang lagi yang memegang laras semprot (Wudianto, 1989 dalam T.A Ratna, Y).