BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi ekonomi, sosial dan politik adalah dengan mengembalikan kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah merupakan suatu tuntutan yang perlu direspon oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Susilawati & Dwi Seftihani (2014) mengungkapkan bahwa perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pergantian Pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang. dimulai pertengahan tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. Good governace merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitik beratkan pada pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. dan berganti menjadi era Reformasi. Pada era ini, desentralisasi dimulai ketika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik baik di pusat maupun di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan Daerah yaitu dengan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan akuntansi pada pemerintahan sebelum dilakukan. reformasi pengelolaan keuangan negara, telah menerapkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dapat dinilai kurang pesat, pada saat itu yang lebih mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Good Governance Government adalah pemerintahan yang paling. diimpikan oleh seluruh masyarakat Indonesia, dimana pemerintahannya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Laporan keuangan sektor publik merupakan posisi keuangan penting

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BABl PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam mengelola keungan dengan sebaik-baiknya guna mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Nasution (2007) menyatakan beberapa kelemahan yang ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam reformasi dibidang keuangan negara, perubahan yang signifikan adalah perubahan di bidang akuntansi pemerintah yang transparan dan akuntabel menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci penting dalam pengelolaan keuangan negara tersebut adalah terkait dengan sistem akuntansi pemerintahan Indonesia yaitu dengan melakukan pengembangan kebijakan akuntansi pemerintah berupa Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang bertujuan untuk memberikan pedoman pokok dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (PP No. 71 Tahun 2010). Dalam pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan selama ini, negara telah membuat aparatur pemerintah yang bergerak dalam kelompok profesi manajemen oleh para profesional. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelusuran kembali pengelolaan keuangan pemerintah daerah menetapkan prinsip-prinsip pemerintah yang baik yang sesuai dengan lingkungan pemerintah (PP No. 60 Tahun 2008). Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, diperlukan sistem akuntansi yang baik, karena sistem akuntansi merupakan pendukung terciptanya pengelolaan keuangan daerah yang accountable, dalam rangka mengelola dana 1

2 dengan sistem desentralisasi secara transparan, efisien, efektif dan dapat dipertanggungjawabkan (Yayah Handani, 2011). Sistem keuangan daerah yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat di tugas dan Instansi Pemerintah tersebut (PP No. 60 Tahun 2008). Perbedaan penerapan sistem akuntansi pada masa pra reformasi dan sistem yang baru adalah sistem akuntansi penatausahaan keuangan daerah yang berlaku pada masa lalu dan saat ini tercermin dalam perhitungan APBD menggunakan sistem pembukuan tunggal yang berbasis kas. Dalam prinsip basis kas adalah mengakui pendapatan pada saat diterimanya kas dan mengakui belanja atau biaya pada saat dikeluarkannya kas, hal tersebut tentu saja sangat terbatas, karena informasi yang dihasilkan hanya berupa kas yang terdiri dari informasi kas masuk, kas keluar, dan saldo kas (Maryana, 2011). Sebagaimana diuraikan di atas maka diperlukan pengembangan atas sistem akuntansi yang baru, yaitu: 1. Pengembangan sistem pembukuan berganda (double entry), dimana setiap transaksi dicatat dengan jurnal berpasangan, yaitu sisi debit dan sisi kredit. 2. Akrual (accrual basis) dengan mengembangkan prinsip dan asumsi bahwa pencatatan transaksi keuangan hanya dilakukan pada saat terjadi penerimaan dan pengeluaran uang. Dengan basis akrual, informasi yang akan diberikan kepada pemakai tidak hanya terbatas pada transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan

3 pengeluaran kas, melainkan juga kewajiban yang membutuhkan penyelesaian kas dimasa depan dan informasi lain yang mempersentasikan kas yang akan diterima dimasa depan (Maryana, 2011). Fenomena yang terjadi tentang Kualitas Laporan Keuangan Daerah yaitu Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tak juga meningkat. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap LKPP 2014 atau sama dengan opini yang diberikan atas LKPP Tahun 2013. Selama tahun 2014 pemerintah sebenarnya telah memperbaiki permasalahan yang mempengaruhi kewajaran laporan keuangan tahun 2013. Namun, tindak lanjut pemerintah belum sepenuhnya efektif untuk menyelesaikan permasalahan yaitu terkait suspen serta selisih catatan dan fisik SAL (Saldo Anggaran Lebih). Ada empat permasalahan yang ditemukan BPK dalam pemeriksaan LKPP Tahun 2014 yang menjadi pengecualian. Pertama yakni pencatatan mutasi Aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) senilai Rp. 2,78 triliun yang tidak dapat dijelaskan oleh pemerintah. Kemudian permasalahan utang kepada pihak ketiga di tiga kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp. 1,21 triliun yang tidak dapat ditelusuri dan tidak didukung dokumen yang memadai. Data yang tersedia tidak memungkinkan BPK melaksanakan prosedur pemeriksaan yang memadai. Permasalahan yang ketiga yakni mengenai permasalahan pada transaksi dan/atau saldo yang membentuk Sisa Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp. 5,14 triliun. Ini membuat penyajian catatan dan fisik SAL tersebut tidak akurat. Sedangkan yang keempat adalah pemerintah belum

4 memiliki mekanisme pengelolaan dan pelaporan tuntutan hukum. Empat permasalahan tersebut harus menjadi perhatian pemerintah untuk mengambil langkah-langkah perbaikan agar ke depan tidak menjadi temuan berulang. (www.m.republik.co.id) Adapun fenomena lain tentang kualitas laporan keuangan daerah yaitu kota Bandung yang merupakan salah satu ibukota Jawa Barat yang memiliki potensi begitu besar dan menjadi salah satu pusat perekonomian di Negara Indonesia pengelolaan keuangannya masih kurang sesuai dengan yang diharapkan. BPK RI memberikan opini Disclaimer (Menolak Memberikan Pendapat) terhadap LKPD Kota Bandung tahun anggaran 2009. Hal-hal yang membuat BPK memberikan opini Disclaimer antara lain karena penyajian atau pengungkapan penyertaan modal pemerintah kepada perusahaan daerah di atas 20 persen tidak disajikan dengan metode ekuitas sebagaimana dinyatakan dalam Standar Akuntansi Pemerintahan. Penilaian ini pertama kali diterima oleh Kota Bandung. Tahun Tabel 1.1 Daftar Opini Audit BPK atas LKPD Kota Bandung Tahun 2009-2013 Opini BPK 2009 Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) 2010 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 2011 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 2012 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 2013 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) Sumber: www.bandung.bpk.go.id

5 Tabel 1.1 di atas menunjukan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini terhadap Kota Bandung pada tahun 2009 dengan opini Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer), pada tahun 2010 mengalami perbaikan yang cukup baik dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), pada tahun 2011 keadaan stabil dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan pada tahun 2012 ternyata permasalahan aset masih menjadi ganjalan Pemerintah Kota Bandung, diantaranya sistem pengendalian intern, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, penatausahaan, pengelolaan persediaan yang belum tertib, proses penghapusan aset gedung pada Rumah Sakit Umum Daerah yang tidak sesuai prosedur, mekanisme penganggaran, pelaksanaan pelaporan, pertanggungjawaban, monitoring dan belanja hibah bantuan sosial dan bantuan keuangan masih banyak kelemahan dan tidak sesuai ketentuan. Terkait dengan Belanja Perjalanan Dinas, BPK juga menemukan Belanja Perjalanan Dinas di beberapa SKPD masih ada yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban, tidak dapat diyakini kebenarannya, tidak sesuai dengan realisasi sebenarnya. (www.bandung.bpk.go.id) Fenomena yang terjadi tentang Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yaitu SAKD mendapat perhatian besar dari berbagai pihak, terutama dalam proses pencatatannya yaitu kurang baiknya laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) dilihat dari hasil pemeriksaan, bisa menjadi indikasi kurang kredibelnya pengelolaan keuangan daerah untuk tahun 2007 saja. Dari 24 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang diperiksa, tujuh diantaranya mendapat opini disclaimer, selebihnya 17 Kabupaten/Kota yang lain mendapat opini wajar

6 dengan pengecualian, dalam hal ini dapat dilihat sebagai tindakan penyusunan LKPD yang belum melalui prosedur akuntansi dalam menyusun laporan keuangan, dan kurangnya keterbukaan akuntabilitas atau pertanggungjawaban. (www.pikiran-rakyat.com) BPK, banyak ditemukan terkait laporan keuangan daerah yang belum mencapai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Setidaknya, hanya 30 persen pemda tingkat I dan II yang baru mencapai WTP. Padahal, dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di tahun 2014, menargetkan sebanyak 60 persen harus berstatus WTP. Untuk tahun 2014, dari 526 pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota yang dapat WTP sekitar 30 persen. Dengan adanya hal tersebut sudah seharusnya pemda lebih meningkatkan kualitas laporan keuangannya. Laporan keuangan pemda tidak hanya menyiapkan empat laporan keuangan, tetapi juga ditambah tiga laporan keuangan. Pemda juga harus menyiapkan segala infrastruktur dalam membuat laporan keuangan, sehingga bisa sesuai dengan standar akuntansi yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Opini BPK terdiri dari empat jenis yaitu, Wajar Tanpa Pengecualian, Wajar Dengan Pengecualian, Tidak Wajar, dan Tidak Memberikan Pendapat. Opini menunjukkan tingkat pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan pemerintah. (www.bisnis.news.viva.co.id) Adapun fenomena yang terjadi tentang Sistem Pengendalian Intern yaitu pada semester II-2014, BPK menemukan 3.293 masalah berdampak finansial senilai Rp. 14,74 triliun. Jumlah itu terdiri atas masalah yang mengakibatkan

7 kerugian negara senilai Rp. 1,42 triliun, potensi kerugian negara senilai Rp. 3,77 triliun, dan kekurangan penerimaan senilai Rp. 9,55 triliun. Berdasarkan laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) semester II-2014, ditemukan 7.950 masalah ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan senilai Rp. 40,55 triliun dan 2.482 masalah kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI). Masalah lain yang menonjol di antaranya persiapan penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP), baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah belum siap mendukung penerapan SAP berbasis akrual pada tahun 2015 dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) maupun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). (www.m.news.viva.co.id) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP) Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 menerangkan bahwa Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif, efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Laporan keuangan pemerintah harus memenuhi kriteria laporan keuangan yang berkualitas, ditetapkan dalam kerangka konseptual akuntansi pemerintahan PP No. 71 Tahun 2010, yaitu: keandalan, relevan, dapat diperbandingkan, dan dapat dipahami. Pemenuhan terhadap karakteristik tersebut, sebagai

8 pertanggungjawaban bahwa pemerintah telah mengelola dana publik yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan. Dalam pelaksanaannya sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) dan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) secara sepintas terlihat mempunyai pengaruh terhadap kualitas laporan keuangan daerah. Objek pada penelitian ini adalah salah satu unit pelaksana teknis bidang penelitian dan pengembangan dalam lingkungan Dinas Pemerintah Kabupaten Subang. Yaitu Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Subang. Berdasarkan uraian diatas, maka judul skripsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : PENGARUH SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH (SAKD) DAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN DAERAH. (Studi Empiris pada DPPKAD Kabupaten Subang) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang.

9 2. Bagaimana sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang. 3. Bagaimana kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang. 4. Seberapa besar pengaruh sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) terhadap kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang. 5. Seberapa besar pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) terhadap kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang. 6. Seberapa besar pengaruh sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) dan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) terhadap kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang. 1.3 Tujuan Penelitian Sehubungan dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menilai pengaruh sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) dan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP)

10 terhadap kualitas laporan keuangan daerah. Adapun tujuan secara rinci dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang. 2. Untuk mengetahui sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang. 3. Untuk mengetahui kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang. 4. Untuk mengetahui pengaruh sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) terhadap kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang. 5. Untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) terhadap kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang. 6. Untuk mengetahui pengaruh sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) dan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) terhadap kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Subang.

11 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan gambaran yang dapat bermanfaat secara langsung maupun tidak langsung bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi Penulis Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD), sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) dan kualitas laporan keuangan daerah, serta menerapkan pola pikir ilmiah dalam membandingkan teori-teori yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dengan praktiknya. 2. Bagi Instansi Pemerintahan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi yang berguna bagi instansi di masa yang akan datang serta diterapkannya sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab, dan akuntabel. 3. Bagi Pihak Lain Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berguna sebagai referensi serta memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak yang memerlukan untuk penelitian lebih lanjut dan mendalam.

12 1.4.2 Kegunaan Teoritis Kegunaan penelitian ini adalah untuk memperluas ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan ilmu untuk mendukung ilmu akuntansi khususnya pengaruh sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) dan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) terhadap kualitas laporan keuangan daerah. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah dilakukan pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Subang yang beralamat di Jalan Dewi Sartika No. 2 Subang mulai bulan April 2016 sampai dengan selesai.